KARYA TITIS ALYCIA MILDA PARA PELAKU:. Gadis berusia 24 tahun, seorang penari tradisional.. Ayah Lestari. Laki-laki berusia 50-an dengan garis wajah yang tegas.. Ibu Lestari. Wanita sederhana dan penyayang yang berusia beberapa tahun lebih muda dari suaminya.. Adik perempuan Lestari. Seorang mahasiswi jurusan hukum yang berusia 20 tahun. FAHMI. Tunangan Lestari yang juga seorang penari. Berusia 27 tahun. PANGGUNG MENUNJUKKAN RUANG TAMU SEBUAH RUMAH YANG BISA DIBILANG CUKUP MEWAH. DI DINDING RUANGAN TERSEBUT TERGANTUNG BEBERAPA HIASAN DINDING DAN LUKISAN. LEMARI KACA BESAR YANG BERISI PENUH DENGAN PAJANGAN MENEMPEL PADA DINDING. SEORANG LAKI-LAKI YANG BERUSIA 50-AN TERLIHAT SEDANG DUDUK DI SOFA SAMBIL MEMBACA KORAN. WAJAHNYA YANG TEGAS TERLIHAT SEDIKIT LEBIH TUA DARI USIA YANG SEBENARNYA, HAL TERSEBUT MEMBUKTIKAN BAHWA RUMAH MEWAH INI TIDAK DIDAPATNYA DENGAN MUDAH. (Berteriak ke dalam rumah) Ibu, buatkan Ayah kopi. (Menyaut dari dalam rumah) Sebentar, Yah, Ibu masih cuci piring.
MASUK ANAK PEREMPUAN MEREKA,, DARI PINTU DEPAN. MEMBAWA SEBUAH RANSEL YANG DITARUH DI MEJA DI HADAPAN NYA. IA MENGELUARKAN SEBUAH BUNGKUSAN DARI TAS ITU. Tumben jam segini sudah pulang kamu, Hana. Kok Ayah kesannya tidak suka Hana pulang. (Sambil memperhatikan anaknya dari balik kacamatanya) Beli apa lagi kamu? (Menunjukkan patung yang baru saja dibelinya kepada sang ayah. Ia lalu menggeser beberapa pajangan yang ada di lemari kaca yang sebenarnya sudah penuh untuk meletakan patung tersebut) Patung, Yah. Tadi Hana datang ke pameran. Seniman-seniman amatir, patung ini saja harganya murah. Padahal patung bagus. Harusnya mereka jual ke luar negeri, bukan bikin pameran kecilkecilan seperti itu. Kalau dijual ke luar negeri pasti harganya mahal. Pintar kamu. Bisa lihat barang bagus begitu. (Ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan) Tapi jangan ketagihan, Hana. Kamu itu sudah kuliah. Jangan mainmain terus kerjaanmu. Fokus kuliah dulu, Hana. Sekarang ayah tanya, berapa kali kamu ke perpustakaan selama kamu kuliah ini? Dua kali, Yah. Mungkin tiga kali.
Lalu berapa kali kamu ke pameran? Lemari ayah sampai penuh begitu. Dulu kan Ayah yang sering ajak Hana ke pameran, lalu setiap pulang pasti Ayah juga membeli barang di sana walau pun hanya satu. Ayah juga yang memberitahu Hana mana barang yang bagus, mana yang jelek. Jangan salahkan Hana kalau Hana ketularan Ayah. (Sambil setengah tertawa) Sudah bisa jawab omongan ayah kamu, Hana. (Duduk di samping ayahnya, merajuk seperti anak kecil) Ayah ini, masa cuma gara-gara Hana sering ke pameran saja Ayah marah. Hana beli barang-barang itu dengan uang Hana sendiri. Lagi pula, kuliah Hana juga tidak akan terganggu hanya karena Hana sering datang ke pameran. Ayah tahu sendiri berapa nilai Hana semester lalu, kan? (Tertawa) Iya, iya. Kamu menang, Ayah memang tidak pernah menang kalau debat sama kamu. (Sambil tersenyum lalu berjalan masuk ke dalam rumah) Hana kan calon pengacara, Yah.
