BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.40 tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945, Program Negara wajib

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

Universitas Sumatera Utara

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan semua aspek

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemanfaatan pelayanan kesehatan secara umum bisa dikaitkan baik. di beberapa daerah yang mengalami kendala dalam

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional pada Pelayanan Kesehatan Primer

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan 3.2 Prinsip Prinsip Jaminan Kesehatan

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN. Pembukaan Majenas II SPN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk Usaha, Bidang Usaha, dan Perkembangan Usaha. Klinik Bhakti Mulya Tangerang merupakan salah satu perusahaan bidang

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah perihal atau cara melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa (KBBI, 2008). Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat mata atau tidak dapat diraba, yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahakan persoalan konsumen (Ratminto dan Winarsih, 2007). Andersen dalam Notoatmodjo (2007) mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behaviour model of health service utilization). Andersen mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam tiga kategori utama, yaitu : (1) Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics) dimana karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok : (a) ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin, umur, dan status perkawinan; (b) struktur sosial, seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya; (c) kepercayaan kesehatan (health belief), seperti pengetahuan dan sikap serta keyakinan

penyembuhan penyakit. (2) Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics), dimana karakteristik ini sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Andersen membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu : (a) sumber daya keluarga, seperti : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan; (b) sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. Menurut Andersen semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah. (3) Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics) yaitu dimana kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Kotler (2009) seorang konsumen melalui 5 tahap dalam keputusannya untuk memanfaatkan jasa ataupun membeli suatu produk yaitu mengenali masalah, mencari informasi, mengevaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pascapembelian. Andersen dalam Notoatmodjo (2007) menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu : (a) penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita; (b) penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2007), pencarian pengobatan oleh masyarakat terkait dengan respons seseorang apabila sakit serta membutuhkan pelayanan kesehatan. Respons tersebut antara lain: (1) Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action), dengan alasan antara lain : (a) bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari; (b) bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya, hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya; (c) fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugas kesehatan kurang ramah kepada pasien; (d) takut disuntik dokter dan karena biaya mahal. (2) Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak diperlukan. (3) Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun. (4) Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu. (5) Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit. (6) Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan khusus yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine). Menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari pelayanan kesehatan yaitu : (1) mudahnya menggunakan pelayanan

kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada dan (3) adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. Dalam penelitian Rumengan dkk (2015) di Puskesmas Paniki Bawah, Mapanget, Manado terdapat 5 karakteristik yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan peserta BPJS yaitu, jenis kelamin, umur, tingkat pendididkan, status pekerjaan dan tingkat penghasilan. Dari hasil penelitian tersebut yang memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih dominan responden berjenis kelamin perempuan, berumur > 42 tahun, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tidak bekerja serta memiliki pendapatan lebih rendah dari Rp. 1.500.000,-. Setelah seseorang memanfaatkan sebuah pelayanan kesehatan maka akan timbul perasaan tentang kesenangan atau kekecewaan dari orang tersebut yang dihasilkan dari membandingkan kinerja produk atau jasa yang dirasakan dengan harapannya, perasaan yang timbul tersebut kemudian disebut kepuasan (Kotler, 2009). Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto (2001) dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan yang pernah dirasakan sebelumnya. 1.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1.2.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah program jaminan sosial yang menjamin biaya pemeliharaan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan dasar

kesehatan yang diselenggarakan nasional secara bergotong-royong wajib oleh seluruh penduduk Indonesia dengan membayar iuran berkala atau iurannya dibayari oleh Pemerintah kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan nirlaba - BPJS Kesehatan (Putri, 2014) 2.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Perusahaan Perusahaan menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang bertujuan memperoleh keuntungan (laba). Pengusaha adalah setiap orang atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu jenis perusahaan. Perusahaan dan pengusaha bertindak sebagai pemberi kerja bagi pekerjanya, sedangkan pekerja atau karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Tertuang dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 bahwa setiap pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan diri dan pekerjanya kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Pekerja atau karyawan swasta sebagaimana tercantum pada pasal 4 ayat (2) adalah dikategorikan sebagai Pekerja Penerima Upah (PPU). Perusahaan diwajibkan mendaftarkan seluruh karyawan beserta keluarganya kepada BPJS Kesehatan dengan melampirkan formulir registrasi badan usaha atau perusahaannya serta mengisi data migrasi karyawan dan keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan. Kemudian perusahaan akan memperoleh nomor Virtual Account yang akan digunakan saat pembayaran iuran di bank kerjasama. Bukti pembayaran iuran kemudian diserahkan kepada BPJS Kesehatan

