KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

V. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

Koleksi dan Pengenalan Biota Gua : Arthropoda Gua 1

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

Udang Stenasellus dari Sukabumi.

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

PELESTARIAN EKOSISTEM GOA MELALUI PENDIDIKAN KONSERVASI FAUNA GOA DI GOA KELASI 2, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. Pilihlah jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d pada lembar jawaban yang tersedia!

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. km. Bentuk karsnya yang khas berupa conical hills yaitu berupa bentukan

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. KEANEKARAGAMAN MAKLUK HIDUP, ALAM DAN PELESTARIANNYALATIHAN SOAL BAB 10

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

Transkripsi:

KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT MARYANTI SETYANINGSIH Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka Jakarta. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas fauna pada zona terang, zona remang-remang dan zona gelap di Gua Parat dan Gua Lanang di Taman Wisata Alam Pangandaran Jawa Barat. Penelitian dilakukan di Gua Parat dan Gua Lanang Pangandaran Jawa Barat pada tanggal 15 sampai 18 September 2011. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel secara langsung dan menggunakan perangkap sumuran ( pit fall trap ). Pada pengambilan sampel secara langsung, dilakukan dengan cara menangkap jenis fauna yang ditemukan dengan menggunakan jarring, kemudian di foto dengan kamera dan sebagian sampel lain di awetkan dengan menggunakan alcohol dan formalin. Perangkap sumuran di pasang di bagian sisi gua dan didiamkan selama 24 jam kemudian fauna yang tertangkap diidentifikasi sampai takson family.pengambilan sampel dilakukan di tiap zona yaitu zona terang, remang-remang dan gelap. Parameter lingkungan berupa intensitas cahaya, suhu, ph, kelembaban dan kecepatan angin.hasilnya ternyata setiap zona ekosistem fauna nya berbeda pada kedua gua tersebut, hanya beberapa jenis hewan saja yang ditemukan pada setiap zona. Kata kunci : Gua Karst, Pit fall trap PENDAHULUAN Indonesia mempunyai kekayaan kawasan karst yang tersebar dari ujung barat Sumatra sampai ujung timur Papua. Kawasan tersebut menyimpan keanekaragaman hayati dan kekayaan ekosistem yang belum terungkap. Salah satu ekosistem di kawasan karst adalah ekosistem gua yang merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan di muka bumi. Keberadaan ekosistem gua sangat tergantungdengan ekosistem yang ada di luar gua, sehingga perubahan sedikit di luar gua akan menyebabkan gangguan keseimbangan di dalamnya. Di Pulau Jawa banyak terdapat daerah-daerah karst yang belum tereksploitasi, hal inilah yang membuat pengetahuan masyarakat akan struktur gua dan faktor biotik serta abiotiknya masih sangat sedikit. Di Jawa Barat banyak terdapat wilayah dengan gua-gua di dalamnya antara lain kawasan karst di Banten, Ciamis, Cibinong dan sebagainya. Kawasan Karst di Cibinong sudah tidak alami lagi akibat adanya Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 35

pengambilan kapur oleh perusahaan semen, sedangkan kawasan Ciamis belum tereksploitasi. Di kawasan Ciamis khususnya daerah Pangandaran banyak terdapat guagua yang masih alami karena letaknya di dalam kawasan taman wisata alam, gua-gua yang terdapat di Taman Wisata Alam Pangandaran antara lain Gua Lanang, Gua Sumur Mudal, Gua Parat, Gua Panggung. Gua Parat adalah salah satu gua yang memiliki struktur fauna paling lengkap dilihat dari luas dan letaknya berdekatan dengan laut. Ekosistem gua adalah ekosistem yang asing, seasing lingkungannya yang gelap, lembab dan tidak mudah untuk di capai. Sepertinya hal ini yang menjadikan ekosistem gua sampai saat ini masih menjadi ekosistem yang terabaikan. Belum banyak orang maupun organisasi konservasi yang berjuang untuk menyelamatkan ekosistem gua dan karst secara umum. Dibandingkan dengan ekosistem hutan tropis, ekosistem gua tidak kalah menarik dan pula tidak kalah terancam. Karena hampir kebanyakan kawasan karst di Indonesia belum dilindungi dan mempunyai kepadatan populasi penduduk yang tinggi. Gua merupakan tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi berbagai jenis organisme. Gua yang terbentuk menciptakan sebuah habitat bagi makhluk hidup. Kondisi gua yang gelap dan sumber bahan organik yang terbatas menciptakan habitat unik dan menarik untuk dipelajari. Sehingga perlu diadakan penelitian mengenai keanekaragaman fauna gua karst di Pangandaran Jawa Barat. PERUMUSAN MASALAH Apakah terdapat perbedaan struktur komunitas fauna pada zona terang, zona remang-remang, dan zona gelap di gua Parat dan gua Lanang Taman Wisata Alam Pangandaran, Jawa Barat? TINJAUAN PUSTAKA Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu Negara megabiodiversity terbesar di dunia. Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Hutan tropis yang sangat luas beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya merupakan sumber daya alam yang tak ternilai harganya. Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 36