SEPENINGGAL, MASUK SANG DENGAN MEMBAWA SECANGKIR KOPI. ADALAH SEORANG WANITA YANG BERUSIA 50-AN, BEBERAPA TAHUN LEBIH MUDA DARI SUAMINYA. WANITA ITU MENGENAKAN PAKAIAN RUMAH SANTAI DAN PERHIASAN YANG TIDAK MENCOLOK, HANYA SEPASANG ANTING DAN CINCIN PERNIHAKAN YANG MENGHIASI JARI MANISNYA, MENUNJUKKAN KESEDERANNYA. (Sambil meletakkan secangkir kopi hitam di meja) Hana beli patung lagi, Yah? Iya. Itu, di lemari. Heran, disaat teman-temannya beli pakaian atau kosmetik, anak kamu yang satu itu malah hobi koleksi pajangan. Halah, Ayah ini bisanya protes. Kalau pun seandainya Hana itu hobinya belanja pakaian dan kosmetik juga pasti Ayah protes juga. Iya, tidak? (Meminum kopinya lalu mengangguk setuju) Ya, ya. Benar juga kamu. Biarkan saja Hana dengan hobinya itu. Namanya juga hobi, Yah, dilakukan untuk menghilangkan bosan atau menghibur diri sendiri. Hana datang ke pameran dan mengoleksi pajangan itu kan untuk menghibur diri sendiri. Biarkan saja. Ayah mau, Hana terlalu fokus dengan kuliahnya, lalu stress. Mau?
(Menatap istrinya lurus-lurus) Ya tidak, Bu. Aneh-aneh saja ibu ini. Ayah hanya heran karena hobinya itu berbeda dengan teman-teman seusianya. Semua orang punya cara sendiri untuk menghilangkan bosan, Yah. Biarkan Hana mempunyai hobi seperti itu. Nanti ibu saja yang hobi belanja pakaian dan kosmetik. (Tertawa) Kesempatan. (Ia meminum kopinya sebelum melanjutkan) Lestari mana, Bu? Belum bangun? Lestari? Sudah tadi. Mungkin masih siap-siap di kamarnya. Siap-siap? Memang mau pergi ke mana dia? Pergi dengan Fahmi, mungkin. Pergi dengan Fahmi lagi? Semalam sudah pulang larut, ini mau pergi lagi? Memang kenapa kalau Lestari pergi dengan Fahmi, Yah?
Lestari itu kan perempuan, Bu (Memotong omongan suaminya) Dan dia sudah besar. Umurnya 25 tahun tahun depan. Sudah bukan waktunya Lestari Ayah kekang seperti itu. Lagi pula, Lestari dan Fahmi itu kan sudah bertunangan. (Setelah menimbang-nimbang omongan istrinya) Ayah tetap akan bicara padanya. Walau pun mereka sudah bertunangan, mereka kan belum menikah. Lestari itu masih menjadi tanggungjawab kita. Kita harus tahu dia itu pergi ke mana saja, dengan siapa, pulang jam berapa. Ayah masih berhak melarang Lestari kalau memang perlu. Terserah Ayah saja. Tapi jangan terlalu keras padanya. Lestari itu juga keras sifatnya, persis Ayah. Ibu tidak mau ada ribut-ribut di rumah pagi-pagi. SANG TIDAK MENJAWAB DAN MELANJUTKAN RUTINITAS PAGINYA MEMBACA KORAN. BEBERAPA SAAT SETELAH MENINGGALKAN RUANGAN, MASUK SAMBIL MENGENAKAN TASNYA. ADALAH SEORANG GADIS BERUSIA 24 TAHUN. IA SANGAT MIRIP DENGAN NYA YANG MEMPUNYAI GARIS WAJAH YANG TEGAS. SAMBIL LALU BERPAMITAN DENGAN NYA. Lestari pergi dulu, Ayah.