untuk selanjutnya dilakukan pencetakan kartu JKN. Setelah terdaftar karyawan dapat memanfaatkan layanan JKN serta mendapat manfaat JKN sama seperti peserta lainnya yang mendaftar secara pribadi (BPJS Kesehatan, 2014) 2.2.3 Koordinasi Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional Dengan Perusahaan Koordinasi manfaat merupakan salah satu manfaat yang dimiliki JKN untuk menyelaraskan pemberian manfaat JKN dengan manfaat pelayanan kesehatan yang dijamin oleh asuransi lain yang dimiliki oleh peserta. Penjaminan manfaat dalam koordinasi manfaat dilaksanakan berurutan oleh pihak penjamin pertama (primary payer) yang membayar klaim pertama kali, lalu dilanjutkan oleh pihak penjamin kedua (secondary payer) yang membayar sisa klaim. Koordinasi manfaat juga memungkinkan adanya penjamin ketiga (third payer)(putri, 2014). Bagi perusahaan yang telah memiliki asuransi atau telah menggunakan asuransi swasta sebelumnya maka dapat mengunakann koordinasi manfaat sebagai penyelaras. Banyak manfaat dapat diterima peserta jika melakukan koordinasi manfaat, antara lain selisih biaya kenaikan kelas saat rawat inap dan selisih biaya alat bantu serta pelayanan-pelayanan kesehatan lainnya yang tidak dijamin oleh JKN dapat ditanggung oleh asuransi perusahaan atau swasta. 2.2.4 Prosedur Penjaminan Pelayanan Kesehatan Peserta JKN Yang Memiliki Asuransi Kesehatan Tambahan Menurut ketentuan yang ditetapkan BPJS Kesehatan, prosedur penjaminan pelayanan peserta JKN yang memiliki asuransi kesehatan tambahan dapat digolongkan menjadi 2 berdasarkan Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan yang tidak bekerjasama.

Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, bagi peserta yang mendapatkan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap sesuai dengan haknya maka keseluruhan biaya akan menjadi tanggungan BPJS Kesehatan. Namun apabila peserta mendapakan pelayanan rawat jalan (poli eksekutif) maupun rawat inap lebih tinggi daripada haknya, maka BPJS Kesehatan akan menanggung biaya sesuai hak peserta dan kelebihan atau selisih biaya dibebankan kepada asuransi tambahan peserta. Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan penjaminan pelayanan kesehatan hanya untuk kasus rawat inap saja. Peserta menempati kelas perawatan sesuai dengan haknya ataupun lebih tinggi dari haknya sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan akan menanggung biaya sesuai hak peserta dan kelebihan atau selisih biaya dibebankan kepada asuransi tambahan peserta. Pelayanan ini hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang telah disepakati oleh BPJS Kesehatan dan pihak asuransi tambahan peserta. 2.3 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarankan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promitif, preventif, kuratif, maupun rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat. Sedangkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan Peraturan Presiden No.32 Tahun 2014 merupakan fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan dan atau pelayanan kesehatan lainnya. Menurut Pedoman Pelaksanaan Program JKN dalam Permenkes No. 28 tahun 2014 Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif

dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas. Berdasarkan Permenkes No.71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam FKTP dapat berupa puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan rumah sakit kelas D pratama. Untuk dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan harus memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diajukan oleh BPJS Kesehatan. Untuk penyelenggaraan kerjasama sebagai FKTP sebuah klinik pratama atau setara harus memenuhi enam persyaratan yang diajukan berupa, Surat Ijin Operasional, Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter dan SIP/SIK bagi tenaga kesehatan lain, Surat Ijin Praktik Apoteker bagi klinik yang menyelenggaraan pelayanan kefarmasian, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan, surat kerjasama dengan jejaring lain dan surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana disebutkan dalam Permenkes No.71 Tahun 2013 pasal 6 ayat (1) bagian c.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kemudian dituntut harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilititatif, pelayanan kebidanan dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10