Keanekaragaman hayati di Indonesia memiliki kedudukan yang terhormat di dunia. Indonesia memiliki 16 % jenis reptilia dan 9% jenis amfibia dari seluruh jenis reptilia dan amfibia di dunia. Walaupun daratan Indonesia hanya 1,32% dari seluruh daratan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,2002). Taman Wisata Alam Pangandaransecara administrasi pemerintahan adalah termasuk Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat dengan batas sebelah barat dan timur berbatasan dengan cagar alam Laut Pangandaran, sebelah utara berbatasan dengan desa Pangandarandan sebelah selatan berbatasan dengan cagar alam Pangandaran. Sebelum ditetapkan sebagai Cagar Alam kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa, hal ini berdasarkangb Tanggal 7-12-1934 Nomor 19 Stbl.669 dengan luas 497 Ha (luas yang sebenarnya 530 Ha) dan taman laut luasnya 470 Ha. Kemudian ditemukan bunga Rafflesia padma status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan SK Menteri PertanianNo.34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan rekreasi maka sebagian kawasan dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam. Di Taman Wisata Alam Pangandaran terdapat gua-gua karts antara lain Gua Parat, Gua Panggung, Gua Lanang, Gua Sumur Mudal. Lingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Lingkungan gua lazim di bagi menjadi 4 zona yaitu mulut gua, zona peralihan (zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total / zona stagnant. Masing-masing zona mempunyai karakteristik lingkungan (abiotik) yang berbeda-beda demikian juga kehidupan faunanya (biotik). Kawasan karst dengan ekosistem guanya merupakan salah satu contoh terbaik tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi suatu organisme. Berbagai perubahan bentuk morfologi dan fungsi fisiologis suatu organisme dapat ditemukan di dalam gua. Organisme-organisme yang terpisah dengan kerabatnya yang ada di luar secara turun menurun meneruskan bentuk-bentuk adaptasi hingga menjadi jenis yang berbeda. Ada beberapa kelompok tingkat adaptasi terhadap lingkungan gua. Kelompok pertama yaitu troglobit merupakan kelompok organisme yang telah teradaptasi dalam lingkungan gua dan tidak ada jenis yang sama hidup diluar gua. Kelompok ini merupakan kelompok yang sangat tergantung dengan lingkungan gua dan mempunyai Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 37

tingkat toleransi terhadap perubahan lingkungan sangat sempit. Kelompok kedua adalah troglofil merupakan kelompok yang ditemukan hidup di dalam dan di luar gua. Jenisjenis kelompok ini mampu hidup di dalam gua dan melangsungkan berbagai proses kehidupan karena mempunyai habitat yang mirip dengan habitat aslinya di luar gua contoh kelompok ini adalah Stygophrynus dammermani (Amblypygi). Kelompok terakhir adalah troglosen yang berarti kelompok organisme yang menggunakan gua sebagai tempat tinggal namun tidak melangsungkan keseluruhan proses hidupnya di dalam gua. Kelompok ini dalam siklus hidupnya masih sangat bergantung dengan lingkungan luar. Menurut Balazs (1968) kawasan karst Indonesia yang cukup terkenal adalah karst Maros dan Gunung Sewu. Karst Maros terletak di Sulawesi Selatan yang luasnya mencapai 400 km 2 dengan umur batuan sekitar Eosen sedangkan Karst Gunung Sewu terletak disebelah tenggara Yogyakarta dengan luas sekitar 1300km 2 dan umur batuan sekitar Miosen Tengah. Menurut Deharveng & Bedos (2000) Karst Maros merupakan satu kawasan karst terkaya keanekaragaman hayatinya di Asia tropis karena dalam satu system gua di Maros tercatat ada 93 jenis, terdiri dari 21 jenis troglobit (22,28%), 7 jenis stigobit (7,53%), 17 jenis (18,28%) di kenal khas hidup dan bergantung pada guano kelelawar. Jumlah jenis ini sangat menarik mengingat dalam satu sistem perguaan telah tercatat hampir seratus jenis fauna. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Data fisik Gua Lanang bagian Tengah Interval P L T Dlm Lx ke- (m) (m) (m) (m) (A) C % KA Fauna Ket. 1 0 7,7 3,45 0,1 25,7 65 0,8 2 5 8,4 6,97 1,27 27 65 0 kelelawar (1) 3 10 8,25 3,76 148 6 28 65 0 kelelawar (6) 4 15 11,72 3,76 1,76 1 27,5 65 0,4 kelelawar (1) 5 20 13,3 2,83 2,03 0 26,9 65 0 6 25 10,87 3,46 2,7 0 27 70 0,6 7 30 14,82 4,28 1,98 0 27,5 63 0,4 8 35 17,04 1,93 1,96 0 28,1 61 0,3 Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 38

