BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Penelitian pipa kalor sebagai salah satu dari sistem pendingin prosesor (CPU) dimulai pada tahun 2003 sampai 2014 yaitu menurut (Kim et.al., 2003) melakukan penelitian bahwa kinerja sistem pendingin PC CPU Pentiun IV yang menggunakan heatsink aluminium dengan bantuan kipas sangat buruk yaitu memiliki kelemahan diantaranya bentuknya besar, suara yang ditimbulkan dari kipas menimbulkan kebisingan dan perpindahan panasnya tidak efektif, sehingga dirancang sistem pendinginan dengan pipa kalor (heat pipe) yang bentuknya lebih kecil dari heatsink dan tidak menggunakan kipas sebagai alat bantu pendinginan serta perpindahan panasnya lebih bagus. Menurut (Vladimir et.al., 2006) melakukan penelitian tentang sistem pendinginan prosesor (CPU) dengan pipa kalor melingkar yang heatsink-nya adalah radiator eksternal yang didinginkan oleh udara lingkungan secara konveksi. Dari penelitian ini menyatakan hasil pengembangan dan pengujian dengan beberapa variasi dari sistem tersebut, mampu mempertahankan temperatur operasi dari 72ºC - 78ºC pada permukaan sumber panas yang menghilang 100 W dengan temperatur udara lingkungan 22ºC. Hal ini juga menunjukkan penggunaan alat tambahan pendingin aktif dari pipa kalor melingkar memungkinkan untuk meningkatkan perpindahan panas sampai 180 W dan menurukan hambatan thermal sampai 0,29ºC/W. Menurut (Wang et.al., 2010) melakukan penelitian tentang desain, model dan pengujian pipa kalor berbentuk L yang dikombinasi/tertanam didalam heatsink. Kombinasi ini sangat cocok untuk pendinginan komponen electronik sepeerti mikroprosesor, yang proses pendinginan secara paksa atau dibantu oleh kipas. Erlangga, 2013 juga melakukan penilitian tentang efek dari struktur wick dan karakteristik fluida kerja dari pipa kalor berbentuk-u, yaitu menganalisa perubahan temperatur dan tekanan yang terjadi didalam pipa kalor. Sumbu kapiler yang digunakan adalah copper powder wick dan screen mesh wick serta fluida kerjanya air murni dan methanol. Dari hasil penelitian

2 6 didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan copper powder wick mengakibatkan perbedaan temperatur yang kecil antara evaporator dan kondensor, terjadi tekanan tinggi yang tidak menguntungkan karena mengakibatkan perpindahan panas yang rendah pada liquid wick-region. Penggunaan screen mesh wick dan air murni sebagai fluida kerja, mengakibatkan mengurangi penurunan tekanan pada liquid wick-region sedangkan penggunaan methanol sebagai fluida kerja mengakibatkan meningkatkan penurun tekanan dan perbedaan temperatur pada liquid wickrigion. Menurut (Putra dan Septiadi, 2014) melakukan penelitian terhadap penggunaan nano fluida sebagai fluida kerja serta pengintegrasian terumbu karang untuk material wick atau sumbu kapiler pada desain pipa kalor lurus. Disampaikan bahwa pengintegrasian fluida nano dan terumbu karang mampu meningkatkan kinerja pipa kalor dengan menurunkan hambatan termal pipa kalor sampai dengan 0.09 ºC/Watt pada pemakaian fluida nano CuO dengan temperatur bagian kondensor mencapai ± 53ºC. Adapun beberapa tahapan yang dilakukan oleh Putra dan Septiadi didalam penelitian pipa kalor lurus adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran temperatur permukaan CPU Pengukuran temperatur prosesor (CPU) bertujuan untuk menentukan temperatur pelat yang akan digunakan mensimulasikan prosesor sehingga temperatur pada prosesor bisa dianalogikan. Hal ini juga bertujuan untuk mendapatkan dasar acuan dari batasan pembebanan yang akan dilakukan. Pada pengukuran temperatur prosesor dilakukan dengan menjalankan atau mengoperasionalkan prosesor tanpa alat pendingin. Hal ini untuk mendapatkan temperatur yang maksimal yang dihasilkan oleh prosesor pada permukaan bagian atas. Pengujian dilakukan pada prosesor Intel pentium GHz, Intel Dual Core GHz, Intel Core i GHz dan Intel Core i GHz. Temperatur permukaan diukur dengan menggunakan satu termokopel tipe K yang dihubungkan dengan C-DAQ NI 9213.

3 Tabel 2.1 Pengukuran temperatur permukaan prosesor/cpu (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Fluks Fluks kalor kalor pada Kondisi idle Kondisi Maksimal pada Prosesor kondisi kondisi (CPU) idle idle Beban Temperatur Beban Temperatur (Watt) ( o C) (Watt) ( o C) W/m 2 W/m 2 Pentium GHz 13,80 75,00 48,80 93, , ,00 Dual Core ,80 77,53 57,40 99, , ,00 GHz Core i GHz 13,80 78,27 60,00 110, , ,00 Core i GHz 13,90 78,40 67,00 113, , , Karakterisasi pelat pemanas Karakterisasi pelat pemanas bertujuan untuk mengkarakterisasi pelat pemanas yang akan digunakan sebagai sumber kalor bagi pelat simulator. Temperatur pelat pemanas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan temperatur pada permukaan pelat simulator bagian atas, sehingga dapat mewakili batas temperatur prosesor. Tabel 2.2 Karakterisasi pelat pemanas (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) No Voltage (Volt) Arus (Ampere) Daya (Watt) Temperatur ( o C) 1 5 0,143 0,72 36, ,244 2,44 45, ,345 5,18 60, ,462 9,24 85, ,588 14,70 105, ,716 21,48 131, ,811 28,39 145, ,922 36,88 176,21

4 Tabel 2.2 Lanjutan No Voltage (Volt) Arus (Ampere) Daya (Watt) Temperatur ( o C) ,027 46,22 232, ,233 61,65 299, Karakterisasi pelat simulator Pelat simulator dibuat dari besi dengan ukuran 40 mm x 40 mm dengan variasi ketebalan 20 mm. 30 mm dan 40 mm. Tiga pelat simulator yang dikarakterisasikan nanti akan dipilih yang memberikan temperatur permukaan dan Q yang paling mendekati dengan kondisi temperatur permukaan dan Q prosesor. Pembebanan diberikan pada pelat pemanas dengan pengaturan tegangan listrik (voltage regulator). Data temperatur di proses dengan mengggunakan data akusisi NI 9213 dan software labview 8.5. Tabel 2.3 Karakterisasi pelat simulator tebal 20 mm (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) T. permukaan T. pelat T. pelat Arus Daya Delta T. Volt heater bawah atas (A) (W) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) 20 0,46 9,24 97,21 93,40 91,34 2, ,58 14,70 102,41 97,50 95,87 1, ,72 21,48 152,42 141,13 128,13 13, ,81 28,38 160,23 156,50 142,43 14, ,92 36,88 199,11 183,43 158,31 25, ,03 46,22 239,02 208,53 166,11 42,42 Tabel 2.4 Karakterisasi pelat simulator tebal 30 mm T. permukaan T. pelat T. pelat Arus Daya Delta T. Volt heater bawah atas (A) (W) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) 20 0,46 9,24 99,12 86,11 66,20 19, ,58 14,70 122,00 111,94 77,00 34,94

5 9 Tabel 2.4 Lanjutan T. permukaan T. pelat T. pelat Arus Daya Delta T. Volt heater bawah atas (A) (W) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) 30 0,72 21,48 154,20 146,26 96,70 49, ,81 28,38 172,31 167,23 101,50 65, ,92 36,88 191,32 186,83 116,13 70, ,03 46,22 234,40 228,56 153,34 75,22 Tabel 2.5 Karakterisasi pelat simulator tebal 40 mm (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) T. permukaan T. pelat T. pelat Arus Daya Delta T. Volt heater bawah atas (A) (W) ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) 20 0,46 9,24 105,26 92,73 60,12 32, ,58 14,70 145,20 106,18 66,48 39, ,72 21,48 153,21 135,17 93,11 42, ,81 28,38 190,03 169,40 98,28 71, ,92 36,88 245,35 212,40 101,20 111, ,03 46,22 253,35 244,08 129,14 114,94 Tabel 2.6 Beban kalor yang mengalir ke arah permukaan pelat simulator (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Q (Watt) Heater Pelat simulator 20 mm Pelat simulator 30 mm Pelat simulator 40 mm 9,24 1,30 8,35 12,14 14,70 1,02 12,72 15,63 21,48 8,17 19,52 17,31 28,38 8,85 25,46 25,19 36,88 15,80 29,64 39,05 46,22 26,67 31,53 40,22

6 10 Dilihat dari rentang temperatur operasional prosesor yaitu 77 o C dan 116 o C maka pelat simulator 30 mm dan 40 mm yang memenuhi untuk digunakan sebagai pelat simulator, akan tetapi yang paling mendekati adalah pelat simulator tebal 30 mm. Tabel 2.7 Beban dan fluks kalor prosesor dan pelat simulator pada kondisi idle dan maksimal (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Beban pada Fluks kalor Beban pada Fluks kalor Prosesor kondisi kondosi kondisi idle kondosi idle (CPU) maksimal maksimal (Watt) (Watt/m 2 ) (Watt) (Watt/m 2 ) Pentium GHz 13,80 48, , ,00 Dual core GHz 13,80 57, , ,00 Core i GHz 13,80 60, , ,00 Core i GHz 13,90 67, , ,00 Pelat simulator 30 mm 14,70 36, , ,00 4. Distribusi temperatur permukaan pelat simulator Fluks kalor yang dihasilkan oleh CPU semakin meningkat sehingga pendingin konvensional kurang optimal untuk mengatasi permasalahan fluks kalor yang dihasilkan oleh CPU. Temperatur operasional kurang dari 85 o C merupakan hal yang dianjurkan supaya kinerja CPU lebih optimal.

7 11 Gambar 2.1 Distribusi temperatur pelat simulator pada beban 15,63 Watt dan 39,05 Watt dengan pendingin heatsink, heatsink-fan dan pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Gambar 2.2 Hambatan termal heatsink, heatsink-fan dan pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014)

8 Sistem Pendingin Komputer Sistem pendingin komputer merupakan suatu sistem pendingin yang berfungsi untuk menurunkan dan menjaga temperatur prosesor (CPU) pada temperatur kerja, sehingga kinerja dan umur pakai dari prosesor (CPU) dapat maksimal. Berikut beberapa sistem pendingin yang umum digunakan adalah sebagai berikut : 1. Sistem Kipas Sistem kipas merupakan sistem pendingin komputer dengan hembusan angin yang dihasilkan oleh kipas, untuk mendingikan prosesor komputer dan mensirkulasikan udara di CPU komputer. Pada umumnya sistem kipas ini terpasang di chasing CPU, prosesor atau VGA. Kelemahan dari sistem ini adalah suara yang ditimbulkan oleh kipasnya berisik dan proses pendingin yang terjadi kurang maksimal. Gambar 2.3 Pendingin komputer sistem kipas (Sumber : Moss et.al., 1996) 2. Sistem Heatsink Sistem heatsink merupakan sistem pendingin komputer yang terbuat dari lempengan logam, umumnya dari aluminium, tembaga atau campuran aluminium dengan tembaga. Lempengan logam tersebut berfungsi menyerap panas dan mendinginkan prosesor komputer, dimana proses pendingin terjadi sangat tergantung dari aliran dan temperatur udara di sekitar heatsink itu sendiri, sehingga proses pendingin yang terjadi kurang maksimal. Kelemahan dari sistem ini adalah disamping proses pedingin yang terjadi kurang maksimal,

9 13 dimensi heatsink yang sangat besar sehingga membutuhkan tempat yang luas untuk memasangnya. Untuk memaksimalkan sistem pendingin ini biasanya ditambahkan kipas di heatsink-nya, gunanya untuk mempercepat panas disekitar heatsink. Gambar 2.4 Pendingin komputer sistem heatsink (Sumber : Charles et. al., 1997) 3. Sistem Liquid Cooler Gambar 2.5 Pendingin komputer sistem liquid cooler (Sumber : 26/09/2014) Sistem liquid cooler merupakan sistem pendingin komputer yang mengunakan fluida atau air sebagai penyerap panas heatsink, dengan bantuan mini pompa, prinsip kerjanya mirip sistem pendingin (radiator)

10 14 pada mobil. Pada prosesor dipasang blok air yang berisi banyak bilah tembaga/aluminium yang berfungsi seperti heatsink yaitu menyerap panas prosesor. Penyerapan panas sistem ini sangat baik, tetapi kelemahannya menggunakan tambahan pompa mini dan sangat berbahaya kalau terjadi kebocoran di konektor antara blok air dengan selangnya, yang mengakibatkan kerusakan perangkat komputer itu sendiri. 4. Sistem Dry Ice & Nitrogen Cair Sistem dry ice & nitrogen cair merupakan sistem pendingin komputer dengan menggunakan tabung tembaga/aluminium yang diisikan dry ice (es kering) dengan nitrogen cair. Untuk menghindari pengembunan dari hasil pendinginan maka seluruh komponen harus dilapisi pasta dan sekeliling tabung diberikan isolator panas. Pendinginan sistem ini sangat baik, tetapi kalau terjadi kebocoran dari lapisan pasta atau isolator panasnya bermasalah, akan terjadi pengembunan sehingga akan merusak perangkat komputer. Gambar 2.6 Pendingin komputer sistem dry ice cooler dan nitrogen cair (Sumber : 26/09/2014) 5. Sistem Thermoelectric Cooler Sistem thermoelectric cooler merupakan sistem pendingin komputer dengan mengalirkan arus listrik ke salah satu sisi logam sehingga akan dihasilkan sisi yang dingin dan panas. Proses pendinginan dari sistem ini sangat baik, tetapi resikonya sangat berbahaya, kalau kipas heatsink-nya tidak beroperasi

11 15 mengakibatkan kebakaran yang terjadi di prosesor dan harus mengguanakan tamabahan daya listrik (80 sampai 130 watt) yang besar untuk mengoperasikan sistem ini. Gambar 2.7 Pendingin komputer sistem TEC (Thermoelectric cooler) (Sumber: 26/09/2014) 6. Sistem Pipa Kalor Gambar 2.8 Pendingin komputer sistem pipa kalor (Sumber: 01/11/2014) Sistem pipa kalor merupakan salah satu sistem pendingin komputer dengan menggunakan pipa aluminium, tembaga, nikel dan sebagainya yang berukuran tertentu, berisi cairan khusus sebagai penghantar kalor dari ujung panas atau disebut sebagai evaporator ke ujung lain sebagai pendingin atau

12 16 disebut sebagai kondensor (Vasiliev, 2005). Proses pendingin ini terjadi dengan pasif sehingga tidak alat tambahan yang digunakan, deminsinya sangat kecil dibandingkan dengan sistem pedinggin komputer yang alainnya dan hampir tidak ada suara pada sangat sistem ini bekerja. 2.3 Pipa Kalor Pipa kalor (heat pipe) merupakan sebuah teknologi penghantar kalor dengan menggunakan pipa berukuran tertentu, biasanya terbuat dari bahan aluminium, tembaga, atau tembaga terlapis nikel dan didalamnya berisi cairan khusus sebagai penghantar ujung sisi panas atau disebut sebagai evaporator ke ujung sisi lain sebagai pendingin atau disebut sebagai kondensor (Vasiliev, 2005). Pada dinding pipa kalor biasanya diisi sumbu kapiler (wick) yang berfungsi sebagai lintasan dan pompa kapiler dari cairan kondesat untuk kembali dari kondesor ke bagian evaporator. Cairan kondensat bergerak atas prinsip kerja kapiler. Setelah Fluida menguap di bagian evaporator, lalu uap tersebut mengalir menuju bagian kondensor dan setelah mengalami kondensasi di bagian kondensor maka uap akan mencair, cairan atau kondensat tersebut akan mengalir kembali ke sisi panas (evaporator) dari pipa kalor dan begitu seterusnya. Gambar 2.9 Pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014)

13 17 Pada gambar 2.9 dapat dilihat komponen utama pipa kalor. Cara kerja pendinginan pipa kalor adalah dengan mengalirkan panas dari bagian evaporator ke bagian kondensor dengan metode penguapan dan pengembunan fluida kerja. Pipa kalor ini bergantung pada selisih temperatur antara kedua ujung pipa (Putra dan Septiadi, 2014). Jika salah satu ujung kalor pipa menyerap kalor dan apabila temperatur tersebut mencapai temperatur penguapan, maka fluida kerja yang terdapat pada bagian evaporator akan menguap, akibatnya tekanan didalam rongga tersebut naik yang menyebabkan uap mengalir ke sisi kondensor dan kemudian pada sisi kondensor kalor yang di bawa oleh fluida kerja dilepaskan hingga mencapai temperatur pengembunan sehingga fluida mengalami kondensasi berubah dari fasa uap menjadi fasa cair atau kondensat. Selanjutnya kondensat akan berubah menjadi cair kembali dan mengalir menuju sumber panas untuk mendinginkan sisi tersebut (evaporator). Proses ini secara terus menerus dan berulang ulang sebagai asas kerja pipa kalor dalam mendinginkan sumber kalor tersebut. Jika cairan pendingin yang digunakan oleh pipa kalor adalah air, maka air tersebut akan mulai bekerja saat temperatur pada sisi evaporator mencapai 100 C dimana air akan mendidih dan berubah menjadi uap pada tekanan atmosfer. Titik didih air tergantung pada tekanan kerja di dalam pipa kalor, dan hal terpenting adalah pemilihan fluida kerja dan proses vakum untuk menurukan suhu didih dari fluida kerja. Adanya sumbu kapiler pada dinding bagian dalam pipa kalor juga memberikan lintasan tersendiri antara uap yang mengalir dari bagian evaporator menuju bagian kondensor dengan kondensat yang mengalir dari bagian kondensor menuju bagian evaporator. Hal ini dapat menghindarikan terjadinya hambatan terhadap kondensat oleh aliran uap yang dapat mengakibatkan kondensat tidak mampu mencapai bagaian evaporator sehingga evaporator akan mengalami kekeringan. Keberadaan sumbu kapiler juga mampu mengatasi permasalahan saat terjadi banjir cairan di bagian kondensor atau yang dikenal dengan isitilah floading condensastion. Penggunaan pipa kalor telah banyak digunakan, antara lain pada industri dan

14 teknologi elektronik, pemanfaat panas buang, pemanas udara, sistem tata udara, dan pemanfaat panas buang pada boiler (Vasiliev, 2005) Tipe Pipa Kalor Terdapat beberapa tipe pipa kalor yang umum digunakan sebagai alat pemindah kalor khususnya pendingin, baik untuk temperatur tinggi maupun rendah. Secara umum pipa kalor digolongkan menjadi 3 tipe yaitu : 1. Pipa Kalor Konvensional Pipa kalor konvensional atau pipa kalor lurus terdiri dari komponen utama dinding berupa pipa, sumbu kapiler berupa sintered powder, screen mesh atau groove dan fluida kerja (Putra, dan Septiadi, 2014). Gambar 2.10 Skema pipa kalor konvensional (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Dari gambar 2.10 merupakan skema pipa kalor konvensional dimana kalor diserap pada bagian evaporator sehingga fluida kerja yang terdapat pada bagian evaporator terpanaskan dan mengalami perubahan fasa menjadi uap. Uap mengalir kembali melalui lintasan uap pipa kalor menuju bagian kondensor dan mengalami kondensasi. Fluida kondensat mengalir ke bagian evaporator melalui struktur sumbu kapiler yang cukup untuk proses ini akan berlanjut selama ada tekanan kapiler yang cukup untuk membawa cairan

15 19 kembali ke daerah evaporator (Udell, 1985). Pipa kalor konvensional merupakan tipe pipa kalor yang paling banyak diaplikasikan pada piranti elektronika khususnya sebagai pendingin pada notebook (Putra dan Septiadi, 2014), bahkan saat ini notebook banyak diproduksi dengan menggunakan pendingin pipa kalor. 2. Pipa Kalor Melingkar Pipa kalor melingkar merupakan suatu perangkat pipa kalor yang terdiri dari bagian evaporator sebagai penyerap kalor dan bagian kondensor sebagai pelepas kalor, dimana anatara bagian evaporator dengan bagian kondensor dihubungkan dengan suatu saluran fluida kerja yang terpisah antara fluida uap dan fluida cair (Vasiliev, 2005). Pada gambar 2.11 dapat dilihat skema aliran fluida kerja pada pipa kalor melingkar. Gambar 2.11 Skema aliran kerja pipa kalor melingkar (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014) Sumbu kapiler pada pipa kalor melingkar biasa terdapat pada bagian evaporator, pada bagian lintasan cairan dan pada bagian antara evaporator dengan ruang kompensasi. Bagian evaporator menyerap kalor sehingga

16 20 fluida kerja menguap dan menuju ruang uap untuk dialirkan ke saluran atau lintasan uap menuju ke kondensor. Di bagian kondensor, uap mengalami kondensasi dan kembali ke bentuk cairan karena tekanan kapilaritas dari sumbu berpori sehinggga cairan mengalir ke bagian ruang konvensasi melalui lintasan cairan. Pipa kalor melingkar dengan mempunyai dua bagian lintasan fluida uap dan cair yang memberikan suatu kinerja yang lebih besar dan pengaruh gaya gravitasi pada aliran relatif kecil, dimana dengan lintasan fluida kerja yang sangat kecil menjadi pipa kalor lebih fleksibel (Putra dan Septiadi, 2014). 3. Pipa Kalor Datar Vapor chamber adalah pipa kalor pelat datar dengan kemampuan disipasi panas yang baik terkait keseragaman distribusi temperatur dan area kondensasi yang besar. Penggunaannya dengan heatsink fan menghasilkan keseragaman temperatur fin yang lebih baik, dan berujung pada pendingin yang lebih efektif. Bentuk vapor chamber yang datar juga membuat alat ini siap digunakan langsung pada pendingin CPU (Putra dan Septiadi, 2014). Gambar 2.12 Skema kerja vapor chamber (Sumber : 03/11/2014) Prinsip Kerja Pipa Kalor Pada umumnya prinsip dari pipa kalor semua tipe adalah sama, yaitu proses penyerapan kalor terjadi di sisi evaporator dan pelepasan kalor terjadi

17 21 sisi kondensor, tetapi yang membedakan prinsip kerja pipa kalor dari masingmasing tipe adalah bentuk pipa kalor, proses penyerapan dan pelepasan kalor yang terjadi di pipa kalor tersebut. Dibawah ini beberapa prinsip pipa kalor sesuai tipenya. 1. Prinsip Kerja Kipa Kalor Konvensional Prinsip fisika tekanan, termodinamika dan fluida menjadi dasar pipa kalor dimana pada tekanan tertentu, cairan akan menguap sementara uap akan mencair pada temperatur tertentu (temperatur jenuh), sehingga akan terjadi pengaturan tekanan di dalam pipa kalor yang akan mengatur temperatur kerja dan terjadi perubahan fase dari cair ke uap dan uap ke cair. Gambar 2.13 Prinsip pipa kalor konvensional (Sumber: Putra dan Septiadi, 2014) Pada gambar 2.13 merupakan gambar prinsip pipa kalor konvensional, dimana perpindahan kalor yang berlangsung dari bagian evaporator menuju ke bagian kondensor. Panas diserap pada sisi evaporator dan panas dilepas keluar sistem pada sisi kondensor. Setelah kalor maka uap yang tadinya membawa kalor dari bagian evaporator ke bagian kondensor tersebut akan berubah fase menjadi cairan. Cairan hasil kondensasi ini akan mengalir lagi ke bagian evaporator melalui sumbu kapiler (wick) yang terdapat pada dinding bagian dalam (Putra dan Septiadi, 2014).

18 22 Secara umum tahapan perpindahan kalor papa pipa kalor konvensional adalah antara lain : 1. Konduksi dari sumber panas ke bagian dinding evaporator dan sumbu kapiler (wick). Pada bagian ini konduktivitas termal dari dinding memegang peran penting dimana kebanyakan pipa kalor terbuat dari bahan tembaga yang mememiliki konduktivitas termal cukup tinggi adalah 394 W/mK. (Incopera, 1996) (Watt)... (2.1) Dimana : k = Konduktivitas thermal (W/mK) A = Luas perpindahan massa konduksi (m²) = Perbedaan temperatur (ºC) atau (K) = Jarak perpindahan massa (m) 2. Konveksi alami dari dinding dan permukaan sumbu kapiler pipa kalor ke fluida kerja. Konveksi alami terjadi pada kondisi awal dimana suhu dan tekanan belum mencapai kondisi terjadinya nuklesiasi dan pendidihan. (Holman, 1984) (Watt) jika... (2.2) (Watt) jika... (2.3) Dimana : h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m²K) A = Luas permukaan perpindahan panas (m²) = Temperatur permukaan material (ºC) atau (K) = Temperatur fluida yang mengalir (ºC) atau (K) 3. Proses pendidihan yang terjadi adalah dimana gelembung gelembung mulai terbentuk pada permukaan sumbu kapiler. Dengan meningkatnya temperatur dan tekanan pada bagian evaporator, gelembung gelembung yang terbentuk terlepas ke permukaan bagian atas fluida kerja. Sumbu kapiler pada pipa kalor berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan gelembung dapat terjadi secara lebih cepat. Dimana pada delta temperatur antara dinding atau permukaan sumbu kapiler dengan temperatur saturasi

19 23 fluida yang tidak terlalu tinggi dapat menghasilkan fluks kalor yang lebih besar. Terjadinya proses perpindahan kalor melalui pendidihan dapat memepercepat terjadinya perpindahan kalor dari permukaan evaporator ke bagian permukaan cairan yang kemudian disalurkan ke bagian kondensor melalui penguapan. 4. Perpindahan kalor secara evaporasi pada kondisi saturasi di bagian permukaan fluida kerja dari pipa kalor. Laju perpindahan kalor dari bagian evaporator ke bagian kondensor sangat dipengaruhi oleh panas laten dari fluida kerja.... (2.4) Adanya keterlibatan panas laten pada perpindahan kalor di dalam pipa kalor memungkinkan pipa kalor mengangkut lebih banyak kalor dengan dimensi yang cukup kecil dan ini merupakan sustu keunggulan pipa kalor dari logam pejal. 5. Konveksi dari fluida uap pada bagian kondensor ke bagian permukaan dinding pipa kalor, dimana terjadi penyerapan kalor dari uap sehingga uap mengalami perubahan fase (kondensasi). Hasil kondensasi (kondensat) akan dialirkan ke bagian evaporator melalui gaya kapilaritas sumbu kapiler. Kondensat akan mengalir pada celah-celah atau pori-pori dari sumbu kapiler. 2. Prinsip Kerja Pipa Kalor Melingkar Pada dasarnya pipa kalor melingkar memiliki prinsip kerja yang sama dengan pipa konvensional, yaitu proses perpindahan kalor dari bagian evaporator menuju bagian kondensor. Tetapi yang menjadikan perbedaannya adalah aliran antara uap dengan fluida kondesat tidak terjadi secara bolak balik namum secara melingkar atau melingkari. Prinsip perpindahan kalor melalui konsep tekanan, perubahan fase serta adanya kondensasi juga berlaku pada pipa kalor tipe melingkar. Pada pipa kalor melingkar, ada dua bagian yang disebut dengan lintsan uap dan lintsan cairan. Pada lintsan uap tidak terdapat sumbu kapiler, sedangkan pada lintasan cairan di dalam pipa tersebut terisi penuh oleh sumbu kapiler. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengaruh perbedaan tekanan, sehingga uap yang telah terkondensasi pada

20 bagian kondensor dapat mengalir ke bagian lintasan cairan akibat adanya pengaruh tekanan kapilaritas dari sumbu kapiler (Putra dan Septiadi, 2014) Prinsip Kerja Pipa Kalor Datar Prinsip kerja pipa kalor datar menggunakan prinsip perubahan fase fluida serta kapilaritas. Prinsip kerja vapor chamber adalah proses penyerapan kalor terjadi pada bagian evaporator, mengevaporasikan fluida kerja pada ruang dalam vapor chamber. Fluida kerja dalam fase uap ini kemudian bergerak menuju kondensor, akibat terjadinya perbedaan tekanan yang kecil. Kemudian, uap fluida kerja melepaskan kalor dan mengembun pada bagian kondensor. Fluida kerja akan berubah fase menjadi fase cair, kemudian cairan ini akan kembali ke bagian evaporator melalui struktur kapiler pada sumbu kapiler. Proses ini kemudian kembali terulang dari awal (Putra dan Septiadi, 2014) Hambatan Termal Pipa Kalor Hambatan termal pipa kalor adalah rasio antara selisih temperatur pada bagian evaporator dan bagian kondensor dengan besar beban kalor yang diserap oleh pipa kalor tersebut. Dapat dilihat pada gambar 2.14 Jaringan thermal dari blok pemanas sampai dengan bagian evaporator. Gambar 2.14 Jaringan hambatan thermal evaporator pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014)

21 25 Sebuah pelat logam ditaruh diatas pelat pemanas (heater), sehingga hambatan thermal pada bagian evaporator pipa kalor merupakan total hambatan thermal dari pelat pemanas (heater) sampai dengan permukaan bagian dalam dari evaporator. Dimana secara matematis dapat ditulis dengan persamaan.... (2.5) Dimana masing-masing merupakan hambatan thermal pada kontak anatara pelat pemanas dengan pelat logam bagian bawah, hambatan thermal spreading, hambatan thermal konduksi, dan hambatan thermal antara permukaan luar dan bagian dalam evaporator ( C/W). Dengan masing-masing dapat ditulis secara matematis seperti persamaan... (2.6)... (2.7) Jika dilihat dari bagian antara permukaan atas pelat logam dan sisi luar evaporator maka jaringan hambatan thermal pipa kalor ditunjukkan pada gambar 2.15 Gambar 2.15 Jaringan hambatan thermal pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014)

22 26 Sehingga hambatan thermal total pipa kalor dapat dirumuskan seperti pada persamaan... (2.8) Batasan Kerja Pipa Kalor Batasan kerja pipa kalor adalah batasan dimana pipa kalor dapat beroperasi atau dapat berfungsi dalam mengangkut atau memindahkan kalor. Agar pipa kalor dapat beroperasi dengan kapilaritas yang maksimal, maka harus lebih besar daripada penurunan tekanan total di dalam pipa kalor tersebut. Batasan operasional dari sumbu kapiler pada pipa kalor dapat dilihat pada gambar 2.16 Grafik batas operasional untuk setipa sumbu kapiler yang berbeda tentunya akan memiliki nilai batasan operasional yang berbeda. Hal ini perlu diperhatikan agar pipa kalor tidak mengalami kekeringan atau tidak berfungsi dengan baik (Putra dan Septiadi, 2014). Gambar 2.16 Batasan operasional pipa kalor (Sumber : Putra dan Septiadi, 2014)

23 Air Air mineral merupakan pelarut universal dan paling dekat dengan kehidupan kehidupan kita. Oleh karena itu air dengan mudah meyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya didalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikro organisme. Jadi air mineral bukan air suling karena mengandung banyak mineral. Air suling adalah air hasil destilasi/penyulingan atau disebut air murni, karena air murni hampir tidak mengandung mineral. Tabel 2.8 Tekanan dan titik didih air murni (Sumber : ) Tekanan Titik Didih psi kpa bar ºF ºC 0,5 3,45 0,034 79,6 26,4 1 6,90 0, ,7 2 13,79 0, ,2 3 20,69 0, ,8 4 27,58 0, ,2 5 34,48 0, ,3 6 41,37 0, ,7 7 48,27 0, ,4 8 55,16 0, ,8 9 62,06 0, , ,95 0, , ,85 0, , ,74 0, , ,64 0, , ,53 0, ,7 14,69 101,3 1, ,4 1, ,3 1,

24 28 Gambar 2.17 Kurva tekanan dan titik didih air murni (Sumber : )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Adapun state of the art pada penelitian sudut peletakan pipa kalor adalah sebagai berikut. Beberapa penelitian tentang sudut peletakan pipa kalor telah dimulai

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR I Wayan Sugita Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Termal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau (Juni Oktober 2016). 3.2 Jenis

Lebih terperinci

Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi

Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi Nandy Putra Wayan Nata Septiadi PENERBIT UNIVERSITAS INDONESIA (UI-PRESS), 2014 Kata Pengantar i Perpustakaan Nasional RI Katalog Dalam Terbitan (KDT) Nandy

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN MANUFAKTUR

BAB III DESAIN DAN MANUFAKTUR BAB III DESAIN DAN MANUFAKTUR 3.1 KONSEP DESAIN Pada desain alat ini, digunakan temperatur cool box tanpa beban, sekitar 2-5 0 C sebagai acuan. Desain ini juga merupakan perbaikan dari desain sebelumnya.berdasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH SUDUT PELETAKAN PIPA KALOR BERTINGKAT TERHADAP KINERJA PIPA KALOR DALAM SISTEM PENDINGINAN CPU (CENTRAL PROCESSING UNIT) Oleh :

SKRIPSI PENGARUH SUDUT PELETAKAN PIPA KALOR BERTINGKAT TERHADAP KINERJA PIPA KALOR DALAM SISTEM PENDINGINAN CPU (CENTRAL PROCESSING UNIT) Oleh : SKRIPSI PENGARUH SUDUT PELETAKAN PIPA KALOR BERTINGKAT TERHADAP KINERJA PIPA KALOR DALAM SISTEM PENDINGINAN CPU (CENTRAL PROCESSING UNIT) Oleh : PUTU WARDANA NIM : 0804305055 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR Jurnal Sains dan Teknologi 14 (2), September 15: 51-57 PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR Utari Prayetno 1, Rahmat Iman Mainil 1 dan Azridjal Aziz

Lebih terperinci

PENGARUH LEBAR TAKIKAN PADA PROSES PENUTUPAN HEAT PIPE TERHADAP TEKANAN VAKUM HEAT PIPE

PENGARUH LEBAR TAKIKAN PADA PROSES PENUTUPAN HEAT PIPE TERHADAP TEKANAN VAKUM HEAT PIPE PENGARUH LEBAR TAKIKAN PADA PROSES PENUTUPAN HEAT PIPE TERHADAP TEKANAN VAKUM HEAT PIPE Oleh Dosen Pembimbing : Si Putu Ngurah Rai Hermawan : Dr. Wayan Nata Septiadi, ST.,MT. Ketut Astawa, ST.,MT. ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Pengukuran Fluks Kalor Prosessor dengan Metode Simulasi Fluks Kalor Plat Datar

Pengukuran Fluks Kalor Prosessor dengan Metode Simulasi Fluks Kalor Plat Datar Pengukuran Fluks Kalor Prosessor dengan Metode Simulasi Fluks Kalor Plat Datar Wayan Nata Septiadi, 1,2)*, Nandy Putra 1), Engkos K 1), Raldi Artono Koestoer 1) 1) Teknik Mesin, Universitas Udayana Kampus

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Radiator Radiator adalah alat penukar panas yang digunakan untuk memindahkan energi panas dari satu medium ke medium lainnya yang tujuannya untuk mendinginkan maupun memanaskan.radiator

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

E. Setio Dewo. Sistem Pendingin Udara.

E. Setio Dewo. Sistem Pendingin Udara. Teknologi Pendingin Prosesor E. Setio Dewo setio_dewo@sisfokampus.net Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KINERJA TERMAL PIPA KALOR BERTINGKAT DENGAN SINTERED POWDER WICK ABSTRAK

KARAKTERISTIK KINERJA TERMAL PIPA KALOR BERTINGKAT DENGAN SINTERED POWDER WICK ABSTRAK KARAKTERISTIK KINERJA TERMAL PIPA KALOR BERTINGKAT DENGAN SINTERED POWDER WICK Oleh Dosen Pembimbing : I Nyoman Swar Raditya Mahawyahrta : Dr. Wayan Nata Septiadi, ST.,MT. Ketut Astawa, ST.,MT. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan alahan yang diteliti, sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

= Perubahan temperatur yang terjadi [K] BAB II DASAR TEORI 2.1 KALOR Kalor adalah salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Florist Cabinet Florist cabinet merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses pendinginan bunga. Florist cabinet sangat beragam dalam ukuran dan konstruksi. Biasanya florist cabinet

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI Selama percobaan dilakukan beberapa modifikasi atau perbaikan dalam rangka usaha mendapatkan air kondensasi. Semenjak dari memperbaiki kebocoran sampai penggantian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Gambaran Umum Nira Siwalan atau Lontar Menurut Rismawati dan Nashrullah, 2012, Pohon lontar berasal dari India dan kemudian tersebar sampai Papua Nugini, Afrika, Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Proses pendinginan sangat diperlukan dalam dunia perindustrian. Terutama industri yang bergerak di bidang material logam. Untuk menghasilkan logam dengan kualitas baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menara Pendingin Menurut El. Wakil [11], menara pendingin didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI PANAS DARI KONDENSOR MESIN PENDINGIN

RANCANG BANGUN ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI PANAS DARI KONDENSOR MESIN PENDINGIN RANCANG BANGUN ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI PANAS DARI KONDENSOR MESIN PENDINGIN Muhammad Gilang Satria* Prodi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila* Abstrak Teknologi termoelektrik

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Panas atau kalor merupakan salah satu bentuk energi. Panas dapat berpindah dari suatu zat ke zat lain. Panas dapat berpndah melalui tiga cara yaitu : 2.1.1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Konsep Desain Konsep desain awal coolbox berbasis hybrid termoelektrik adalah pengembangan dari desain sebelumnya. Adalah menambahkan water cooling pada sisi panas elemen

Lebih terperinci

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN RINI YULIANINGSIH APA ITU PINDAH PANAS? Pindah panas adalah ilmu yang mempelajari transfer energi diantara benda yang disebabkan karena perbedaan suhu Termodinamika digunakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 Suroso, I Wayan Sukania, dan Ian Mariano Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Telp. (021) 5672548

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN 4.1 ANALISA SIMULASI 1 Turbin Boiler 2 Kondensor Air laut masuk Pompa 4 3 Throttling Process T 1 Air Uap Q in 4 W Turbin W Pompa 3 Q out 2 S Tangki Air Destilasi

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR Jotho *) ABSTRAK Perpindahan panas dapat berlangsung melalui salah satu dari tiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK Arda Rahardja Lukitobudi Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB III PERBAIKAN ALAT L e = Kapasitas kalor spesifik laten[j/kg] m = Massa zat [kg] [3] 2.7.3 Kalor Sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada penelitian ini landasan teori yang digunakan ialah mengenai cara kerja sistem pendingin lemari es dan teori mengenai heatsink. 2.1. Heatsink Heatsink merupakan material yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Kebutuhan Air Tawar Siklus PLTU membutuhkan air tawar sebagai bahan baku. Hal ini dikarenakan peralatan PLTU sangat rentan terhadap karat. Akan tetapi, semakin besar kapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

Kajian awal analisis kalor buang kondensor pendingin ruangan sebagai sumber energi listrik alternatif

Kajian awal analisis kalor buang kondensor pendingin ruangan sebagai sumber energi listrik alternatif Jurnal Energi dan Manufaktur Vol. 9 No. 2, Oktober 2016 (154-160) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jem ISSN: 2302-5255 (p) ISSN: 2541-5328 (e) Kajian awal analisis kalor buang kondensor pendingin ruangan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER 4.1 TUJUAN PENGUJIAN Tujuan dari pengujian Cigarette Smoke Filter ialah untuk mengetahui seberapa besar kinerja penyaringan yang dihasilkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar (SKU) pada adalah salah satu jenis mesin konversi energi, dimana sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses evaporasi telah dikenal sejak dahulu, yaitu untuk membuat garam dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi matahari dan angin. Evaporasi adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KOMPONEN MESIN

BAB IV ANALISA KOMPONEN MESIN 4. Pipa saluran dari Kondensor menuju Hand expansion valve Bagian ini dirancang sebagai saluran yang mengalirkan metanol dari Kondensor ke hand expansion valve pada saat proses kondensasi berlangsung.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pengeringan (drying) adalah pemisahan sejumlah air dari suatu benda atau objek yang didalamnya terdapat kandungan air, sehingga benda atau objek tersebut kandungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KINERJA PIPA KALOR MENGGUNAKAN STRUKTUR WICK SCREEN 100 MESH DENGAN FLUIDA KERJA AIR

KARAKTERISTIK KINERJA PIPA KALOR MENGGUNAKAN STRUKTUR WICK SCREEN 100 MESH DENGAN FLUIDA KERJA AIR KARAKTERISTIK KINERJA PIPA KALOR MENGGUNAKAN STRUKTUR WICK SCREEN 100 MESH DENGAN FLUIDA KERJA AIR Wandi Wahyudi 1, Rahmat Iman Mainil 1, Azridjal Aziz 1 dan Afdhal Kurniawan Mainil 2 1 Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC) BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC) Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA Disusun: SLAMET SURYADI NIM : D 200050181 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini akan dilakukan studi literatur dan pendalaman

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK TUNTAS 5 Siswa 5 40 TIDAK TUNTAS 6 Siswa 6 40 TIDAK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal ISSN ANALISA KONDUKTIVITAS TERMAL BAJA ST-37 DAN KUNINGAN

Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal ISSN ANALISA KONDUKTIVITAS TERMAL BAJA ST-37 DAN KUNINGAN Momentum, Vol. 9, No. 1, April 213, Hal. 13-17 ISSN 216-7395 ANALISA KONDUKTIVITAS TERMAL BAJA ST-37 DAN KUNINGAN Sucipto, Tabah Priangkoso *, Darmanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Wahid

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2016

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2016 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM KERJA PENDINGIN DAN PEMANAS THERMOELECTRIC DENGAN GENERATOR TENAGA SURYA PORTABLE Nama Disusun Oleh : : Deka Maulana N P M : 21412808 Jurusan

Lebih terperinci