BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II VARIABEL YANG MEMPENGARUH DIVIDEND PAYOUT RATIO DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah

Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

II. LANDASAN TEORI. laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. secara global. Salah satu jenis investasi adalah investasi saham. Investasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KEBIJAKAN DIVIDEN

II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen (Dividend Policy) merupakan keputusan mengenai laba yang

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (corporate action) dengan membagikan dividen atau menahan laba.

BAB II URAIAN TEORITIS. minuman yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Pengambilan sampel dan purposive

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan dividen telah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Perusahaan yang sukses akan memperoleh pendapatan (income).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006) Saham dapat didefenisikan

umum lebih menyukai dividen daripada capital gain. Berarti pula bahwa terdapat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, umumnya suatu perusahaan memerlukan dana

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Likuiditas perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan

TEORI DEVIDEN (DIVIDEND THEORY)

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Telaah pustaka tersebut berasal dari berbagai sumber yaitu text book

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set. (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada para pemegang saham atau equity investor. Dividen merupakan bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perolehan laba merupakan ukuran keberhasilan kinerja financial perusahaan. Laba

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. tersebut. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan Price to Book Value

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau laba yang sebesar-besarnya yang mengandung konsep bahwa perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan akhir dari investor perorangan maupun badan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang. atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aliran kas bebas atau lebih sering dikenal dengan free cash flow dapat

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. penelitian ini yang membahas tentang Profitabilitas, Kebijakan Dividen, dan Nilai

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam suatu perusahaan merupakan suatu hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya perusahaan membutuhkan dana dalam jumlah tertentu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden. bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas pada negara tersebut. Pasar modal Indonesia memiliki peran besar

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan dividend merupakan fungsi yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka. baik dalam bentuk kas maupun saham kepada para pemegang saham suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian Budi Hardiatmo dan Daljono (2013) Penelitian ini mengambil topik tentang analisis faktor - faktor yang

BAB II URAIAN TEORITIS. panjang yang digunakan oleh perusahaan, sedangkan struktur keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibagikan perusahaan dapat berupa tunai (cash dividend) yaitu kepada setiapp

BAB II URAIAN TEORITIS. Suharli (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh profitability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Teori burung di tangan (Bird in the Hand)

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Isyarat atau signal menurut (Brigham dan Houston, 2001 dalam Diah, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian dan Pemahaman Dividen

II. LANDASAN TEORI. Robert Ang (1997) dalam Priono (2006:10) menyatakan bahwa dividen

BAB I PENDAHULUAN. cara meningkatkan nilai perusahaan. Harga pasar saham menunjukkan nilai perusahaan,

Kebijakan Dividen 1 BAB 11 KEBIJAKAN DIVIDEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa maksimal. sebagian besar didanai dengan internal equity maka akan mempengaruhi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan dividen menjadi perhatian banyak pihak seperti pemegang saham,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuntungan bagi investor yaitu keuntungan berupa dividend. gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada investor, yaitu keuntungan berupa dividen dan capital gain. Capital gain

BAB I PENDAHULUAN. Saham merupakan bukti kepemilikan sebagian perusahaan. Obligasi (bond)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya agar dapat tetap bertahan dalam

Transkripsi:

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Dividen 2.1.1.1. Pengertian Dividen Seorang investor yang menanamkan modalnya pada suatu perusahaan tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang telah dilakukannya. Keuntungan yang dapat diterima oleh investor atau pemegang saham dari penanaman modal melalui pembelian saham suatu perusahaan terdiri dari dua macam, yaitu: dividen dan capital gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari penjualan aktiva tetap atau selisih antara harga jual dengan harga beli surat berharga. Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003: 271). Hanafi (2004:361) menyatakan bahwa Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan atau laba dari perusahaan. Dividen ditentukan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan.

20 2.1.1.2. Jenis Dividen Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya. Dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut: 1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen tunai merupakan dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Dividen Tunai paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besar kecilnya pembagian dividen tergantung pada pembatasan-pembatasan, undang-undang, kontrak-kontrak, dan jumlah uang yang dimiliki atau tersedia dalam perusahaan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) disepakati adanya sejumlah tertentu bagian dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividend (Munandar, 1983 : 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain seperti bank. Cara yang kedua biasa yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994 : 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat

21 pengumuman ada dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut. 2. Sertifikat Dividen (Script Dividend) Dividen dalam bentuk skrip maksudnya perusahaan tidak membayar pada saat itu tetapi memilih membayar pada masa yang akan datang karena saldo kas yang ada di tangan tidak mencukupi. Dividen ini dibagikan dengan tujuan agar perusahaan tetap dapat mempertahankan citra dan nama baik perusahaan. Sertifikat dividen merupakan suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkan uang tersebut kepada yang berhak. Script dividend seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk membayar dividend cash (Suaidi, 1994 : 231). 3. Dividen Harta (Property Dividend) Dividen harta merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (bukan berupa uang tunai ataupun modal saham perusahaan). Contoh Dividen Harta adalah dividen berupa persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada perusahaan lain.

