KONSEP DAN ANALISIS JENDER. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konstruksi Gender dalam Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

PERSAMAAN GENDER DALAM PENGEMBANGAN DIRI. Oleh Marmawi 1

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

MAKALAH PENELITIAN PERSPEKTIF GENDER

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

1Konsep dan Teori Gender

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik. Berbagai jenis pekerjaan dijalani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kesetaraan merupakan penopang utama dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

Gender, Social Inclusion & Livelihood

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM. Jihan Abdullah *

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masih belum berakhir dan akan terus berlanjut. bekerja sebagai ibu rumah tangga dan diartikan sebagai kodrat dari Tuhan,

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

PENGANTAR ANALISIS GENDER DALAM PENELITIAN PERSPEKTIF PEREMPUAN DAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Pile Patiung, SE

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER. Erniati*

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

Transkripsi:

KONSEP DAN ANALISIS JENDER Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd Pengantar Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan. Hingga saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman budaya setempat. Terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki kontribusi yang kuat dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki atas perempuan. Bukan hanya itu, dalam banyak situasi hal ini mendorong digunakannya analisis gender dalam mencandra banyak persoalan yang menyangkut ketidakadilan sosial, terutama yang menimpa kaum perempuan. Gender, apa itu? dimana dia? Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan 1

tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat (Kantor Men. UPW, 1997). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan. Kerancuan dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek sosial budaya dan status, serta peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan pada akhirnya menumbuhsuburkan banyak asumsi yang memposisikan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki-perempuan ini muncul dalam anggapan, laki-laki memiliki sifat misalnya assertif, aktif, rasional, lebih kuat, dinamis, agresif, pencari nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang tekun. Sementara itu di lain sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif, emosional, lemah, statis, tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor domestik, tekun, dll. Berkembangnya peradaban mestinya menyadarkan banyak kalangan bahwa asumsi yang muncul dan selalu melekat pada perempuan tidak selamanya benar, demikian juga sebaliknya. Sebab, pada kenyataan empiris banyak ditemukan kasus yang membuktikan bahwa hal tersebut tidak selamanya berlaku linier. Namun dalam kenyataannya mempergunakan analisis gender dalam relasi hubungan laki-laki dan 2

perempuan kerap mengalami hambatan baik di kalangan laki-laki sendiri (terutama), juga di kalangan perempuan. Dalam analisisnya Fakih (1999) mencatat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penolakan penggunaan analasis tersebut. Pertama, mempertanyakan status perempauan identik dengan menggugat konsep-konsep yang telah mapan. Kedua, adanya kesalahpahaman tentang mengapa permasalahan kaum perempuan dipersoalkan? Ketiga, diskursus tentang relasi laki-laki perempuan pada dasarnya membahas hubungan kekuasaan yang sangat pribadi, yang melibatkan pribadi masing-masing serta menyangkut "hal-hal khusus" yang dinikmati oleh setiap individu. Bagi penulis, penolakan itu terjadi salah satunya juga disebabkan "main frame" budaya lebih mengedepankan peran laki-laki dibanding perempuan, sehingga sebenarnya penolakan itu terjadi dilakukan oleh institusi "abstrak" yang bernama budaya. Setidaknya kasus penelitian Kohlberg tentang tahapan pengembangan moral membuktikan analisis ini, bahwa pada banyak budaya --apapun-- posisi laki-laki lebih dikedepankan. Imanuel Kant tentang imperatifnya, yang menyatakan bahwa sulit dipercaya perempuan mampu menerima prinsip-prinsip imperatif (kategoris, hipotesis). Fenomena-fenomena tersebut lebih menyadarkan kita bahwa gender ternyata ada dalam konsep sosial masyarakat. Dalam paparannya Sugiah (1995) menyimpulkan bahwa di dalam masyarakat selalu ada mekanisme yang mendukung konstruksi sosial budaya jender. Beberapa kecenderungan di masyarakat dan keluarga yang menyebabkan terjadinya gender adalah pemposisian peran anak laki-laki dan anak perempuan yang berbeda, baik dalam status, peran yang melekat ataupun hak-hak 3

