BAGIAN KESATU PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

BAGIAN KEEMPAT PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPORAN GN RHL/GERHAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pasal 11 Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai uraian tugas : a. menyiapkan bahan program kerja perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

NOMOR 7 TAHUN 2017 TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERIKANAN

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KABUPATEN BLITAR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2011

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

Transkripsi:

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 2004 BAGIAN KESATU PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) melalui GN RHL/Gerhan yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi merupakan upaya yang sangat strategis bagi kepentingan nasional, sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai gerakan berskala nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Guna terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi yang optimal dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan diperlukan kelembagaan yang mantap. Disamping itu dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan diharapkan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara nyata. Sehingga perlu penguatan kelembagaan masyarakat melalui pendampingan kepada kelompok tani. Untuk itu dipandang perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan GN RHL/Gerhan. B. Tujuan Pengembangan Kelembagaan GN RHL/Gerhan bertujuan untuk memberdayakan berbagai pihak (Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat) yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan GN RHL/Gerhan demi terciptanya pranata sosial (sistem perilaku) yang berlaku dalam kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik dan berkelanjutan melalui pelaksanaan, pengembangan dan atau pemanfaatan hasil-hasil dan dampak dari kegiatan GN RHL/Gerhan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. I-1

C. Pengertian 1. Kelembagaan atau pranata sosial merupakan sistem perilaku dan hubungan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, yang meliputi tiga komponen (a) organisasi atau wadah dari suatu kelembagaan, (b) fungsi dari kelembagaan dalam masyarakat, dan (c) perangkat peraturan yang ditetapkan oleh sistem kelembagaan dimaksud. Kelembagaan sebagai institusi atau organisasi yang melakukan pengendalian sumberdaya, selalu berkaitan dengan aspek (a) kepemilikan (property right), (b) batas-batas kewenangan (jurisdiction boundaries), dan (c) keterwakilan (rule of representative). 2. Pengembangan kelembagaan merupakan suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan menuju ke arah yang lebih baik dalam rangka menjalankan pranata sosial (sistem perilaku) untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. 3. Pendamping adalah seseorang atau sekelompok orang dalam wadah organisasi atau instansi yang terkait dengan pendampingan serta bergerak di bidang kehutanan dan melakukan pendampingan di tengahtengah masyarakat. 4. Pendampingan adalah proses belajar bersama dalam mengembangkan hubungan kesejajaran, hubungan pertemanan atau persahabatan, antara dua subyek yang dialogis untuk menempuh jalan musyawarah dalam memahami dan memecahkan masalah, sebagai suatu strategi mengembangkan partisipasi masyarakat menuju kemandirian. 5. Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan berkeinginan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggota dan masyarakat. 6. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui (a) penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, (b) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan (c) melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat untuk memperkuat daya saing. 7. Fasilitasi adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan sesuai dengan batas-batas kewenangannya serta pihak lain (BUMN, BUMD, BUMS, LSM, Koperasi) dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, antara lain melalui pengakuan status legalitas, penguatan kelembagaan, bantuan permodalan, bimbingan teknologi, bimbingan produksi, pendidikan dan pelatihan, bimbingan pasca panen, dan akses pemasaran. 8. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah suatu lembaga non pemerintah yang mandiri dan mempunyai tujuan nyata membantu dan I-2

bermitra dengan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam secara lestari D. Sasaran Sasaran pengembangan kelembagaan adalah semua institusi yang terkait dengan penyelenggaraan GN RHL/Gerhan agar tercipta suatu kondisi yang kondusif diantara para pihak yang terlibat dalam rangka penetapan kebijakan, pembagian peran, koordinasi, pembinaan, pengendalian, pengawasan, pendampingan, bimbingan, pelatihan, penyuluhan, penyediaan informasi, sosialisasi, bantuan permodalan, dan atau pemberian insentif lainnya. E. Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan GN RHL/Gerhan memuat tentang kelembagaan GN RHL/Gerhan Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota dan masyarakat serta pendampingan GN RHL/Gerhan. I-3

