Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya orang yang menggunakan sistem on-line di dalam. saling terhubung yang menjangkau seluruh dunia.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Perjanjian Waralaba My Bento dan Home Video

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

Pengecualian Dalam UU No.5/1999. Pasal 50 & Pasal 51

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau yang dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

BUPATI BANGKA TENGAH

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB 3 PERJANJIAN WARALABA DITINJAU DARI PERATURAN DIBIDANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

WALIKOTA BANJARMASIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

Transkripsi:

A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti makanan (fast food), jasa konsultasi, minimarket, clothing, shoes, accessories, convinience store, health aids and services, manufacturing franchise, photography/design graphics and supples dan recreation/amusement, serta sistem pendidikan. Suatu usaha waralaba adalah suatu sistem usaha yang ditemukan (diciptakan) oleh suatu pelaku usaha (pemberi waralaba) baik itu mengenai penjualan suatu barang atau pelayanan suatu jasa tertentu yang mempunyai keunikan dalam proses penyajian (produksi) barang atau pelayanan jasa tertentu kepada konsumen akhir. Pemberi waralaba dapat memberikan konsep usaha waralabanya kepada pihak lain (penerima waralaba) karena sistem usaha waralabanya tersebut sudah teruji, baik dalam proses produksi barang yang dijual maupun sitem manajemennya dan usaha waralaba tersebut memberikan keuntungan minimal dalam lima tahun terakhir. Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, menjadikan penerima waralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan memakai (menjalankan) suatu sistem usaha yang diberikan oleh pemberi waralaba melalui suatu perjanjian. Perjanjian antara pemberi waralaba dan penerima waralaba berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang dipatuhi oleh masing-masing 1

pihak. Akan tetapi karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang vertikal, di mana pemberi waralaba bersedia menyerahkan semua sistem usaha waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian usaha waralaba mencakup juga perjanjian lisensi (HAKI). Pengalihan sistem (paket) waralaba yang diberikan oleh franchisor (pemberi waralaba) kepada franchisee (penerima waralaba) tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999). Bahkan pengalihan sistem usaha waralaba dikecualikan dari UU Antimonopoli tersebut disejajarkan dengan pengalihan hak lisensi (HAKI). Akan tetapi dalam Penjelasan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 tersebut tidak ada penjelasannya apakah pengecualian secara mutlak atau tidak, di dalam penjelasannya dinyatakan cukup jelas. Dalam prakteknya, terdapat perjanjian yang terkait dengan waralaba yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti melakukan hambatan persaingan. Menyadari hal tersebut, maka daya laku ketentuan pengecualian dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 perlu dibatasi bahwa yang dikecualikan adalah pengalihan sistem waralaba dan hak lisensi dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba, sedangkan perjanjian dan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan tidak dikecualikan. Artinya, jika dalam perjanjian suatu usaha waralaba dapat mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, maka terhadap perjanjian atau kegiatan usaha waralaba tersebut harus dikenakan ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. Dalam Surat Keputusan Komisi ini disusun mengenai Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 huruf b, khususnya waralaba, yang menjelaskan batasan pengecualian terhadap perjanjian yang terkait dengan waralaba berdasarkan Pasal 50 huruf b. B. Tujuan Pembuatan Pedoman 2