Duduk dulu, Lestari. Ayah mau bicara. MENGHENTIKAN LANGKAHNYA DAN MENGHELA NAFAS TIDAK SUKA. IA BERBALIK DAN DUDUK DI SOFA DI HADAPAN NYA. MENATAP NYA LURUS-LURUS, MENUNJUKKAN SIFAT KERASNYA DAN TIDAK MENGATAKAN APA-APA, MENUNGGU NYA MEMBUKA PEMBICARAAN. (Melipat korannya dan meletakkannya di atas meja. Ia menyandarkan punggungnya pada sofa, lalu membalas tatapan anaknya) Kamu mau ke mana, Lestari? Mau pergi, Yah. Ayah tahu kamu mau pergi. Kalau kamu berpakaian rapi dan dandan cantik seperti itu tidak mungkin kamu ingin mencuci baju, kan? Yang Ayah tanyakan, kamu itu mau pergi ke mana? Sama siapa? Jalan-jalan saja. Lestari pergi dengan Fahmi. Jalan-jalan ke mana? Belum tahu, Yah.
Kalau begitu Ayah tidak mengizinkan kamu pergi. (Terdiam beberapa saat menunggu jawaban dari Lestari. Namun karena Lestari tidak menjawab, ia melanjutkan) Kamu pulang larut tadi malam, dengan Fahmi juga. Ke mana perginya pun Ayah tidak tahu. Kalau kamu masih seperti ini terus, tidak mau terbuka dengan Ayah, Ayah tidak akan izinkan kamu pergi ke mana-mana. Yah, Lestari sudah besar, dan Fahmi itu tunangan Lestari. Kenapa Ayah masih mengatur-atur Lestari seperti itu? Lestari kan bukan anak kecil lagi. Lagi pula, kalau Lestari beritahu Ayah ke mana Lestari akan pergi, memang Ayah akan mengizinkan? Maka dari itu Ayah bertanya kepadamu. Baru setelah itu, Ayah bisa menimbangnimbang apakah Ayah bisa mengizinkanmu pergi atau tidak. Kalau memang tujuanmu positif dan tidak macam-macam, pasti Ayah izinkan. Atau janganjangan Fahmi itu mau mengajakmu kawin lari, ya? (Menaikkan nada bicaranya karena tidak setuju) Ayah ini bicara apa, tidak mungkin Fahmi seperti itu. Ya bagaimana Ayah mau percaya kalau kamu saja tidak mau terbuka dengan Ayah.
(Setelah berpikir sejenak, setengah hati Lestari mengaku kepada Ayahnya) Lestari mau pergi latihan. Latihan apa? Latihan tari, Ayah. Latihan apa lagi. (Ia menyahut dengan cepat) Kamu kan sudah lulus dari sekolah tarimu itu. Untuk apa latihan lagi? Memang kalau sudah lulus Lestari tidak boleh menari lagi? Lalu kenapa Lestari sekolah di sekolah tari kalau Ayah melarang Lestari untuk menari setelah Lestari lulus? Salahmu sendiri, kenapa kamu melakukan hal yang Ayah tidak suka dan terus melakukannya? MENDENGAR NADA BICARA ANAK DAN SUAMINYA YANG TERUS MENGERAS, SANG MUNCUL DARI DALAM RUMAH. IA BERDIRI DIAM DI DEKAT SUAMINYA, TIDAK BERKATA APA-APA, MENCOBA MEMBACA SUASANA. HANYA MENATAP ISTRINYA SEKILAS, LALU KEMBALI MENATAP.
