KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. Pemerintah akan dibawa dan berkarya agar tetap konsisten dan dapat eksis,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

VI. PERANCANGAN PROGRAM

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. simbol serta memaknai simbol-simbol yang digunakannya. Namun lambang

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. negara yang sentralistik, dimana segala bentuk keputusan dan kebijakan yang ada

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

KERJA SAMA DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan yang dilakukan oleh. tata cara dan aturan pokok yang telah ditetapkan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT

BAB III METODE KAJIAN

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015

Dpemerintahan terkecil dan

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN KECAMATAN RANCASARI

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA

SASARAN UTAMA PERENCANAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013 KECAMATAN RAMBATAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

Transkripsi:

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah bentuk kehidupan dalam masyarakat, organisasi atau lembaga pemerintahan nagari telah mengalami banyak perubahan, mulai dari perubahan status misalnya, nama, wilayah, hingga dalam bentuk perubahan volume kegiatan. Perubahan ini terutama disebabkan karena adanya perubahan peraturan atau kebijakan yang berasal dari pemerintahan supra nagari. Dari perspektif teori perubahan sosial, perubahan pemerintahan nagari ini merupakan perubahan yang disengaja atau perubahan yang direncanakan (planned change) oleh pihak-pihak yang berada di luar lembaga pemerintahan nagari tersebut dengan alasan-alasan tertentu. Alasan klasik yang biasanya sering digunakan oleh pihak luar tersebut (pemerintah supra nagari) adalah dengan menggunakan kata-kata pembangunan, apakah pembangunan nagari atau pembangunan masyarakat, yaitu sebuah alasan yang mudah dicerna dan diterima oleh banyak orang. Pemerintahan nagari sebagai unit pemerintahan paling bawah dan paling depan di jajaran pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Barat pada awalnya dikenal sangat otonom. Ia seakan-akan merupakan republik-republik kecil dengan mempunyai alat pemerintahan sendiri yang diatur menurut adat. Kegiatan pemerintahannya berjalan sangat baik dan demokratis. Para pemimpinnya ketika itu sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat. Akan tetapi, setelah kedatangan pemerintah kolonial Belanda yang disertai dengan intervensinya terhadap urusan dalam nagari, keadaan segera menjadi berubah. Di nagari misalnya terdapat dua bentuk kepemimpinan, yaitu; kepemimpinan asli yang dipilih atas musyawarah dan mufakat oleh masyarakat nagari yang bersangkutan dan kepemimpinan hasil bentukan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, pemerintahan nagari kembali diatur dengan berbagai peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berasal dari pemerintahan supra nagari, yang mencapai puncaknya dengan dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1979

62 tentang Pemerintahan Desa. Dengan diberlakukannya UU No.5 Tahun 1979 ini, maka terjadilah peralihan kedudukan dari pemerintahan nagari ke pemerintahan desa. Pemerintahan nagari kemudian bukan lagi merupakan pemerintahan terendah yang langsung di bawah Camat, tetapi yang dijadikan desa ketika itu adalah jorong atau kampung yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah nagari. Dengan dihapusnya pemerintahan nagari, pemerintah daerah kemudian mengeluarkan Perda No.13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Di dalam Perda ini disebutkan bahwa nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri. Wilayah nagari meliputi beberapa desa yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan yang ada sebelum berlakunya UU No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Fungsi nagari dilakukan dan dijalankan oleh sebuah lembaga yang dinamakan dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). KAN ini merupakan lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat. Hal-hal yang berhubungan dengan adat yang terdapat dalam beberapa desa dan/atau kelurahan yang termasuk dalam suatu wilayah nagari diurus dan dikelola oleh KAN nagari yang bersangkutan. Dengan demikian, meskipun pemerintahan nagari telah dihapus dan diganti dengan pemerintahan desa, namun roh nagari tetap hidup dengan dibentuknya KAN, yang memagari dan memayungi desa dan kelurahan di Provinsi Sumatera Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintahan desa sebagai pengganti pemerintahan nagari ternyata tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik. Kinerja pemerintahan desa dinilai kurang memuaskan dan jauh dari harapan. Masyarakat misalnya mengalami kesulitan berurusan dengan aparat pemerintahan desa karena jam kantor dan kehadiran aparatnya tidak teratur, administrasi pemerintahan