yang sebanarnya merupakan hak universal. (Kerap terjadi orang tua menyatakan anak laki-laki tidak boleh menangis, secara tidak sengaja hal ini mengisyaratkan bahwa anak perempuan boleh; anak perempuan harus bermain pasar-pasaran, boneka dan lain-lain permainan yang identik sebagai permainan perempuan, dan sebaliknya anak laki-laki dilarang melakukan hal serupa seperti anak perempuan). Selain itu dalam keluarga secara tidak sengaja juga dilakukan sosialisasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Anak perempuan membantu memasak, anak laki-laki membantu ayah mengerjakan pekerjaan ayah --tentunya juga mengerjakan pekerjaan yang identik laki-laki--. Proses pewarisan nilai ini pada akhirnya akan menjadikan anak terus memegang ajaran apa yang harus dilakukan oleh anak laki-laki dan apa yang tidak boleh dilakukannya, demikian juga untuk anak perempuan ada seperangkat aturan yang tidak boleh dilanggarnya karena budaya melarangnya, konsep ini belakang dikenal dengan ideologi peran gender (gender role ideology, Matsumoto, 1996). Mengatasi bias Gender Banyak lagi kasus-kasus di masyarakat yang mentengarai terjadinya gias gender, baik dalam situasi pendidikan, organisasi sosial, kemasyarakatan dan politik, struktur pelaku ekonomi, apresiasi pekerjaan. Hal yang sama juga terjadi dalam pendekatan pembangunan yang dilaksankan, yang jika dicandra secara cermat betapa perempuan kerap dalam posisi obyek penyerta pembangunan. Rasionalitas atas itu semua menjadikan maraknya dilakukan pendekatan perlunya melakukan posisi ulang atas perempuan dalam pembangunan. Gagasan itu marak untuk kalangan dunia ketiga, yang kemudian dikenal dengan istilah WID (Woment in development, perempuan dalam pembangunan) --konsep 4

WID marak tatkala pemerintah Amerika mengumumkan the percy amendment to the 1973 Assistance Act (Undang-undang bantuan luar negeri) tahun 1970-an yang secara tegas mencantumkan perempuan dalam program pembangunan internasional, pada akhirnya program-program tersebut mempengaruhi PBB, yang menjadikan tahun 1976-1985 sebagai International Decade of Women--. Pada awalnya WID menjadi "main program" di banyak negara berkembang --juga yang dilakukan di Indonesia-- yang memberi perhatian pada perempuan, dan tatkala model ini dimunculkan banyak kalangan yang menyakininya sebagai alternatif terbaik bagi penyertaan perempuan dalam proses pembangunan yang sedang berjalan. Namun belakangan muncul kritik atas metode ini, sebab pada kenyatannya metode ini justru melanggengkan dominasi laki-laki atas wamota di dunia ketiga melalui proses penjinakan (kooptasi/cooptation), dan pengekangan (regulasi/regulation). Pada akhirnya kritik-kritik ini melahirkan metode baru yang dikenal dengan GAD (Gender and Development, gender dan pembangunan). Ada beda antara WID, dan GAD, yang pada operasionalnya akan tetap terjadi pemisah ataupun pemersatu relasi laki-laki dan perempuan. Pada WID, digunakan untuk meningkatkan kemampuan perempuan agar memiliki kesejajaran dengan laki-laki melalui program khusus untuk perempuan, sehingga dalam aktivitasnya hanya menyertakan perempuan saja. Sementara itu, GAD adalah program pembangunan yang bersifat umum untuk lakilaki dan perempuan sehingga hasil-hasil pembangunan tidak berdampak negatif terhadap perempuan. Gender dalam Konsep Penelitian Adanya konsep gender yang kerap merugikan posisi kaum perempuan mendorong hadirnya analisi yang lebih sesuai dengan situasi tersebut. Analisis gender merupakan 5