Ayah mau kamu berhenti menari. Kamu sudah harus mulai memikirkan masa depanmu. Sebentar lagi kamu menikah dan punya keluarga sendiri. Mau jadi apa keluargamu nanti kalau yang kamu lakukan hanya menari? Ayah jangan merendahkan Lestari! Cobalah untuk realistis Lestari! Berapa orang di negara ini yang masih menghargai penari? Bisa apa kamu dengan menari? Paling-paling hanya jadi penari latar di acara-acara musik. Atau yang lebih parah, menjadi penari jalanan. Apa bedanya dengan pengamen? Yang kamu pikirkan jangan hanya senangnya saja! (Memotong omongan suaminya dan menggenggam tangannya, mencoba untuk menenangkannya) Sudah, sudah, Ayah, sudah. Jangan berteriak-teriak seperti itu. (Berpaling pada Lestari) Lestari juga sudah, jangan dilanjutkan lagi. Masuk kamarmu dulu sana, nanti kita bicarakan lagi hal ini kalau sudah tenang semuanya. Sudah Ibu bilang, kan, Ayah jangan terlalu keras dengan Lestari. Lestari juga, cobalah sesekali menurut pada Ayahmu. DENGAN MUKA MERAH PADAM KARENA AMARAH DAN SAKIT HATI PERGI MENUJU KAMARNYA. NAMUN BARU BEBERAPA LANGKAH IA BERANJAK DARI SOFA, NYA KEMBALI BERBICARA PADANYA.
Ayah mau kamu berhenti menari. Teman Ayah sudah menyiapkan tempat untukmu di perusahaannya. (Dengan cepat Lestari berbalik menghadap Ayahnya) Oh, Ayah tidak perlu repotrepot. Bulan depan Lestari akan terbang ke Melbourne bersama Fahmi. NYA HANYA MENATAP ANAKNYA DENGAN EKSPRESI KAGET DAN BINGUNG. KALI INI NYA YANG ANGKAT BICARA, MULAI EMOSI KARENA SIFAT EGOIS ANAKNYA. Jangan bercanda kamu, untuk apa kamu ke Melbourne? Menari. (Ia sudah hampir berdiri kalau istrinya tidak menarik tangannya untuk duduk kembali. Dengan tajam ia membentak anaknya) Pembangkang! Anak kurang ajar! Lestari tahu kesempatan Lestari untuk hidup sebagai penari di Indonesia tidak besar, Yah. Jangan Ayah pikir Lestari tidak memikirkan hal itu. Lestari sudah memikirkan hal itu jauh sebelum Lestari masuk sekolah tari. Ayah pikir Lestari menari untuk senang-senang? Memang Lestari senang menari, Yah. Tapi tujuan utama Lestari tidak serendah pemikiran Ayah! Lestari ingin ditonton, Yah. Lestari
ingin jadi pusat perhatian. Hal itu memang tidak akan Lestari dapatkan di Indonesia. Tapi bisa Lestari dapatkan di luar negeri. Dan Fahmi menjanjikan hal itu pada Lestari. Menjanjikan apa? (Berusaha mengatur napasnya) Teman Fahmi adalah seorang pecinta seni dan ia sering menyelenggarakan pertunjukan seni tradisional di sana. Anak gila! Kamu tidak akan pergi ke sana, Lestari. Kamu tetap di sini. Ayah sudah mengizinkanmu masuk sekolah tari yang tidak berguna itu, lalu ayah juga mengizinkanmu bertunangan dengan penari yang tidak mempunyai masa depan. Sekarang kamu ikuti perintah Ayah. Paling tidak Fahmi tidak berbohong seperti Ayah! Sudah Lestari! Jaga bicaramu! (Tidak menghiraukan Ibunya dan terus berbicara pada ayahnya dengan nada bicara yang tinggi) Lestari pikir Ayah menyetujui keputusan Lestari untuk menjadi penari. Lestari pikir Ayah merestui hubungan Lestari dengan Fahmi. Lestari percaya dengan Ayah! Lalu setelah Lestari akhirnya berpikir Ayah benar-