9 40 19,73 4,28 2,02 0 26,2 63 0,5 10 45 17,52 3,2 1,85 0 27 62 0,5 11 50 7,6 1,5 1,43 0 27 60 0,6 12 55 8,03 3,46 1,05 2 27,2 63 0 13 60 14,13 8,02 1,22 3 27,3 63 0 14 65 15,54 10,28 1,25 12 26,1 60 0,4 15 70 16,54 4,71 1,68 53 26,9 61 0,9 ada batu Tabel 2. Data fisik Gua Lanang bagian kiri Interval P L Lx ke- (m) (m) (A) C % KA Fauna Ket. 1 0 3.35 88 25.8 82 0.6 undur-undur 2 5 3.95 13 26.3 85 0 undur-undur 3 10 5.55 1 27 85 0 laba-laba 4 15 7.12 0 25.6 90 0 laba-laba 5 20 4.06 0 26.9 84 0 semut,kecoa 6 25 3.27 0 27 86 0 semut 7 30 8.22 0 26 84 0 semut 8 35 9.96 0 25.8 84 0 nyamuk, laba-laba 9 40 11.88 0 24.4 82 0 jangkrik 10 45 7.52 0 27.2 83 0 11 50 0 0 31 86 0 ampliphigi, laba-laba 12 55 3.13 0 30.8 83 0 laba-laba 13 60 8.17 0 27.6 80 0 14 65 7.84 0 26.2 72 0 semut 15 70 7.64 1 26.1 81 0 jangkrik burik, semut bersayap Tabel 3. Data Fisik Gua Lanang bagian kanan Interval ke- P L Lx (m) (m) (A) C % KA Fauna Ket. 1 0 3,35 94 25,5 85 0,4 tawon 2 5 4,45 42 26,7 88 0 laba-laba (1) 3 10 3,8 1 27 87 0 laba-laba (4) 4 15 4,6 1 26,1 90 0 laba-laba, semut 50 5 20 9,24 0 26,2 86 0 sarang semut, semut hitam besar (2) larva Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 39

bersegmen, jangkrik, amplyphigi (2), 6 25 7,6 0 26,9 87 0 ngengat 7 30 6,6 0 27,4 88 0 laba-laba (2) 8 35 7,3 0 27,4 88 0 9 40 7,85 0 23.4 87 0 10 45 10 0 29.9 83 0 11 50 7,6 0 29.3 81 0 ngengat 12 55 5,9 0 30.8 82 0 13 60 6,8 0 23.3 80 0 14 65 7,7 1 27.8 79 0 15 70 8,9 4 27.1 80 0 Tabel 4. Data Fisik Gua Parat bagian tengah Interval ke- P (m) L T Dlm Lx A C % KA Fauna Ket. 1 0 7,6 1,1 0,57 22 26,3 70 0,3 2 5 6,4 1 0,54 3 26,5 66 0,5 3 10 6,25 1,08 0,52 1 26,6 63 0,4 4 15 4,4 1,53 0,51 0 25,9 69 1 5 20 4,85 1,62 0,65 0 25,7 70 1,1 6 25 4,19 1,12 1,02 0 25,5 67 1,2 7 30 7,71 2,04 2,72 0 26,5 68 0,7 kelelawar, jangkrik jangkrik (3), 8 35 12,38 2,72 3,01 0 26,8 66 0,3 diplopoda 9 40 8,5 2,73 3,13 0 26,3 65 0,4 landak (2) 10 45 12,3 2,38 3,24 0 27,4 63 0,4 banyak kelelawar banyak 11 50 12,9 3,46 3,35 0 27,2 63 0 kelelawar 12 55 15,16 2,85 3,37 0 26,3 64 0,2 13 60 15,1 4,95 3,39 0 28,3 57 0,3 14 65 17 2,08 5,27 0 29,3 58 0 15 70 13,5 4,28 6,24 0 29 57 0 16 75 11,75 4,1 5,22 1 28,5 60 0 17 80 10,53 3,2 5,64 1 27,8 59 0 18 85 8,55 3,92 6,4 0 27,9 58 0 19 90 7 4,72 5,83 1 28,1 59 0 20 95 13,8 5,06 4,98 1 26,4 62 0,7 21 100 11 3,46 6,61 150 27,6 61 0 22 105 8,4 2,04 6,53 745 26,6 61 0,3 Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 40

