II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

dokumen-dokumen yang mirip
II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi adalah keterampilan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan Tentang Problem Based Instruction (PBI)

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

Oleh : Muhammad Abdul Wahid A

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB 1 PENDAHULUAN. Gejala umum yang terjadi pada peserta didik saat ini adalah malas berpikir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

1. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu yang mengaplikasikan konsep dalam kehidupan nyata.

E046. M. Agung Fatkhurrokhim 1, Budhi Utami 2 1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi 2

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PROJECT-BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 KEPANJEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II._TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri berasal dari kata bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga

ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

Transkripsi:

II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja diciptakan agar siswa dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fisika yang belum pernah dikerjakan sebelumnya dan siswa belum memahami cara pemecahannya. Artinya persoalan itu masih baru bagi siswa meskipun proses atau pengetahuan yang sudah dimilikinya dapat digunakan sebagai pengalaman untuk memecahkannya. Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar yang berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang 7 digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata. Menurut Nurhadi (2003: 56) pembelajaran berbasis masalah atau PBL adalah: Suatu model pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Menurut Pannen (2001: 86) pembelajaran berbasis masalah atau PBL mempunyai 5 asumsi utama yaitu: (1) Permasalahan sebagai pemandu. Permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa dan kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas; (2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Permasalahan disajikan kepada siswa setelah penjelasan diberikan; (3) Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, prinsip dan dibahas dalam diskusi kelompok; (4) Permasalahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis; (5) Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar. Berdasarkan kedua pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah ini pada dasarnya siswa dilibatkan pada suatu masalah dalam materi pembelajaran dan siswa diharapkan terlibat aktif dalam proses belajar yang mengharuskan siswa untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim (2003: 55): pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project Based teaching (Pembelajaran berbasis proyek). Experience-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic learning

(Pembelajaran Autentik) dan Anchored Instruction (pebelajar berakar pada kehidupan nyata). 8 Adapun ciri-ciri pebelajaran berbasis masalah yang di kemukakan oleh Yassa (2002: 23). Yassa mengemukakan beberapa ciri penting dari pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: (1) Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi masalah; (2) Adanya keberlanjutan permasalahan dalam hal ini ada dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu: pertama, masalah harus memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dalam kandungan materi yang dibahas. Kedua, permasalahan harus bersifat real sehingga dapat melibatkan siswa tentang kesamaan dengan suatu permasalahan; (3) Adanya presentasi permasalahan, siswa dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga siswa merasa memiliki permasalahan tersebut; (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini maka peran dari fasilitator adalah mengembangkan kreatifitas berpikir para siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri. Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi mandiri, artinya siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai,terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan secara otomatis siswa dapat mengontrol proses belajarnya, serta siswa termotivasi untuk menyelesaikan masalah dalam proses pembelajarannya. Implementasi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah atau PBL dirancang dengan struktur pembelajaran menurut Yassa (2002: 24), sintaks pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: (1) Orientasi siswa kepada masalah; (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

9 PBL memberikan peluang bagi siswa untuk membangun kecakapan hidup (life skill), mengatur diri sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektuf dengan pikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai kecakapan terkait. Dalam PBL, siswa akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa. Berdasarkan pendapat menurut Ratnaningsih (2003: 126) mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: (1) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian; (2) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi; (3) Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan; (4) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah. Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan. Siswa secara individu akan meningkat kecakapannya dalam menyelesaikan masalah, mudah mengingat, meningkat pemahamannya serta meningkatkan pengetahuannya dengan dunia praktek.

2. Keterampilan Metakognitif 10 Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi. Istilah metakognisi memiliki akar kata meta dan kognisi. Meta berasal dari bahasa yunani yang berarti setelah atau melebihi dan kognisi mencakup keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir (Tamalene, 2010: 31). Metakognitif terdiri atas pengetahuan metakognitif dan aktivitas metakognitif. Pengetahuan metakognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Menurut Tamalene (2010: 32) mengemukakan bahwa: Aktivitas metakognitif terjadi saat siswa secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan. Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pemikiran terdahulu. Metakognitif dipandang sebagai suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh dia sendiri secara optimal. Siswa dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya. Berdasarkan pendapat Muin (2005: 17) kegiatan metakognitif dibagi dalam tiga aktivitas, yaitu: (1) Kesadaran (mengenal salah satu informasi baik implisit maupun eksplisit); (2) Monitoring/ pengamatan (mempertanyakan diri sendiri dan

11 menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman); (3) Regulasi/ pengaturan (membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan untuk memecahkan masalah). Berdasarkan pendapat di atas keterampilan metakognitif adalah cara berpikir siswa tentang apa yang dipikirkannya dan bagaimana proses berpikirnya. Keterampilan metakognitif siswa adalah suatu bentuk kemampuan siswa untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh siswa sendiri secara optimal sehingga siswa diharapkan dapat memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan keterampilannya. Pendekatan keterampilan metakognitif menurut Suzana (2003: 29) yaitu: Pendekatan keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pendekatan keterampilan metakognitif menurut Wahyuni (2008: 14) adalah sebagai berikut: (1) Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami; (2) pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah besserta alasannya; (3) pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaan. Berdasarkan pendapat dari dua ahli di atas pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran fisika lebih dominan pada memonitor kesadaran pengetahuan, strategi, dan proses berpikir diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada dasarnya yang dimunculkan adalah pertanyaan yang memadu proses berpikir secara

mandiri dan dapat muncul dari diri sendiri. Pendekatan metakognitif menekankan 12 siswa agar mampu menanamkan kesadaran tentang apa yang dipikirkan kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dia kerjakan dan selanjutnya mengevaluasi hasil pekerjaan tersebut. 3. Motivasi Belajar Motivasi bersifat sangat kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, memberikan arah dalam kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa: Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa, yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi adalah tenaga pendorong yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi pada setiap siswa berbeda, ada yang tinggi, ada yang rendah. Motivasi erat kaitannya dengan hasil belajar. Motivasi dapat ditingkatkan dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2002: 239) yang mengemukakan bahwa: Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.

13 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kekuatan mental seseorang yang mendorong terjadinya proses belajar. yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dari proses belajar itu dapat tercapai. Tujuan dari proses belajar itu adalah hasil belajar. Apabila motivasi siswa rendah maka hasil belajar juga akan kecil, sedangkan motivasi tinggi maka hasil belajarpun akan besar. Berdasarkan pendapat Hamalik (2001: 156) menyatakan bahwa: motivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa: Peran motivasi yang utama adalah penumbuhan gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar. Berdasarkan pendapat Hamalik motivasi memegang peranan penting dalam menjalin kelangsungan proses belajar, yaitu menimbulkan gairah belajar, mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan kegiatan belajar. Sedangkan menurut Hamzah (2007: 23), motivasi belajar terdiri dari beberapa aspek yaitu: (1) Adanya hasrat dan keinginan belajar, (2) adanya dorongan dam kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik, (6) adanya upaya menciptakan lingkungan yang kondusif. Motivasi dapat tumbuh di dalam diri siswa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri (intrinsik) dan faktor yang

muncul dari luar diri siswa (ekstrinsik). Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim 14 (2000: 30) bahwa Motivasi belajar seseorang dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa atau mahasiswa memiliki motif intrinsik dan motif ekstrinsik dalam belajar. Contoh dari faktor intrinsik adalah pemahaman manfaat, minat, bakat, dan pemikiran tentang masa depan. Sedangkan contoh dari faktor ekstrinsik yang dapat menimbulkan motivasi adalah keinginan untuk mendapat nilai yang baik, menjadi juara, lulus ujian, keinginan untuk menang dalam persaingan, keinginan untuk dikagumi, dan lain-lain. 4. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif tetap. Pemberian tugas-tugas dan tes secara tertulis yang berfungsi untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Menurut Winkel (1983: 48) bahwa: Setiap macam kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu hasil belajar. Hasil belajar nampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh siswa. Menurut Keller yang dikutip Abdurrahman (1997: 38) memandang bahwa: Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi, dimana masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Perubahan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi.

Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima 15 pengalaman belajar. Hasil belajar ini menurut Bloom diklasifikasikan menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Sudjana, 2001: 22). Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran (Sudjana, 2001: 23). Hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran dapat diperoleh dengan berusaha mengamati, melakukan percobaan, memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta mampu untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah siswa mempelajari pokok bahasan yang diajarkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sardirman (2005: 21) Hasil belajar dapat diperoleh dari berbagai usaha, misalnya aktif dalam kegiatan pembelajaran, memahami eksperimen yang dilakukan, dan menganalisis hasil eksperimen dan menganalisis isi suatu buku. Seseorang yang mampu menguasai suatu materi keilmuan dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki prestasi. B. Kerangka Berpikir Pembelajaran akan lebih bermakna ketika pembelajaran itu dapat mudah diingat dan dipahami oleh peserta didik yang diduga dapat diterapkan dengan tujuan mudah diingat dan dipahami oleh peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang mudah diingat dan dipahami oleh siswa yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau model PBL. Apabila dalam proses pembelajaran dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa maka secara secara teori motivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat.

16 Keterampilan metakognitif berkaitan erat dengan model PBL dikarenakan ada beberapa asumsi yang dapat menumbuhkan keterampilan metakognif siswa dari proses pemberian suatu masalah, antara lain: permasalahan sebagai pemandu siswa, permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi siswa, permasalahan sebagai contoh, permasahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis, dan permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar. Dari asumsi di atas dapat kita simpulkan bahwa proses pemecahan masalah pada model PBL dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa. Keterampilan metakognitif yang terwujud dari model PBL akan meningkat kecakapan dalam pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa. Permasalahan yang diberikan melalui model di atas akan menstimulus siswa untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, sehingga siswa menemukan berbagai cara atau jalan dari permasalahan yang diberikan. Proses pencarian solusi itu dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dimana siswa akan termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Apabila motivasi siswa tinggi maka dalam penyelesaian masalah tersebut akan berhasil. Motivasi ini lah yang menimbulkan kegiatan siswa dan juga yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Tujuan dari proses belajar tidak lain adalah hasil belajar yang merujuk kepada prestasi belajar siswa.

17 Pada umumnya siswa yang menggunakan keterampilan metakognitif dengan baik akan memiliki motivasi agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik, dapat menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan belajar tersebut, dan memilih alternatife untuk mencapai tujuan belajar tersebut. Motivasi tersebut timbul dari pikiran yang menuju kekreatifan dimana siswa dapat menemukan berbagai solusi atau aternative untuk mencapai suatu tujuan. Jadi keterampilan metakognitif berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa, dimana apabila keterampilan metakognitif tinggi maka motivasi dan hasil belajar siswa akan tinggi. Beberapa model pembelajaran yang dapat memberdayakan keterampilan metakognitif adalah PBL. Pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah : keterampilan metakognitif (X 1 ) sebagai variabel bebas, motivasi belajar (Y 1 ) dan hasil belajar (Y 2 ) sebagai variabel terikat, dan model PBL sebagai variabel moderator. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel-variabel tersebut, maka dapat dijelaskan dengan bagan pemikiran seperti gambar berikut. R 1 Y 1 X 1 R 1 Y 2 Gambar 2.1. Bagan Pradigma Pemikiran

Keterangan : 18 X 1 : Keterampilan Metakognitif Y 1 : Motivasi Belajar Siswa Y 2 : Hasil belajar siswa R 1 : Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif R 2 : Pengaruh hasil belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa melalui model PBL. 2. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui model PBL.