benar merestui Lestari, Ayah mengatakan kalau Ayah sama sekali tidak mengizinkan Lestari untuk menari? Ayah hanya tidak ingin kamu seperti kakakmu, Lestari. SANG YANG TIDAK MENYANGKA SUAMINYA AKAN MENGUNGKIT TENTANG ANAK SULUNGNYA HANYA BISA TERDIAM LALU MENANGIS. MELIHAT NYA MENANGIS, YANG SEDARI TADI MENDENGARKAN DARI RUANGAN YANG ADA DI SEBELAHNYA BERLARI MENUJU NYA DAN MEMELUKNYA. BERDIRI DI HADAPAN, DAN TANPA TAKUT MEMBALAS TATAPAN NYA. Jadi semua ini karena Kakak? Ayah melarang Lestari melakukan hal yang Lestari sukai karena Kakak pergi dari rumah dan tidak pulang sampai sekarang? Bukankah Ayah sendiri yang mengatakan kepada Kakak kalau Ayah tidak akan menganggapnya sebagai anak lagi? Itu karena kakakmu itu tidak menuruti nasihat Ayah. Mungkin Ayah yang seharusnya berhenti melarang-larang anak Ayah sebelum Ayah kehilangan anak lagi. TANPA BERKATA APA-APA, SANG MENAMPAR PIPI ANAKNYA. WALAU PUN TIDAK KUAT, HAL ITU CUKUP UNTUK MEMBUAT TERSUNGKUR KE
LANTAI. SANG DAN BERTERIAK MELIHAT KEJADIAN ITU DAN BERLARI MEMELUK. Kalau kamu masih sayang Ayah, masih sayang Ibu dan juga Hana, kamu tidak akan melakukan apa yang dilakukan Kakakmu. (Berbalik dan berjalan menuju kamarnya) (Sambil menangis) Lestari, Lestari sayang, tolong Ibu, Nak. Dengarkan Ayahmu. Ayah seperti itu karena Ayah ingin yang terbaik untuk Lestari. Sudah cukup Ibu kehilangan satu anak karena sifat Ayahmu yang keras kepala. Lestari jangan buat Ayah marah lagi, kasihan Ibu, kasihan Hana. Sampai kapan Kakak mau keras kepala seperti itu? Hana sudah bosan lihat Kakak dan Ayah bertengkar dengan bahasan yang sama. Cobalah sedikit menurut dengan Ayah. Kakak pikir Hana masuk jurusan hukum karena kemauan Hana sendiri? Hana melakukan itu agar kejadian yang dulu tidak terulang lagi, Kak. Kakak selalu bilang kalau Kakak tidak suka sifat Ayah yang keras kepala. Tapi kenyataannya Kakak juga keras kepala sama seperti Ayah! Lalu apa bedanya Kakak dengan Ayah? YANG SEDARI TADI MEMEGANGI PIPINYA SAMBIL MENANGIS TIDAK BERKATA APA-APA. IA MELEPASKAN DIRI DARI PELUKAN NYA DAN BERLARI MENUJU KAMARNYA. TERDENGAR SUARA PINTU DIBANTING. MEMANGGIL, INGIN MENGEJARNYA, NAMUN SANG MENARIK TANGANNYA.
Sudah, Hana, Sudah. Jangan dilanjutkan lagi. Biar kakakmu tenang dulu. Ayahmu juga, jangan diganggu dulu ya, Sayang. MENGANGGUK LALU MEMBANTU NYA BERDIRI DAN MENUNTUNNYA DUDUK DI SOFA. IA TERUS MENATAP NYA YANG SEDANG BERUSAHA MEREDAKAN TANGISNYA SAMPAI DIDENGARNYA BEL RUMAH MEREKA BERBUNYI. Ada tamu, Sayang. Buka dulu pintunya dan persilahkan tamunya masuk. Ibu cuci muka dulu. DENGAN PATUH BERJALAN KELUAR RUMAH UNTUK MEMPERSILAHKAN TAMU MEREKA MASUK. SANG MENGANGKAT CANGKIR KOPI SUAMINYA DAN MEMBAWANYA KE DAPUR. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN, MASUK KEMBALI, DIIKUTI OLEH FAHMI. Duduk dulu, Kak. FAHMI Terima kasih. (Duduk di sofa dan diikuti oleh Hana yang kemudian duduk di hadapannya.) Mana Lestari? (Hana menjawab dengan khawatir kalau-kalau Ayahnya keluar dan bertemu dengan Fahmi. Ia berulangkali melihat ke arah pintu kamar Ayahnya.) Kak Lestari di kamar, Kak.