22 Pembagian dividen berupa harta lebih sulit dibanding pembagian dividen tunai. Perusahaan melakukan dividen harta ini karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlah cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Suaidi, 1994 : 233). 4. Dividen Likuiditas (Liquidating Dividend) Dividen Likuiditas merupakan dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham di mana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran dividen tunai sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (Munandar, 1983 : 314). Dividen Likuiditas ini dicatat dengan mendebet rekening pengembalian modal dan dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham. 5. Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen saham merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (Munandar, 1983 : 314). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Dividen Saham (Stock Dividend). Dividen saham dapat berupa saham yang sama jenisnya maupun yang berbeda

23 jenisnya. Pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang sebanding dengan saham yang dimiliki. 2.1.2. Kebijakan Dividen 2.1.2.1. Pengertian Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi pada masa yang akan datang (Sartono, 2001 : 281). Dalam kebijakan dividen, terdapat pilihan yang tidak mudah dalam membagikan laba sebagai dividen atau menahan untuk diinvestasikan kembali. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan akan berdampak negatif terhadap harga saham. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan melihat sebagai sinyal negatif atas prospek perusahaan. Peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan di masa yang akan datang. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan. Jika manajemen meningkatkan porsi laba per lembar saham yang

24 dibayarkan sebagai dividen, maka mereka dapat meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, hal ini menyarankan bahwa keputusan dividen yaitu jumlah dividen yang dibayarkan merupakan suatu hal yang sangat penting (Sharpe, et.al., 1993:512). Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam kegiatan operasional perusahaan yang berarti laba tersebut harus ditahan di dalam perusahaan (Riyanto, 2001:265). Kebijakan dividen menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen pada saat ini. Jadi aspek utama dalam kebijakan dividen perusahaan adalah menetukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2005 : 270). Gitman (2003:570), mengatakan bahwa kebijakan dividen menunjukkan kebijakan yang menentukan besarnya persentase setiap dolar yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik dalam bentuk kas, dihitung dengan membagi dividen kas perusahaan per share dengan penghasilan per saham. Keown (2005:607), mengatakan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih perusahaan atau penghasilan per saham.

25 Dari pengertian kebijakan dividen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan rencana pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen, apakah dividen akan dibayarkan atau ditahan dalam perusahaan sebagai laba ditahan. Menurut Sundjaja dan Barlian (2002:387), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain: 1. Faktur hukum yang menyangkut peraturan mengenai penggunaan laba bersih untuk membayar deviden tahun-tahun yang lalu dan laba tahun berjalan. Faktor hukum juga akan melindungi para kreditur yang melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal dan bukan dari laba usahanya. Faktor hukum juga memperbolehkan perusahaan untuk tidak membayar dividen jika jumlah utang perusahaan lebih besar dari jumlah hartanya. 2. Posisi Likuiditas. Semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham. 3. Pembayaran pinjaman jangka panjang yang mengharuskan perusahaan untuk menahan laba sehingga perusahaan tidak akan membagikan dividen kepada para pemegang saham. 4. Kontrak pinjaman yang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Hal ini terjadi karena dividen pada masa mendatang hanya dapat dibayarkan dari laba yang diperoleh sesudah perjanjian hutang sehingga dividen tidak dapat dibayar dari laba yang

26 diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya karena dividen tidak dapat dibayarkan apabila modal kerja (aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar) berada di bawah jumlah yang ditetapkan. 5. Pengembangan aktiva perusahaan yang membutuhkan dana yang cukup besar sehingga mengakibatkan semakin banyak laba yang harus ditahan dan menunda pembayaran dividen. 6. Tingkat pengembalian asset yang menentukan pembagian laba dalam bentuk deviden yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain. 7. Stabilitas keuntungan yang baik mengakibatkan perusahaan akan membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan persentase yang lebih besar sebab perusahaan memiliki tingkat kepastian perolehan laba yang tinggi pada masa mendatang. 8. Pasar modal dapat membantu perusahaan besar yang memiliki profitabilitas yang tinggi dan keuntungan teratur untuk dapat masuk ke pasar modal dan memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya sehingga perusahaan dapat memenuhi pembayaran dividen kepada investor. 9. Pengendalian terhadap perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tidak menjual saham baru dan tidak membagikan laba mengakibatkan pembagian dividen dalam bentuk kas menjadi rendah. 10. Keputusan kebijakan dividen dengan mempertahankan dividen per lembar saham pada tingkat yang konstan yang tidak diimbangi dengan naiknya

27 keuntungan sehingga mempengaruhi pembagian dividen karena dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan cukup permanen. Menurut Riyanto (2001:281), faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain: 1. Posisi likuiditas yang baik akan memungkinkan pembayaran dividen yang baik. Semakin kuat posisi kas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana pada masa mendatang mengakibatkan semakin tingginya jumlah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham. 2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang yang dibayarkan melalui bagian dari pendapatan yang ditahan mengakibatkan semakin rendahnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. 3. Tingkat perluasan perusahaan yang mengakibatkan semakin besar dana yang dibutuhkan karena semakin besar bagian dari pendapatan perusahaan yang ditahan sehingga jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham akan semakin rendah. 4. Pengawasan terhadap perusahaan yang mempercayakan pada pembelanjaan internal dalam rangka usaha mempertahankan pengendalian terhadap perusahaan mengakibatkan pembayaran dividen semakin rendah karena semakin banyak dana yang dibutuhkan yang bersumber dari laba ditahan.