Tabel 5. Data Fisik Gua Parat bagian kanan Interval ke- P (m) L Lx A C % KA Fauna Ket. Laba-laba (3) 1 0 4.40 53 25,3 89 0,6 Semut hitam (2) 2 5 4.36 25 25,9 85 0,3 3 10 4.27 1 25,6 86 0,6 4 15 4.40 0 25,4 90 0,9 5 20 3.03 0 26,9 83 0,5 6 25 1.90 0 25,1 86 1,3 7 30 2.24 0 27,5 82 0 8 35 7.18 0 27,1 81 0 9 40 1.4 0 26 82 0,5 diplopoda(3), jangkrik (2) kepiting (1), 10 45 7.54 0 27,7 78 0 Jangkrik (2) 11 50 5.8 0 26,5 79 0 Ambliphygi (1), diplopoda (2) 12 55 7.36 0 23,5 78 0 13 60 6.6 0 28,3 80 0 Kelelawar (1), jangkrik (1) 14 65 9.1 0 27,3 81 0 15 70 6.30 0 23,5 78 0 16 75 5.52 0 28,3 80 0 17 80 4.95 0 29,7 59 0 18 85 5.10 4 29,1 58 0 19 90 3.80 4 26,8 60 0 20 95 11.50 4 27,9 63 0 21 100 6.20 180 27,3 62 1 22 105 480 25,9 66 1,4 Tabel 6. Data Fisik Gua Parat bagian kiri Interval ke- P (m) L Lx A C % KA Fauna Ket. semut, kepompong, 1 0 3.20 39 24,1 88 0.0 laba-laba 2 5 2.04 19 23,2 88 0.7 ngengat, laba-laba 3 10 1.98 1 23 87 0.4 4 15 0 1 25,5 88 0.4 semut, laba-laba kurus, diplopoda, Jangkrik (2) Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 41

5 20 1.82 0 25,5 85 1.1 semut, jangkrik, landak (2) 6 25 2.29 0 25,6 87 1 ambliphygi 7 30 1.83 0 25,9 83 0.3 jangkrik 8 35 4.78 0 26,2 80 0.4 jangkrik 9 40 7.1 0 26,8 81 0.4 10 45 5.66 0 27 79 0 11 50 7.10 0 26,4 79 0 12 55 7.80 0 26,8 81 0 13 60 8.5 0 26,5 78 0 14 65 7.9 0 26,5 78 0 15 70 7.2 0 23,6 79 0 16 75 6.23 0 26,5 78 0.5 kelelawar 17 80 5.58 0 29,4 58 0 18 85 3.45 0 29 59 0 19 90 3.20 0 26,7 60 0.4 20 95 2.3 1 26,8 62 0.5 21 100 4.80 4 28,9 60 0 laba-laba laba-laba, 22 105 193 25,7 63 1.1 serangga Dari hasil penelitian di lapangan di dapatkan bahwa di Gua Parat pada masing-masing zona terdapat perbedaan jenis fauna meskipun ada beberapa jenis hewan/fauna yang dapat hidup di ke tiga zona tersebut. Pada zona terang di bagian kanan gua dengan intensitas cahaya 184,5 lux, suhu 26,1 derajat C, ph 6,92, kelembaban 75,5% serta kecepatan angin 0,83 m/s dapat ditemukan jenis hewan laba- laba (3) dan semut hitam (2). Kemudian di zona remang-remang dengan intensitas cahaya 3,25 lux, suhu 27,35 derajat C, ph 6,94, kelembaban 66,5% dan kecepatan angin 0,15 m/s ternyata tidak ditemukan hewan hal ini kemungkinan di sebabkan hewan sedang mencari makan keluar dari sarangnya terbukti di zona ini meskipun tidak ada semut tetapi ditemukan sarang semut. Se dangkan di zona gelapnya dengan tidak ada cahaya, suhu 26,6 derajat C, ph 7, kelembaban 80% dan kecepatan angin 0,2 m/s banyak ditemukan jenis hewan yaitu diplopoda (5), jangkrik (5), kepiting (1) dan ambliphygi (1) hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis hewan tersebut menempati habitat tersebut. Sedangkan di Gua Parat bagian tengah baik di zona terang sesuai maupun zona remang-remang tidak ditemukan jenis fauna hal ini kemungkinan disebabkan keadaan Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 42

