KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS Disampaikan dalam Seminar Yang Diselenggarakan Kamar Dagang & Industri Indonesia (KADIN), The Sultan Hotel, Jakarta 4 Maret 2011 1
Dibentukanya AFTA, APEC, AFTA, Uni Eropa, WTO INVESTASI Rendahnya investasi di suatu negara tentu sangat berpengaruh terhadap dunia usaha dan daya saing produk negara tersebut, baik di pasar dalam maupun luar negeri, khususnya pada era globalisasi.
Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah penyelenggaraan investasi yang belum didukung oleh iklim investasi yang kondusif : Prosedur perizinan yang panjang dan mahal; rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari banyaknya tumpang tindih kebijakan antara pemerintah pusat, daerah dan antar sektor; belum siapnya daerah melaksanakan disentralisasi lemahnya insentif investasi rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya infrastruktur Kondisi Politik dan Keamanan 3
MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI ALTERNATIF TERBAIK SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI MENGINTEGRASIKAN EKONOMI SUATU NEGARA KE DALAM EKONOMI GLOBAL TRANSFER ILMU PENGETAHUAN DAN MODAL SUMBER DAYA MANUSIA MEMPERLUAS LAPANGAN KERJA 4
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. 5
MEWUJUDKAN IKLIM INVESTASI YANG KONDUSIF memangkas prosedur perizinan panjang dan mahal; memperkuat insentif investasi; meningkatkan kualitas SDM dan infrastruktur Diperlukan rumusan strategi dan kebijakan investasi yang didukung instrumen hukum yang dapat menjamin adanya kepastian hukum. 6
PERBAIKAN DAN PENYEMPURNAAN INSTRUMEN HUKUM KEPASTIAN HUKUM. KONSISTENSI DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM Khususnya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat kegiatan usaha dan investasi 7
PERANGKAT HUKUM TERKAIT INVESTASI UU No. 4/1998 TTG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UU No. 1/1998 TTG PERUBAHAN ATAS UU KEPAILITAN; UU No. 5/1999 TTG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT; UU No. 8/1999 TTG PERLINDUNGAN KONSUMEN; UU No. 25/2007 TTG PENANAMAN MODAL; UU No. 10/1998 TTG PERBANKAN; UU No. 6/2009 TTG BANK INDONESIA; UU No. 30/1999 TTG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA; UU No. 2/2004 TTG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL INDONESIA; UU No. 37/2004 TTG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. 8
KEPPRES NOMOR : 183/1998 TTG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL; KEPPRES NOMOR : 114/1998 TTG PERUBAHAN ATAS KEPPRES NOMOR : 25/1991 TTG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL; KEPUTUSAN MENTERI INVESTASI/KEPALA BKPM NOMOR : 12/SK/ 1999 TTG PENYERTAAN MODAL DALAM PERUSAHAAN INDUK (HOLDING). 9
PASAL 3 a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian hukum kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. 10
Sepuluh besar hambatan utama dalam dunia bisnis menurut survey Invesment Climate : 1. Instabilitas makro ekonomi; 2. Ketidakpastian kebijakan ekonomi; 3. Korupsi di daerah; 4. Korupsi secara nasional 5. Mekanisme penyelesaian sengketa 6. Transportasi 7. Administrasi pajak; 8. Buruh yang tidak terlatih dan tidak berpendidikan; 9. Pembiayaan keuangan; dan 10. Tingkatan pajak yang dibebankan ketidakpastian hukum dan korupsi masuk ke dalam 5 (lima) besar hambatan bagi dunia bisnis dalam mengembangkan usahanya 11
Prof. Emil Salim Perlu adanya kerangka dasar hukum ekonomi nasional dengan mengedepankan prinsip-prinsip : 1. Demokrasi ekonomi, dengan ciri-ciri positif dan negatifnya; 2. Pengembangan kesempatan yang sama dan adil dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan; 3. Pemeliharaan kekuatan penyumbang untuk mencegah monopoli atau oligopoli; 4. Penyelenggaraan mekanisme check and recheck untuk memelihara keseimbangan kekuatan dan bahkan dapat diarahkan untuk melindungi golongan ekonomi lemah. 5. Pengembangan pertimbangan kepentingan umum dalam pembangunan ; 6. Penyempurnaan aparatur 7. Penertiban produk hukum ekonomi pembangunan perlu memperhatikan butir-butir dalam demokrasi ekonomi dan selanjutnya dapat mendorong ikhtiar masyarakat untuk mengembangkan usaha/kegiatan di bidang ekonomi, sehingga tercipta suhu/iklim, budaya dan kesadaran untuk menyumbang hukum ekonomi itu sendiri. 12
