BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)


BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

Batam Dalam Data

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN SEPTEMBER 2016

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2015

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JUNI 2015

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN JULI 2015

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB IV GAMBARAN UMUM

Transkripsi:

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah studi. Bab ini bertujuan untuk memberikan pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi wilayah studi yang berpengaruh terhadap sektor perindustrian di Kota Batam. 3.1 Gambaran Fisik Wilayah Kota Batam yang terletak di Pulau Batam secara geografis mempunyai kedudukan yang strategis sebagai salah satu wilayah Indonesia yang paling dekat dari negara tetangga, yakni berjarak 12,5 mil laut dari Singapura dan 15,6 mil laut dari Malaysia. Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam 2004-2014, luas keseluruhan wilayah darat dan laut Kota Batam mencapai 3.990 Km 2 dan memiliki batas wilayah meliputi: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Singapura; 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang Kabupaten Kepulauan Riau; 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Karimun dan Kecamatan Moro Kabupaten Karimun; dan 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Kepulauan Riau. Kota Batam pada awalnya merupakan Kotamadya Administratif yang termasuk didalam wewenang wilayah administratif Provinsi Riau. Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta didukung dengan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam maka status administratif Kota Batam saat ini berubah menjadi Daerah Otonomi Kota Batam. 29

30 Dengan adanya keuntungan geografis yang dimiliki oleh Kota Batam berupa letaknya yang berdekatan dengan negara tetangga yakni Singapura dan Malaysia, serta didukung dengan status administrasi daerah otonomi, maka hal ini akan mempermudah dalam terjadinya interaksi impor ekspor barang dan jasa lintas negara diantara ketiga negara tersebut (Indonesia-Malaysia-Singapura) terutama didalam sektor perindustrian. Keuntungan geografis yang dimiliki oleh Pulau Batam ini pernah dibahas dalam penelitian Triantoro (1996) yang mendapat temuan bahwa perkembangan perekonomian Singapura berbanding lurus dengan perkembangan wilayah Kota Batam, meskipun pengaruh tersebut bersifat tidak langsung. Hal ini semakin menguatkan argumentasi mengenai keuntungan geografis yang dimiliki oleh Pulau Batam. Wilayah Kota Batam memiliki topografi lahan yang relatif datar dengan sedikit variasi perbukitan di tengah Pulau Batam. Kondisi ini sesuai dengan jenis peruntukan guna lahan yang diprioritaskan pada Kota Batam yakni kegiatan perkotaan. Variasi kemiringan tanah di Kota Batam terdiri dari: 1. Kemiringan 0-3% terdapat di pesisir pantai Teluk Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering dan Teluk Duriangkang; 2. Kemiringan 3-10% terdapat di hampir seluruh wilayah Kota Batam; 3. Kemiringan 10-20% terdapat di daerah kaki bukit dibagian tengah Kota Batam; 4. Kemiringan 20-40% terdapat pada jalur sempit disepanjang bukit Dangas Pancur dan Bukit Senyum; dan 5. Kemiringan diatas 40% terdapat disepanjang bukit Dangas Pancur. Bila dilihat dari topografi lahannya, sebagian besar wilayah di Kota Batam memiliki kemiringan 3-10%, dimana kemiringan lahan seperti ini cocok untuk dimanfaatkan sebagai guna lahan perkotaan dengan sub guna lahan industri, pariwisata, perumahan dan hutan konversi. Lahan dengan kemiringan 10-20% sebenarnya masih cukup potensial untuk dikembangkan bagi beberapa guna lahan

31 tertentu namun membutuhkan proses cut and fill yang cukup signifikan, sedangkan lahan dengan kemiringan diatas 20% kurang potensial untuk dikembangkan karena membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar. 3.2 Gambaran Sosial Ekonomi Penduduk Kota Batam berdasarkan pencatatan tahun 2006 adalah sebesar 713.960 jiwa yang terdiri dari 347.575 jiwa penduduk laki-laki dan 366.385 jiwa penduduk perempuan serta memiliki sex ratio sebesar 94,87 dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2001-2006 sebesar 6,36 persen (lihat gambar 3.1). Jumlah penduduk Kota Batam tersebut tersebar secara tidak merata pada 12 kecamatan dengan konsentrasi penduduk tertinggi berada di Kecamatan Sagulung dengan 112.277 jiwa dan konsentrasi penduduk terendah berada di Kecamatan Bulang dengan 8.766 jiwa. GAMBAR 3.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA BATAM TAHUN 2001-2006 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Batam dalam Angka, 2007 Kualitas penduduk Kota Batam sendiri dapat dikatakan baik, dan hal ini mendukung pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam secara umum. Salah satu indikator kualitas penduduk Kota Batam yang baik adalah semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Batam. IPM merupakan sebuah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yakni indeks

