BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR

SKRIPSI PENGARUH SUDUT PELETAKAN PIPA KALOR BERTINGKAT TERHADAP KINERJA PIPA KALOR DALAM SISTEM PENDINGINAN CPU (CENTRAL PROCESSING UNIT) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

KARAKTERISTIK PIPA KALOR DENGAN FLUIDA KERJA ASETON, FILLING RATIO 60% PADA POSISI HORIZONTAL, KEMIRINGAN 45º DAN VERTIKAL

KARAKTERISTIK KINERJA PIPA KALOR MENGGUNAKAN STRUKTUR WICK SCREEN 100 MESH DENGAN FLUIDA KERJA AIR

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB III. METODE PENELITIAN

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK

Studi Eksperimental Sistem Kondensasi Uap Hasil Evaporasi pada Sistem Desalinasi Tenaga Matahari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

BAB III DESAIN DAN MANUFAKTUR

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH LEBAR TAKIKAN PADA PROSES PENUTUPAN HEAT PIPE TERHADAP TEKANAN VAKUM HEAT PIPE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

PENGANTAR PINDAH PANAS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

Pengukuran Fluks Kalor Prosessor dengan Metode Simulasi Fluks Kalor Plat Datar

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan Air Conditioning dan untuk penyimpanan bahan makanan dan. minuman menggunakan Domistic Refrigerant ( lemari es ).

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

RANCANG BANGUN MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT TUNGGAL DIPASANG SECARA HORISONTAL

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Adapun state of the art pada penelitian sudut peletakan pipa kalor adalah sebagai berikut. Beberapa penelitian tentang sudut peletakan pipa kalor telah dimulai dari tahun 2010 sampai 2013 yang diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhen- Hua Liu et a, 2010, melakukan penelitian tentang kinerja termal pipa kalor beralur miring dengan menggunakan nano fluida. Hasil dari penelitian yang dilakukan menghasilkan bahwa sudut kemiringan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja perpindahan panas dari pipa kalor menggunakan air dan nano fluida. Kinerja termal dari posisi miniatur pipa kalor yang miring berlekuk dapat diperkuat dengan menggunakan CuO nano fluida. Senthillumar R et al, 2011 juga melakukan penelitian tentang pengaruh sudut kemiringan terhadap kinerja pipa kalor dengan menggunakan nanofluid. Ukuran partikel rata-rata tembaga adalah 40 nm dan konsentrasi nanopartikel tembaga di nanofluid adalah 100 mg / liter. Penelitian ini juga membahas tentang pengaruh sudut kemiringan pipa kalor, jenis cairan dan efisiensi termal serta hambatan termal. Penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa terjadi penurunan hambatan termal pada pipa kalor yang menggunakan nanofluid tembaga sebagai fluida kerja. Sudut kemiringan sangat berpengaruh dalam kinerja termal pipa kalor silinder, karena efisiensi termal nanofluid tembaga lebih tinggi dari cairan dasar seperti air, sehingga hambatan termalnya juga jauh lebih kecil dari hambatan termal menggunakan fluida kerja air. Penelitian yang dilakukan oleh Heri Soedarmanto, 2011 tentang pengaruh sudut kemiringan terhadap kinerja termal revolving heat pipe alur memanjang dengan fluida kerja methanol menunjukkan hasil bahwa semakin besar sudut kemiringan (terhadap bidang horisontal) untuk semua daya input, maka semakin kecil nilai tahanan termal. Pada semua sudut kemiringan dengan daya input terendah mempunyai hambatan termal tertinggi dan semakin kecil nilainya pada daya input yang semakin besar. Kapasitas perpindahan kalor terbesar