gua yang tidak kondusif karena zona tersebut tidak terlalu lebar dan juga tidak tinggi sehingga memungkinkan terdapat sentuhan factor luar yaitu manusia sebab gua ini merupakan tempat wisata.tetapi di zona gelap dengan intensitas cahaya 0, suhu 27derajat C, kelembaban 64% serta kecepatan angin 0,5m/s terdapat beberapa jenis fauna yaitu jangkrik (4), diplopoda, landak (2) serta banyak sekali kelelawar sehingga diperkirakan dengan keadaan fisik tersebut tempat ini cocok untuk habitat kelelawar. Di Gua Parat bagian kiri disemua zona ditemukan beberapa jenis hewan. Di zona terang dengan intensitas cahaya 83,67 lux, suhu 24,33 derajat C, ph 6,86, kelembaban 79,67 % serta kecepatan angin 0,6 m/s ternyata banyak di huni laba-laba, semut, kepompong dan ngengat. Kemudian pada zona remang-remang terdapat semut, laba-laba kurus, diplopoda dan jangkrik. Sedangkan di zona gelap ditemukan landak, semut,jangkrik dan ambliphygi. Dari data diatas terlihat bahwa di Gua Parat yang hidup/ditemukan di semua zona adalah semut dan laba-laba, Sedangkan yang hanya hidup di zona gelap adalah ampliphygi. Gua Lanang lebih pendek dari pada Gua Parat sehingga ada kemungkinan bentuk ekosistem gua tersebut berbeda. Di gua Lanang bagian kanan pada zona terang dengan intensitas cahaya 67 lux, suhu 26,1 derajat C, ph 6,78, kelembaban 86,5 % dan kecepatan angin 0,2 m/s di dapatkan jenis hewan tawon dan laba-laba (5) sedangkan di zona remang-remang terdapat laba-laba dan banyak sekali semut. Kemudian di zona gelap banyak jenis hewan yang ditemukan meskipun jumlah jenis tidak banyak, yaitu semut, jangkrik, ngengat, laba-laba dan ambliphygi. Kalau bagian tengah Gua Lanang, hewan hanya ditemukan di zona remang-remang yaitu banyak kelelawar. Hal ini kemungkinan di Gua Lanang zona ini paling lebar sehingga kelelawar tidak merasaterganggu dengan keberadaan manusia. Sedangkan di bagian kiri dari Gua Lanang di semua zona dapat ditemukan hewan, di zona terang dapat ditemukan undur-undur sedangkan di zona remang-remang terdapat undur-undur dan laba-laba. Kemudian di zona gelap ditemukan semut, laba-laba, jangkrik, kecoa dan ambliphygi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan analisa data yang telah di peroleh dapat disimpulkan bahwa : ada perbedaan struktur komunitas fauna pada zona terang, Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 43

zona remang-remang dan zona gelap di Gua Parat dan Gua Lanang di Taman Wisata Alam Pangandaran Jawa Barat. DAFTAR PUSTAKA Balazs, D.1968. Karst Region in Indonesia. Karszt es Barlangkutatas.Vol.V Budapest Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat II.2003. Cagar Alam Laut dan Taman Wisata Alam Pangandaran,BKSDA Jawa Barat II. Bandung Deharveng,L & Bedos, A.2000.The Cave Fauna of Southest Asia; Origin, Evolution and Ecology in. Ecosystem of the World. Vol.30.Elsevier, Amsterdam Fachrul, M.F.2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta Iskandar, D.T.1988. Amfibia Jawa Bali. Puslitbang Biologi-LIPI Bogor. Kementrian Lingkungan Hidup.2002.Undang-Undang RI No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. KMNLH.Jakarta. Kurniati,H.2003.Amphibian and Reptiles of Gunung HalimunNational Park West Java,Indonesia. Puslitbang Biologi-LIPI, Cibinong. Mulyani, S.2002.Sebagian Potensi Taman Wisata dan Cagar Alam Pangandaran.Balai Konservasi Alam Jawa Barat II.Ciamis. Rahmadi, C. 2007. Mengenal Ampblypygi di Indonesia. Fauna Indonesia 6 (2): 45-47 Rahmadi, C.2007. Arthopoda Gua Karst Maros (Sulawesi)dan Gunung Sewu (Jawa): Melintas Garis Wallace.Fauna Indonesia 7. Rahmadi, C dan Yayuk, R.S.2007. Arthropoda Gua di Nusakambangan Cilacap Jawa Tengah. Zoo Indonesia 16 (1); 21-29 Suyanto, Agustinus. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011 44