32 pendidikan yang menggambarkan tingkat pendidikan serta kemampuan akademik dan keterampilan, indeks harapan hidup yang menggambarkan tingkat kesehatan masyarakat, dan indeks kemampuan daya beli yang menggambarkan kemampuan finansial (ukuran pendapatan). IPM Kota Batam pada tahun 2005 mencapai angka 76,5 poin dan telah mengalami peningkatan dari IPM tahun 1999 yakni 70,9 poin. Peningkatan IPM ini terutama didorong oleh tingginya indeks pendidikan dan membaiknya indeks kemampuan daya beli, sebagaimana terlihat pada gambar 3.2 dibawah ini. 100 GAMBAR 3.2 IPM KOTA BATAM TAHUN 1999-2005 90 Indeks Harapan Hidup 80 70 Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli IPM 60 1999 2002 2004 2005 Sumber: Pengolahan data, 2009 Kuantitas dan kualitas penduduk di Kota Batam memiliki hubungan dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia bagi berbagai sektor perkerjaan yang tersedia, terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksudkan disini adalah jumlah penduduk dalam golongan usia kerja yakni golongan usia 15-54 tahun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam tercatat sebesar 408.193 jiwa, atau sebanding dengan 57 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Kota Batam.

33 Bila dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas tenaga kerja yang tersedia (46,6%) merupakan lulusan SMA, disusul dengan lulusan SMP (13,4%), lulusan Perguruan Tinggi (5,2%), sedangkan 34,8% sisanya belum tercatat. Kondisi ketenagakerjaan ini memiliki potensi yang cukup baik bila dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas tenaga kerja yang tersedia, serta dapat dikatakan cocok bagi pemenuhan tenaga kerja sektor industri dimana mayoritas membutuhkan tenaga kerja dengan latar pendidikan SMA dan sederajat. Tabel III-1 JUMLAH TENAGA KERJA DI KOTA BATAM MENURUT SEKTOR EKONOMI TAHUN 2006 No Sektor Jumlah Jumlah Tenaga Kerja Perusahaan WNI WNA 1 Pertanian 24 2.010-2 Pertambangan 24 730 16 3 Industri 839 192.787 3.260 4 Listrik, Gas dan Air 14 1.262 4 5 Bangunan 602 20.719 7 6 Perdagangan dan Hotel 824 19.624 92 7 Pengangkutan dan Komunikasi 167 3.062 31 8 Keuangan 121 3.476 7 9 Jasa-jasa 291 8.997 47 Jumlah 2.906 252.667 3.464 Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, 2006 Sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling banyak berdasarkan pencatatan Disnaker Kota Batam adalah sektor industri (lihat tabel III-1). Dari keseluruhan 839 industri yang berada di Kota Batam dapat menyerap 192.787 tenaga kerja atau setara dengan 76 persen dari total penyerapan tenaga kerja. Sedangkan sektor lain yang turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sektor bangunan (8 persen) dan sektor perdagangan dan hotel (7 persen). Sektor bangunan yang umumnya terdiri dari kegiatan konstruksi (termasuk konstruksi bangunan komersial seperti pusat perbelanjaan, hotel, resor wisata, dan lain sebagainya) dan sektor pendukung pariwisata (sektor perdagangan dan hotel) merupakan sektor yang cukup berkembang di Kota Batam. Hal ini dikarenakan