28 2.1.2.2. Teori tentang Kebijakan Dividen Teori kebijakan dividen merupakan teori yang mengkaji tentang penentuan besarnya alokasi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa pada dividen dan laba ditahan terhadap nilai pasar saham yang berlaku yang menjadi penentu nilai dari suatu perusahaan. Berbagai teori dan temuan empiris berkaitan dengan kebijakan dividen banyak ditemukan dalam literatur keuangan, tetapi keputusan investasi dan keputusan pendanaan yang baik tidak dapat digantikan oleh kebijakan dividen. Teori tentang kebijakan dividen terus berkembang dan mengalami kemajuan dan sampai saat ini ada beberapa teori kebijakan dividen yang telah dikemukakan. 1. Dividend Irrelevance Theory Teori ini diperkenalkan oleh Miller dan Modigliani (1961:411) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kebijakan dividen yang diputuskan atau dilaksanakan perusahaan terhadap nilai perusahaan (aset) yang dimiliki perusahaan. Investor yang memiliki saham pada perusahaan tidak akan terpengaruh terhadap nilai aset / investasi bila perusahaan melakukan atau memutuskan untuk membagi dividen. Tidak ada pengaruhnya kebijakan dividen terhadap investasi atau aset investor karena investor dapat membuat dividen sendiri (home made). Nilai perusahaan tidak tergantung kepada kebijakan perusahaan atau dividen yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham melainkan sangat tergantung kepada pilihan investasi optimal yang dilakukan oleh perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan

29 menghasilkan laba dan risiko investasi serta memisahkan antara dividen dan dana internal yang ditahan (laba ditahan) yang tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan tergantung kepada kebijakan investasi dan bukan pada berapa jumlah laba yang dibagi untuk dividen dan berapa jumlah laba yang tidak dibagi yang dijadikan sebagai laba ditahan (retained earning). Pendapat ini bertolak dari dua pemikiran. Pertama: diasumsikan bahwa keputusan investasi dan penggunaan utang sudah dibuat dan tidak mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan. Kedua: pasar modal yang sempurna diasumsikan ada. Hal ini berarti (1) investor dapat menjual dan membeli saham tanpa membayar biaya transaksi karena informasi dalam pasar modal yang sempurna tersebar luas sehingga investor dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang diinginkannya; (2) setiap perusahaan dapat menerbitkan saham tanpa adanya biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi; (3) tidak ada pajak pendapatan perseorangan maupun pajak penghasilan perusahaan; (4) informasi yang lengkap mengenai setiap perusahaan selalu tersedia sehingga investor tidak perlu melihat pengumuman khusus mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting dari kondisi perusahaan; serta (5) tidak terdapat konflik atau tidak ada masalah keagenan antara pihak manajemen dengan para pemilik saham. Pembayaran dividen merupakan selisih (residual) antara pendapatan dan investasi sehingga dividen yang dibayar selalu disesuaikan dengan tingkat pendapatan dan jumlah sahamnya. Pengaruh pembayaran dividen terhadap

30 kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan sumber dana yang lain melalui pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain yaitu dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen yang telah dilakukan perusahaan kepada para pemegang sahamnya. Dengan demikian, kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat dari penjualan saham baru sehingga laba yang diperoleh dan dibagikan sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan tidak akan mempengaruhi kemakmuran pemegang saham. 2. Bird in The Hand Theory Gordon dan Lintner (1963:264) dengan Bird in The Hand Theory berpendapat bahwa dividen lebih baik daripada capital gain karena dividen yang dibagi kurang berisiko. Investor lebih merasa aman memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain yang belum tentu akan diperoleh pada masa mendatang atau kedua-duanya tidak diperoleh padahal perusahaan membagikan dividen tergantung kepada prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Bila perusahaan melihat adanya prospek yang lebih bagus di masa mendatang dengan melakukan investasi, maka perusahaan kemungkinan besar tidak akan membagikan dividen. Sebaliknya, perusahaan akan membagikan dividen bila tidak ada pilihan investasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan pandangan investor tersebut dalam rangka membagikan