63 sering terbengkalai, dan pemerintahan desa dinilai kurang mampu menggerakkan potensi yang ada di nagari. Sejalan dengan bergulirnya arus reformasi dalam bidang pemerintahan dengan keluarnya UU No.22 Tahun 1999 (perubahannya UU No.32 Tahun 2004), yang di dalamnya juga memuat dimungkinkannya perubahan terhadap desa, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan berbagai pertimbangannya akhirnya mencanangkan untuk kembali ke nagari, yang ditandai dengan dikeluarkannya Perda No.9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Ketentuan pokok ini selanjutnya dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah kabupaten dalam rangka pengaturan perubahan pemerintahan desa ke pemerintahan nagari. Dalam Perda itu, antara lain disebutkan bahwa nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah Provinsi Sumatera Barat, yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah yang tertentu batas-batasnya, mempunyai harta kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya, dan memilih pimpinan pemerintahannya. Pemerintahan nagari adalah satuan pemerintahan otonom berdasarkan asal usul di nagari dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat yang berada dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, jorong atau kampung yang tadinya menjadi unit pemerintahan tersendiri, dan dengan kembali ke nagari, dengan sendirinya ia kembali menjadi bagian dari wilayah nagari. Sebagai bentuk pemerintahan yang baru, pengganti dari pemerintahan desa, tentunya orang berharap banyak terhadap pemerintahan nagari, terutama dalam fungsinya membantu masyarakat mencapai pelbagai kebutuhannya guna peningkatan taraf hidup dan kesejahteraannya. Namun, seperti telah diuraikan di atas, bahwa perubahan dan pergantian dari bentuk pemerintahan yang satu ke bentuk pemerintahan yang lainnya tidak selalu membawa hasil yang lebih baik atau hasil yang lebih memuaskan. Pada pemerintahan desa misalnya, kinerja pemerintahannya dinilai kurang memuaskan. Oleh karena itu, revitalisasi pemerintahan nagari dewasa ini ke arah

64 peningkatan mutu pelayanannya kepada masyarakat akan menjadi sangat penting artinya. Mutu pelayanan (quality of service) selalu diharapkan dan didambakan oleh setiap orang. Mutu pelayanan sebuah pemerintahan dapat diartikan sebagai sifat-sifat pelayanan yang dihasilkan oleh pemerintahan tersebut, yang dapat menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan masyarakat pelanggannya. Makin sesuai suatu pelayanan dipersepsikan oleh masyarakat pelanggannya akan makin baik mutu pelayanan tersebut. Sebaliknya, makin tidak sesuai pelayanan dipersepsikan oleh masyarakat pelanggannya akan makin berkurang mutu pelayanan tersebut. Sementara itu, mutu pelayanan pemerintah seringkali pula membentuk image masyarakat terhadap pemerintah yang bersangkutan. Banyak image negatif yang terbentuk yang muncul karena ketidak-puasan masyarakat dengan pelayanan yang diberikan pemerintah. Oleh karena itu,adalah tepat bila mutu pelayanan dijadikan indikator penilaian kinerja pemerintah (Yudoyono, 2001). Mutu pelayanan suatu pemerintahan dapat diketahui dengan mengukur tingkat kepuasan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang diterimanya dari aparatur pemerintahan tersebut. Dalam penelitian ini, mutu pelayanan pemerintahan nagari sebagai peubah tidak bebas (dependent variable) diperoleh dengan mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan umum, pelayanan penyelesaian perselisihan (konflik), pelayanan pembinaan ekonomi, pelayanan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban, pelayanan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pelestarian adat-istiadat. Mutu pelayanan atau tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan nagari ditentukan pula oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat pada masyarakat itu sendiri (masyarakat pelanggan), faktor yang terdapat pada organisasi atau lembaga pemerintahan, peraturan atau kebijakan pemerintahan supra nagari, maupun yang berkaitan dengan faktor adat.

