KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS


PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG IZIN APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA REFRAKSIONIS OPTISIEN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 05/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 11 JULI 2007

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI SIDOARJO,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan persyaratan sebagai berikut :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Alat Kesehatan. Rumah Tangga. Produksi.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL SURAT IJIN APOTIK (SIA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-68/BAPEDAL/05/1994 TENTANG

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KESEHATAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 89 TAHUN 1990 TENTANG IZIN USAHA EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) MENTERI PERHUBUNGAN,

(dibuat diatas kertas kop perusahaan) Perihal : Permohonan Penetapan sebagai Pialang Berjangka yang melaksanakan kegiatan penerimaan Nasabah secara

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT)

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Apotek dengan data data sebagai berikut :

E N T A N G PENILAIAN KEMBALI DAN PENARIKAN DARI PEREDARAN OBAT JADI YANG BEREDAR MENTERI KESEHATAN

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-26/PM/1996 TENTANG PERIZINAN PENASIHAT INVESTASI KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 2/P/2008

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

TENTANG IZIN KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR,

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

No. 5/2/DPM Jakarta, 3 Februari 2003 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

TENTANG IZIN LABORATORIUM KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

BUKTI PENERIMAAN JAMINAN (BPJ) NOMOR :...(3)

CEK LIST PERMOHONAN PENUTUPAN APOTIK. Nama Apotik :.. Alamat :.. No. Telp. :.. Nama APA :.. No. SIK/SIPA :.. Syarat Permohonan

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN SIMEULUE

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

Nomor :..., Lampiran : Perihal : Permohonan Persetujuan sebagai Pengelola Gudang...

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

BLANGKO PERSYARATAN IZIN. Baru Daftar Ulang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70 / PMK.04 / 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TITIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

2015, No terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2012 dan mengatur kembali ketentuan Angka Pengenal Importir; d. b

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menampung semangat otonomi Daerah dan kebutuhan masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat, kesehatan perlu ditingkatkan: b. bahwa peraturan Menteri Kesehatan No. 918/ Men. Kes/per/X/ 1993 tentang pedagang Besar Farmasi sudah tidak memenuhi kebutuhan dimaksud dalam butir (a) sehingga perlu diadakan perubahan c. bahwa sesuai dengan huruf (a) dan (b) tersebut diatas perlu, ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan No. 918/ MENKES/PER/X/1993 tentang pedagang Kesehatan Mengingat : 1. Undang-undang obat keras ( St 1937 Nomor 541) 2. undang undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) 3. Undang-undang nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika (Lembaran Negara RI Tahun Nomor 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3671) 4. Undang-undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negeri RI Tahun 1997 Nomor 67. Tambahan Lembaran Negeri RI Tahun 1997 Nomor 3698). 5. Undang undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60.Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 3839); 6. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 49. Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 19996 Nomor 3637); 7. Peraturan Pemerintah RI No. 71 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 3781); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

kewenangan Perintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 3952) MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR; 918 MENKES/ PER/X/ 1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI Pasal 1 Mengubah beberapa ketentuan dalam pasal 1,4,7,9,10,11,12,13,18,20,22,23, clon 24 a, - sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1 Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Sarana Pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, toko obat dan pengecer lainnya serta unit kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri. 3. kepala Dinas Kesehatan adalah kepala Dinas kesehatan Propinsi. 4. Balai POM adalah Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan. 5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Pasal 4 Ijin Usaha Pedagang Besar farmasi diberikan oleh Menteri: 1. Ijin Usaha pedagang Besar farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan pedagang Besar farmasi yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan usaha dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia; 2. Untuk memperoleh ijin usaha Pedagang Besar farmasi tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun. Pasal 7 1. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dipertanggungjawabkan oleh penanggung jawab teknis seorang Apoteker. Atau Asisten Apoteker