BAB II KELEMBAGAAN GN RHL/GERHAN A. NASIONAL 1. Kelompok Kerja Sektor Pencegahan Lingkungan Hidup dan Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordnator Bidang Politik dan Keamanan No : 09/KEP/MENKO/ KESRA/III/2003, No : KEP.16/M.EKON/03/2003 dan No : KEP.08/MENKO/ POLKAM/III/2003 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN) telah ditetapkan 2 (dua) Kelompok Kerja (Pokja) yaitu : a. Sektor Pencegahan Lingkungan Hidup 1) Menteri Negara Lingkungan Hidup (Ketua) 2) Menteri Kehakiman dan HAM 3) Kepala Kepolisian RI b. Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi 1) Menteri kehutanan (Ketua) 2) Menteri Pertanian 3) Menteri Dalam Negeri 4) Menteri pendidikan Nasional 5) Menteri Riset dan Teknologi 6) Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah 7) Menteri Keuangan 8) Panglima Tentara Nasional Indonesia Kewenangan Kementerian/Departemen/Non Departemen/Lembaga berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai dengan tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan. Tugas Kelompok Kerja (Pokja) Sektor Penanaman Hutan Dan Rehabilitasi adalah menetapkan kebijakan nasional penyelenggaraan GN RHL/Gerhan tentang : a. Kelayakan program GN RHL/Gerhan sebagai program yang sangat mendesak b. Penyediaan anggaran dalam pendanaan GN RHL/Gerhan c. Mendorong kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan GN RHL/ Gerhan Departemen Keuangan sebagai anggota Kelompok Kerja Penanaman Hutan dan Rehabilitasi berperan dalam penyusunan dan pengesahan anggaran GN RHL/Gerhan. Selanjutnya melalui Kantor Wilayah Ditjen Anggaran dan KPKN (instansi vertikal di daerah) memberikan pelayanan dalam penyaluran anggaran kepada SATKER di daerah. I-4

Disamping itu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) melalui Komisi III khususnya Panitia Kerja Anggaran, berperan dalam persetujuan anggaran penyelenggaraan GN RHL/Gerhan. Dalam penetapan kebijakan program GN RHL/Gerhan, pemerintah didukung dan memperhatikan masukan dari pihak lain diantaranya lembaga donor, LSM dan komponen masyarakat lainnya. 2. Tim Pengendali Tingkat Pusat Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 14/Kep/Menko/Kesra/II/2003, dibentuk Sekretariat Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional yang sekaligus berfungsi sebagai Tim Pengendali Pusat dengan anggota terdiri dari pejabat eselon I dari Kementerian/Departemen/Non Departemen/Lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan. Kewenangan Tim Pengendali Tingkat Pusat adalah membantu TKPLRRN dalam mengendalikan penyelenggaraan GN RHL/Gerhan agar tercapai keberhasilan. Dalam melaksanakan tugasnya setiap anggota Tim Pengendali Pusat bertanggungjawab berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing. Tugas Tim Pengendali Tingkat Pusat adalah melakukan koordinasi, menyelenggarakan kesekretariatan, menyiapkan bahan kebijakan bagi TKPLRRN, membina Tim Pengendali Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, memantau dan mengevaluasi serta melaporkan hasil pengendalian penyelenggraan GN RHL/Gerhan kepada TKPLRRN. 3. Departemen Kehutanan Menteri Kehutanan sebagai Ketua Kelompok Kerja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi sekaligus Penanggungjawab Program GN RHL/Gerhan, dengan tugas menyiapkan perencanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan serta sebagai koordinator dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan. Dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dibantu oleh Pembina Penyelenggara GN RHL/Gerhan yang terdiri dari Eselon I dan Tenaga Ahli Menteri Kehutanan, dimana Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) ditunjuk sebagai koordinator. Pembina penyelenggara tersebut mempunyai tugas : I-5

B. Propinsi a. Membina penyelenggaraan GN RHL/Gerhan di wilayah Propinsi pada setiap Kabupaten/Kota di wilayah binaan. b. Mengkoordinasikan dengan instansi atau pihak-pihak terkait dalam penyelesaian masalah-masalah yang timbul dalam rangka pelaksanaan GN RHL/Gerhan c. Menyampaikan laporan kepada Menteri Kehutanan tentang pelaksanaan GN RHL/Gerhan. Dalam operasional sehari-hari Direktorat Jenderal RLPS membentuk Sekretariat GN RHL/Gerhan yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil Eselon I lingkup Departemen Kehutanan. Tim Pengendali Gubernur bertindak sebagai ketua dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan diwilayahnya, dibantu oleh Tim Pengendali Tingkat Propinsi yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur anggotanya terdiri dari unsur-unsur : - Kehutanan (Dinas yang mengurusi Kehutanan dan UPT Departemen Kehutanan) - Kanwil Ditjen Anggaran - Lingkungan Hidup - Pertanian - Kimpraswil - Pendidikan - Pertanahan - Perguruan Tinggi - Tentara Nasional Indonesia (TNI) - Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) - Kejaksaan Tinggi - Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi terkait lainnya. Tugas Tim Pengendali adalah melakukan koordinasi, mendorong partisipasi, pembinaan, pemantauan dan evaluasi serta melaporkan hasil pengendalian penyelenggaraan GN RHL/Gerhan di wilayahnya. Dalam operasional seharihari Tim Pengendali dapat dibantu oleh Sekretariat. Dalam melaksanakan tugasnya setiap anggota Tim Pengendali bertanggungjawab berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. I-6

Hasil kerja pelaksanaan tugas Tim Pengendali antara lain : 1. Terbitnya SK Tim Pengendali oleh Gubernur 2. Terlaksananya penyebarluasan informasi GN RHL/Gerhan melalui pencanangan ataupun pemberitaan di media cetak dan elektronik 3. Terselenggaranya rapat koordinasi 4. Terbitnya pedoman/petunjuk pelaksanaan secara spesifik wilayah 5. Terlaksananya koordinasi pelaksanaan pembekalan pendamping 6. Terlaksananya pemantauan dan bimbingan teknis ke lapangan 7. Terlaksananya penilaian kinerja yang pelaksanaannya dapat dibantu oleh Perguruan Tinggi 8. Tersusunnya pelaporan kegiatan, semesteran dan tahunan ke pusat. C. Kabupaten/Kota 1. Tim Pembina Bupati/Walikota bertindak sebagai ketua dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan di lapangan yang dibantu oleh Tim Pembina GN RHL/Gerhan Kabupaten/Kota. Tim Pembina GN RHL/Gerhan yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur : - Dinas Teknis yang mengurusi Kehutanan - Instansi terkait lainnya - KODIM - POLRES - Kejaksaan Negeri - Lembaga Swadaya Masyarakat terkait Tugas Tim Pembina adalah melaksanakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, bimbingan teknis, pelaksanaan kegiatan fisik lapangan, pengawasan dan pengendalian serta melaporkan hasil penyelenggaraan GN RHL/Gerhan diwilayahnya. Dalam operasional sehari-hari Tim Pelaksana dapat dibantu oleh Sekretariat. Khususnya untuk KODIM berperan dalam menggerakkan masyarakat melalui kepeloporan TNI, POLRES berperan dalam pengamanan lokasi dan hasil-hasil kegiatan GN RHL/Gerhan, sedangkan Kejaksaan Negeri terkait dengan penyuluhan hukum. Hasil kerja pelaksanaan tugas Tim Pembina adalah : a. Terbitnya SK Tim Pembina Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota b. Tersebarluasnya informasi GN RHL/Gerhan melalui pencanangan ataupun pemberitaan melalui media cetak dan elektronik c. Terselenggaranya rapat koordinasi I-7

d. Tersusunnya petunjuk teknis/manual kegiatan secara spesifik wilayah e. Terlaksananya pemantauan dan bimbingan teknis ke lapangan f. Terlaksananya pengawasan dan pengendalian program GN RHL/Gerhan diwilayahnya. g. Tersusunnya laporan kegiatan semesteran dan tahunan program Gerhan di wilayahnya ke Pusat 2. Kepeloporan TNI Guna terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi yang optimal dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan utamanya dalam menggerakkan peranserta masyarakat dan swasta diperlukan dukungan kepeloporan TNI di lapangan. Kegiatan Kepeloporan TNI dalam menggerakkan peranserta masyarakat meliputi perencanaan, persiapan dan pelaksanaan dengan hasil kerja sebagai berikut : a. Tersusunnya rencana kerja kepeloporan TNI b. Terbentuknya organisasi serta penyiapan petunjuk teknis pelaksanaan kepeloporan TNI. c. Terlaksananya penyuluhan kepada masyarakat yang akan dilibatkan dalam penanaman d. Dalam kondisi khusus dapat melakukan penanaman di kawasan hutan yang terisolir (sulit tenaga kerja, rawan konflik) e. Tersusunnya laporan pelaksanaan kepeloporan TNI D. Masyarakat 1. Kelompok Tani Perbedaan yang sangat mendasar program GN RHL/Gerhan dengan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebelumnya, bahwa dalam pelaksanaan program GN RHL/Gerhan saat ini disamping kegiatan fisik dilakukan pula penguatan kelembagaan masyarakat (kelompok tani). Kelompok tani bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan hutan rakyat, pembuatan bangunan konservasi tanah dan rehabilitasi hutan mangrove di lahan miliknya, disamping itu bekerjasama dengan Dinas yang mengurusi kehutanan dalam pelaksanaan reboisasi, rehabilitasi hutan mangrove di kawasan hutan, penanaman turus jalan dan penghijauan kota. Keterlibatan kelompok tani mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengamanan hasil kegiatan. Hasil kerja kegiatan kelompok tani adalah : a. Terbentuknya kelompok yang dilengkapi dengan susunan pengurus serta kelengkapan administrasi kelompok. b. Tersusunnya Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). c. Tersusunnya kesepakatan kelompok dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan I-8

d. Terlaksananya pengelolaan dana kegiatan GN RHL/Gerhan dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS). e. Terlaksananya penyiapan lahan meliputi: pemasangan batas lahan, pembersihan dan pengolahan lahan f. Terlaksananya distribusi bibit dan sarana produksi sesuai ketentuan g. Terlaksananya penanaman dan pembuatan bangunan konservasi tanah berdasarkan rancangan teknis kegiatan. h. Terbentuknya jaringan kerja kemitraan antara kelompok dengan pemerintah, swasta dan pihak terkait lainnya, dalam penyediaan sarana produksi, alih teknologi dan penguatan permodalan 2. Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok tani diperlukan fasilitasi/ pendampingan diantaranya oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sebagai lembaga non pemerintah yang mandiri dan mempunyai tujuan nyata membantu dan bermitra dengan pemerintah maupun masyarakat. Dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan, LSM berperan sebagai pendamping masyarakat guna pengembangan kelembagaan kelompok dan kelembagaan usaha, sehingga program GN RHL/Gerhan dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. 3. BUMN, BUMS dan Koperasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta(BUMS) dan Koperasi merupakan pelaku ekonomi yang diharapkan ikut berperan dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan program GN RHL/Gerhan. BUMN/BUMS/Koperasi diharapkan dapat menjalin hubungan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dengan kelompok tani, pemerintah dan pemerintah daerah, sehingga terbentuk hubungan kerjasama jangka panjang, saling membangun kepercayaan dan menguntungkan. Hasil kerjasama antara BUMN/BUMS/Koperasi dengan kelompok tani antara lain : a. Tersedianya sarana produksi usaha tani (benih/bibit, pupuk, obatobatan, dll) b. Informasi dan akses pasar c. Bimbingan usahatani produktif d. Bantuan permodalan e. Dukungan teknologi I-9

BAB III PENDAMPINGAN A. Prinsip-Prinsip, Syarat dan Kriteria Dalam kegiatan pendampingan dikenal pendampingan yang bersifat teknis dan pendampingan yang bersifat penguatan kelembagaan. Pendampingan yang bersifat teknis dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) dan teknisi kehutanan lainnya, sedangkan pendampingan yang bersifat penguatan kelembagaan dilakukan oleh LSM, Tenaga Kerja Sarjana Terdidik (TKST), Tenaga Kerja Sosial, Tenaga Kerja Sarjana Kehutanan dan Pertanian dalam arti luas, Organisasi Perduli Lingkungan (Kelompok Pecinta Alam, Kader Konservasi Alam), PKL dan organisasi lainnya yang dipandang mampu untuk dilibatkan dalam pendampingan, dimana yang bersangkutan telah berpengalaman atau memperoleh pelatihan pemberdayaan masyarakat. 1. Prinsip-prinsip Pendampingan Di dalam pelaksanaan pendampingan harus mengikuti prinsip-prinsip, sebagai berikut : a. Keterbukaan antara pendamping dan kelompok tani yang didampingi. b. Demokrasi dalam setiap kegiatan pendampingan yang dilaksanakan. c. Adanya kepastian hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan. d. Mendorong masyarakat memecahkan masalahnya sendiri. e. Menggali dan mengembangkan potensi kelompok tani untuk melaksanakan GN RHL/Gerhan. f. Kesetaraan dan kesejajaran antara pendamping dan kelompok tani yang didampingi dalam proses belajar bersama. g. Tidak memaksakan sesuatu di luar kemampuan dan kebiasaan yang dimiliki kelompok tani dan anggotanya. h. Saling melengkapi antara pendamping dan kelompok tani serta anggotanya. i. Membuka dialog dan kerjasama dengan pemerintah. 2. Syarat dan Kriteria Pendamping a. Syarat Pendamping 1). Berpengalaman atau telah mengikuti pembekalan pendampingan. 2). Bersedia bekerja sama dengan pemerintah dan sesama pendamping. 3). Memiliki komitmen yang kokoh dalam melaksanakan tugas yang diembannya. 4). Mempunyai sikap hati terbuka dalam setiap proses pendampingan. 5). Mampu beradaptasi dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. b. Kriteria Pendamping I-10

1). Senang bergaul dengan masyarakat. 2). Senang tinggal di pedesaan. 3). Mempunyai kemampuan komunikasi dengan baik. 4). Memiliki wawasan tentang hutan dan GN RHL/Gerhan. 5). Sehat jasmani dan rokhani. 6). Memiliki kepribadian matang, ramah dan rendah hati. 7). Tidak diskriminatif. 8). Memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat. c. Tugas pendamping Mengembangkan partisipasi, sikap, pengetahuan dan ketrampilan kelompok tani dan anggotanya dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan. d. Fungsi Pendamping 1). Menjaga agar semangat, kemauan, ide-ide dan gagasan kelompok tani tetap tinggi sehingga kegiatan GN RHL/Gerhan berjalan lancar. 2). Memacu dan meningkatkan kegiatan kelompok tani sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok tani GN RHL/Gerhan. 3). Mengurangi, menghentikan dan mengingatkan apabila ada kegiatan atau sikap yang menyimpang dan tidak mendukung kegiatan kelompok tani GN RHL/Gerhan. 4). Menyelesaikan konflik dan ketegangan yang merugikan kelompok tani. 5). Membantu kelompok tani dalam menghadapi permasalahan yang muncul khususnya dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan. 6). Membimbing kelompok tani untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. 7). Mengembangkan jaringan kerjasama dalam kelompok tani dan antar kelompok, instansi terkait, lembaga keuangan dan mitra usaha. LSM yang melakukan pendampingan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Terdaftar pada instansi yang berwenang, 2) Bergerak dalam bidang kehutanan dan pelestarian lingkungan serta memahami GN RHL/Gerhan, 3) Biutamakan berdomisili di wilayah setempat, 4) Memiliki tenaga pendamping yang berpengalaman atau terlatih, 5) Memiliki peralatan yang diperlukan, 6) mendapat persetujuan dari Pemerintah Daerah dan kelompok tani. B. Penyelenggaraan Pendampingan 1. Persiapan a. Inventarisasi Pendamping Dinas yang mengurusi kehutanan Kabupaten/Kota melaksanakan inventarisasi keberadaan LSM, Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL), I-11