65 Mengacu pada kajian pustaka terdahulu, kebutuhan masyarakat merupakan salah satu faktor atau peubah yang dapat berpengaruh atau berhubungan dengan mutu pelayanan pemerintahan nagari. Kebutuhan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan atas; kebutuhan untuk meningkatkan ekonomi, kebutuhan akan rasa aman dan tentram, kebutuhan sosial, dan kebutuhan untuk menyalurkan aspirasi serta mewujudkan diri. Selain kebutuhan di atas, faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan pemerintahan nagari adalah; pendidikan, sikap seseorang terhadap ketentuan-ketentuan pokok tentang pemerintahan nagari, frekuensi seseorang berhubungan dengan kebudayaan atau masyarakat lain (kekosmopolitanan), dan sistem nilai atau orientasi nilai budaya yang dimiliki masyarakat. Orientasi nilai budaya meliputi; masalah mengenai hakekat hidup, hakekat karya, hekekat waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Dengan demikian, karakteristik masyarakat sebagai peubah bebas (independent variable) yang diidentifikasi dalam penelitian ini dalam kaitannya dengan mutu pelayanan pemerintahan nagari meliputi; kebutuhan, pendidikan, sikap, kekosmopolitanan, dan sistem nilai budaya. Mutu produk sebuah organisasi atau lembaga, baik berupa barang maupun jasa, ditentukan pula oleh mutu organisasinya. Makin bermutu suatu organisasi akan makin bermutu pula barang atau jasa yang dihasilkannya. Sebaliknya, makin kurang bermutu organisasi akan kurang bermutu pula barang atau jasa yang dihasilkannya. Oleh karena itu, mutu organisasi atau unsur-unsur lembaga pemerintahan nagari sebagai independent variable perlu pula dikaji dalam kaitannya dengan upaya peningkatan mutu pelayanan pemerintahan nagari tersebut. Berdasarkan kajian pustaka, unsur-unsur lembaga pemerintahan nagari yang dipilih untuk diidentifikasi dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanannya kepada masyarakat adalah; individu aparatur pemerintahan nagari, tujuan lembaga, struktur, proses-proses yang berfungsi dalam organisasi, serta teknonologi/sarana yang terdapat di lembaga pemerintahan nagari tersebut. Individu aparatur pemerintahan nagari

66 meliputi; tingkat pendidikan, umur, kekosmopolitanan, pengalaman di pemerintahan sebelumnya, insentif, kemandirian, keinovatifan, persepsi terhadap tugas, motivasi, sikap mental, dedikasi, dan sifat-sifat kepelayanan yang dimiliki aparat pemerintahan yang bersangkutan. Dengan demikian, alur berfikir yang dijadikan sebagai dasar dalam mengkaji revitalisasi pemerintahan nagari ke arah peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat secara skematis disajikan pada Gambar 3. Dalam Gambar 3, proses revitalisasi pemerintahan nagari diawali dan dilakukan dengan menggunakan data tentang mutu kinerja pemerintahan serta faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu kinerja pemerintahan tersebut, baik di pemerintahan nagari dewasa ini maupun pada pemerintahan sebelumnya. Outputs dari proses revitalisasi ini diharapkan kinerja pelayanan pemerintahan nagari akan lebih meningkat.