34 pesatnya pengembangan fisik Kota Batam serta didukung pula oleh semakin terkenalnya objek wisata yang berada di Kota Batam sehingga menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke Kota Batam. Selain berperan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor industri juga memegang peranan penting dalam distribusi PDRB Kota Batam, dimana pada tahun 2004-2006 sekitar persen pendapatan domestik yang diterima oleh Kota Batam merupakan hasil kontribusi dari sektor industri (lihat tabel III-2). Sesuai dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor perdagangan dan hotel juga menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi Kota Batam, mencapai rata-rata 23 persen dari total pendapatan Kota Batam. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan dan hotel telah berkembang dengan baik dan memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Menarik untuk dicermati bahwa bertolak belakang dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor bangunan sebagai sektor ketiga terbesar dalam penyerapan tenaga kerja menyumbangkan pendapatan yang cukup kecil (sekitar 2 persen) sehingga kurang signifikan pengaruhnya terhadap penerimaan domestik Kota Batam. Hal ini menunjukkan rendahnya nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh sektor bangunan yang ada di Kota Batam. Tabel III-2 PERSENTASE DISTRIBUSI PDRB KOTA BATAM TAHUN 2004-2006 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 No Sektor 2004 2005 2006 1 Pertanian 1,45 1,48 1,38 2 Pertambangan 0,32 0,32 0,31 3 Industri 63,30 63,20 63,32 4 Listrik, Gas dan Air 0,26 0,26 0,25 5 Bangunan 2,09 1,98 1,88 6 Perdagangan dan Hotel 22,83 23,04 23,50 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,86 2,94 2,90 8 Keuangan 5,55 5,47 5,18 9 Jasa-jasa 1,34 1,31 1,27 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007

35 3.3 Struktur Industri Wilayah Kota Batam memiliki kinerja ekonomi yang sangat baik dan hal ini ditunjukkan pada tahun 1998 dimana ketika krisis ekonomi menghantam pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka minus 13,1%, nyatanya pertumbuhan ekonomi Kota Batam tetap tumbuh diatas 3%. Bahkan dalam kurun waktu 2002-2005 pertumbuhan ekonomi Kota Batam tumbuh diatas 7%. Hal ini terutama disebabkan oleh dukungan industri manufaktur, industri elektronika, investasi asing, dan aktivitas ekonomi yang berorientasi ekspor (Kuncoro, 2005). Kegiatan industri yang berpotensi untuk dikembangkan di Kota Batam harus memenuhi ketentuan Negative List, yaitu melarang pendirian industri yang membutuhkan lahan dengan jumlah besar dikarenakan terbatasnya lahan di Kota Batam, serta harus pula memenuhi Keputusan Ketua OPDIP Batam No. 045/AP- KPTS/IV/1990 yang mengatur jenis industri yang tidak dipromosikan di Kota Batam. Menurut kedua ketentuan tersebut, maka jenis industri yang tidak dianjurkan dikembangkan di Kota Batam, meliputi industri padat lahan, industri padat karya, industri tekstil, industri kimia, dan industri perabotan dari rotan dan kayu. Sedangkan jenis industri yang direkomendasikan untuk dikembangkan di Kota Batam harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Berorientasi ekspor; 2. Menggunakan teknologi menengah sampai tinggi; 3. Intensif (padat) modal; 4. Menggunakan tenaga ahli; 5. Tingkat konsumsi air yang rendah; dan 6. Tidak menyebabkan polusi. Kebijakan Pemerintah Kota Batam yang mengedepankan pengembangan sektor industri berpengaruh pada pertumbuhan jumlah industri. Pada tahun 2006, golongan industri besar yakni industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih mengalami peningkatan menjadi 148 perusahaan dari tahun 2005 yang berjumlah 132 perusahaan. Sedangkan golongan industri sedang yakni industri dengan tenaga kerja antara 20-99 orang pada tahun 2006 hanya mengalami sedikit

36 peningkatan menjadi 73 perusahaan dibandingkan tahun 2005 yang berjumlah 70 perusahaan (lihat tabel III-3). Perkembangan jumlah industri ini sejalan dengan ketentuan Negative List dimana tidak ada industri kayu serta sedikitnya industri barang galian bukan logam di Kota Batam. Penyimpangan terhadap Negative List sendiri dapat ditemukan pada banyaknya industri kimia, minyak bumi, dan batu bara di Kota Batam, namun hal ini mungkin dikarenakan karena industri-industri tersebut dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar. Tabel III-3 BANYAKNYA TENAGA KERJA KOTA BATAM MENURUT SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2006 Industri Besar Industri Sedang Jenis Industri Perusahaan T.K. Perusahaan T.K. Makanan, minuman, dan tembakau - - 4 109 Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit 9 2.382 6 315 Kayu dan Barang dari Kayu - - - - Kertas dan Barang dari Kertas 5 2.425 7 462 Kimia, Minyak Bumi, dan Batu Bara 26 9.036 14 660 Barang Galian Bukan Logam 2 791 4 102 Barang dari Logam 97 86.598 37 2.154 Lain-lain 4 1.392 1 23 Jumlah 143 102.624 73 3.825 Sumber: Batam dalam Angka 2007 3.4 Gambaran Sarana dan Prasarana Perkembangan sektor industri yang pesat di Kota Batam tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya diluar sektor penduduk dan tenaga kerja yang telah dibahas sebelumnya, diantaranya sektor energi, sektor sarana prasarana transportasi, dan sektor kebijakan pemerintah. Sektor energi yang meliputi penyediaan listrik dan air bersih merupakan sektor yang berperan penting dalam pengembangan sektor perindustrian di Kota Batam. Hal ini berkaitan dengan posisi geografis Kota Batam yang dikelilingi oleh lautan dan memiliki jarak yang cukup jauh dari wilayah Indonesia lainnya, sehingga kondisi