6 dan daya output terbesar terjadi pada sudut kemiringan terbesar. Penelitian tentang sudut peletakan pipa kalor juga diteliti oleh T. Yuosefi et al, 2013 tentang studi eksperimental sistem pendinginan CPU terhadap kinerja perpindahan panas pipa kalor, serta melakukan pengujian pengaruh sudut kemiringan dengan menggunakan nano fluida. Dari penelitian yang dilakukan bahwa sudut kemiringan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses pendinginan CPU karena langsung mempengaruhi penyerapan panas oleh evaporator. Suchana Akter Jahan et al, 2013, juga melakukan penelitian tentang pengaruh sudut kemiringan serta karakteristik perpindahan panas dari closed loop pulsating heat pipe. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sudut kemiringan, karateristik fluida kerja dan proses perpindahan panas pada sistem pendingin closed loop pulsating heat pipe. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan dua cairan yang berbeda yakni air dan etanol dengan sudut kemiringan 0 (vertikal), 30, 45, 60, 75 dan 90 (horizontal). Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sudut kemiringan pipa kalor berpengaruh terhadap fluks kalor dan sifat physiochemical dari fluida kerja terhadap kinerja termal. Wayan Nata Septiadi, 2014, juga melakukan penelitian tentang pengaruh sudut operasional terhadap suhu permukaan sumber kalor. Dari kondisi suhu yang ditampilkan untuk setiap sudut operasional baik pada keadaan idle ataupun keadaan pembebanan maksimal suhu permukaan plat simulator terendah diberikan oleh sudut 0 0 60 dan 45. Kondisi suhu permukaan plat simulator dari terendah sampai dengan yang paling tinggi yakni pada sudut operasional 0 0 0 0 0 60, 45,90,30,0. Oleh karena itu sudut operasional berpengaruh terhadap laju alir masa dari kondensat yang nantinya akan berpengaruh pada laju kalor dari pipa kalor. Sudut operasional 0 90 merupakan sudut operasional standar maka pada kondisi idle sudut 0 60 memberikan selisih 4 0 C lebih rendah dibandingkan dengan operasional pada sudut 0 90, dan sudut operasional 0 0 akan memberikan selisih 3 0 C. Pada pembebanan maksimal sudut operasional 0 60 C juga memberikan selisih suhu permukaan plat simulator 0 4 C lebih rendah dari operasional standar serta 0 6 C lebih tinggi dari sudut operasional standar untuk operasional 0 0 C.

7 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Sistem Pendingin Komputer Sistem pendingin pada komputer berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan panas yang ditimbulkan akibat pengoperasian sebuah perangkat komputer, dengan cara membuang panas pada prosesor ke lingkungan sekitar sehingga sama dengan suhu lingkungan sekitar 30-38 derajat celcius. Panas yang berlebihan pada komputer berpotensi merusak atau memperlambat kerja sebuah komputer, maka diperlukan sistem pendingin yang mampu bekerja secara optimal. Berikut ini ada beberapa jenis pendingin komputer yang bias kita lihat antara lain: (Wikipedia.org/Pendingin komputer) 1. Heatsink Gambar.2.1 Heatsink (Sumber: www.jalantikus.com. 26/09/2014) Heat sink adalah sebuah perangkat pendingin yang berfungsi untuk mempercepat proses pembuangan panas dari permukaan yang panas, dan untuk mempertahankan suhu perangkat di bawah maksimum untuk menghindari terjadinya kerusakan piranti elektronik yang lain, Seperti terlihat pada gambar 2.1. Jenis pendinginan prosesor yang menggunakan heatsink perpindahan panasnya bergantung pada aliran udara. sistem pendinginan ini tidak cukup efektif, karena sangat bergantung kepada aliran udara di dalam casing, jika aliran udaranya teranggu, maka bisa dipastikan prosesor akan kepanasan dan tidak dapat bekerja secara optimal. Sistem pendingin heatsink ada juga yang menggunakan kipas yang disebut heatsinkfan (HSF), dengan ditambahkan sebuah kipas untuk mempercepat proses transfer panas. HSF bekerja lebih baik daripada heatsink.