Kebijakan pemerintahan supra nagari dan kebijakan masyarakat lokal (adat) tentang Pemerintahan Nagari/Desa Unsur -unsur lembaga pemerintahan nagari: 1. Individu aparat pemerintahan (X6): Pendidikan (X6.1); Umur (X6.2); Kekosmopolitan (X6.3); Pengalaman (X6.4); Insentif (X6.5); Kemandirian (X6.6); Keinovatifan (X6.7); Persepsi terhadap tugas (X6.8); Motivasi (X6.9); Sikap mental (X6.10); Dedikasi (X6.11); Sifat-sifat kepelayanan (X6.12); 2. Tujuan (X7); 3.Struktur (X8): Jumlah anggota (X8.1); Struktur peranan/tugas (X8.2); Jarak psikologis (X8.3); 4. Proses (X9): Hubungan antar peranan (X9.1); Komunikasi (X9.2); Pengendalian/pengawasan (X9.3); Koordinasi (X9.4); Pembinaan/supervisi (X9.5); 5. Teknologi/sarana (X10) Pemerintahan Nagari sebelum Pemerintahan Desa Pemerintahan Desa Pemerintahan Nagari dewasa ini PROSES REVITALISASI PEMERINTAHAN NAGARI Meningkatnya Mutu Layanan Pemerintahan Nagari Kinerja Masyarakat Nagari sebelum Pemerintahan Desa Mutu kinerja Kinerja Masyarakat Desa Mutu kinerja Kinerja Masyarakat Nagari dewasa ini Mutu kinerja pelayanan (Y): Pelayanan umum (Y1); Pelayanan penyelesaian perselisihan (Y2); Pelayanan pembinaan ekonomi (Y3); Pelayanan pemeliharaan ketentraman/ketertiban (Y4); Pelayanan penyaluran aspirasi (Y5); Pelayanan pelestarian adat-istiadat (Y6) Karakteristik masyarakat pelanggan: 1 Kebutuhan (X1): Kebutuhan peningkatan ekonomi (X1.1); Kebutuhan rasa aman (X1.2); Kebutuhan sosial (X1.3); Kebutuhan menyalurkan aspirasi (X1.4) 2. Sikap terhadap kebijakan tentang pemerintahan nagari (X2) 3.Sistem nilai budaya (X3) 4.Pendidikan (X4) 5. Kekosmopolitanan(X5) Keterangan: = faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu kinerja Gambar 3 Alur Berfikir Kajian Revitalisasi Pemerintahan Nagari 67

Inputs Process Outputs Outcome Peubah: 1. Adat 2. Kebijakan pemerintahan supra nagari/desa 3. Kinerja pemerintahan 4. Karakteristik masyarakat pelanggan 5. Unsur-unsur lembaga pemerintahan nagari (SDM lembaga, tujuan, struktur, proses, teknologi dan sarana, serta insentif) PENELITI AN DAN TEMUAN Pemerintahan Nagari sebelum Pemerintahan Desa: Status sosial pemimpin menurut adat, rendahnya tingkat pendidikan aparat, umur muda, insentif kurang memadai, struktur organisasi pemerintahan terlalu ideal (rumit), dan kurangnya pembinaan dari pemerintahan supra nagari berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan nagari. Pemerintahan Desa: Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan desa al. adalah; pemerintahan desa kurang mendapat dukungan dari masyarakat karena yang dijadikan desa adalah bagian dari wilayah nagari, kehadiran aparat di kantor tidak teratur, insentif rendah, tingkat pendidikan aparat rendah, dan motivasi rendah. Pemerintahan Nagari dewasa ini: Tingkat kebutuhan ekonomi responden masyarakat, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, dan tingkat kebutuhan untuk menyalurkan aspirasi relatif tinggi. Pendidikan dan orientasi nilai budaya relatif baik. Sikap terhadap ketentuan pokok ttg pemerintahan nagari tergolong sedang dan tingkat kekosmopolitanan rendah. Karakteristik masyarakat tsb berhubungan signifikan terhadap sejumlah sub-mutu layanan pemerintahan nagari. Sebagian besar responden menilai bahwa mutu layanan pemerintahan agak baik. Tingkat pendidikan aparat pemerintahan, keinovatifan, persepsi terhadap tugas, motivasi, sikap mental, dedikasi, sifat kepelayanan, kerelevanan tujuan lembaga dengan tujuan pribadi, dan struktur organisasi relatif baik. Peubah pengalaman, dedikasi, sifat kepelayanan, struktur, proses-proses yang berfungsi dalam organisasi, serta teknologi dan sarana berhubungan signifikan terhadap sejumlah mutu dan sub-mutu layanan pemerintahan nagari.. Formulasi dan implementasi strategi KINERJA PELAYANAN PEMERINTAHAN NAGARI LEBIH MENINGKAT Umpan balik MASYARAKAT NAGARI PUAS TERHADAP LAYANAN PEMERINTAHAN NAGARI Gambar 9. Model Peningkatan Mutu Layanan Pemerintahan Nagari