37 ini menyebabkan Kota Batam tidak dapat meminta bantuan energi dari daerah lainnya dalam bentuk sambungan energi antar kota sehingga penyediaan energi di Kota Batam harus disediakan secara mandiri. Hal ini menjadikan sektor energi di Kota Batam menjadi sebuah sektor yang penting bagi perkembangan sektor perindustrian. Kondisi ketersediaan energi di Kota Batam saat ini adalah PT. PLN Batam dapat membangkitkan listrik sebesar 1.094,2 MWh, serta PT. ATB Batam sebagai dapat menyediakan pengolahan air bersih sebesar 2.115 liter/detik. Energi listrik dan air yang tersedia didistribusikan pada tiga golongan pelanggan utama, yakni golongan rumah tangga, industri dan usaha, serta umum (lihat tabel III-4). Pada pendistribusian energi air dan listrik ini terdapat hal yang menarik, dimana sektor industri dan usaha merupakan pengguna energi listrik terbesar (62,6% dari total distribusi listrik) sekaligus sebagai pengguna energi air terkecil (13,44% dari total distribusi air). Hal ini kemungkinan terkait dengan kebijakan Negative List bagi industri yang didorong untuk dikembangkan di Kota Batam, yakni industri dengan tingkat konsumsi air yang rendah dan menggunakan teknologi tinggi (yang kemungkinan dalam pengoperasian mesin industri berteknologi tinggi tersebut mengkonsumsi energi listrik dalam jumlah besar). Tabel III-4 PERSENTASE PENDISTRIBUSIAN ENERGI LISTRIK DAN AIR BERSIH DI KOTA BATAM TAHUN 2005 Jenis Pelanggan Distribusi Distribusi Listrik Air Bersih Rumah Tangga 29.16% 70,43% Industri dan Usaha 62,6% 13,44% Umum 8,24% 16,13% Sumber: Pengolahan data, 2009 Sektor sarana dan prasarana transportasi terutama transportasi darat dan laut memiliki kaitan dengan sektor industri dikarenakan keberlangsungan kegiatan lalu lintas bahan baku dan barang jadi bagi kebutuhan sektor industri menuntut tersedianya jaringan transportasi baik yang dapat menjamin kemudahan lalu lintas

38 dari maupun keluar Kota Batam. Dalam kegiatan lalu lintas ini, transportasi udara dianggap kurang kompeten dikarenakan tarif transportasi yang cukup mahal bila dibandingkan dengan transportasi darat dan laut sehingga moda transportasi udara ini kurang memiliki pengaruh terhadap sektor perindustrian. Kondisi dukungan sektor transportasi darat dapat terlihat dari pertumbuhan panjang jalan yang ada dimana pada tahun 2006 mencapai panjang 1.087,78 km atau mengalami pertambahan panjang jalan rata-rata 46,8 km dari tahun 2001-2006 (lihat tabel III-5). Pertumbuhan panjang jalan ini tentunya akan semakin mempermudah transportasi di Kota Batam, namun kondisi ini masih terkendala oleh semakin banyaknya jalan yang berada dalam kondisi rusak dan rusak berat. Hal ini masih ditambah dengan terjadinya stagnansi dalam penyediaan jalan kelas arteri (kelas I) dimana diperkirakan kelas jalan ini akan lebih sering digunakan oleh transportasi bagi kebutuhan sektor industri. Deskripsi Tabel III-5 PERKEMBANGAN KONDISI DAN KELAS JALAN KOTA BATAM TAHUN 2001-2006 (DALAM KM) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Kondisi Jalan Baik 651,40 714,64 778,74 788,64 795,42 805,99 Sedang 101,70 109,7 110,47 110,47 144,32 148,46 Rusak 51,16 41,16 41,16 41,16 79,48 68,92 Rusak Berat - 10,00 20,70 26,00 64,42 64,42 Jumlah 807,26 875,50 951,07 966,27 1.083,64 1.087,78 Kelas Jalan Arteri (I) 238,54 250,54 260,90 260,90 260,90 260,90 Kolektor (II) 124,40 124,40 138,05 138,05 138,05 138,05 Lokal (III) 444,32 500,56 552,12 567,32 684,69 688,83 Jumlah 807,26 875,50 951,07 966,27 1.083,64 1.087,78 Sumber: Batam dalam Angka, 2007 Kondisi dukungan sektor transportasi laut saat ini di Kota Batam adalah tersedianya tujuh buah pelabuhan dimana empat pelabuhan merupakan pelabuhan penumpang bertaraf internasional sedangkan tiga pelabuhan lainnya difokuskan sebagai pelabuhan barang. Arus barang yang melalui pelabuhan di Kota Batam