8 pada masa ini HSF menggunakan teknologi heatpipe yaitu pipa tembaga kecil untuk transfer panas dengan menggunakan konsep kapilaritas. Sistem pendingin ini sudah jarang digunakan karena proses pendinginannya kurang efektif. 2. Kipas(fan) Gambar. 2.2 Kipas / fan (http://www.tuntor.com) Gambar 2.2 merupakan sistem pendingin komputer berupa fan, dimana sistem pendingin ini adalah yang paling umum digunakan, biasanya terpasang pada casing, prosesor atau VGA. Fungsi utama dari kipas adalah menjaga agar CPU tetap dalam suhu yang normal, Sistem pendinginan komputer menggunakan kipas sudah tidak terlalu banyak dimanfaatkan karena memiliki kelemahan diantaranya suara yang ditimbulkan berisik. Pendinginannya kurang maksimal dan masih membutuhkan daya listrik untuk mengoperasikannya. (sumber:http:// satumultimediatiga.blogspot.com) 3. Liquid Cooler Jenis pendinginan menggunakan fluida sebagai media penyerap panas dan ada beberapa alat tambahan seperti pompa mini sebagai pendorong fluida supaya bisa masuk kesistem dan bersirkulasi, dengan memanfaatkan fan sebagai alat untuk melepaskan panas melalui cara menghembuskan udara pada bagian sirip kondensor dengan kecepatan tertentu sehingga ada proses pelepasan panas ke udara disekitar. Kelebihan liquid cooler adalah tidak berisik ketika digunakan,

9 bahkan hampir tanpa suara. Seperti terlihat pada gambar 2.3 (Wikipedia.org/Pendingin komputer) Gambar 2.3 Liquid cooler (sumberhttps://jalantikus.com) 2.3 Pipa Kalor (Heat Pipe) Pipa kalor (heat pipe) merupakan sebuah alat yang memiliki nilai konduktivitas termal tinggi, yang digunakan untuk memindahkan kalor, dimana jumlah kalor yang dipindahkan jauh lebih besar daripada kenaikan temperaturnya yang kecil antara permukaan panas dan dingin. Pipa kalor dapat digunakan pada keadaan dimana sumber dan pelepas panas diharuskan terpisah, untuk membantu konduksi atau menyebarkan panas pada bidang. Pipa kalor tidak mengkonsumsi energi maupun menghasilkan panas sendiri, tidak seperti sistem pendingin pada termoelektrik. Pipa kalor dipatenkan serta dipublikasikan oleh US Patent nomor 2350348 pada 6 juni 1944. Pipa kalor dipilih karena mempunyai kemampuan pengangkutan kapasitas beban kalor yang lebih besar dibandingkan pendingin konvensional lainnya.(nandy Putra, dan Wayan Nata, 2014: 4) Ratna Sari et.al, (2013) dan Wayan Nata et.al, (2013), mengatakan bahwa pipa kalor adalah sebuah tabung atau pipa tertutup yang berfungsi sebagai penghantar kalor dengan ukuran tertentu, dimana pada bagian dalam pipa tersebut berisi fluida kerja yang berfungsi sebagai penghantar kalor dari evaporator ke kondensor

10 padapipa kalor. Pipa kalor terbuat dari bahan allummunium, tembaga, dan tembaga berlapis nikel. Dinding bagian dalam pipa kalor tersebut diisi dengan sumbu kapiler(wick) yang berfungsi sebagai lintasan fluida dan pompa kapiler dari cairan. Gambar 2.4 pipa kalor pada pendingin komputer (sumber : Wikipedia, 2014) Pipa kalor memiliki keunggulan sebagai alat penukar kalor dari pada alat penukar kalor yang lainya, karena pipa kalor dapat membuang kalor yang cukup besar dengan beda temperatur yang kecil. Investasi dan perawatan pipa kalor membutuhkan biaya yang murah. 2.3.1 Jenis-Jenis Pipa Kalor Pipa kalor yang umum digunakan sebagai alat pemindah kalor pada sistem pendingin yang beretemperatur tingi maupun secara umum dapat digolongkan menjadi 3 jenis adalah sebagai berikut: 1. Pipa Kalor konvensional (straight heat pipe) Pipa kalor konvensional yang terbuat dari bahan tembaga atau stainlesssteel memiliki beberapa tipe yaitu tipe tabular atau silinder, pipih dan tipe pelat. Pipa kalor tipe tabular atau silinder paling banyak digunakan karena pengaplikasiannya yang mudah serta antara daerah evaporator yang digunakan sebagai tempat penyerapan kalor dan bagian kondensor sebagai tempat pelepasan kalor dapat diatur panjangnya, kelebihan lain yang dimiliki pipa kalor tipe tabular atau silinder adalah bagian kondensor juga lebih mudah jika akan digunakan sebagai pendingin berupa sirip, fan ataupun model terendam dalam fluida(nandy Putra, dan Wayan Nata S, 2014:21).

