BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang. Teori Umum. Deinisi :

Penetapan Kadar Sari

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA HERBAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya

BAB I PENDAHULUAN. HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

DAFTAR ISI. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkisar antara 36-37ºC. Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu

Metoda-Metoda Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

Kromatografi tambahan. Imam S

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

baik berkhasiat sebagai pengobatan maupun pemeliharaan kecantikan. Keuntungan dari penggunaan tanaman obat tradisional ini adalah murah dan mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat bahan alam,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II Teknik Isolasi Kafein dari Biji Kopi

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional Obat tradisional yang diperlukan oleh masyarakat adalah obat tradisional yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang dapat memelihara kesehatan, mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sedian sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai obat disebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum menglami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Bukan yang pertama kali Badan Pengawas Obat dan Makanan menarik obat tradisional dari peredaran. Seperti halnya yang terjadi, beberapa macam obat tradisional dan suplemen berkhasiat menambah stamina pria ditarik dari peredaran. Obat-obat itu mengandung bahan kimia obat. Bahan kimia obat keras itu dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mematikan jika digunakan tanpa resep dokter (Anonim, 2008). Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan,

pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Suyono, 1996). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Dirjen POM, 1994). Menurut Materia Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: a. Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. b. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. c. Simplisia pelikan (mineral) Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas.

Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen POM, 1986). 2.2 Tanaman obat Para ahli mengelompokkan tanaman obat berkhasiat menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat dan penggunaanya dapat dipertanggung jawabkan secara klinis. 3. Tumbuhan obat potensial merupan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaanya secara ilmiah medis sebagai bahan obat. Menurut para ahli tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan (Widyastuti, 2004). Bahan baku obat tradisional sebagian besar berasal dari tanaman, baik keseluruhan maupun bagian dari tanaman seperti daun, buah, akar, kulit dan batang. Bahan tersebut dapat dimanfaatkan dalam keadaan segar maupun kering (Mursito, 2002).

2.3 Simplisia yang terdapat dalam jamu Menurut Depkes RI. (1989), simplisia yang terdapat dalam jamu adalah sebagai berikut: - Zingiberis Rhizoma Lempuyang wangi adalah Zingiberis aromaticum L. Mengandung Penggunaan : minyak atsiri seperti : limonen dan zerumben. : anti kejang, penghilang rasa sakit, asma, rematik, dan radang lambung. - Phyllantnus Urinarialin Meniran adalah Phyllantnus urinarialin. Mengandung : Saponin, flavonoid, filantin, hipopilantin dan tannin. Penggunaan : peluruh seni, peluruh haid, diare, dan demam. - Mimosae Pudicae Folium Daun putri malu adalah daun Mimosa pudicae L., suku Minosaceae. Mengandung : Tanin 6,8 %, flavonoid, steroid/triterpenoid, sterol. Penggunaan : anti inflamasi. - Capsicum Frutescents L Cabe rawit adalah Capsicum frutescents L., suku Solanaceae. Menandung : Kapsaisin 0,02%, alkaloid atsiri, resin, minyak lemak dan Vitamin C. Penggunaan : stimulant dan karminatif.

2.4 Jamu Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan populer dengan sebutan herba atau herbal. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya (Suyono, 1996). 2.5 Obat Analgetika Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni 44-45 o C (Tan dan Kirana, 2002). 2.5.1 Parasetamol Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit dari fenasetin. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Ambang nyeri didefenisikan sebagai tingkat (level) di mana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Jadi, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang, ambang nyeri adalah konstant (Tan dan Kirana, 2002).

2.5.1.1 Sifat Zat Berkhasiat berikut: Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat parasetamol adalah sebagai Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida Berat Molekul : 151.16 Rumus Empiris : C 8 H 9 NO 2. Rumus bangun : 2.5.1.2 Sifat fisika Pemerian Kelarutan : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol. Jarak lebur : Antara 168 o dan 172 o. 2.5.1.3 Indikasi Di Indonesia, penggunaan parasetamol yaitu sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (kerusakan pada ginjal). Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Penggunaannya

untuk meredakan demam tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik (Moko, 2008). 2.5.1.4 Efek Samping Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tan dan Kirana, 2002). 2.6 Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk tekhnik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh TSWEET, telah menggunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stasionary) dan yang lain fasa bergerak (mobile), pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Senyawa pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985). 2.6.1 Kromatografi lapis tipis Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Plat kromatografi dibuat dengan cara penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi bubur (slury) dengan air (kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang diatas plat glas. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kirakira 100 o C selama 30 menit. Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis diidentifikasi dengan melihat flourosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari harga Rf. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu: 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun mengunakan fasa bergerak dalam solut yang sama, tetapi hasil akan dapat diperoleh jika menggunakan penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun dalam prakteknya tebal dan lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan. 5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. 6. Tekhnik percobaan Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat. (metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun tekhnik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan). 7. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf. 8. Suhu Pemisan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa. 9. Kesetimbangan Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam

bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang terbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dari pada bagian tengah. keadaan ini harus dicegah. Alat kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal serba rata dengan ukuran yang sesuai, umumnya 20 x 20 cm. Bejana kromatografi yang dapat memuat satu atau lebih lempeng kaca dan dapat ditutup seperti tertera pada kromatografi menaik (Sastromidjojo, 1985). 2.7 Spektrofotometri 2.7.1 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Spektrofotometer UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hydrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang, Seperti prisma atau monokromtor. Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak. Sedangkan frekwensi adalah

kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang. Bilangan gelombang (V) adalah satu satuan perpanjang gelombang (Dachriyanus, 2004).