31 dividen. Harapan pembagian dividen sangat dibutuhkan agar harga saham mengalami kenaikan dan akhirnya memperoleh capital gain. Perusahaan seharusnya membentuk risiko pembayaran dividen dengan menawarkan dividen yield yang tinggi agar dapat memaksimalkan harga sahamnya. Keyakinan bahwa kebijakan dividen perusahaan itu tidak penting secara implisit mengasumsikan bahwa seorang investor menggunakan required rate of return yang sama, baik pendapatan itu berupa dividen maupun capital gain. Pendapatan dividen memiliki sifat yang lebih pasti (predictable) daripada capital gain. Pihak manajemen perusahaan dapat mengendalikan dividen, tetapi tidak dapat mengendalikan harga sahamnya di pasar modal. Ini berarti kadar risiko caiptal gain lebih besar. Oleh karena itu, rate of return yang digunakan ketika mengurangi jumlah capital gain harus lebih tinggi dari yang digunakan terhadap pendapatan dividen. 3. Tax Preference Theory Tax Preference Theory yang dikemukakan Farrar dan Slewyn (1967:444) dan Brennan (1970:417) menjelaskan bahwa investor lebih menyukai laba ditahan (retained earning) daripada dividen. Teori ini menyarankan agar perusahaan membayarkan dividen yang rendah jika ingin memaksimalkan harga sahamnya. Teori perbedaan pajak ini menerangkan bahwa kebijakan yang terbaik adalah tidak membayar pajak sama sekali. Teori Miller Modigliani menyatakan bahwa pada pasar persaingan sempurna tidak diperlukan pajak sehingga tidak ada perlakuan pajak yang berbeda antara dividen dengan capital gain. Tetapi kenyataannya, pajak itu

32 selalu ada seperti yang dialami investor dimana setiap dividen yang dibayarkan akan dikenakan pajak. Padahal seharusnya dividen yang diterima investor tidak seharusnya dikenakan pajak dikarenakan perusahaan telah membayar pajak atas bagian keuntungan yang dibagikan (dividen) tersebut. Bila investor membayar kembali pajak atas dividen yang diterimanya, maka telah terjadi pajak berganda karena perpindahan keuntungan (dividen) terjadi bukan dikarenakan adanya nilai tambah yang dilakukan sehingga dividen tersebut bertambah ketika sampai di tangan investor. Adanya perlakuan pajak yang berbeda ini membuat investor selalu berpikir agar dividen yang diterimanya sudah bersih tanpa ada lagi pembayaran pajak sehingga jelas perhitungan pendapatannya yang siap dikonsumsikan. Pemikiran investor ini diperhatikan oleh agen perusahaan agar agen tersebut mengurangi dividen dalam rangka memaksimumkan nilai perusahaan sebab pajak mempengaruhi pembayaran dividen perusahaan. Pembayaran dividen yang kecil akan membuat biaya modal kecil dan harga saham mengalami kenaikan dan bila diperhatikan dengan seksama bahwa pajak dividen selalu lebih tinggi daripada capital gain. Pemegang saham lebih baik menjual saham mereka beberapa lembar pada suatu saat dan membayar pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Pendapat ini terutama didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak terhadap pendapatan dividen dan capital gain. Suatu kenyataan bahwa semua investor harus membayar pajak pendapatan. Dengan demikian, bagi investor tujuan yang harus dicapai adalah maksimalisasi tingkat hasil investasi setelah

33 dipotong pajak tanpa harus menanggung risiko yang terlalu besar. Tujuan ini direalisir melalui upaya meminimalkan tingkat pajak efektif atas pendapatan mereka dan sedapat mungkin menunda pembayaran pajak tersebut. Meskipun keuntungan pajak yang terkandung dalam capital gain kini tidak ada lagi, investor masih memiliki keuntungan tambahan dibandingkan dengan pendapatan dividennya. Pajak untuk pendapatan dividen harus langsung dibayarkan pada saat dividen itu diterima, tetapi pajak atas apresiasi harga saham (capital gain) tertunda sampai saham tersebut benar-benar terjual. 4. Clientele Effect Theory Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:414) dalam mempertahankan pandangan teorinya yaitu Dividend Irrelevance Theory. Pemegang saham perusahaan bervariasi dari segi pendapatan dan karakteristik lainnya sehingga investor tersebut mempunyai preferensi tersendiri atas investasi pada saham. Kelompok berpendapatan rendah menginginkan dividen yang tinggi untuk menambah pendapatan sementara kelompok yang berpendapatan yang tinggi menginginkan dividen yang rendah dan capital gain yang tinggi sehingga terjadi kelompok peminat pada pemilik perusahaan yang disebut clientele. Perusahaan harus memperhatikan clientele ini dalam mengambil keputusan dalam membayar dividen. Pada sisi lain, pemerintah memberlakukan pajak yang berbeda terhadap kelompok-kelompok atau