11 Gambar 2.5 Skema Pipa Kalor Konvensional (Sumber: appliedheattransfer.wordpress.com 2014 ) Gambar 2.5 memperlihatkan skema cara kerja pipa kalor konvensional. Adapun cara kerja pipa kalor jenis konvensional adalah dengan cara menyerap sumber panas atau kalor oleh evaporator dan ditransfer menuju pada bagian kondensor, kemudian kalor akan dilepas ke lingkungan sekitar oleh kondensor. Pada proses ini fluida kerja bersirkulasi dan berubah fase dari cair pada evaporator akan menguap menuju kondensor dan terjadi proses kondensasi pada bagian kondensor, fluida kerja berubah fase menjadi embun. Tekanan kapiler di dalam sumbu kapiler(wick) akan menggerakan cairan dalam saluran sumbu kapiler tersebut,bahkan melawan gravitasi akibat adanya efek kapilaritas, sehingga cairan dapat kembali ke bagian evaporator, proses ini terjadi berulang-ulang. (Nandy Putra, dan Wayan Nata S, 2014:25) Pipa kalor konvensional tipe pipih atau datar dan tipe pelat digunakan untuk menyerap kalor dari permukaan yang datar, rata atau pada posisi horizontal, dan bisa juga pada posisi vertikal. Gambar 2.6 Pipa kalor tipe pipih / datar (sumber : ebay.co.uk, 2014)

12 Pipa kalor tipe pelat hanya digunakan pada pendingin dengan konstruksi lurus, dimana pada bagian penerapan kalor dapat melalui satu permukaan dinding atau dua permukaan, seperti terlihat pada gambar 2.6 diatas Pipa kalor tipe pelat merupakan tipe yang hampir sama dengan pipa kalor tipe silinder dan tipe pipih, sebagaimana fungsinya yaitu memindahkan kalor dari bagian evaporator ke bagian kondensor seperti terlihat pada gambar 2.7. Bagian kondensor juga bisa dipasangi sirip atau fan sebagai pendingin fluida. Pada umumnya pipa kalor tipe pelat memiliki sumbu kapiler berupa alur groove pada dinding pipa kalor yang berbentuk pelat (Nandy Putra, Wayan Nata S, 2014:24). Gambar 2.7 Pipa kalor tipe plat (sumber :forum.notebookreview.com, 2014) 2. Pipa kalor jenis melingkar Pipa kalor jenis melingkar merupakan perangkat penghantar kalor yang terdiri dari bagian evaporator sebagai penyerap kalor dan bagian kondensor yang berfungsi melepas kalor, dimana ke dua bagian tersebut dihubungkan dengan suatu aliran fluida yang terpisah antara fluida kerja uap dengan fluida kerja cair, seperti ditunjukan pada gambar 2.8 di bawah. Pipa kalor melingkar beroperasi pada siklus tertutup yang merupakan suatu perangkat evaporasi dan kondensasi, dimana pada bagian evaporator terdapat sumbu berpori atau sumbu kapiler sebagai pompa kapiler yang menarik cairan kembali ke bagian evaporator. (Nandy Putra, Wayan Nata S, 2014:30)

13 Gambar 2.8 Pipa kalor jenis melingkar (sumber : 1-act.com, 2014) Gambar 2.9 Skema Kerja Pipa Kalor Melingkar (Sumber : 1-act.com, 2014) Prinsip kerja pipa kalor melingkar bisa dilihat pada gambar 2.9, dimana pipa kalor jenis ini mempunyai prinsip yang sama dengan pipa kalor konvensional, yaitu dengan adanya proses pengangkutan dari sumber panas ke bagian evaporator menuju bagian kondensor. Perbedaanya adalah aliran antara uap dengan fluida kondensat tidak terjadi secara bolak-balik akan tetapi terjadi secara melingkar atau melingkari. Prinsip perpindahan pipa kalor melalui konsep tekanan, perubahan fase dan terjadinya proses kondensasi masih berlaku pada pipa kalor tipe melingkar. Ada dua bagian lintasan yang ada pada pipa kalor jenis melingkar yaitu lintasan uap dan lintasan cairan yang terpisah, dimana didalam lintasan uap tidak terdapat sumbu kapiler sedangkan didalam lintasan cairan terisi penuh dengan sumbu kapiler. Kenapa hal ini diterapkan, tujuanya adalah memberikan pengaruh perbedaan tekanan, sehingga uap yang telah terkondensasi pada bagian kondensor dapat mengalir kebagian lintasan cairan, hal ini terjadi akibat adanya pengaruh tekanan

14 kapilaritas dari sumbu kapiler. Sumbu kapiler berfungsi sebagai pompa kapiler untuk menyirkulasikan fluida kondensat menuju evaporator. Ada beberapa tipe desain pipa kalor jenis melingkar ditinjau penerapan pada bagian evaporator, kondensor, rentang temperatur operasional maupun kontrol temperatur sesuai dengan kebutuhan. Dimana evaporator dirancang sesuai dengan ruang kompensasi, ada yang berbentuk evaporator persegi panjang, ada juga pipa kalor melingkar dengan evaporator berbentuk silinder. (sumber : Nandy Putra, Wayan Nata S, 2014:32). 3. Pipa kalor datar (Vapor chamber) Pipa kalor pelat datar adalah pipa kalor pelat datar dengan disipasi panas yang baikterkai keseragaman distribusi temperatur dan area kondensasi yang besar. Pipa kapiler datar merupakan benda berongga tertutup yang berisi fluida kerja dengan pompa vakum berada di ruangannya seperti terlihat pada gambar 2.10 dibawah. Vapor chamber terdiri dari subeuah kontainer, sumbu kapiler, dan sebuah ruang vakum. Tujuan dari proses vakum pada vapor chamber adalah untuk menurunkan titik didih dari fluida kerja sehingga perubahan fase lebih mudah tercapi dan kalor tersebar lebih cepat.(nandy Putra dan Wayan Nata S, 2014:40) Gambar 2.10 Pipa Kalor Datar / Vapor Chamber (sumber : designworldonline.com, 2014) Proses kerja pipa kalor datar (vapor chamber) adalah dengan cara memindahkan kalor dari sumber panas (heat source) ke lingkungan, vapor chamber memanfaatkan prinsip perubahan fase fluida serta kapilaritas. Dimana pada operasionalnya vapor chamber menyerap kalor pada bagian evaporator, mengevaporasikan fluida kerja pada ruang dalam vapor chamber. Fluida kerja yang sudah berubah fase menjadi uap akan bergerak menuju kondensor akibat gradient tekanan yang kecil, kemudian uap fluida kerja melepaskan kalor dan berubah fase menjadi embun pada bagian