Lampiran: 1 Matriks Analisis SWOT Pengembangan Alternatif Strategi Faktor Internal Lembaga Pemerintahan Nagari Faktor Eksternal Lembaga Pemerintahan Kekuatan (strengths): 1. Landasan hukum pemerintahan nagari jelas. Nagari tertentu batas -batasnya, memp unyai harta kekayaan sendiri, berhak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, dan memilih pimpinan sendiri; 2. Pemerintahan nagari telah memiliki bangunan kantor tetap; 3. Tersedia Dana Alokasi Umun Nagari (DAUN) dari APBD kabupaten serta pendapatan asli lainnya; 4. Aparatur pemerintahan nagari cukup adaptif dan fleksibel dalam melayani masyarakat; 5. Tingkat pendidikan aparatur pemerintahan nagari, pengalaman dipemerintahan sebelumnya, tingkat keinovatifan, persepsi terhadap tugas dan peranan, relevansi dorongannya memasuki lembaga pemerintahan nagari dengan tujuan/fungsi lembaga tsb, sikap mental terhadap tugas dan peranannya, dedikasi, dan sifat-sifat kepelayanan yang dimilikinya relatif cukup baik; 6. Ttingkat kekonsistenan tujuan pribadi aparat dengan tujuan lembaga relatif cukup baik; 7. Struktur organisasi pemerintahan nagari menurut penilaian aparat relatif cukup baik; 8. Kehadiran aparat di kantor sudah teratur; 9. Sebanyak 67,8 persen dari masyarakat yang pernah berurusan dengan pemerintahan nagari Kelemahan (weaknesses): 1. Tingkat kekosmopolitan dan tingkat kemandirian bekerja aparat relatif sedang;; 2. Insentif yang diterima aparat belum relatif kecil; 3. Teknologi dan sarana pemerintahan nagari belum memadai; 4. Proses-proses yang berfungsi dalam organisasi tergolong cukup; 5. Pendapatan dan penerimaan nagari kurang mencukupi; 6. Hubungan kemitraan dan kerjasama antara eksekutif dan legislatif di sejumlah nagari belum harmonis masih diwarnai egoisme lembaga; 7. Penerimaan nagari dari APBD masih terbatas; 8. Administrasi perkantoran dan keuangan (terutama berupa pendapatan asli) belum memadai; 9. Nagari belum mempunyai program kerja yang jelas dan rinci; 10. Hanya 7,8 persen dari total responden yang menyatakan puas terhadap pelayanan pemerintah nagari. 249