34 berdasarkan kelembagaan tersebut sehingga lembaga tersebut mempunyai keinginan tersendiri untuk dividen. Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang ingin memperoleh pendapatan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang tinggi daripada menahan laba dan kelompok yang tidak membutuhkan pendapatan saat ini lebih menyukai perusahaan menahan laba bersih perusahaan daripada membagikan dividen. Jika terdapat perbedaan pajak bagi individu, maka kelompok pemegang saham dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang bila perusahaan membagikan dividen yang kecil sedangkan kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak yang rendah akan cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada namun hal tersebut tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik daripada dividen kecil dan sebaliknya dividen kecil tidak lebih baik daripada dividen besar. Efek clientele ini hanya menyatakan bahwa bagi kelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan kelompok tersebut. 5. Signaling Hypothesis Theory Teori ini juga dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:418) untuk mempertahankan pandangan teorinya (Dividend Irrelevance Theory). Pembayaran dividen oleh perusahaan mengandung informasi yang dapat

35 dilihat dari sisi investor dan sisi manajer perusahaan. Manajer perusahaan lebih mengetahui keadaan perusahaan dan kelanjutannya (going concern) sementara investor kurang mengetahui keadaan perusahaan. Laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan tidak banyak memberikan informasi mengenai perusahaan. Salah satu tindakan perusahaan yang banyak memberikan informasi mengenai investor adalah pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan. Perusahaan tidak mungkin akan membayar dividen bila kinerja dan kondisi keuangan perusahaan berada pada posisi yang tidak baik. Pembayaran dividen merupakan sumber informasi bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sangat baik bahkan investor memandang pemberian dividen merupakan kinerja perusahaan yang baik dan adanya kelebihan dana. Pada sisi lain, manajer perusahaan membuat keputusan bahwa pemberian dividen dikarenakan tidak ditemukannya investasi yang optimal sesuai dengan Teori Miller dan Modigliani, dimana nilai perusahaan meningkat karena pilihan investasi yang optimal, artinya perusahaan memberikan dividen kepada investor agar dana tersebut dikelola untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih baik bila tetap hanya di perusahaan. Teori ini mengemukakan bahwa kenyataannya dividen memiliki pengaruh terhadap harga saham karena dividen digunakan investor sebagai prediktor kinerja perusahaan pada masa mendatang. Kenaikan dividen pada umumnya diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen

36 diikuti dengan penurunan harga saham. Hal ini membuktikan bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gain. Ketika perusahaan memiliki risiko pembayaran dividen yang stabil sepanjang waktu dan perusahaan meningkatkan rasio tersebut, keadaan ini menberi sinyal kepada para investor bahwa pihak manajemen mengumumkan perubahan positif dalam profitabilitas pada masa mendatang. Selanjutnya harga saham akan bereaksi positif terhadap kenaikan dividen ini. Penurunan dividen dan kenaikan dividen yang berada di bawah kenaikan yang biasanya merupakan sinyal bagi investor bahwa perusahaan menghadapi masa sulit pada masa yang akan datang. Para manajer perusahaan yang mengetahui lebih banyak tentang keadaan perusahaan yang sebenarnya diharapkan dapat menggunakan dividen sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang baik dan yang belum dikenal di pasar. Para investor dapat menggunakan informasi tentang perubahan dividen ini sebagai sinyal atas kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya terutama tingkat kemampuannya menghasilkan keuntungan. Kenaikan dividen yang lebih besar diharapkan mengisyaratkan kepada investor bahwa perusahaan akan mampu meningkatkan keuntungannya sedangkan penurunan dividen yang lebih besar dari yang diperkirakan menandakan bahwa keuntungan perusahaan akan mengalami penurunan. 6. Teori Dividen Residual Teori dividen residual menyatakan bahwa ketika perusahaan akan memutuskan berapa banyak uang kas yang harus dibagikan kepada pemegang

37 saham, ada dua hal yang harus tetap diingat, yaitu: (1) tujuan utamanya adalah untuk memaksimumkan nilai pemegang saham, dan (2) arus kas yang dihasilkan perusahaan merupakan milik pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:110). Manajemen harus menahan diri dengan upaya menahan laba kecuali jika laba itu dapat diinvestasikan kembali guna menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi yang juga ikut dirasakan oleh pemegang saham daripada yang diperoleh pemegang saham jika mereka menginvestasikan uang itu dalam investasi yang berisiko sama. Dengan demikian, ekuitas internal, laba ditahan, lebih rendah biaya modalnya daripada ekuitas eksternal, saham biasa baru. Kondisi ini mendorong perusahaan untuk menahan laba karena menambah dasar ekuitas internal dan dengan demikian mengurangi kemungkinan bahwa perusahaan harus menambah ekuitas eksternal di masa mendatang untuk mendanai investasinya. Adanya biaya penerbitan saham baru menonjolkan perbedaan antara modal internal dan eksternal. Tanpa biaya penerbitan, perusahaan tidak akan bersusah payah menentukan berapa besarnya dividen dan berapa besarnya laba ditahan, demikian pula berapa besarnya pendanaan eksternal. Dengan adanya biaya penerbitan itu, perusahaan jelas akan mengutamakan pendanaan internal. Konsekuensinya, perusahaan akan melakukan pembayaran dividen setelah dana-dana kebutuhan investasi terpenuhi; dengan kata lain, hanya jika ada pendapatan tersisa atau pendapatan residual, maka dividen akan dibayarkan. Inilah inti dari teori dividen residual atau residual dividend theory (Elton dan Gruber, 1970:68).

38 Lebih ditegaskan lagi, bahwa apabila fakta biaya-biaya penerbitan sekuritas diperhitungkan, maka kebijakan dividen perusahaan memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) mempertahankan rasio hutang optimum dalam pendanaan investasi mendatang; (2) menerima suatu investasi hanya jika NPV (Net Present Value)nya positif; (3) mendahulukan pendanaan internal, kalau ternyata tidak mencukupi, barulah perusahaan akan menerbitkan saham tambahan; dan (4) apabila setelah kebutuhan dana investasi terpenuhi masih ada sisa, maka perusahaan akan membayar dividen. Sedangkan apabila tidak ada dana yang tersisa, maka dividen tidak dibayarkan (Elton dan Gruber, 1970:70). Dengan demikian, konsekuensi dari apa yang telah diuraikan di atas adalah bahwa, rasio pembayaran dividen yang optimal merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu: (1) pilihan investor atas dividen lawan keuntungan modal, (2) peluang investasi perusahaan, (3) struktur modal yang ditargetkan, dan (4) ketersediaan dan biaya dari modal eksternal. Ketiga elemen terakhir digabungkan ke dalam model dividen residual (residual dividend model). Menurut teori ini, kebijakan dividen memiliki pengaruh yang pasif, jadi tidak bisa mempengaruhi secara langsung harga saham umum di bursa (Brigham dan Houston, 2001:115). 2.1.2.3. Jenis-jenis Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menurut Riyanto (2001:289) dapat dibagi ke dalam 4 (empat) bagian berikut:

39 1. Kebijakan dividen yang stabil Kebijakan dividen yang stabil merupakan jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. 2. Kebijakan pembayaran dividen dengan penetapan jumlah minimal plus jumlah ekstra tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen perlembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. 3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. Kebijakan ini menjelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan kebijakan dividend payout ratio yang konstan dan juga dividen per lembar saham yang akan dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh setiap tahunnya. 4. Kebijakan dividen yang fleksibel Perusahaan menetapkan rasio pembayaran dividen yang besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan kebijakan pendanaan dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang dibagikan relatif tinggi. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen

40 yang dibayarkan juga rendah atau dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat keuntungan. 2.1.2.4. Rasio Kebijakan Dividen Kebijakan dividen dikonfirmasikan melalui Dividend Payout Ratio dan Dividen Yield. Menurut Kallapur dan Trombley (1992:505). Dividend Payout Ratio (DPR) adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran dividen kepada setiap pemegang saham yang dapat diukur dengan membandingkan dividen kas per lembar saham dengan laba yang diperoleh per lembar saham (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 391). Menurut Darmadji (2001) dividen merupakan pembagian sisi laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham, atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividend itu bisa berbentuk uang tunai (cash dividend) atau dividen saham (stock dividend). Jika dividen dibayar dalam bentuk tunai, maka besarnya rasio pembayaran dividennya dapat dihitung dengan rumus: DPR = Dividen kas per lembar saham Laba per lembar saham Menurut (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 437) dividen kas per lembar saham atau dividend per share (DPS) merupakan jumlah dividen tunai yang dibagikan kepada setiap pemegang saham dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap lembar saham. Dividen Kas per Lembar Saham / Dividend per Share (DPS) dapat dihitung dengan rumus:

41 DPS = Jumlah dividen tunai Jumlah saham beredar Menurut Baridwan (2003:448), laba bersih setelah pajak atau earning per share (EPS) merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode (biasanya satu tahun) untuk tiap saham yang beredar. Laba per Lembar Saham / Earning per Share (EPS) dapat dihitung dengan rumus: EPS = Laba bersih Jumlah saham beredar Jika dividen dibayar dalam bentuk saham, maka pembayaran dividennya dapat dihitung dengan menggunakan Dividend Yield Ratio (DYR) adalah suatu rasio yang menghubungkan dividen yang dibayar dengan harga saham biasa (Warsono, 2003:275). Dividend Yield Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus: DYR = Dividen per lembar saham tahunan Harga per lembar saham 2.1.3. Profitabilitas 2.1.3.1. Pengertian Profitabilitas Menurut Gitman (2003:145), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset perusahaan baik lancar maupun tetap dalam aktivitas operasi. Brigham dan Houston

42 (2001:197) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Sartono (2001:122) berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini. Tingkat pengembalian terhadap aset-aset (ROA) menentukan pengembalian laba dalam bentuk dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham, baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain. Semakin tinggi tingkat profitabilitas mengakibatkan semakin meningkatnya pembagian dividen kepada para pemegang saham. Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dan akan dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi, 2002:79). Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, akan berusaha untuk menghasilkan laba atau profit. Dalam hubungannya dengan kebijakan dividen, besarnya profitabilitas akan mempengaruhi besar kecilnya pembayaran dividen. Peningkatan pembayaran dividen hanya terjadi ketika