15 kondensor. Fluida kerja yang berubah kembali kebentuk cair akan kembali menuju evaporator melalui struktur kapiler pada sumbu kapiler. Seperti terlihat pada gambar 2.11 bahwa proses kerja ini akan terjadi secara berulang dari awal kembali. Adanya perubahan fase yang terjadi pada proses pendinginan pada vapor chamber maka temperatur kalor dapat dibuang dengan cepat, sehingga temperatur lokal yang tinggi dapat dihindari. (Nandy Putra dan Wayan Nata S, 2014:41) Uap Sumber Panas Gambar 2.11 Skema Kerja Vapor chamber (sumber : bytrade.com, 2009) 2.3.2 Prinsip Kerja Pipa Kalor Gambar 2.12 memperlihatkan bahwa prinsip kerja pipa kalor adalah memindahkan kalor dari bagian evaporator menuju bagian kondensor dengan siklus penguapan dan pengembunan fluida kerja. (Nandy Putra et.al, 2011). Prinsip kerja pipa kalor bergantung pada selisih temperatur antara kedua ujung pipa, jika temperatur pada salah satu pipa mencapai temperatur penguapan maka fluida kerja yang berada pada bagian evaporator akan menguap, dan terjadi tekanan didalam rongga sehingga uap akan mengalir dari ujung satu ke ujung yang lainya, peristiwa ini akan dibawa oleh fluida kerja kemudian dilepaskan sampai mencapai temperatur pengembunan sehingga mengakibatkan fluida kerja berubah dari fase uap menjadi fase cair akibat proses kondensasi (Nandy Putra dan Wayan Nata S, 2014: 25 ). Setelah peristiwa kondensasi terjadi maka fluida kerja akan berubah fase menjadi cair yang mengalir ke sumber panas pada evaporator untuk mendinginkan kembali, selama pipa kalor bekerja, proses ini akan mengalami proses terus menerus, berulang-ulang, sebagai konsep bahwa seperti inilah cara kerja pipa kalor dalam menyerap dan mendinginkan pada sumber kalor tersebut. Disini perlu diperhatikan

16 mengenai temperatur yang mampu diserap oleh pipa kalor agar fluida kerja tetap terjaga dan menghindari pipa kalor dari kekeringan. Gambar 2.12 Prinsip kerja pipa kalor (sumber : Nandy Putra,W.N. Septiadi, 2014) Pada dasarnya pipa kalor akan mengalami proses perpindahan panas (heat exchanger) antara lain : 1. Perpindahan panas secara konduksi Perpindahan panas ini terjadi dari permukaan dinding sumber panas ke dinding evaporator, konduktifitas termal dari dinding memegang peranan penting, karena sebagian besar pipa kalor terbuat dari bahan tembaga, dimana bahan tembaga mempunyai nilai konduktifitas termal yang cukup tinggi sebesar 394 W/mK. 2.1 Keterangan : Q = Laju perpindahan kalor konduksi k = Konduktifitas termal T = Gradien suhu ke arah perpindahan kalor x = Gradien suhu kearah perpindahan kalor 2. Perpindahan panas secara konveksi Perpindahan panas konveksi terjadi secara alami dari dinding permukaan sumbu kapiler pipa kalor ke fluida kerja, dimana konveksi alami terjadi pada saat kondisi awal dimana suhu dan tekanan belum mencapai kondisi terjadinya nuklesiasi dan pendidihan. q = ha (Tw-T ) 2.2

17 Keterangan : q = Laju perpndahan kalor h = Koefisien perpindahan kalor konveksi A = Luas permukaan Tw = Temperatur dinding T = Temperatur fluida 3. Proses pendidihan Proses pendidihan terjadi dimana pada permukaan sumbu kapiler terbentuk gelembung-gelembung, bersamaan dengan peningkatan tekanan dan temperatur pada bagian evaporator, maka gelembung-gelembung yang terbentuk akan terlepas ke permukaan bagian atas fluida kerja. Sumbu kapiler pada pipa kalor berfungsi untuk meningkatkan terjadinya pertumbuhan gelembung secara cepat. Dimana pada delta temperatur antara dinding atau permukaan sumbu kapiler dengan temperatur saturasi fluida yang tidak terlalu tinggi dapat menghasilkan fluks kalor yang lebih besar. Proses perpindahan panas melalui pendidihan dapat mempercepat terjadinya perpindahan kalor dari permukaan evaporator ke bagian permukaan cairan yang kemudian disalurkan menuju bagian kondensor melalui tahap penguapan. 4. Perpindahan kalor secara evaporasi Laju perpindahan kalor dari bagian evaporator ke bagian kondensor sangat dipengaruhi oleh panas laten dari fluida kerja. 2.3 Panas laten pada perpindahan kalor di dalam pipa kalor sangat penting karena bisa memungkinkan pipa kalor mengangkut lebih banyak kalor dengan dimensi yang cukup kecil dan ini merupakan suatu keunggulan pipa kalor dari logam pejal. Akibat dari perubahan temperatur yang terjadi terus-menerus pada bagian kondensor dan bagian evaporator mengakibatkan perbedaan temperatur antara kedua ujung bagian kondensor dan bagian evaporator sangatlah kecil, hal ini bermanfaaat karena dapat memperkecil hambatan termal yang terjadi pada pipa kalor. 5. Perpindahan panas secara konveksi lanjutan

18 Perpindahan kalor secara konveksi dari fluida uap pada bagian kondensor kebagian permukaan dinding pipa kalor, akan terjadi penyerapan kalor dari uap sehingga uap mengalami perubahan fase akibat kondensasi. Maka hasil dari proses kondensasi dialirkan menuju bagian evaporator melalui gaya kapilaritas sumbu kapiler, dan kondensat akan mengalir melalui celah-celah dari sumbu kapiler. 2.3.3 Hambatan Termal Pipa Kalor Hambatan termal pipa kalor adalah besar beban kalor yang diserap oleh pipa kalor karena adanya rasio antara perbedaan temperatur pada bagian evaporator dan bagian kondensor. Berikut gambar 2.13 Jaringan termal dari sumber panas sampai bagian evaporator. Gambar 2.13 Jaringan hambatan termal evaporator pipa kalor (Sumber: Nandy Putra dan Wayan Nata S, 2014) Plat pemanas sebagai sumber panas (heater) diletakkan pada bagian paling bawah, sehingga hambatan termal pada sisi evaporator pipa kalor merupakan total hambatan termal dari plat pemanas(heater) sampai pada permukaan sisi dalam dari evaporator. Dimana secara matematis dapat ditulis dengan persamaan: 2.4 Dimana merupakan hambatan termal pada kontak antara pelat pemanas dengan pelat logam bagian bawah, hambatan termal spreading, hambatan termal konduksi, dan hambatan termal antara permukaan luar dan bagian dalam evaporator ( C/W). Hambatan termal secara matematis dapat ditulis seperti persamaan dibawah ini: 2.5

19 Pelat logam dan sisi luar evaporator jika dilihat dari bagian antara permukaan atas maka jaringan hambatan termal pipa kalor ditunjukkan pada gambar 2.14 2.6 Gambar 2.14 Jaringan Hambatan Termal Pipa Kalor (Sumber : Nandy Putra dan Wayan Nata S, 2014:48) Total hambatan termal pipa kalor dapat dirumuskan seperti pada persamaan 2.7 2.7 Berdasarkan Gambar diatas dapat dijelaskan bahwa sebuah plat logam yang ditaruh diatas sumber panas (pelat pemanas) adalah hambatan termal yang terjadi pada evaporator yaitu total hambatan thermal dari sumber panas (pelat pemanas) dengan permukaan bagian dalam dari bagian evaporator. Hambatan termal yang terjadi secara konduksi pada permukaan plat pemanas dengan plat logam bagian bawah. 2.3.4 Batasan Kerja Pipa Kalor Batasan kerja pada pipa kalor adalah batasan maksimal pada saat pipa kalor beroperasi dalam memindahkan kalor dari sumber kalor dan mengangkut kalor untuk dilepaskan di area sekitar, demi menunjang kinerja pipa kalor secara maksimal, maka diperlukan pembuatan desain yang sesuai sehingga desain pipa kalor yang dibuat tersebut supaya bisa berada di bawah grafik batasan kerja pipa kalor.

20 2.4 Sudut Kontak Salah satu faktor-faktor dasar yang mengatur kapilaritas atau pengembalian fluida kerja pada sumbu kapiler dari kondensor ke evaporator adalah sudut kontak dari fliuda kerja dengan sumbu kapiler. Hal ini membuat perlu memiliki nilai-nilai sudut kontak yang tersedia untuk prediksi yang lebih baik dari kinerja dan optimasidari heat pipe. Secara umum semakin rendah sudut kontak, semakin tinggi tekanan osmotik. Bahkan, perilaku yang tepat adalah bahwa tekanan osmotik bervariasi secara langsung dengan cosinus kontak sudut. Sudut kontak pada media berpori atau sumbu kapiler sangat mempengaruhi daya kapilaritas dari sumbu kapiler tersebut. Semakin kecil sudut kontak yang terbentuk antara fluida dengan sumbu kapiler maka sifat keterbasahan dari sumbu kapiler meningkat sedangkan makin besar sudut kontak yang terbentuk maka sumbu kapiler tersebut memiliki sifat keterbasahan yang semakin kecil yang berarti daya kapilaritasnya juga semakin kecil. Suduk kontak yang terbentuka apabila dibawah 90 o maka sumbu kapiler tersebut dikatakan memiliki sifat hidrofilik sedangkan apabila sudut kontak yang terbentuk lebih besar dari 90 o maka dikatakan sumbu kapiler tersebut bersifat hidrofobik. Penggunaan fluida kerja juga berpengaruh terhadap sudut kontak yang terbentuk pada sumbu kapiler. Penggunaan fluida kerja seperti nano fluida beberapa jenis ada yang mengakibatkan terjadinya pelapisan pada sumbu kapiler. Pelapisan ini akan berpengaruh terhadap sudut kontak pada sumbu kapiler. Pelapisan tentunya sangat dipengaruhi oleh jenis dan besar konsentrasi dari nano fluida yang digunakan sehingga sudut kontak akan berbeda pada penggunaan nano fluida dengan jenis dan konsentrasi yang berbeda.(nandy Putra, Wayan Nata S, 2012:94) 2.5 Sudut Peletakan Pipa Kalor Pengaruh sudut operasional terhadap perpindahan kalor pipa kalor sudah banyak dibahas, dimana antara sudut operasional yang paling optimal adalah 60 dan 75 dengan acuan sudut adalah sumbu tabung dan bidang normal. Pada sudut operasional 60 koefisien perpindahan kalor pada bagian evaporator adalah paling besar kemudian yang berikutnya adalah 45, 90,30 dan 0. Besar koefisien

21 perpindahan kalor untuk masing-masing sudut operasional meningkat dengan peningkatan fluks kalor. Pada kondisi beban maksimal koefisien perpindahan kalor untuk masing-masing sudut operasional 0, 30, 45, 60 dan 90 adalah mencapai 8,693 W/m² C, 15,486 W/m² C, 16,392 W/m² C, 60,038 W/m² C dan 12,267W/m² C. Sudut operasional mempengaruhi koefisien perpindahan kalor, dimana didapatkan sudut operasional yang memberikan koefisien paling besar untuk setiap peningkatan fluks kalor adalah sudut operasional 60. Sudut operasional berpengaruh terhadap gaya gravitasi yang terjadi pada sumbu kapiler dan lintasan uap, dimana sudut operasional ini berpengaruh terhadap laju alir massa cairan kondensat dan laju alir massa uap dalam pipa kalor. Seperti pada persamaan 2.8 berikut Sudut operasional akan berpengaruh terhadap bilangan Bond yang akan mempengaruhi laju kalor dari bagian evaporator menuju bagian kondensor sehingga hal ini tentunya berpengharuh terhadap koefisien perpindahan kalor didalam pipa kalor, ditunjukan pada gambar 2.15 Qmax AL. 2.8 g 0.25 f f f ( ) 0,5 ( ) 1 2 3 v i v i Gambar 2.15 Grafik parameter f 3 terhadap sudut inklinasi (Sumber : Nandy Putra dan Wayan Nata Septiadi) Pada proses perpindahan kalor pada dalam pipa kalor diharapkan laju alir massa uap yang mengalir dari evaporator menuju kondensor besar sehingga jumlah kalor yang terangkut dari bagian evaporator menuju kondensor juga besar. Bersamaan dengan itu juga cairan hasil kondensasi uap dibagian kondensor juga

22 diharapkan terangkut dengan cepat dan banyak ke bagian evaporator untuk menghindari terjadinya kekeringan. Sudut operasional sangat menentukan laju alir massa cairan dan uap (ρɩvɩaɩ=ρᵥvᵥaᵥ), dimana dalam hal ini sudut operasional yang optimal adalah pada 60 dari bidang datar.(wayan Nata Septiadi,2014:116)