39 pada tahun 2005 berjumlah 2.665.129 Ton sedangkan arus peti kemas pada tahun yang sama berjumlah 199.187 TEUs (Twenty Foot Equivalent Units/Satuan Ukuran Kontainer). Untuk mengetahui kondisi dan proyeksi pengembangan pelabuhan barang di Kota Batam dapat dilihat pada tabel III-6. Tabel III-6 KONDISI DAN PROYEKSI PENGEMBANGAN PELABUHAN BARANG DI KOTA BATAM TAHUN 2006-2016 Deskripsi Batu Ampar Sekupang Kabil Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi Kapasitas sandar (DWT) 35.000 35.000 10.000 15.000 35.000 150.000 Panjang pelabuhan (m) 1.250 3.500 177 1.200 420 5.500 Kedalaman perairan (m) 14 14 9 12 13 18 Luas gudang terbuka (m 2 ) 214.000 900.000 116.100 143.600 100.000 2.500.000 Luas Gudang Tertutup (m 2 ) 19.500 208.950 42.240 92.000 1.890 100.000 Sumber: Pengolahan data, 2009 Kebijakan pemerintah Kota Batam dalam penyediaan sarana dan prasarana sektor transportasi darat dan laut ini telah menggambarkan keseriusan pemerintah dalam memberikan dukungan bagi perkembangan sektor perindustrian di Kota Batam. Hanya saja, masih dibutuhkan dukungan yang lebih besar dalam sektor transportasi darat dalam bentuk perbaikan jalan yang rusak serta penyediaan ruas jalan arteri yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan transportasi bagi sektor industri. Kebijakan Pemerintah Kota Batam terhadap sektor perindustrian telah dijabarkan dalam salah satu misi dari Kota Batam, yakni mengembangkan Kota Batam sebagai kota pusat kegiatan industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dan alih kapal... dan dalam pelaksanaannya didukung pula oleh berbagai kebijakan berupa Keputusan Presiden (Keppres), Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain sebagainya. Beberapa kebijakan yang penting dalam mendukung

40 pengembangan sektor industri di Kota Batam antara lain dapat dilihat pada tabel III-7. Tabel III-7 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI KOTA BATAM Jenis Kebijakan Isi Kebijakan Keppres No. 74 Tahun Pembangunan Pulau Batam dengan membentuk Badan 1971 Pimpinan Daerah Industri Keppres No. 41 Tahun Penetapan Pulau Batam sebagai daerah industri 1973 Keppres No. 33 Tahun Penetapan beberapa wilayah di Pulau Batam sebagai 1974 kawasan berikat (bonded warehouse) Kepmenhub No. Pengembangan lalu lintas perdagangan KM.119/0/Phb/1977 Keppres No. 41 Tahun Penetapan keseluruhan Pulau Batam sebagai kawasan 1978 berikat (bonded warehouse) Keppres No. 7 dan No. Penambahan wilayah lingkungan kerja daerah industri 56 Tahun 1984 Pulau Batam dan penetapan sebagai wilayah usaha kawasan berikat (bonded warehouse) Keputusan MPR Rekomendasi perumusan UU yang menetapkan Batam Nomor 5/MPR/2003 MoU kerjasama SEZ- BBK 2003 PP No. 46 Tahun 2007 Sumber: Pengolahan data, 2009 sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ) kerjasama SEZ-BBK (Special Economic Zone Batam- Bintan-Karimun) dengan IDR (Iskandar Development Region, Malaysia) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam