BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sadari mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal 1. Pengertian Gagal Ginjal Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001). 2. Klasifikasi gagal ginjal kronik Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah : a. Tahap pertama (stage 1) Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 ml/min/1.73 m2) atau LFG normal. 7

8 b. Tahap kedua (stage 2) Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 ml/min/1.73 m2. c. Tahap kedua (stage 3) Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 ml/min/1.73. d. Tahap kedua (stage 4) Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 ml/min/1.73. e. Tahap kedua (stage 5) Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 ml/min/1.73. (Arora, 2009). 3. Etiologi Gagal Ginjal Penyebab penyakit gagal ginjal dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik). Pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplan (Suhardjono, 2003 dikutip dari Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi : a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anakanak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

9 b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia). c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih. d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter. f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa. g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik tergolong penyebab yang sering pula. h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering. i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini. j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster. 4. Patofiologi Apabila ginjal kehilangan sebagian fungsinya oleh sebab apapun, nefron yang masih utuh akan mencoba mempertahankan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal. Keadaan ini akan menybabkan nefron yang tersisa harus bekerja melebihi kapasitasnya, sehingga timbul kerusakan yang akan memperberat penurunan fungsi ginjal (Azmi, 2003). Dua adaptasi

10 penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh badan kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsobsi tubulus dalam setiap nefron meskipun filtrasi glomerulus untuk seluruh masa nefron yang terdapat pada ginjal turun dibawah nilai normal. Mekanisme dari adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Bila sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan tubulus glomerulus tidak dapat lagi dipertahankan (Price & Wilson, 1995). 5. Manifestasi klinis Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006). a. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. b. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

11 c. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. d. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost. e. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. f. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini

12 sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). g. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. 6. Hemodialisa Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu (Price dan Wilson, 1995). Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).

13 Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Brunner & Suddarth, 2001). Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan) (Brunner & Suddarth, 2001). Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena (Brunner & Suddarth, 2001). Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008). Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif

14 dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala (Brunner & Suddarth, 2001). Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Brunner & Suddarth, 2001). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Brunner & Suddarth, 2001). Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996). Tindakan hemodialisa dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi yang berasal dari pemasangan kateter di pembuluh darah, berhubungan dengan air yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah

15 untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak, embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya. Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potassium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (tinggi magnesium) (Lameire dan Mehta, 2000). B. Dukungan Keluarga 1. Definisi Dukungan Keluarga Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Bondan (2006) bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian (perasaan suka, cinta dan empati), bantuan instrumental (barang, jasa), informasi dan penilaian (informasi yang berhubungan dengan self evaluation). Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat diterima mereka. Keluarga juga dapat memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit (Niven, 2002).

16 2. Sumber Dukungan Keluarga Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga). Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri (Friedman, 1998). 3. Fungsi Dukungan Keluarga Caplan (1976) dalam Friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional: a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Dukungan informasi dari keluarga dalam bentuk nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi kepada pasien gagal ginjal diharapkan dapat memberika perasaan nyaman dan suasana kondusif di lingkungan keluarga sehingga dapat mendukung program pengobatan pada penderita gagal ginjal melalui hemodialisa. b. Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. Perhatian anggota keluarga kepada pasien gagal ginjal berupa support dan penghargaan diharapkan dapat memberikan efek spikologis

17 yang positif sehingga pasien gagal ginjal memiliki semangat untuk menjalani terapi hemodialisa. c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dan kelelahan. Ketersediaan berbagai fasilitas yang nyaman di dekat penderita gagal ginjal harus semaksimal mungkin dapat disediakan oleh keluarga sebagai wujud dukungan instrumental. Kebutuhan asupan gizi yang baik, makanan, minuman dan tempat istrirahat yang nyaman merupakan fasilitas yang minimal bisa dirasakan oleh penderita di dalam rumahnya. d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh penderita gagal ginjal yang disampaikan kepada keluarga harus mendapatkan respon yang baik sehingga penderita merasa di perhatikan dan tidak merasa diacuhkan sehingga timbul keyakinan dan semangat untuk menjalani program pengobatan sesuai dengan saran petugas kesehatan. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga antara lain : a. Bentuk Keluarga Terdapat bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalamanpengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil

18 menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. b. Umur Ibu Dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. c. Tingkat sosial ekonomi Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga menurut Husain (2006) adalah meliputi tiga komponen yang saling terkait dan saling tergantung, yaitu: a. Pemahaman budaya Dalam lingkup dukungan keluarga pemahaman tentang pengalaman hidup keluarga dan masyarakat ketika mencari dukungan formal menjadi penentu keberhasilan seseorang. Namun, pemahaman budaya tanpa diikuti oleh pengembangan kesadaran budaya dan kepekaan budaya membawa risiko secara individu dan keluarga. Dukungan keluarga yang hanya berdasarkan pengetahuan akan mendapatkan hasil yang tidak maksimal. b. Kesadaran budaya Komponen kedua dari kerangka kompetensi budaya dalam pengaruhnya terhadap dukungan keluarga adalah kesadaran budaya. Kesadaran budaya harus dikembangkan bersama pemahaman budaya

19 untuk terus mengembangkan pengertian budaya serta hal yang memandang praktik budaya seseorang lebih baik atau superior. Dalam konteks dukungan keluarga perlu menggunakan pemahaman budaya secara konstruktif. Sebuah sikap positif dan terbuka memungkinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada anggotanya. Keterbukaan ini penting untuk menilai asumsi budaya dan menyadari dan menganalisis budaya individu, baik di tingkat organisasi dan individu. Singkatnya, kesadaran budaya mengacu pada fleksibilitas dan keterbukaan keluarga. c. Kepekaan budaya Sensitivitas budaya dalam kerangka kompetensi budaya adalah kemampuan untuk mengubah praktek kerja dan mengembangkan keterampilan dan strategi untuk bekerja secara positif dengan perbedaan budaya. Keluarga juga harus menunjukkan kemauan untuk membiarkan anggotanya menentukan masa depan mereka sendiri sesuai dengan nilainilai dan kepercayaannya. 5. Dukungan Keluarga pada Pasien Gagal Ginjal Dukungan keluarga terhadap pasien adalah sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang ditunjukkan melalui interaksi dan reaksi keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan dimana sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Dukungan keluarga terhadap pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa akan menimbulkan pengaruh positif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis. Seseorang yag mendapat dukungan akan merasa diperhatikan, disayangi, merasa berharga dapat berbagi beban, percaya diri dan menumbuhkan harapan sehingga mampu menangkal atau mengurangi stres

20 yang pada akhirnya akan mengurangi depresi. Dukungan keluarga terhadap pasien gagal ginjal yang sedang menjalani terapi hemodialisa diharapkan lebih tahan terhadap pengaruh psikologis dari stresor lingkungan daripada individu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga (Purwata, 2006). Hemodialisa adalah suatu alternatif terapi bagi penderita gagal ginjal yang membutuhkan biaya besar. Tidak cukup 1-2 bulan saja tapi membutuhkan waktu yang lama. Penderita tidak dapat melakukanya sendiri melainkan membutuhkan orang lain. Penderita sangat membutuhkan orang lain untuk mengantarkan, menemani ke pusat pengobatan hemodialisa dalam hal pengaturan diet, pembatasan cairan, obat-obatan, dan pengecekan laborat, setelah hemodialisa juga memerlukan keluarga untuk mencapai target. Tanpa adanya dukungan keluarga mustahil program terapi hemodialisa dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Klien hemodialisa menghadapi perubahan yang signifikan karena mereka harus beradaptasi terhadap terapi hemodialisa, komplikasi-komplikasi yang terjadi, perubahan peran di dalam keluarga, perubahan gaya hidup, yang harus mereka lakukan terkait dengan penyakit gagal ginjal dan terapi hemodialisa. Keadaan ini tidak hanya dihadapi oleh pasien saja, tetapi juga oleh anggota keluarga yang lain. Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan temanteman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program pengobatan, seperti pengurangan berat badan, diet pengurangan asupan cairan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi alkohol. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan (Aryanto, 2008)..

21 C. Kerangka Teori Pemahaman Budaya Kesadaran Budaya Kepekaan Budaya Dukungan keluarga pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialisa Bentuk Keluarga Umur Ibu Dukungan Informasi Dukungan Penilaian Dukungan Instrumental Dukungan Emosional Tingkat sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Caplan (1976) dalam Friedman (1998), Husain (2006) D. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel tunggal yakni dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialisa di RSUD Kota Semarang yang terdiri dari dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional.