Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan) Nama Kebijakan: Ranperda Provinsi Gorontalo No.. Tahun tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban kekerasan Kriteria Prinsip Pemenuhan Indikator Ya Tidak Konstitusionalitas dan Kesesuaian dengan UU 1. Filosofis 1.1 Keadilan* Ranperda ini memuat asas: Jaminan kesamaan dan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan. Prinsip ini dituangkan dalam prinsip ranperdanya, yang memberikan perlindungan secara hukum bagi perempuan dan anak. Hal ini sesuai dengan: 1) Pasal Pasal 27 (1), 28D (1 dan 3), 28I (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Pasal 1, 3(2-3), 4, 5 (1-2), 6 (1-2), 45, 52 (2) Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM 3) Pasal 2, 3, 14, 16, 25, 26 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. 4) Pasal 6 Ayat (1) butir h UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Asas kepastian hukum: Ranperda ini memberikan kepastian hukum, untuk perlindungan dari bentuk- Keterangan Komentar Perda ini sebaiknya memuat perlakuan khusus dalam mekanisme pelayanan terhadap korban. Aksesible korban dalam mendapatkan pelayanan jika mereka dalam keadaan situasi rentan, dan tinggal di daerah terpencil (jauh akses transportasi), pemerintah harus memperhatikan khusus ini. kebutuhan 1
bentuk kekerasan terhadap perempuan dan Anak. Hal ini sesuai dengan: 1) Pasal 28D (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Pasal 3(2-3), 4, 5 (1-2), 18(1-5), 19 (1-2) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM 3) Pasal 6 Ayat 1 Butir i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 4) Pasal 1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Perda ini merupakan salah satu langkah adanya pelaksanaan prinsip perlakuan khusus, berupa perlindungan khusus untuk perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Mekanisme perlakukan khusus, yang dijamin dalam Pasal 28D (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 14 (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik; Pasal 4, pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Lihat juga kolom komentar. 1.2 Pengayoman dan Kemanusiaan* Ranperda ini; Memuat Pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia. Khususnya, jaminan atas hak 2
atas rasa aman. Hal ini tertuang dalam pasal-pasal yang mengatur perlindungan korban, serta lembaga layanan yang menanganinya, serta koordinasi anta dinas untuk layanan. Jaminan atas hak atas perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, dijamin dalam aturan2 materi muatan yang diatur Jaminan atas hak untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi diatur dalam pasal 5-13. Hal ini juga diatur dalam: 1) Pasal 28G (1) UUD 1945 2) Pasal 2, 5, 15,16 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang disahkan lewat Undangundang Nomor 7 Tahun 1984 3) Pasal 1.1, 1.4, 9(2), 29 (1), 30 (1), 35 Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM 4) Pasal 2,3,9(1),16 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang telah disahkan lewat Undangundang Nomor 12 Tahun 2005 5) Pasal 250 Ayat 2 butir e UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 1.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia Tidak diatur secara khusus, bagamana perlindungan korban dalam kendala akses bahasa, letak geografis, dan kearifan lokal dari adat yang memberikan keadilan untuk perempuan korban. Dalam konteks perlindungan terhadap perempuan, perbedaan atas keragaman suku, bahasa, agama, maka prinsip perlindungan harus memastikan prasyarat kondisi latar belakang korban harus menjadi pertimbangan untuk memastikan penanganan secara 3
komprehensif. 2. 2.1 Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundangundangan* Landasan Hukum perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Pengaturan Kebijakan yang fokus pada pelindungan perempuan, mutlak harus menggunakan UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Intenasional tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Komnas Perempuan tidak disertakan lampiran Naskah Akademiknya Dasar kewenangan sudah disebutkan dalam ranperda, yaitu tentang Pasal 18 (6) UUD NRI 1945. Tidak ada UU secara khusus untuk meminta Pemda membuat Kebijakan ttg aturan ini. Tetapi dasar perintah, bisa di lihat dari Perintah Pasal 2 UU No.7/tahun 1984 untuk kewajiban pemerintah dalam memberikan perlindungan dari diskriminasi pada perempuan 2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah* 2.3 Relevansi Acuan Yuridis* Ranperda ini belum memasukan UU No. 7 tahun 1984 sebagai bagian dari landasan yuridis. Pemenuhan HAM dan hak konstitusional menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, hal tersebut diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang berwenang menerbitkan perda, serta menjadi urusan pemerintahan konkuren dan menjadi urusan pemerintahan wajib, Pasal 9 dan 10 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Seharusnya menggunakan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan sebagai dasar pertimbangan. Padahal Perda ini menempatkan perempuan sebagai objek utama pengaturan, memberikan kerentanan tersendiri terhadap perempuan sehingga membutuhkan prosedur penanganan perlindungan terhadap perempuan agar terhindar dari tindakan 4
diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Dalam lampiran I Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dalam BAB V, penjelasan terkait landasan yuridis menjelaskan bahwa Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. 2.4 Kemutakhiran Yuridis 2.5 Kelengkapan Dokumen 3. Subtantif 3.1 Kesesuaian antara tujuan dan isi* Mengikuti peraturan kebijakan di atasnya Kelengkapan dokumen memastikan ketersediaannya naskah-naskah rujukan maupun verifikasi proses diskusi proses penyusunan kebijakan. Salah satunya adalah naskah akademis, yang berisikan penjelasan dan/atau keterangan yang memberikan informasi landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis pembentukan kebijakan daerah. Kewajiban adanya naskah akademik diatur dalam Pasal 43 (3) Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 untuk Undang-undang dan Pasal 56 untuk Peraturan Daerah. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 naskah akademik merupakan suatu persyaratan dalam penyusunan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah provinsi dan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota. Tujuan perda yang dijabarkan dalam konsideran menimbang untuk perlindungan pada perempuan dan anak, dari. 5
3.2 Kejelasan Subjek dan Objek Pengaturan bentuk-bentuk kekerasan di jabarkan dalam materi muatan, sehingga terjadi koherensi antara tujuan dan isi. Tujuan dalam konsideran di rincikan dalam batang tubuh Ketiga Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1, 5 a dan f Konvensi Cedaw dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 Pasal 1, Pasal 3(3), Pasal 5 (3), 45, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 26 kovenan hak sipol dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 Perda ini hanya menyebutkan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab atas pemenuhan perlindungan pada perempuan dan anak dari tindak kekerasan, termasuk peran yang dimintakan dari unit keluarga dan masyarakat. Lihat Pasal 14-15 (BAB V) Namun tidak disebutkan kelembagaan yang berwenang dalam pelayanan bidang masing-masing.hanya disebutkan akan diatur melalui pergub. Subjek yang diatur adalah Pemerintah, Lembaga Layanan, PPT, objek pengaturan adalah Perempuan dan anak Korban Kekerasan, Dinas terkait pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan Tidak bertentangan dengan Pasal 1, 5 a,d dan f Konvensi Cedaw dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 Pasal 1, Pasal 3(3), Pasal 5 (3), 45, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM 6
3.3 Kejelasan prosedur dan birokrasi Pasal 26 kovenan hak sipol dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 Aturan kewenangan kelembagaan, apa dan siapa melakukan apa dan bagaimana pelayanan serta SOP/prosedur pelayanan terhadap korban harus menjadi prinsip dalam setiap langkah perlindungan terhadap perempuan korban 3.4 Kedayagunaan dan kehasilgunaan* Belum diatur bagaimana mekanisme pengaduan korban, jika ada kelalaian/sikap abai yang dilakukan oleh petugas dalam memberikan layanan pada perempuan korban, termasuk sanksi yang diberkan jika tidak melakukan atau menerapkan prinsip pelayanan pada korban. Ranperda ini akan efektif dan memberikan kontribusi besar dalam persoalan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Hal itu sesuai dengan Pasal 5 (e) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 menjelaskan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan sebagai situasi dimana setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam hal upaya pengentasan kekerasan dan diskriminasi terhadap Perempuan dan anak, maka asas kedayagunaan dan kehasilgunaan perlu memuat jaminan manfaat yang sama untuk penikmatan hak atas dasar keadilan bagi perempuan dan anak. 7
Petunjuk Penggunaan Lembar Klarifikasi A. Kriteria yang diberi tanda asterik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka suatu kebijakan dianggap tidak konstitusional dan batal demi hukum. - Perda ini tidak memehuni syarat mutlak yang harus dipenuhi, semua indikatorr syarat mutlak tidak dipenuhi B. Kesimpulan 1. Kebijakan Konstitusional [] 2. Kebijakan Inkonstitusional [] dibatalkan C. Rekomendasi 1. Perbaikan pada aspek-aspek yang sudah dilampirkan dalam pendapat Komnas Perempuan D. Catatan Perbaikan Lihat di lembar pendapat Komnas Perempuan Jakarta, 22 Febuari 2016 8