yang mempunyai Surat Penugasan dan atau Surat Penugasan dan Surat Ijin Kerja: 2. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 khusus untuk Pedagang Besar farmasi yang menyalurkan bahan baku obat, wajib dipertanggung jawabkan seorang-apoteker yang mempunyai Surat Penugasan dan Surat Ijin Kerja: 3. Setiap pergantian penanggung jawab dimaksud ayat (1) wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat. Pasal 9 1. Pedagang Besar farmasi dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan-sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengelolaan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi serta dapat menjamin kelancaran. Pelaksanaan tugas dan fungsi Pedagang Besar farmasi; 2. Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan perbekalan farmasi yang disimpan. 3. Gudang dan kantor Pedagang Besar farmasi dan setiap cabangnya dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi dan penanggungjawab; 4. Pedagang Besar Farmasi wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib ditempat usahanya mengikuti pedoman teknis yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 10 1. Pedagang Besar farmasi yang menyalurkan bahan baku farmasi wajib menguasai laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan baku farmasi yang disalurkan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri; 2. Untuk setiap pengubahan kemasan bahan buku obat dari kemasan aslinya wajib dilakukan pengujian laboratorium untuk identifikasi. Pasal 11 Pendirian Cabang Pedagang Besar farmasi di propinsi wajib dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Menteri dan kepada kepala Balai POM setempat.

Pasal 12 1. Permohonan ijin usaha diajukan pemohon kepada Menteri dengan tembusan kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan formulir Model PBF-1; 2. Permohonan ijin usaha diajukan setelah pedagang Besar farmasi siap melakukan kegiatan; 3. Dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-2 Kepala Dinas kesehatan Propinsi setempat selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada kepala Balai POM setempat untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan pedagang Besar Farmasi untuk melakukan kegiatan; 4. Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala Dinas Kesehatan melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir-Model PBF-3; 5. Kepala Dinas kesehatan propinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari Kepala Balai POM wajib menyampaikan kepada Menteri dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-4; 6. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sampai dengan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya. Pemohonan yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Menteri dengan tembusan kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-5 7. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (5) atau surat pernyataan dimaksud ayat (6), Menteri mengeluarkan ijin usaha Pedagang Besar Farmasi atau menundanya dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-6 atau PBF-7. Pasal 13 1. Penundaan Pemberian Ijin usaha Pedagang Besar farmasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (7) dilakukan apabila pemohon belum memiliki/ memenuhi salah satu hal sebagai berikut: a. Persyaratan administrative. b. Nomor Pokok Wajib Pajak c. Penanggung jawab yang bekerja penuh. d. Bangunan dan sarana untuk melaksanakan pengelolaan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran Perbekalan Farmasi 2. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pedagang Besar farmasi diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum

dipenuhi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak menerima surat penundaan; 3. Apabila kesempatan untuk melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam (2) tidak dipenuhi, maka permohonan Ijin Usaha Pedagang Besar farmasi ditolak dengan menggunakan formulir Model PBF-8 4. Apabila pemohonan sudah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka ijin Usaha Pedagang Besar farmasi diberikan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12. Pasal 18 1. Pedagang Besar Farmasi cabangnya wajib menyampaikan laporan secara berkala sekali 3 (tiga) bulan mengenai usahanya yang meliputi jumlah penerimaan dan penyaluran masing-masing jenis dan kepada Menteri dengan tembusan kepada Kepala Dinas kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model PBF-9 2. Pedagang Besar farmasi yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan penyaluran narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai perundang-undangan yang berlaku disamping laporan berkala seperti disebut dalam ayat (1) Pasal 20 1. Pelaksanaan pencabutan ijin usaha Pedagang Besar farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada perusahaan Pedagang Besar farmasi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-10 b. Pembekuan ijin usaha pedagang Besar farmasi untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan kegiatan usaha Pedagang Besar farmasi dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-11. 2. Pemberian ijin usaha Pedagang Besar farmasi sebagaimana dimaksud, dalam ayat (1) b, dapat dicairkan kembali apabila Pedagang Besar farmasi telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuatu dengan ketentuan dalam peraturan ini; 3. Pejabat yang berwenang memberi peringatan dan melakukan pembekuan ijin seperti dimaksud pada ayat (1) adalah Menteri. Berdasarkan usul dari kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Badan POM;