Tenaga Kerja Sarjana Terdidik (TKST), Tenaga Kerja Sosial, Tenaga Kerja Sarjana Kehutanan dan Pertanian dalam arti luas yang telah memperoleh pendidikan pemberdayaan masyarakat, Organisasi Peduli Lingkungan (Kelompok Pecinta Alam, Kader Konservasi Alam), dan organisasi lainnya yang dipandang mampu untuk dilibatkan dalam pendampingan yang terdapat di wilayahnya, berkoordinasi dengan instansi terkait. b. Pemilihan Pendamping Dari hasil inventarisasi, Dinas Teknis yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota menginformasikan kepada LSM, organisasi dan pihak terkait dengan pendampingan, tentang rencana pendampingan GN RHL/Gerhan selanjutnya bagi LSM dan mereka yang berminat diminta mengajukan permohonan disertai kelengkapan administrasinya. c. Penunjukan Pendamping Bagi LSM, PKL, organisasi lain terkait dengan pendampingan yang memenuhi syarat, diajukan kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai pendamping dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan di wilayahnya. Berdasarkan penetapan Bupati/Walikota atau pejabat lain atas nama Bupati, penyelenggara kegiatan GN RHL/Gerhan menindaklanjuti proses administrasi sebagai dasar pelaksanaan. 2. Pelaksanaan Pendampingan a. Sosialiasi Pendamping bersama dengan instansi teknis terkait melakukan sosialisasi rencana kegiatan GN RHL/Gerhan di wilayahnya serta merespon aspirasi masyarakat, dan sekaligus dilakukan pengamatan terhadap anggota kelompok yang layak untuk mengikuti pelatihan. b. Pendamping harus aktif dalam pelatihan kader petani dan berperan sebagai nara sumber. c. Inventarisasi dan Identifikasi dilakukan terhadap : 1) Pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja dan berusaha, tingkat ketergantungan masyarakat dengan hutan 2) Ada dan tidaknya kelembagaan dalam masyarakat 3) Keberadaan kelompok adat, Kelompok keagamaan dan kelompok sosial lainnya. 4) Tata nilai/pranata budaya yang berkembang di masyarakat. I-12

5) Informasi kerusakan hutan dan lahan yang telah terjadi, upayaupaya RHL dan konservasi tanah dan air yang telah dilaksanakan, jenis tanaman pokok yang telah dibudidayakan (MPTS dan tanaman unggulan setempat). d. Pembentukan Kelompok Masyarakat pelaku GN RHL/Gerhan diharapkan dapat membentuk kelompok baru dengan menginduk kepada kelompok tani yang telah ada atau meningkatkan aktivitas kelompok yang telah ada tersebut. Pendamping memfasilitasi masyarakat dalam pembentukan kelompok melalui beberapa tahap diantaranya : 1) Pertemuan informal Pendamping dan masyarakat menjalin pertemuan yang akrab dengan diisukan untuk mendirikan sebuah kelompok yang mencakup seluruh lapisan dan strata sosial budaya dalam rangka mensejahterakan, melestarikan hutan dan lahan melalui GN RHL/Gerhan. 2) Pengorganisasian kelompok Hasil pertemuan tersebut ditindaklanjuti untuk membahas bentuk organisasi, susunan pengurus, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta juga bentuk aktifitas apa yang akan dilakukan dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan. Pendamping berperan sebagai mediator, negosiator dan fasilitator. 3) Pengembangan Organisasi Kelompok Dalam pelakasanaan GN RHL/Gerhan maka perlu dikembangkan kelembagaan ekonomi rakyat yaitu suatu kelembagaan yang tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat, bukan kelembagaan yang dibentuk untuk kepentingan instansi pembina. Upaya mengembangkan kelembagaan usaha yang tangguh melalui beberapa langkah sebagai berikut : a) Langkah I : Mendorong dan membimbing petani agar mampu bekerjasama dibidang ekonomi secara berkelompok. Anggota kelompok haruslah terdiri dari petani yang mempunyai kepentingan sama dan saling percaya, sehingga akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi. Bimbingan dan bantuan kemudahan yang diberikan oleh instansi pembina atau pihak lain haruslah yang mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian. Kelompok yang telah terbentuk dapat diklasifikasikan dalam 4 tingkatan yaitu : I-13

- Tingkat I : Kelompok Pemula - Tingkat II : Kelompok Lanjut - Tingkat III : Kelompok Madya - Tingkat IV : Kelompok Utama b) Langkah II : Menumbuhkan gabungan kelompok atau asosiasi Kelompok-kelompok yang sudah tumbuh didorong dan dibimbing agar mau dan mampu bekerjasama antar kelompok dalam bentuk organisasi yang lebih besar yang disebut gabungan kelompok atau asosiasi. Dengan bergabung dalam asosiasi akan mampu memberi manfaat yang lebih besar bagi para anggotanya antara lain : - Menghimpun modal usaha yang lebih besar - Memperbesar skala usaha - Meningkatkan posisi tawar-menawar (bargaining position) - Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha. - Terbentuknya gabungan kelompok/asosiasi haruslah atas dasar kebutuhan atau kepentingan kelompok itu sendiri. c) Langkah III : Menumbuhkan Lembaga Ekonomi Formal Gabungan kelompok/asosiasi didorong agar mereka mau dan mampu menjadi satu lembaga ekonomi yang formal dan yang paling tepat adalah Koperasi. Untuk mencapai itu perlu dilakukan berbagai latihan atau kursus yang dirancang secara khusus bagi para pengurus dan anggota Gabungan Kelompok/Asosiasi, antara lain adalah kursus kewirausahaan, manajemen partisipatif (gugus kendali mutu), pengembagan motivasi berprestasi dan magang (manajemen usaha koperasi/manajemen simpan pinjam koperasi). e. Pembinaan Aktivitas Kelompok Pendamping melakukan pembinaan kelompok tani dalam melakukan kegiatan sebagai berikut : 1) Prakondisi yang meliputi pembahasan dan perumusan jenis kegiatan, metode dan teknik pelaksanaan, tugas, tanggung jawab anggota kelompok serta kelengkapan administrasi kelompok. 2) Penyusunan rencana pengelolaan hutan dan lahan pada lokasi GN RHL/Gerhan baik rencana jangka pendek dalam bentuk Rencana Definitif Kelompok (RDK), dan Rencana Definitif Kegiatan Kelompok (RDKK), rencana jangka menengah ataupun jangka panjang. 3) Persiapan lahan meliputi : pemasangan batas lahan, pembersihan dan pengolahan lahan 4) Mengembangkan pola tanam yang disesuaikan dengan pengaturan tata letak tanaman berdasarkan rancangan teknis pengelolaan lahan dan pengalaman petani setempat. 5) Pendistribusian bibit dan sarana produksi yang kooperatif dan transparan di antara anggota kelompok. 6) Perumusan bagi hasil kayu maupun bukan kayu. I-14