FAHMI (Fahmi memperhatikan tingkah Hana yang gelisah, lalu bertanya sambil mengerutkan keningnya) Ada apa, sih? Sepertinya Kakak harus pulang sekarang. FAHMI Loh, kenapa? Saya kan baru sampai. Saya ada janji dengan Lestari. Kak Lestari belum bisa ketemu Kakak. FAHMI Maksudmu? (Hana terlihat berpikir sejenak, ragu apakah ia harus bercerita atau tidak.) Kalau kamu tidak terus terang, aku tidak akan pergi dari sini. (Bertanya dengan ragu) Apa benar, Kak Fahmi dan Kak Lestari akan pergi ke Melbourne bulan depan? FAHMI (Ia mengerjapkan matanya karena terkejut) Lestari yang memberitahumu? Padahal aku berniat memberitahu keluargamu bersama dengannya. Yah, dia sudah cerita. Dan Ayah tidak setuju.
FAHMI Itulah kenapa Lestari seharusnya mengajak saya untuk bicara dengan orangtuamu. Saya tahu Ayahmu itu keras, dan mungkin saya lebih bisa menjelaskannya. (Fahmi terdiam sejenak) Bisa panggilkan Ayahmu dan Lestari? Tidak bisa. Ayah sangat marah tadi. Hana tidak mau ada ribut-rbut lagi. SEBELUM FAHMI SEMPAT MENJAWAB, SANG MASUK DENGAN SENYUM HANGATNYA YANG BIASA. MATANYA MASIH SEMBAB KARENA MENANGIS NAMUN IA BISA MENUTUPINYA DENGAN SIKAP RAMAHNYA. Fahmi. Ingin bertemu Lestari? FAHMI Iya, Bu. Sepertinya Lestari belum bisa keluar dulu. Ia sedang tidak enak badan. Sedari tadi tidak keluar kamar. FAHMI Bu, ada apa sebenarnya? Hana tadi bilang soal ribut-ribut, apa Lestari bertengkar lagi dengan Ayahnya? SANG MENATAP DENGAN TAJAM KARENA SUDAH BERCERITA KEPADA FAHMI.
Apa? Secara tidak langsung pertengkaran tadi kan karena Kak Fahmi juga. Dia berhak tahu. Hana! (Hana terdiam lalu berjalan masuk ke dalam rumah, Ibu kembali menatap Fahmi) Tadi memang ada pertengkaran kecil, Nak Fahmi. Tapi bukan karena Nak Fahmi. Memang suami dan anak saya saja yang keras kepala. Mereka hanya butuh waktu sendiri sebelum membicarakan hal ini lagi. FAHMI Saya minta maaf kalau rencana saya untuk pergi ke Melbourne malah menjadi masalah besar seperti ini. Tapi sungguh niat saya baik, Bu. Saya hanya ingin membantu Lestari mencapai impiannya untuk menari di hadapan dunia. Kebetulan teman saya memang sedang butuh penari Jawa untuk pertunjukannya di sana. Dan saya pikir, itu adalah kesempatan baik untuk Lestari. Iya, Nak, Ibu tahu. Tidak usah minta maaf, ini bukan kesalahan Nak Fahmi. Ini yang disebut kesempatan baik di waktu yang kurang baik, Nak. Dan ibu minta tolong kepada Nak Fahmi untuk memikirkan lagi rencana kalian untuk pergi ke Melbourne. FAHMI Saya paham, Bu. Betul-betul paham. Nanti akan saya bicarakan dengan Lestari untuk membatalkan rencana ini sementara waktu. Nak Fahmi memang anak yang baik. Terima kasih sudah mau menolong ibu, Nak.