1. Melaksanakan ketentuan Pasal 35 butir (f) UU No. 5 Tahun 1999, bahwa KPPU bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5/1999. 2. Memberikan pemahaman yang jelas tentang pengecualian waralaba yang dimaksud dalam Pasal 50 butir (b) UU No. 5 Tahun 1999. 3. Memberikan dasar dan arah yang jelas dalam melaksanakan ketentuan Pasal 50 butir (b) UU No. 5 Tahun 1999. 4. Memberikan pedoman yang jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam berperilaku sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 50 butir (b) tersebut. Pedoman Pasal 50b tentang pengecualian waralaba bukan untuk menjelaskan bagaimana KPPU melakukan pemeriksaan dalam melakukan penegakkan hukum atau memberikan saran dan kebijakan, tetapi difokuskan kepada pemberian pengertian yang jelas, cakupan serta batasan perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dikecualikan dan kegiatan usaha waralaba berpotensi melanggar ketentuan UU No. 5/1999. Walaupun Pedoman ini memberikan penjelasan tentang pengecualian waralaba dari UU No. 5/1999, namun demikian proses penegakan hukum UU No. 5/1999, pandangan dan putusan Komisi dalam melakukan pemeriksaan atas perjanjian waralaba dan kegiatan usaha waralaba yang diduga melanggar ketentuan UU No. 5/1999 tetap didahulukan dan tidak hanya terbatas pada Pedoman ini. C. Cakupan Pedoman Pedoman Pengecualian waralaba berdasarkan ketentuan-ketentuan UU No. 5/1999 ini mencakup filosofi, semangat dan arah ketentuan dalam mendorong persaingan usaha yang sehat. Di dalam Pedoman ini diuraikan dengan singkat Pengecualian Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dan perilaku kegiatan usaha waralaba. 3

Pedoman dibagi menjadi beberapa Bab, yaitu : BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN PENGECUALIAN WARALABA BERDASARKAN PASAL 50 HURUF B A. Pengertian Waralaba B. Waralaba ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha C. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan Waralaba PENERAPAN PASAL 50 HURUF B, KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN WARALABA A. Penerapan Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan waralaba B. Contoh Kasus SANKSI PENUTUP 4

Bab II PENGECUALIAN WARALABA BERDASARKAN PASAL 50 HURUF B A. Pengertian Waralaba Yang dimaksud dengan pengertian waralaba dalam Pedoman ini adalah waralaba sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu di dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 mendefinisikan waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dari pengertian waralaba terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam usaha waralaba tersebut, yaitu: a) adanya hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha; b) ada sistem bisnis dengan ciri khas dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa; c) telah terbukti berhasil; d) dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain (penerima waralaba) berdasarkan perjanjian. Oleh karena itu dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 ditetapkan bahwa usaha waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) memenuhi ciri khas khusus; b) terbukti sudah memberikan keuntungan; c) memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; d) mudah diajarkan dan diaplikasikan; e) Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. 5

Dalam Penjelasan Pasal 3 dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing kriteria tersebut, yaitu: a) ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud, misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distrbusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi Waralaba. b) terbukti sudah memberikan keuntungan menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan hal tersebut terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha dengan menguntungkan. c) standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis adalah standar secara tertulis supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure) mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah mudah dilaksanakan agar penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba. d) dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi. e) Hak Kekayaat Intelektual yang telah terdaftar adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merk, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. 6

Pengaturan mengenai perjanjian Waralaba sebagai dasar penyelenggaraan usaha waralaba terdapat dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 PP 42 Tahun 2007. Pasal 4 menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Dalam Pasal 5 disebutkan mengenai klausula dalam Perjanjian Waralaba, yang paling sedikit memuat tentang: a) nama dan alamat para pihak, b) jenis HaKI, c) kegiatan usaha, d) hak dan kewajiban para pihak, e) bantuan, fasilitas, pelatihan dan pemasaran, f) wilayan usaha, g) jangka waktu perjanjian, h) tata cara pembayaran imbalan, i) kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris, penyelasaian sengketa, dan k) tata cara perjanjian, pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Disamping itu, berdasarkan Pasal 6, perjanjian waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain. Penerima waralaba yang diberi hak tersebut harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba. B. Waralaba ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa waralaba yang dimaksud dalam Pedoman ini adalah waralaba sebagaimana diatur menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 42/2007. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 7

Dari ketentuan Pasal 3 PP 42 Tahun 2007 dan penjelasannya telah dijelaskan mengenai kriteria persyaratan Waralaba. Waralaba memiliki kriteria ciri khas usaha tersendiri yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis dan membuat dan konsumen selalu mencari ciri khas tersebut, misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi waralaba. Selain itu standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa merupakan hal yang penting dalam waralaba yang harus dibuat tertulis supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (SOP). Waralaba juga harus memenuhi kriteria adanya HAKI yang telah terdaftar terkait dengan kegiatan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang. Pengaturan perjanjian waralaba tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 PP No. 42 Tahun 2007. Perjanjian waralaba yang dimaksud disini adalah perjanjian antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana pemberi waralaba memasarkan sistem bisnisnya kepada penerima waralaba. Oleh karena itu, waralaba ditinjau dari perspektif persaingan usaha adalah tinjauan hubungan antara Pemberi waralaba dengan Penerima Waralaba. Dalam perjanjian waralaba, Pemberi Waralaba biasanya menetapkan berbagai bentuk ketentuan persyaratan kepada Penerima Waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri khas usaha, standar pelayanan dan barang dan/atau jasa, dan HKI. Berbagai persyaratan perjanjian waralaba tersebut dalam prakteknya sering memuat klausul-klausul yang mengatur berbagai bentuk hambatan atau pembatasan terhadap penerima waralaba sehingga dapat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 mengecualikan perjanjian HAKI, yang berkaitan dengan lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba, dari penerapan UU No. 5 Tahun 1999. Pengecualian dimaksudkan agar pemegang HAKI dapat menentukan sendiri pemanfaatan hak yang dimilikinya. Persyaratan dalam 8

perjanjian waralaba yang bertujuan untuk melindungi ciri khas usaha, standar pelayanan dan barang dan/atau jasa dan reputasi HAKI dapat dikenakan pengecualian berdasarkan Pasal 50 huruf b. Disamping itu, pemanfaatan dan penggunaan waralaba oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka pemberdayaan UMKM saat ini sedang digiatkan melalui UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa pemberdayaan UMKM tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan kemitraan. Kemitraan tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11, ditujukan antara lain untuk mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen, mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM. Dalam Penjelasan Pasal 11 disebutkan bahwa penguasaan pasar dan pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan UMKM. Salah satu pola kemitraan yang disebutkan dalam Pasal 26 huruf c adalah dengan pola waralaba. Selanjutnya Pasal 29 mengatur sebagai berikut: (1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan UMKM yang memiliki kemampuan. (2) Pemberi waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba (3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan. Disamping ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2008, PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menegaskan pula mengenai penggunaan produksi dalam negeri dan kerjasama dengan pengusaha keci dan menengah. Dalam Pasal 9 PP No. 42 Tahun 2007 disebutkan bahwa: 9

(1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba. (2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Dalam rangka pemberdayaan UMKM dan penggunaan produksi dalam negeri, maka penerapan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999, tentang pengecualian waralaba, tetap akan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat agar dapat menjamin kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku usaha. Prinsip persaingan usaha sehat yang dijamin dalam ketentuan Pasal UU No. 5 Tahun 1999 juga perlu ditegakkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha waralaba. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP No. 42 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan usaha waralaba tetap tidak boleh melanggar UU No. 5 Tahun 1999. B. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan Waralaba Unsur-unsur Pasal 50 huruf b berkenaan dengan Waralaba: 1. Perjanjian Pasal 1 angka 6 mengatur bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. 2. Waralaba Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba mendefinisikan waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 10

3. Yang berkaitan dengan yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan adalah yang bersangkut paut dengan atau berhubungan dengan. Dalam hal ini, perjanjian yang terkait dengan waralaba adalah perjanjian waralaba, dimana didalamnya memuat HAKI sebagai dasar dari produk yang diwaralabakan. BAB III 11

A. Penerapan Pasal 50 huruf b PENERAPAN PASAL 50 HURUF B, KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN WARALABA Dalam melakukan analisis pengecualian terhadap Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan perjanjian waralaba, Komisi melakukan beberapa tahapan penilaian sebagai berikut: 1. Konsep/kriteria waralaba berdasarkan PP No. 42/2007 terpenuhi Kriteria usaha waralaba sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 harus dipenuhi oleh Pemberi waralaba. 2. Terdapat perjanjian waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba Perjanjian waralaba adalah perjanjian antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba, sebagai dasar penyelenggaraan waralaba. 3. Isi Perjanjian Waralaba dapat berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha Perjanjian waralaba yang potensi melanggar prinsip persaingan usaha berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 adalah: a. Penetapan harga jual (Resale Price Maintenance) Pemberi Waralaba membuat perjanjian dengan Penerima Waralaba yang memuat penetapan harga jual yang harus diikuti oleh Penerima Waralaba. Penerima Waralaba sebagai pelaku usaha mandiri sesungguhnya memiliki kebebasan untuk menetapkan harga jual barang dan atau jasa yang didapatnya dari Pemberi Waralaba. Dari perspektif persaingan usaha, penetapan harga 12

jual dalam waralaba dilarang karena akan menghilangkan persaingan harga antara penerima waralaba (intrabrand). Namun demikian, untuk menjaga nilai ekonomis dari usaha waralaba, maka Pemberi Waralaba diperbolehkan membuat rekomendasi harga jual kepada Penerima Waralaba, sepanjang harga jual tersebut tidak mengikat. b. Persyaratan untuk membeli pasokan barang dan atau jasa hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh Pemberi Waralaba Perjanjian Waralaba memuat persyaratan yang mengharuskan Penerima Waralaba untuk membeli barang atau jasa yang menjadi bagian dari konsep Waralaba hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh.pemberi Waralaba. Persyaratan tersebut dapat dikecualikan sepanjang dilakukan untuk mempertahankan identitas dan reputasi dari waralaba. Ketentuan tersebut biasanya dimaksudkan untuk menjaga konsep waralaba yang telah diciptakan oleh Pemberi Waralaba. Meskipun demikian, Pemberi Waralaba tidak boleh melarang Penerima Waralaba untuk membeli pasokan barang dan atau jasa dari Pihak lain sepanjang barang dan atau jasa tersebut memenuhi kualitas. Untuk itu Pemberi Waralaba tidak diperbolehkan menetapkan secara mutlak akses pembelian atau pasokan yang diperlukan oleh Penerima Waralaba sepanjang hal itu tidak menggangu konsep usaha waralaba. c. Persyaratan untuk membeli barang dan/jasa lain dari pemberi waralaba Pemberi Waralaba mengharuskan Penerima Waralaba untuk bersedia membeli barang atau jasa lain dari Pemberi waralaba a (tie-in). Perjanjian Waralaba yang memuat kewajiban kepada Penerima Waralaba untuk membeli produk lain dari Pemberi Waralaba tidak dipandang sebagai pelanggaran persaingan usaha, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan identitas 13

dan reputasi waralaba. Namun demikian, kewajiban untuk membeli produk lain yang bukan menjadi bagian dari paket waralaba tidak dikecualikan dari penerapan UU No. 5 Tahun 1999. d. Pembatasan wilayah Pemberi Waralaba melakukan pembatasan wilayah dengan cara menetapkan wilayah tertentu kepada Penerima Waralaba. Dalam perjanjian waralaba biasanya memuat klausul tentang wilayah usaha. Klausul tersebut dimaksudkan untuk membentuk system jaringan waralaba. Dalam hal demikian, maka pengaturan wilayah usaha tidak dipandang sebagai pelanggaran persaingan usaha, sehingga dapat dikecualikan. Namun demikian, pembatasan wilayah yang tidak dilakukan dalam rangka membentuk sistem jaringan waralaba tidak dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999. e. Persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Pemberi Waralaba mensyaratkan agar Penerima Waralaba tidak melakukan kegiatan usaha yang sama dengan usaha waralaba selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Syarat tersebut dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999 sepanjang dimaksudkan untuk melindungi HAKI Pemberi Waralaba atau untuk menjaga identitas dan reputasi usaha waralaba. Namun demikian, persyaratan tersebut dapat berakibat pada terhambatnya persaingan dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama dengan usaha waralaba yang tidak dimaksudkan untuk melingdungi HAKI Pemberi Waralaba tidak dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999. 4. Penilaian dari Aspek Persaingan Usaha 14

a. Apabila isi perjanjian dimaksudkan untuk melindungi HAKI maka dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999; b. Apabila isi perjanjian tidak dimaksudkan untuk melindungi HAKI maka tidak B. Contoh Kasus dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999 dan Komisi akan menilai lebih lanjut ada/tidaknya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan sebagai akibat dari isi perjanjian waralaba. Suatu usaha waralaba (Pemberi Waralaba) mini market mengadakan perjanjian waralaba usaha mini market dengan Penerima Waralaba X untuk mendirikan Mini Market merek P milik Pemberi Waralaba yang telah terdaftar di Dirjen HAKI RI. Waralaba yang diberikan kepada Penerima waralaba adalah hak untuk menggunakan nama/merek dagang Pemberi Waralaba beserta seluruh konsep dan mekanisme sistem kerja toko sesuai standar operasi Toko yang dimiliki oleh Pemberi Waralaba. Dan hak waralaba yang diperoleh Penerima Waralaba dari Pemberi Waralaba baik secara langsung maupun tidak langsung tidak dapat diberikan ke pihak siapapun dengan alasan, cara dan di tempat manapun juga. Di dalam perjanjian waralaba ditetapkan kewajiban Pemberi Waralaba seperti sebagai berikut: 1. Membantu Penerima waralaba dalam periode pra operasi toko dalam hal: a. rekomendasi kelayakan lokasi toko yang dimaksud; b. bantuan seleksi tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi karyawan Toko P. c. Perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai standar Toko P. 2. Memberikan latihan kepada Penerima Waralaba beserta seluruh karyawan toko dalam suatu program latihan terpadu dengan materi dan jadwal yang telah ditetapkan. 3. Memberikan pedoman praktis operasional dan administrasi Toko sebagai referensi Penerima Waralaba dalam menyelenggarakan operasi rutin toko. 15

4. Mengirim barang sesuai dengan permintaan Penerima Waralaba dengan mengacu kepada ketentuan Pengelolaan Barang Dagangan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian ini. 5. memberikan bantuan konsultasi kepada Penerima Waralaba agar pelaksanaan operasi toko tetap berjalan dalam standard operasional Toko P. 6. mensuplai pengadaan barang perlengkapan rutin toko, seperti kantong plastik, stiker label, perlengkapan komputer dan sebagainya sesuai standar penggunaan Toko P. Dalam perjanjian waralaba ditetapkan mengenai pengelolaan barang dagangan yang akan disuplai oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba merupakan hak Pemberi Waralaba, yaitu: 1. Penentuan barang dagangan, termasuk komposisi jenis, tingkat harga jual dan sumber barang dagangan toko merupakan hak Pemberi Waralaba. 2. Seluruh barang dagangan Toko harus dibeli dari Pemberi Waralaba maksimal seharga yang tercantum dalam daftar harga barang dagangan yang berlaku saat itu dari Pemasok Pemberi Waralaba ditambah mark up 2% dua persen. 3. Bilamana Pemberi Waralaba melihat adanya suatu nilai potensi yang baik atau dianggap perlu suatu tindakan preventif, sehingga diperlukan pembukaan toko baru dalam radius 100 (seratus) meter dari Toko Penerima Waralaba, maka Penerima Waralaba akan diberikan prioritas berupa penawaran pertama secara tertulis, sebelum ditawarkan kepada pihak lain atau dibuka oleh Pemberi Waralaba. Kewajiban Penerima Waralaba adalah: 1. Membayar nilai pembelian seluruh barang dagangan Toko kepada Pemberi Waralaba sesuai dengan jumlah barang yang diterima oleh Penerima Waralaba. 2. memeriksa kondisi kelayakan jual atas seluruh barang dalam Toko P. 3. dilarang menerima, menyimpan, memajang dan menjual barang-barang lain selain barang dagangan toko yang sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini. 16

4. wajib melaksanakan administrasi barang dagangan sesuai ketetapan dalam pedoman praktis operasional dan administrasi Toko. 5. dalam mengoperasikan Toko P wajib menggunakan piranti keras (hardware) dan paket program komputer (software), serta sistem jaringan telekomunikasi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba, yang secara periodik akan terus disempurnakan oleh Pemberi Waralaba sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi. 6. wajib mengoperasikan toko miliknya sesuai dengan Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi yang telah ditetapkan. 7. wajib memberikan informasi/bukti-bukti transaksi dalam hal dilakansanakan audit intern oleh Pemberi Waralaba. Analisis Terhadap Contoh Perjanjian Waralaba tersebut diatas. Secara konseptual perjanjian waralaba dikecualikan jika memenuhi syarat-syarat perjanjian waralaba yang ditetapkan di dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 tentang Waralaba. Dalam contoh perjanjian di atas memuat kesepakatan yang dapat berpotensi mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, yaitu klausula penetapan harga jual yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Dalam perjanjian waralaba tersebut Penerima Waralaba diharuskan menjual barangbarang waralaba sesuai dengan daftar harga yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba ditambah dengan mark up 2%. Penetapan harga dalam Perjanjian tersebut tidak melanggar UU No. 5/1999, karena walaupun ditetapkan daftar harga jual, tetapi Penerima Waralaba diberikan kebebasan untuk menaikkan harga jual sebesar 2%. Sedangkan penetapan harga jual akhir dapat terkena ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, karena penetapan harga jual akhir tidak memberikan kebebasan kepada Penerima Waralaba sebagai pelaku usaha mandiri untuk menentukan sendiri harga jual barang-barang usaha waralaba tersebut. Jika penetapan mark up 2% menjadi ketentuan yang baku, yaitu yang harus diikuti oleh Penerima Waralaba, sehingga Penerima waralaba tidak bebas menentukan harga jual dan tidak terjadi intra-brand competition, maka ketentuan tersebut 17

tidak dapat dikenakan ketentuan pengecualian menurut Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999. Dalam perjanjian waralaba pada contoh di atas tidak terdapat persyaratan untuk membeli pasokan barang dan atau jasa hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh Pemberi Waralaba, persyaratan untuk membeli barang dan/jasa lain dari pemberi waralaba, pembatasan wilayah, atau pun persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Dengan demikian maka perjanjian waralaba tersebut di atas dapat dikenakan pengecualian berdasarkan ketentuan Pasal 50 huruf b. 18

BAB IV SANKSI Sanksi pidana dan sanksi berupa tindakan administratif hanya dapat diterapkan jika pelaku usaha melakukan perjanjian waralaba yang tidak dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b dan melanggar ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999. 19

BAB V PENUTUP Dalam Pasal 50 huruf b diatur mengenai pengecualian terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba. Namun demikian pengecualian tersebut tidak berlaku mutlak. Pengecualian diberikan sepanjang terkait dengan konsep waralaba itu sendiri dan HAKI yang memang merupakan hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang HAKI. Sehingga yang dikecualikan adalah konsep waralaba dan HaKI yang terdapat dalam waralaba yang diberikan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba untuk dilaksanakan dalam rangka usaha waralaba. Sedangkan perilaku usaha waralaba yang tidak terkait dengan konsep usaha waralaba dan HAKI tidak dikecualikan dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf b. Untuk itu KPPU dapat melakukan pemeriksaan mengenai ada/ tidaknya pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. 20