BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan durasi yang berbeda-beda, seiring meningkatnya fenomena El- Nino. Indonesia terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Iklim di Indonesia di pengaruhi oleh angin Muson, baik yang berhembus dari Benua Asia (angin muson barat) maupun yang berhembus dari Benua Australia (angin muson timur). Musim penghujan di Indonesia disebabkan oleh angin muson barat yang bertiup dari bulan Oktober April dengan sifat basah Sedangkan musim kemarau di sebabkan oleh angin muson timur yang bertiup dari bulan April Oktober dengan sifat kering dan panas. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia sangat sensitif terhadap El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO merupakan gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi dari rata-rata normalnya. Fenomena ENSO yang ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu permukaan laut (SPL) disebut dengan El Nino. El nino dikatakan kuat saat nilai indeks ENSO sudah lebih dari 2⁰C dibandingkan dengan suhu rata-rata normalnya (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 2015). El Nino dianggap sebagai pengganggu sirkulasi angin Muson yang berlangsung di Indonesia. El Nino terjadi apabila perairan yang lebih panas di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian barat Samudera Pasifik mengalami peningkatan tekanan udara yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur 1
Indonesia, sehingga di beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari rerata normal. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi kekuatan El Nino paling kuat pada bulan Agustus hingga Desember 2015. Nilai indeks ENSO (El Nino Southern Oscillation) pada bulan Agustus mencapai 2,2 ⁰C dan terus meningkat hingga bulan Desember. Seiring dengan kenaikan status kekuatan, jumlah uap air yang tersedot ke Pasifik tengah dan timur semakin besar sehingga potensi kekeringan lebih tinggi jika El Nino dalam fase moderat. Fenomena El-Nino dapat memicu kemarau panjang akibat pergeseran awal musim penghujan. Kekeringan merupakan suatu kejadian alam yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan cadangan air dalam tanah, baik yang diperlukan untuk kepentingan pertanian maupun untuk kebutuhan manusia. Kekeringan terbagi atas empat jenis, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial-ekonomi. Kekeringan berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari, terutama sektor pertanian. Kekeringan pertanian adalah jenis kekeringan yang berhubungan dengan kekurangan kandungan air di dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas Kekeringan pertanian dapat menyebabkan kerugian hasil panen bagi petani. Dampak kekeringan pada sektor pertanian yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman,, penurunan hasil panen, dan ancaman kelangsungan hidup tanaman. Teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan yang semakin pesat. Data penginderaan jauh semakin mudah diakses oleh kalangan umum. Data penginderaan jauh sudah banyak yang tersedia secara online dan dapat diunduh secara gratis dari data skala tinjau hingga skala detail. Salah satu data penginderaan jauh yang dapat diunduh secara gratis yaitu citra Landsat 8. Citra landsat 8 memiliki kemampuan untuk merekam citra dengan resolusi spasial dan resolusi spektral yang beragam. Resolusi spasial Landsat 8 2
mulai dari 15 meter sampai 100 meter, sedangkan resolusi spektral Landsat 8 berjumlah 11 saluran (band). Citra landsat 8 dapat dimanfaatkan untuk berbagai kajian dan aplikasi, salah satunya yaitu untuk kajian kekeringan. Citra Landsat 8 juga tersedia secara multitemporal sehingga memungkinkan dilakukan analisis dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Pemetaan kekeringan dengan Landsat 8 dapat menggunakan transformasi TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index). Indeks TVDI dihasilkan dari hubungan antara suhu permukaan dan indeks vegetasi. Proses ekstraksi suhu permukaan dari citra Landsat 8 menggunakan perhitungan algoritma. Salah satu algoritma yang cukup populer adalah Split Window Algorithm. Algoritma tersebut menggunakan data band 4, 5, 10, dan 11 dari citra Landsat 8 untuk menghasilkan suhu permukaan lahan. Transformasi indeks vegetasi yang dapat digunakan yaitu transformasi indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Data BNPB pada tahun 2015 mencatat, durasi bencana kekeringan tahun 2015 berlangsung paling lama dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Musim kemarau berlangsung lebih lama karena faktor pengaruh gejala El Nino kelas moderat merata di seluruh Indonesia. Kekeringan pertanian pada tahun 2015 terjadi di 12 Provinsi di Indonesia. Dari 12 Provinsi tersebut