analisis yang digunakan untuk menganalisis posisi, dan relasi perempuan laki-laki dalam masyarakat untuk mengidentifikasi potensi, dan kebutuhan spesifik mereka masing-masing. Adapun yang menjadi tugas utama analisis jender adalah memaknai, fenomena-fenomena yang terkait dengan relasi perempuan laki-laki dalam konsep budaya, serta implikasinya dalam aspek kehidupan lainnya. Dalam kasus penelitian berperspektif gender, maka analisis ini menduduki peran yang sangat strategis. Namun harus diingat, bahwa penelitian berprespektif gender bukan sekadar penelitian yang menjadikan wanita sebagai obyek penelitian (penelitian ini disebut penelitian kewanitaan, bukan berprespektif gender), tetapi yang menganalisis relasi antara laki-laki dan perempuan pada situasi sosial dan budaya yang ada. Dalam penelitian berperspektif gender, maka harus ditengarai oleh beberapa hal seperti: 1. Tujuan penelitian adalah mengangkat derajat perempuan dan memunculkan isu tentang perempuan. Lebih dari itu, penelitian dimaksudkan sebagai upaya mengubah konstruk budaya yang bias gender, sehingga secara langsung proses penelitian ditujukan bagi upaya penyadaran kedudukan dan status perempuan. 2. Penelitian dilakukan dalam konteks "gender sensitive","gender conscious","gender balance" dan meninggalkan paradima androsentrisme. Dengan begitu dalam konsep ini dikembangkan paradigma gender non-sexist yang mengakui keabsahan gagasan, pengalaman, kebutuhan dan kepentingan laki-laki dan perempuan secara seimbang. 3. Penelitian harus meninggalkan parameter yang bias laki-laki. 6

4. Penelitian bukan sekadar mengambil obyek di sekitar persoalan perempuan, tetapi menjadikan perempuan sebagai subyek otonom dan berguna bagi perempuan itu sendiri dalam upaya mengubah kondisinya saat ini. 5. Dalam penelitian tersebut perempuan hendaklah dipandang sebagai subyek yang memiliki unifikasi inividual dan holistik. Dengan begitu hendaklah perempuan diberi kesempatan untuk berbicara sendiri atas nama dirinya sendiri dan tentang dirinya. 6. Dalam pengumpulan data peneliti hendaklah melakukan pendekatan secara partisipatif dengan mengikuti aktivitas keseharian wanita, dalam upayanya melakukan penyadaran, penyetaraan dan pembebasan. Terkait dengan hal ini, proses wawancara dilakukan secara mendalam. Agar proses pengumpulan data membawa hasil baik dalam dilakukan proses participant observation, interview mandalam, studi etnografis, analisis dokumen, case study, oral history, experiential analysis. 7. Dalam kaitannya dengan point 6, maka relasi peneliti dan subyek peneliti tidak berjarak, dan melakukan intersubyektifitas sebagai upaya melakukan empati terhadap subyek yang diteliti. Dengan begitu dalam penelitiannya, peneliti tidak menempatkan dirinya secara hirarkis. 8. Menyadari bahwa perempuan sebagai individu yang unik, maka pendekatan penelitian tidak membatasi dalam satu lingkup kajian keilmuan sajat, sehingga peluang interdisipliner lebih menjadikan proses penelitian membawa hasil yang memuaskan bagi perempuan. 9. Orientasi penelitian sedapat mungkin pada pemecahan masalah perempuan, yang dilakukan oleh subyek penelitian itu sendiri. 7

10.Desain penelitian sedapat mungkin bersifat lentur (re-design), sehingga banyak fenomena yang dapat terungkap secara mendalam.(muhammad Idrus 17111199) Daftar Pustaka Echols, John. M. dan Hassan Shadily. 1976. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender & dan Tranformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kantor Menteri Negara UPW. 1997. Petunjuk Penyusunan Perencanaan Pembangunan Berwawasan Kemitrasejajaran dengan Pendekatan Jender. Jakarta: Kantor Men.UPW. Matsumoto, David. 1996. Culture and psychology. Pacific Grove: Brooks/Cole Publishing Company. Sugiah, Siti. 1995. Konsep Jender dalam Program Pembangunan Makalah Pelatihan Metodologi Studi Jender dan Pembangunan, IPB Bogor. 8