FAHMI Sama-sama, Bu. Mungkin lain kali saya dan Lestari bisa membujuk Bapak agar memberi izin. Oh, ya, ya. Tentu. Tapi nanti setelah semuanya tenang ya, Sayang. SEMUA MENOLEH KARENA MENDENGAR BERDEHAM DAN MASUK KE RUANG TAMU. IA LALU DUDUK DI SEBELAH ISTRINYA. WAJAHNYA MASIH TERLIHAT TEGANG NAMUN IA SUDAH SEDIKIT TENANG. Dari tadi, Fahmi? FAHMI Baru saja, Pak. Fahmi sudah mau pulang, Pak, iya kan, Nak Fahmi? Tadi Ibu sudah bilang kalau Lestari sedang tidak enak badan dan belum bisa keluar dulu. FAHMI (Fahmi sedikit terkejut dengan sikap Ibu yang tiba-tiba menyuruhnya pulang. Namun segera paham dan bangkit berdiri.) Ah, iya. Kalau begitu saya pamit dulu, Pak, Bu. (Berteriak dari dalam rumah) Kak Lestari!
MASUK KE RUANG TAMU DENGAN MEMBAWA TAS BESAR. DIIKUTI OLEH YANG BERUSAHA MENGHENTIKANNYA. TERKEJUT MELIHAT FAHMI ADA DI SANA. (Ia menatap tas yang dibawa Lestari dengan tatapan tidak percaya dan menangis lagi) Anak kurang ajar kamu, Lestari! Mau ke mana kamu? (Ibu menghampiri Lestari dan berusaha merebut tasnya, namun Lestari mempertahankannya) Berikan tas itu, Nak. Ayo. Jangan seperti ini, Nak. Kasihan Ibumu. FAHMI Lestari, aku paham perasaanmu. Tapi jangan bertindak seperti ini. Hal ini bisa dibicarakan lagi dengan kepala dingin. Ibu, Ibu. (Lestari berusaha menggenggam tangan Ibunya, lalu menciumnya) Lestari sayang Ibu. Lestari tidak akan pergi seperti Kakak. Kalau begitu berikan tas ini kepada Ibu, Nak. Ibu, Lestari mohon Ibu dengarkan Lestari dulu. Lestari sayang Ibu, sayang Hana. Lestari juga sayang Ayah. Tapi untuk sekarang, izinkan Lestari mewujudkan impian Lestari dulu, Bu. Izinkan Lestari pergi dengan Fahmi. Fahmi akan menjaga Lestari, Ibu tidak usah khawatir. Lestari janji akan pulang, Lestari janji tidak akan pergi seperti Kakak yang tidak akan kembali. Lestari janji akan pulang setelah
Lestari membawa nama Indonesia ke muka dunia. Lestari akan segera bertemu lagi dengan Ibu, Ayah, dan Hana. Lestari mohon doa restu Ibu. Taruh tasmu, Lestari. Jangan berani-berani kamu pergi dari rumah ini. (Ibu menangis lebih keras dan memeluk Lestari) dengarkan Ayahmu, Lestari, kasihan Ibu. (Sambil menangis, Hana menarik lengan Ibunya, ia mengusap-usap pundak Ibunya.) Sudah, Bu. Sudah. Ibu, tolong sampaikan kepada Ayah, Lestari sayang Ayah. Tidak pernah sekali pun dalam hidup Lestari, Lestari membenci Ayah. Lestari sangat menghormati Ayah. Lestari akan membuktikan kepada Ayah bahwa Lestari bisa membuat Ayah bangga dengan menari. Lestari akan menari untuk Ayah. MEMBANTU MELEPASKAN PELUKAN NYA. SANG HANYA DUDUK DI SOFA SAMBIL MENUNDUK. GARIS WAJAHNYA KEMBALI MENGERAS KARENA MENAHAN EMOSI. DENGAN CEPAT MELANGKAHKAN KAKINYA MENINGGALKAN RUMAH. Lestari!
FAHMI BERLARI MENGEJAR KELUAR RUMAH. SANG MASIH MENANGIS DIPELUKAN. SANG BANGKIT DARI DUDUKNYA, BERJALAN MONDAR-MANDIR TIDAK TAHU HARUS BERBUAT APA. IA AKHIRNYA MENGHAMPIRI ISTRINYA, MENGUSAP-USAP PUNDAKNYA DAN MERANGKUL. SELESAI