Mengapa korupsi kian marak dan merambah juga di dunia usaha, antara lain disebabkan : 1. Sistem yang diberlakukan memberi peluang terjadinya korupsi, termasuk dalam hal ini regulasinya sendiri; 2. Moral dan integritas yang rendah, baik aparatur birokrasinya maupun pelaku usahanya; 3. Pandangan hidup yang lebih berorientasi kepada materialistik dan konsumerisme; 4. Keinginan masyarakat yang serba instan; 5. Fungsi pengawasan yang belum optimal. 13
PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERINVESTASI DIBUTUHKAN LANGKAH PEMERINTAH MEMBERANTAS KORUPSI KEBIJAKAN & INSTRUMEN HUKUM DIJALANKAN SECARA INTEGRAL DAN SISTEMIK MENGEREM MERAJALELA- NYA KORUPSI DI INDONESIA 14
Perencanaan dan Pembentukan Hukum KEBIJAKAN REPRESIF Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi dan Sektor Lainnya Yang Terkait Peningkatan Kinerja Institusi Penegak Hukum Peningkatan Kualitas Profesi Hukum 15
Kebijakan Restoratif Sebagai alternatif dari kebijakan represif TINDAK PIDANA KORUPSI KEBIJAKAN PIDANA SEBAGAI PREMIUM REMIDIUM KEBIJAKAN PIDANA SEBAGAI the last resort/upaya terakhir LP MAKIN PENUH Kerugian finansial tidak dapat di pulihkan Upaya penyelamatan aset hasil korupsi Core dari semangat pemberantasan korupsi adalah mengedepankan pengembalian aset. 16
Peningkatan Peran Komisi Pengawasan Eksternal dan Internal Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran Hukum KEBIJAKAN PREVENTIF Peningkatan Kesejahteraan dan Kesempatan Kerja Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam Rangka Pemberantasan Korupsi. Meningkatkan Koordinasi Dalam Rangka Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi. 17
Kebijakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah Program Reformasi Birokrasi - kelembagaan (institution); - ketatalaksanaan (business process); - sumber daya manusia (human resource) Perbaikan diberbagai sektor publik dan administratif : 1. Pelayanan Publik 2. Prosedur Investasi 3. Proses mendapatkan keadilan 4. Pengadaan Barang & Jasa BELUM TUNTAS PP No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Reformasi Birokrasi harus dilakukan secara: Transparan; Akuntabel; Efisien, Efektif, Realistik, Konsisten Terkait dengan : - pola pikir (mindset); - budaya kerja (culture set) dan - perilaku (behavior). PERUBAHAN 18
PEMBERANTASAN KORUPSI YANG DILAKUKAN KEJAKSAAN RI 19
Data Perkara Korupsi Di Indonesia Ditangani oleh POLRI, Kejaksaan RI dan KPK Periode Tahun 2004 S.D. 2010 TAHUN TAHAP PENYIDIKAN TAHAP PENUNTUTAN PENYIDIK PENYIDIK PENYIDIK BERASAL DARI BERASAL DARI BERASAL POLRI KEJAKSAAN KPK DIK POLRI DIK KEJAKSAAN DARI DIK KPK 2004 311 523 2 157 460 2 2005 215 546 12 187 542 17 2006 225 588 26 279 515 23 2007 155 636 23 200 512 27 2008 190 1.348 47 178 1.114 37 2009 283 1.609 34 199 1.412 32 2010 201 2.297 37-1.684 27 JUMLAH 1.580 7.547 181 1.200 6.239 165 Sumber : Sunproglapnil Pidsus Kejaksaan Agung 20
NO TAHUN U R A I A N UANG PENGGANTI (Rp) DENDA (Rp) UANG NEGARA YANG DISELAMATKAN DALAM PENYIDIKAN/PENUNTUTAN (Rp) BARANG RAMPASAN (Rp) KET 1 2004 14.168.278.951,00 1.421.891.000,00 KEJATI KEJAGUNG 2. 2005 9.875.363.865,00 1.383.644.250,00 - - 31.506.837.750,00 3. 2006 2.209.405.552.920,59 1.885.028.500,00 - - 137.100.000,00 4. 2007 2.686.204.715.257,10 3.615.350,00 - - 3.773.945.199,00 5. 2008 1.400.550.000,77 *) US $ 18.000.000,00 958.668.616,00 72.625.733.604,57 3.386.391.864.708,35 2.852.800.000,00 6. 2009 2.061.493.544.738,00 + US $ 493.647,07 7. 2010 s/d Des JUMLAH - 351.011.716.010,01 110.503.277.107,00 + US $ 67.882.42 + Baht 3.835,192.76 - - 354.525.832.720 6.982.548.005.732,46 + US $ 18,493,647.07 5.652.847.716,00 Rp. 4.275.058.424.149 + US $ 67.882.42 + Baht 3.835.192.76 3.828.572.926.240,00 3.886.843.609.189,00 21
Selain itu untuk menuntaskan pelaksanaan eksekusi serta optimalisasi pencarian terpidana dan tersangka perkara tindak pidana korupsi, baik di dalam maupun di luar negeri, serta untuk mengembalikan kerugian keuangan/perekonomian negara oleh pemerintah telah dibentuk Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi 22
Agar pelaksanaan kegiatan usaha dan investasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik serta sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional, maka pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia harus terus digalakkan secara sinergis dan simultan oleh seluruh komponen bangsa ini. Apabila persoalan korupsi di Indonesia dapat diselesaikan secara tuntas, maka kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia tentunya akan semakin meningkat dan pada akhirnya akan menjadi modal yang signifikan untuk mengembalikan gairah perekonomian di Indonesia. 23
24