menyatakan agak puas terhadap pelayanan pemerintahan. Peluang (opportunities): 1. Tingkat pendidikan masyarakat pelanggan, dukungannya terhadap pemerintahan nagari, dan orientasi nilai budaya yang dimiliki relatif cukup baik; 2. Dukungan perantau terhadap keberadaan pemerintahan nagari relatif cukup baik; 3. Adanya subsidi dari pemerintahan supra nagari; 4. Adanya kewajiban pemerintahan supra nagari untuk memberdayakan pemerintahan nagari; 5. Terdapatnya lembaga adat dan lembaga sosial lainnya di nagari; 6. Nagari memiliki harta kekayaan (SDA) yang memungkinkan untuk bisa dimanfaatkan; 7. Terdapatnya organisasi pemerintah dan nonpemerintah (LSM) yang memproduksi barang atau jasa yang sudah mendapatkan lisensi atau standar kualitas. Ancaman (threats): 1. Jumlah subsidi dari APBD terbatas; 2. Sumbangan pihak lain (selain dari pemerintah supra nagari) belum terlaksana; 3. Masih ada citra negatif terhadap nagari yang berkembang di kalangan masyarakat; 4. Masih ada egoisme desa/egoisme jorong dalam pembangunan nagari; 5. Kebutuhan masyarakat makin beragam dan makin meningkat Strategi SO: Miningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nagari (S 4, 5, 6, 7, 8: O 1, 5); Dapat terselenggaranya kepemerintahan yang baik (good governance) di nagari (S 1, 3, 4, 5, 6, 7: O 2, 3, 4, 7). Strategi ST: Mengoptimalkan potensi yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan (S 3, 4, 5, 6, 7:T 1, 2) ; Mensosialisasikan tentang kehidupan bernagari kepada masyarakat secara kontinu (S 1, 3, 4, 5: T 3, 4); Memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhannya (S 2, 4, 5, 8: T 5). Strategi WO: Meningkatkan profesionalisme dan kemampuan aparatur pemerintahan nagari dalam pelayanan publik yang berfokus pada pelanggan (W 1, 4, 6, 10: O 4, 7); Pengadaan dan penambahan sarana dan prasarana untuk mewujudkan pelayan prima (excellent service) (W 3, 5, 8: O 2, 3, 4, 6); Mengembangkan jaringan dan kerjasama dengan perantau dan lembaga lain untuk membangun SDM dan memanfaatkan SDA nagari (W 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9: O 2, 5, 6) ; Mengusahakan untuk memperbaiki reward system aparatur pemerintahan nagari (W 2, 5, 7: O 2, 3, 6); Meningkatkan peran serta lembaga adat dan lembaga sosial lainnya yang ada di nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari yang lebih baik (W 6, 10: O 5). Strategi WT: Pengalihan asset desa ke nagari (W 3, 5, 7: T 1, 2); Memelihara dan mempertahankan kinerja pelayanan yang sudah diraih (W 1, 2, 3, 4: T 3, 4). 250

68 Hipotesis Hipotesis umum penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Mutu kinerja pelayanan pemerintahan nagari diduga dipengaruhi oleh faktor kebijakan masyarakat lokal tentang pemerintahan ( faktor adat), faktor kebijakan pemerintahan supra nagari, karakteristik masyarakat pelanggan, dan unsurunsur yang terdapat pada lembaga pemerintahan nagari yang bersangkutan. Hipotesis penelitian di atas dirinci sebagai berikut: 1. Karakteristik masyarakat, yang terdiri dari; kebutuhan, pendidikan, sikap terhadap kebijakan atau ketentuan-ketentuan pokok tentang pemerintahan nagari, sistem nilai budaya, dan tingkat kekosmopolitanan berhubungan nyata dengan mutu layanan pemerintahan nagari. 2. Terdapat perbedaan yang nyata mutu kinerja pelayanan pemerintahan nagari berdasarkan perbedaan nagari dan kabupaten. 3. Terdapat hubungan yang nyata unsur-unsur lembaga pemerintahan nagari (pendidikan aparat pemerintahan, umur, kosmopolitanan, pengalaman, insentif, kemandirian, keinovatifan, persepsi terhadap tugas, motivasi, sikap mental, dedikasi, sifat-sifat kepelayanan, dan yang berkaitan dengan tujuan, struktur, proses, serta teknologi/sarana) terhadap mutu layanan pemerintahan nagari.