43 perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi, dengan asumsi bahwa profitabilitas tersebut cukup tinggi untuk meningkatkan laba, baik laba ditahan maupun pembayaran dividen secara serentak. Jika perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi, maka perusahaan akan mendapatkan laba yang tinggi pula dan pada akhirnya laba yang tersedia untuk dibagikan kepada para pemegang saham akan semakin besar pula. Semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham maka pembayaran dividen kepada pemegang saham atau alokasi untuk laba ditahan akan semakin besar pula. Dengan demikian, investor sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas, misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. 2.1.3.2. Rasio Profitabilitas Gitman (2003:147) mengatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian dari penjualan investasi serta kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan, di mana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan.

44 Menurut Foster (1986:60) terdapat 7 (tujuh) cara-cara pengukuran rasio profitabilitas, yaitu: 1. Gross Profit Margin Ratio (GPM) Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor dengan penjualan. Gross Profit Margin Ratio dapat dihitung dengan rumus: Gross Profit Gross Profit Margin = x 100 % Sales 2. Operating Profit Margin Rasio ini menggambarkan apa yang disebut pure profit yang diterima atas penjualan yang dilakukan di mana jumlah tersebut merupakan jumlah yang benar-benar diperoleh dari hasil perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial lainnya atau laba bersih sebelum bunga serta pajak dibandingkan dengan penjualan. Gross Profit Margin Ratio dapat dihitung dengan rumus: Rumus Operating Profit Margin Ratio: EBIT Operating Profit Margin = x 100 % Sales 3. Operating Ratio Rasio ini menggambarkan biaya operasi dari setiap rupiah hasil penjualan atau rasio yang membandingkan biaya operasi perusahaan dengan penjualan. Operating Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Harga Pokok Penjualan + Biaya Operasional Operating Ratio = x100% Penjualan

45 4. Sales Margin (Net Profit Margin) Merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan yang sudah dikurangi seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan penjualannya. Sales Margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus: EAT Sales Margin = x 100 % Sales 5. Assets Turnover Ratio Rasio ini merupakan ukuran tentang sampai seberapa jauh aktiva ini telah dipergunakan dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating asset berputar dalam suatu periode teretntu, biasanya satu tahun. Assets Turnover Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Sales Assets Turnover Ratio = x 100 % Total Assets 6. Return on Equity (ROE) Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak. Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: EAT Return on Equity = x 100 % Modal sendiri 7. Return on Assets (ROA) Rasio Return on Assets (ROA) ini umum digunakan dalam analisis profitabilitas. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Return on Assets (ROA) menunjukkan laba yang dihasilkan oleh modal setelah

46 diinvestasikan dalam total aktiva. Semakin tinggi ROA semakin besar kemungkinan pembagian dividen. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba (Sartono, 2001 : 122). Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Laba Bersih (EAT) Return on Assets = x 100 % Total Assets 2.1.4. Likuiditas 2.1.4.1. Pengertian Likuiditas Menurut Gitman (2003:132), likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang berjangka pendek, tepat waktunya atau kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas atau setara kas yang ditunjukkan melalui besar kecilnya aktiva lancar. Semakin tinggi tingkat profitabilitas yang dimiliki suatu perusahaan, maka memungkinkan pembayaran dividen yang baik pula. Menurut Sutrisno (2005:259), likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban yang segera harus dipenuhi. Semakin tinggi likuiditas suatu perusahaan, maka kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya akan semakin baik. Selain itu, semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan maka semakin

47 mampu pula perusahaan tersebut membayar dividen karena pembayaran dividen membutuhkan aliran dana keluar sehingga diperlukan likuiditas yang tinggi. Menurut Sartono (2001:114), likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas suatu perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahan, sementara itu keputusan pembelanjaan akan menentukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut. Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen diperlukan ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai laba yang tinggi belum tentu dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham karena tidak adanya dana untuk membayar dividen. Likuiditas perusahaan selalu menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Likuiditas juga menggambarkan mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang kas (Anoraga, 2001:79). Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai

48 investasinya, oleh karena itu mungkin akan kurang likuid karena dana yang diperuleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. 2.1.4.2. Rasio Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Prihantoro, 2003:10). Suatu perusahaan yang sedang bertumbuh, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya berada dalam aktiva tetap dan modal kerja sehingga kemampuanya untuk membayarkan dividen pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya. Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 234), rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang hutang jangka pendek (short time debt). Adapun rasio yang tergabung dalam rasio likuiditas ini adalah:

49 1. Rasio lancar (current ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Semakin tinggi current ratio suatu perusahaan berarti semakin tinggi tingkat keamanan margin of safety para kreditor jangka pendek atau dengan perkataan lain kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya tinggi. Akan tetapi current ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas/aktiva lancar. Current ratio dapat dihitung dengan rumus: Current Ratio = Aktiva lancar Utang lancar 2. Rasio cepat (quick ratio/acid test ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid dengan tidak memperhitungkan persediaan. Dalam rasio ini persediaan dianggap kurang likuid, karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubah persediaan menjadi uang tunai. Unsur piutang masih tetap diperhitungkan sebagai aktiva yang likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus: Aktiva lancar Persediaan Quick Ratio = Utang lancer

50 3. Rasio kas (cash ratio) Rasio ini membandingkan kas ditambah efek-efek (surat berharga). Kas dan efek-efek dianggap sebagai aktiva yang paling liquid, yaitu mudah untuk dicairkan/diuangkan dalam jangka pendek. Semakin tinggi cash ratio berarti jumlah uang tunai tersedia semakin besar, sehingga pelunasan hutang akan terjamin. Akan tetapi cash ratio yang terlalu tinggi akan mengurangi potensi untuk mempertinggi rate of return. Cash ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu: Cash Ratio = Kas + Efek Utang lancar Menurut Riyanto (2001:267), Posisi kas (cash position) merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat likuiditas perusahaan yang dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir dengan laba setelah pajak (earning after tax). Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen. Deviden merupakan cash outflow yang dipengaruhi oleh posisi kas perusahaan sehingga demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Partington (1989:169). Cash position dapat dihitung dengan rumus yaitu: Cash Position = Saldo kas akhir Laba bersih setelah pajak (EAT)

51 2.1.5. Teori tentang Profitabilitas dan Likuiditas Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih atau laba bersih yang diperoleh perusahaan saat menjalankan kegiatan usahanya selama periode tertentu. Keuntungan yang diraih perusahaan ini merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan oleh perusahaan dan merupakan pertimbangan utama bagi sebuah perusahaan dalam rangka pengembangan bisnisnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayarkan devidennya dan hal ini berdampak pada kenaikan nilai perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan menunjukkan semakin baik kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu untuk menghasilkan laba. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Profitabilitas digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang saham. Jika tingkat pengembalian investasi yang dimiliki sebuah perusahaan tinggi akan memberikan sinyal positif bagi investor dalam melakukan penilaian. Semakin tinggi profitabilitas semakin tinggi pemaksimalan kesejahteraan pemegang

52 saham sehingga berdampak pada nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat. Femonema tersebut menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas merupakan insentif bagi peningkatan nilai perusahaan. Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berhubungan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Kas ini merupakan aktiva yang tidak dapat menghasilkan laba, dalam arti tidak bisa untuk mendapatkan laba secara langsung dalam operasi perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pengelolaannya (manajemen) kas yang efektif dan efisien sehingga pemanfaatan kas tersebut optiomal (Harjito dan Martono, 2005:116). Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan likuid karena perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dan sebaliknya. Kemampuan membayar atas kewajiban jangka pendek suatu perusahaan sangat tergantung dari alat pembayaran likuid (cair) yang dimiliki perusahaan.

53 Besarnya alat pembayaran likuid yang dimiliki perusahaan disebut sebagai daya bayar atau kekuatan bayar suatu perusahaan yang akan menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan membayar kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan, maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan berdampak positif terhadap nilai perusahaaan. Besarnya tingkat profitabilitas dan likuiditas menjadi penentu nilai perusahaan. Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:210). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh besarnya tingkat profitabilitas dan tingkat likuiditas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset. Teori tentang nilai perusahaan dikaitkan dengan Teori Stuktur Keuangan (Financial Structure Theory) yang dikembangkan pertama kali oleh David Duran pada tahun 1952 (Eugene dan Gapenski, 1987:151) Dalam mengembangkan pendekatan ini diasumsikan pajak perusahaan nol. Nilai perusahaan dapat dinilai dengan tiga pendekatan, yaitu:

54 1. Pendekatan laba bersih (net income approach) Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat. 2. Pendekatan laba operasi (net operating income approach) Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal ratarata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting. 3. Pendekatan tradisional (traditional approach) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat

55 bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. 2.1.6. Pendanaan 2.1.6.1 Pengertian Pendanaan Menurut Sudarmaji dan Sularto (2007:54), pendanaan merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan hutang yang berasal dari kreditur, bukan dari pemegang saham ataupun investor atau sejauh mana kita menggunakan utang sebagai sumber dana dibandingkan menggunakan dana yang berasal dari modal. Menurut Hanafi (2004:327), pendanaan dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang diharapkan sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aktiva dan sumber dananya. Pendanaan merupakan salah satu keputusan keuangan yang harus ditetapkan oleh manajer keuangan dalam hal mendanai aset-asetnya yang berkaitan dengan jenis-jenis sumber dana jangka pendek dan sumber dana jangka panjang. Pendanaan juga merupakan komposisi dari tiap sumber dana tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan berdasarkan pendanaan yang memiliki risiko yang lebih kecil yaitu laba ditahan, diikuti