4. Pejabat yang berwenang untuk mencabut ijin usaha Pedagang Besar farmasi adalah Menteri dengan menggunakan contoh formulir Model PBF-12 berdasarkan usul dari kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Badan POM; 5. Dikecualikan dari ketentuan (1) adalah Pedagang Besar farmasi yang sudah tidak aktif lagi selama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 19 huruf(b). Pasal 22 Pelanggaran terhadap keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedagang Besar farmasi dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan perundang-undangan lainnya. Pasal 23 1. Pembinaan terhadap pedagang Besar farmasi dilaksanakan oleh Menteri; 2. Pembinaan dimaksud ayat (1) meliputi pelaksanaan kebijakan umum di bidang pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 24 a Pedagang Besar farmasi yang telah memiliki ijin usaha Pedagang Besar farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 918/MENSKES/ PER/XJ 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi dianggap telah memiliki ijin usaha Pedagang Besar farmasi berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan ini. Pasal II Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita negara Republik Indonesia Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 24 September 2002 MENTERI KESEHATAN RI ttd Dr. ACHMAD SUJUDI

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/ MENKES/SKAX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI 1 PBF-1 Nama : Lampiran : Perihal : Permohonan ijin Usaha : Pedagang Besar Farmasi kepada Yth, Menteri Kesehatan RI Di JAKARTA Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan ijin usaha Pedagang Besar farmasi dengan data-data sebagai berikut; 1. Pemohon : a. Nama Pemohon/ Direktur / Kuasa : b. Alamat dan Nomor telepon : 2. Perusahaan : a. Nama perusahaan : b. Alamat kantor dan Nomor telepon : c. Alamat Gudang dan Nomor telepon : (1) Akte Notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen kehakiman (terlampir) : (2) Nomor Surat izin Perdagangan (SIUP) : (3) Pimpinan Perusahaan (Daftar nama Direksi Dan dewan Komisaris terlampir) : (4) Pernyataan tidak terlibat pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Farmasi dari Anggota Direksi (terlampir : 3. Apoteker/ Asisten Apoteker Penanggung Jawab : - Nama : - Nomor Surat Izin Kerja : - Surat Perjanjian Kerja sebagai Penanggung jawab (terlampir) : - Perjanjian bekerja penuh (Full Time dari Apoteker / Asisten Apoteker :

Demikian permohonan Kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak kami sampaikan terima kasih. Pemohon ( ) Tembusan Kepada Yth: 1. Kepala Dinas kesehatan Propinsi di. Coret yang tidak perlu.

PBF-2 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI... Nomor : Lampiran : Perihal : pelaksanaan pemeriksaan PBF Kepada Yth, Kepala Balai POM Di.. Sehubungan dengan surat permohonan dari... No Tanggal.., perihal ijin Pedagang Besar Farmasi, maka bersama ini kami mohon bantuan saudara untuk segera melaksanakan pemeriksaan terhadap tersebut. Hasil pelaksanaan pemeriksaan agar disampaikan kepada kami dalam bentuk berita acara pemeriksaan, sebagaimana contoh formulir PBF-3 Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.. (..)

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI PBF-3 BERITA ACARA PEMERIKSAAN BALAI POM.Pada hari ini.. tanggal bulan tahun kami yang bertanda tangan di bawah ini sesuai dengan No..tanggal.Telah dilaksanakan pada pemeriksaan terhadap : Nama Perusahaan :.. Alamat :.. Nomor Pajak Wajib Pajak :.. Pemeriksaan ini dilakukan adalah sebagai persyaratan untuk memperoleh izin usaha Pedagang Besar Farmasi dengan hasil sebagai berikut: No. Hal Keterangan 1. Surat Permohonan Ada / Tidak Ada 2. Surat Perjanjian kerja sebagai penanggung Jawab Ada / Tidak Ada 3. Status Penanggung jawab Apoteker/Asisten Apoteker 4. Salin/ fotokopi ijasah Penanggung Jawab Ada / Tidak Ada 5. SIK Penanggung jawab Ada / Tidak Ada 6. Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) Ada / Tidak Ada 7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Ada / Tidak Ada 8. Pustaka yang diwajibkan Lengkap/Belum Lengkap 9. Denah Bangunan Sesuai/Tidak Sesuai 10. Peta lokasi Sesuai/Tidak Sesuai 11. Domisili Perusahaan Sesuai /Tidak Sesuai 12. Kondisi Bangunan Permanen/Semi Permanen/Darurat Status pemilikan bangunan Milik Sendiri /Kontrak 13. IMB Ada / Tidak Ada 14. Izin H.O Ada / Tidak Ada 15. Jumlah Gudang Ada / Tidak Ada 16. Gudang/ Kantor Buah Luas kantor : Luas Gudang : Penerangan : Ventilasi : AC : Kapasitas cukup/tidak cukup Sumber Air :. Pemadam Kebakaran : (Jumlah dan kapasitas :

Perlengkapan Gudang : - Lemari dengan kunci (Jumlah dan volume) : - Lemari Pendingin : (Jumlah dan volume : - Kamar Pendingin (Luas) :. - Perlengkapan lain : 17. Perlengkapan Administrasi Kartu Persediaan : Ada / Tidak Ada Kartu Pemeriksaan Kartu Pembelian : Ada / Tidak Ada Kartu Pemeriksaan : Ada / Tidak Ada Kartu Gudang : Ada / Tidak Ada Kartu Barang : Ada / Tidak Ada Kartu Penjualan : Ada / Tidak Ada Faktor Penjualan : Ada / Tidak Ada SPB : Ada / Tidak Ada 18. Tenaga kerja a. Apoteker : orang b. Asisten Apoteker :. Orang c. Tenaga lain : orang Jumlah : orang Demikian Berita Acara dibuat sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan.. Penanggung Jawab Perusahaan Team Pemeriksaan Nama Tanda Tangan 1.. 2... 3.... Mengetahui : Kepala Balai POM. ( ) (.) NIP:

PBF-4 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI... Nomor : Lampiran : Perihal : Pelaksanaan pemeriksaan Kepada PBF Yth, Kepala Balai POM Di.. Sehubungan dengan surat permohonan dari... No Tanggal.., perihal ijin Pedagang Besar Farmasi, maka bersama ini kami mohon bantuan saudara untuk segera melaksanakan pemeriksaan terhadap tersebut. Hasil pelaksanaan pemeriksaan agar disampaikan kepada kami dalam bentuk berita acara pemeriksaan, sebagaimana contoh formulir PBF-3 Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.. (..)

PBF-5 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI KEPALA DINAS KESEHATAN PROPINSI Nomor : Lampiran : Pernyataan siap kepada Perihal : melaksanakan kegiatan Yth, Menteri Kesehatan RI Di Jakarta Dengan hormat, Menunjuk surat permohonan kami nomor tanggal.dan menunjukkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No.1191/Men.Kes/IX/2002, dengan ini kami laporkan bahwa Pedagang Besar Farmasi PT,. Yang beralamat Jl.. Telah siap untuk melaksanakan kegiatan Demikianlah untuk diketahui dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih Tembusan: Direktur ( ) Kepala Dinas kesehatan Propinsi

PBF-6 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Membaca : 1. Surat permohonan No tanggal untuk memperoleh Ijin Usaha Pedagang Besar Formasi 2. Berita Acara Pemeriksaan Balai POM tanggal.. 3. Laporan Hasil Pemeriksaan PBF dari Dinas Kesehatan propinsi No tanggal Menimbang : Bahwa permohonan. Tersebut dapat disetujui, oleh karena itu menganggap perlu menerbitkan. Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi. Mengingat : 1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 Nomor 541): 2. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) 3. Undang undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3671); 4. Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 67. tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 3698); 5. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 3839); 6. Peraturan Pemerintah No. 32 Tabun 1996 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 3637); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 200 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonomi (Lembaran Negara RI tahun 1998 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 138. Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 3781); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonomi (Lembaran Negara RI tahun 2000 Nomor 54,

MENETAPKAN : PERTAMA KEDUA Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 3952).; 9. keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/SK/IX/IX 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan menteri Kesehatan Nomor 918/ Menkes/Per/XI/1993 tentang pedagang Besar farmasi. Jo. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/ Menkes/Per/XI 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi. : Memberikan Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi Kepada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kantor dan gudang tempat menyimpan perbekalan kesehatan terletak di Jalan 2. Harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. melaksanakan dokumentasi pedagang, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi sesuai standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 4. Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi berlaku untuk seterusnya yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan usahanya dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. : Surat keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan bahwa akan diadakan peninjauan atau perubahan sebagaimana mestinya apabila terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam penetapan ini. Ditetapkan :. Pada tanggal : MENTERI KESEHATAN (.) Salinan ini Disampaikan kepada: 1. kepala Badan pengawasan Obat dan Makanan. 2. Dinas Kesehatan Propinsi. 3. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Di Jakarta

PBF-7 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : Lampiran : Penolakan Ijin usaha kepada Perihal : Pedagang Besar Farmasi Yth,.... Di - Sehubungan dengan surat Saudara No. Tanggal.. Perihal permohonan Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi dan mengingat belum dipenuhinya persyaratan sebagaimana tercantum dalam surat kami No tanggal..perihal Penundaan Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi, maka dengan ini kami nyatakan bahwa permohonan Saudara ditolak. Demikian untuk di maklumi. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Tembusan Kepada Yth.: 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.. 2. Kepala Balai POM ( )

PBF-8 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : Lampiran : Penolakan Ijin usaha kepada Perihal : Pedagang Besar Farmasi Yth,.... Di - Sehubungan dengan surat Saudara No. Tanggal.. Perihal permohonan Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi maka dengan ini kami beritahukan bahwa kami belum dapat menyetujui permohonan tersebut karena: 1. 2. 3. Selanjutnya kepada Saudara kami minta melengkapi kekurangan tersebut selambatlambatnya dalam waktu 1 (satu) belum sejak tanggal surat ini. Demikian untuk di maklumi. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (.) Tembusan Kepada Yth.: 3. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.. 4. Kepala Balai POM

PBF-9 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI Kepada Yth. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Di JAKARTA LAPORAN PEDAGANG BESAR FARMASI 1. KETERANGAN UMUM 1. Nama Perusahaan 2. NPWP 3. Nomor Ijin Pedagang Besar Farmasi 4. Alamat Perusahaan Kelurahan Kecamatan Kabupaten Propinsi : : : : : : : :....... 1. PENYALURAN NO Jenis Obat Nama pabrik Persediaan Yang Disalurkan (bila diperlukan dapat menggunakan lembar tambahan) Demikianlah laporan informasi ini dibuat dengan sebenarnya, dan apabila ternyata tidak benar kami bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan Perusahaan yang berlaku Penanggung Jawab. Pelapor Direktur PBF Tembusan Kepada Yth. 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. 2. kepala Balai POM..

PBF-10 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : Lampiran : Kepada Perihal : Peringatan ke Yth,.. : Tantang Pelaksanaan.. : Ketentuan Perizinan Usaha Di - : Pedagang Besar Farmasi Sehubungan dengan surat Saudara No tanggal.. atas nama.dengan lokasi.. setelah kami mengadakan pemeriksaan ternyata perusahaan Saudara tidak memenuhi ketentuan perijinan yang berlaku, antara lain: 1. 2.. 3. 4. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami minta Saudara untuk memenuhi ketentuan perijinan yang berlaku. Demikian untuk kiranya menjadi perhatian saudara. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA ( ) Tembusan Kepada Yth. 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. 2. kepala Balai POM

PBF-11 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG : PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MEMBACA : Surat kepala Dinas Kesehatan propinsi.. No tanggal perihal usul pembekuan Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi atas nama. MENIMBANG : Bahwa. Telah melanggar-pelanggar 1. 2. 3. 4... MENGINGAT : 1. Undang-undang Obat keras (St.1973 7 Nomor 54 1): 2. undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 3495); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembar Negara RI Tahun 1997 Nomor 10, Lembaran Negara RI Nomor 3671); 4. Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara RI tahun 1997 Nomor 3698); 5. Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 3839): 6. Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan (Lembar Negara RI Tahun 1996 Nomor 3637); 7. Peraturan pemerintah RI No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 138. Tambahan lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 3781); 8. Peraturan pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 3952);

9. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/ Menkes/SK/IX/ 2002 Tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/ Menkes/ Per/ X/ 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi Jo. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/ Menkes/ Per/ X/ 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi. MENETAPKAN: KEDUA : Membekukan Surat keputusan Menteri Kesehatan No.. tanggal tentang pemberian Ijin Usaha Pedagang Besar Farmasi kepada Surat keputusan ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Pada tanggal : MENTERI KESEHATAN RI ( ) Salinan ini Disampaikan Kepada: 1. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2. Dinas Kesehatan Propinsi. 3. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia di Jakarta.