7) Memberi bimbingan kelompok dalam pelaksanaan sistem Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS). 8) Melakukan akses keluar dengan membangun kemitraan antara kelompok dengan pemerintah, swasta dan pihak terkait lainnya. 9) Pemantauan dan penilaian pelaksanaan serta hasil GN RHL/Gerhan. Agar tahapan dalam mendampingan dapat terlaksana secara menyeluruh dan terwujud kelompok yang mampu mandiri, masa pendampingan dilaksanakan minimal selama 3 (tiga) tahun sesuai pelaksanaan kegiatan fisik. 3. Pengorganisasian Dalam penyelenggaraan pendampingan GN RHL/Gerhan, mekanisme pengorganisasian sebagai berikut: a. Pendamping yang telah ditetapkan oleh Bupati, melaksanakan pendampingan pada kelompok tani yang telah ditunjuk. Penyelenggara GN RHL/Gerhan, melakukan monitoring dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pendamping. b. Dalam pelaksanaan pendampingan terhadap hal yang menyangkut teknis maupun penguatan kelompok (pengembangan kelembagaan, permodalan, kemitraan, informasi pasar), hendaknya pendamping selalu berkoordinasi dengan Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL), Camat/Kepala Desa setempat dan lembaga/instansi terkait (formal dan non formal). c. Dalam proses pendampingan, kedudukan pendamping dengan kelompok tani adalah setara/sejajar, dimana pendamping berfungsi sebagai fasilitator dan menjembatani kepentingan kelompok tani dengan pemerintah ataupun lembaga/instansi terkait. Dalam rangka mendukung keberhasilan GN RHL/Gerhan dan kemandirian kelompok tani, perlu peran Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota) dengan mengalokasikan kegiatan dan anggaran pendampingan. 4. Pelaporan dan Penilaian Keberhasilan a. Pelaporan dan Dokumentasi Dalam pelaksanaan tugasnya pendamping diwajibkan membuat laporan secara periodik (bulanan dan tahunan) yang disampaikan kepada Pimimpin Pelaksana GN RHL/Gerhan dan Dinas Teknis yang mengurusi Kehutanan. Berdasarkan laporan tersebut, Pemimpin Pelasana Kegiatan dan Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota penyelenggara GN RHL/Gerhan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan pendampingan. Materi pelaporan pendamping pada dasarnya mencakup seluruh aspek kegiatan yang menjadi beban tugasnya diantaranya : sosialisasi program GN RHL/Gerhan, inventarisasi dan identifikasi data biofisik, I-15

sosial, ekonomi dan budaya, pembentukan kelompok dan pembinaan aktivitas kelompok, peran pendamping dalam pelatihan kader petani yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disusun. Pendamping diwajibkan mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan bersama kelompok tani dalam bentuk gambar/foto kegiatan, buku laporan dan refleksi bersama kelompok tani dan masyarakat. b. Penilaian Keberhasilan Hasil kerja pendamping dapat dinilai berdasarkan aktivitas kelompok tani yang difasilitasi sebagaimana tercantum pada Bab II, sedangkan hasil kinerja pendamping dapat dinilai melalui : 1) Telah menyusun rencana kegiatan pendampingan 2) Memiliki data potensi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya wilayah binaannya. 3) Melaksanakan sosialisasi dan penyebaran informasi GN RHL/Gerhan yang terdokumentasi. 4) Melakukan pembentukan dan pembinaan aktivitas kelompok yang didokumentasikan 5) Menyusun dan menyampaikan laporan pendampingan secara lengkap dan tepat waktu (awal bulan/tahun). I-16

BAB V PENUTUP Dalam rangka mensukseskan penyelenggaraan GN RHL/Gerhan maka pengembangan kelembagaan menjadi sangat penting. Pengembangan kelembagaan diharapkan dapat menggerakkan para pihak untuk berperanserta secara aktif dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan, pembagian peran menjadi lebih jelas, masing-masing pihak mengetahui wewenang dan tanggung jawabnya, sehingga sistem manajemen penyelenggaraan GN RHL/Gerhan dapat dilaksanakan secara baik. Dengan demikian dalam pelaksaan GN RHL/Gerhan, para pihak diarahkan untuk berpartisipasi aktif membangun kelembagaan yang mantap, baik kelembagaan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pihak Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai ujung tombak dalam pelayanan kepada masyarakat lebih kompeten dalam upaya pemberdayaan dan upaya pengembangan kelembagaan masyarakat, melalui pendampingan kelompok tani. Semoga GN RHL/Gerhan berhasil mensejahterakan masyarakat dan melestarikan sumberdaya alam. MENTERI KEHUTANAN MUHAMMAD PRAKOSA I-17