terdapat 77 Kabupaten/Kota dan 536 Kecamatan. Lokasi kekeringan di Indonesia paling banyak terdapat di Pulau Jawa yang mencakup Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Provinsi di luar Pulau Jawa yang juga mengalami kekeringan diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Kekeringan paling parah terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPBD Nusa Tenggara Timur mencatat 20 dari 22 Kabupaten/Kota di NTT dilanda kekeringan, hanya Kabupaten Malaka dan Kota Kupang yang tidak mengalami kekeringan. Potensi kekeringan 2015 terjadi pada 222.847 Ha sawah irigasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Kekeringan menyebabkan masyarakat kekurangan air bersih dan petani mengalami gagal panen. Potensi kerugian mencapai satu juta ton komoditas pertanian di Indonesia 3
Kabupaten Madiun adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang sering mengalami kekeringan. Data BPBD Kabupaten Madiun mencatat, terdapat lima kecamatan yang rawan terjadi kekeringan dan krisis air bersih akibat musim kemarau. Lima kecamatan tersebut diantaranya. Kecamatan Balerejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kecamatan Gemarang, Kecamatan Wonosari, dan Kecamatan Saradan. Akibat bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Madiun, terdapat lima waduk yang mengalami pendangkalan seperti waduk Notopuro, waduk Kedungbrubus, waduk Kali Bening, waduk Dawuhan, dan waduk Ngebel. Dampak dari kekeringan tersebut sangat berpengaruh ke masyarakat Kabupaten Madiun yang didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani. Sehingga perlu dilakukan analisis pola kekeringan di Kabupaten Madiun untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman bagi petani setempat. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas maka peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan judul, Pemanfaatan Citra Landsat 8 untuk Pemetaan Kekeringan di Kabupaten Madiun Tahun 2015 1.2 Rumusan Masalah Pertanian merupakan sektor utama di Kabupaten Madiun. Lahan pertanian di Kabupaten Madiun memiliki luas 63.620 Ha dari total luas wilayah Kabupaten Madiun yaitu 101.086 Ha. Komoditas utama pertanian di Kabupaten Madiun yaitu padi dan jagung. Fenomena El Nino menyebabkan pergeseran awal musim penghujan sehingga terjadi kemarau panjang di Indonesia. Kemarau panjang tersebut dapat memicu kekeringan. Salah satu jenis kekeringan yang sangat berdampak bagi masyarakat yaitu kekeringan pertanian. Kekeringan pertanian mempengaruhi hasil produksi lahan pertanian di daerah setempat. Pemetaan kerentanan kekeringan perlu dilakukan untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Kekeringan pertanian dapat di analisis menggunakan data penginderaan jauh. Salah satu metode yang digunakan yaitu indeks TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index). Indeks TVDI dihasilkan dari hubungan antara indeks 4
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan Suhu Permukaan tanah (Land Surface Temperature). Data penginderaan jauh yang dapat digunakan yaitu citra Landsat 8. Hasil pengolahan citra perlu diketahui tingkat akurasinya dengan perbandingan kondisi sesungguhnya di lapangan. Hal tersebut bertujuan agar hasil pemetaan kekeringan pertanian dengan metode TVDI mampu merepresentasikan kondisi sesungguhnya di lapangan. Berdasarkan dari uraian permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi pola kekeringan pertanian di Kabupaten Madiun dengan citra Landsat 8 menggunakan transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI)? 2. Bagaimana tingkat akurasi ekstraksi suhu permukaan tanah dan transformasi indeks vegetasi melalui pengolahan citra Landsat 8 dengan kondisi sesungguhnya di lapangan? 1.3 Tujuan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Memetakan distribusi pola kekeringan pertanian di Kabupaten Madiun dengan citra Landsat 8 menggunakan transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) 2. Mengetahui tingkat akurasi ekstraksi suhu permukaan tanah dan transformasi indeks vegetasi melalui pengolahan citra Landsat 8 dengan kondisi sesungguhnya di lapangan 1.4 Manfaat Adapula manfaat yang ingin dituju dalam penelitian ini yaitu: 1. Memanfaatkan citra Landsat 8 sebagai sumber daya untuk memperoleh informasi tentang distribusi pola kekeringan pertanian di Kabupaten Madiun menggunakan transformasi Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) 5
2. Memberikan pengetahuan tentang perbandingan hasil ekstraksi suhu permukaan tanah dan transformasi indeks vegetasi melalui pengolahan citra Landsat 8 dengan kondisi sesungguhnya di lapangan 3. Pengembangan ilmu geografi khususnya dalam pemrosesan citra digital penginderaan jauh untuk mengestimasi pola kekeringan di Kabupaten Madiun 6