68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM) dan obesitas (gizi lebih) yang merupakan faktor risiko terjadinya PTM seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus, kardiovaskuler, stroke, dan lain-lain. WHO SEARO (South East Regional Office) melaporkan bahwa 52% penyebab kematian di tahun 2000 adalah akibat penyakit tidak menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat penyakit menular serta penyakit lainnya. Diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 73% sebagai penyebab kematian, dan merupakan 60% beban penyakit dunia. Hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 menyebutkan, di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa (sekitar 26 %) menderita hipertensi dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29 persen. Sementara itu penderita diabetes melitus angkanya mencapai 194 juta jiwa atau 5,1% dari penduduk dunia usia dewasa dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Di Indonesia, penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Penelitian hipertensi berskala nasional telah banyak dilakukan antara lain Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas), Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Hasil Surkesnas (2001) menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil SKRT (2004), hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Sementara hasil SKRT tahun 1992, 1995, dan 2001, penyakit hipertensi selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%, 18,9%, dan 26,4%. Laporan Hasil riset kesehatan terbaru berskala nasional yakni Riskesdas (2008) menyebutkan bahwa prevalensi nasional hipertensi (berdasar pengukuran) pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar 29,8%.
69 Sementara penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020. Tingginya jumlah penderita tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Diabetes Care, 2004). Berdasar SKRT (2001), prevalensi diabetes melitus di Indonesia sebesar 7,5% dan SKRT (2004) melaporkan prevalensinya sebesar 10,4%. Laporan Hasil Riskesdas (2008) menunjukkan prevalensi nasional diabetes melitus sebesar 1,1%. Faktor sosial ekonomi, serta adanya perubahan gaya hidup diduga telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk dalam hal ini hipertensi dan diabetes melitus. Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan. Tentang perilaku makan, penduduk terutama di perkotaan telah berubah dari pola tradisional ke pola modern dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman berisiko seperti makanan dengan kandungan lemak, gula, garam yang tinggi, sementara di sisi lain tidak cukup mengkonsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat. Disamping itu, kebiasaan minum minuman berkafein turut melengkapi perilaku makan berisiko ini. Laporan Hasil Riskesdas (2008) menggambarkan bahwa hampir di semua propinsi di Indonesia, konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong rendah (tidak cukup). Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk berumur > 10 tahun adalah 93,6%. Prevalensi nasional sering mengkonsumsi makanan/minuman manis sebesar 68,1%, konsumsi minuman berkafein sebesar 36,5%, kebiasaan merokok (setiap hari) pada penduduk umur > 10 tahun sebesar 23,7%, dan kebiasaan minum minuman beralkohol (selama 12 bulan terakhir) sebesar 4,6%. Sementara prevalensi nasional kurang aktivitas fisik (penduduk > 10 tahun) sebesar 48,2%. Meskipun secara nasional, berdasar Laporan Hasil Riskesdas (2008) telah diketahui prevalensi hipertensi maupun diabetes melitus berikut analisis faktorfaktor risiko kedua penyakit degeneratif tersebut, namun adanya sebuah studi yang mengkaji dan menganalisis faktor-faktor risiko hipertensi dan diabetes
70 melitus di tingkat daerah (provinsi) masih perlu dilakukan. Hal ini untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari kejadian-kejadian kedua penyakit degeneratif tersebut sampai ke tingkat daerah (provinsi) dengan harapan dapat segera disusun upaya (kebijakan) penanggulangan, prioritas deteksi dini, serta pencegahan di tingkat daerah. Hal ini menjadi sangat relevan seiring dengan otonomi daerah yang menekankan kebijakan pembangunan, termasuk pembangunan bidang gizi dan kesehatan yang dikonsentrasikan di daerah (desentralisasi). Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki masalah kompleks. Tingkat persaingan hidup yang tinggi kemungkinan berdampak pada munculnya aneka pergeseran gaya hidup, mulai dari perilaku makan, aktivitas fisik, stress, serta gaya hidup yang lain seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pergeseran gaya hidup ini berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Hasil penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta di lima wilayah DKI Jakarta selama tahun 2006 menunjukkan angka kejadian yang cukup tinggi pada beberapa penyakit perkotaan seperti hipertensi, diabetes melitus, sindroma metabolik, serta gangguan psikosomatik. Namun demikian, penelitian ini hanya menyangkut masalah jenis dan besaran penyakit, namun belum secara spesifik mempelajari seberapa besar keterkaitan gaya hidup dengan kejadian penyakit-penyakit degeneratif tersebut, serta keterkaitan status gizi dengan kejadian penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Berdasar uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan menganalisis hubungan gaya hidup yang terdiri atas kecukupan konsumsi buah dan sayur, kebiasaan konsumsi jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan/minuman manis, makanan yang diawetkan, minuman berkafein, kecukupan aktivitas fisik, gangguan emosional, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol terhadap kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. Hal ini ditunjang dengan tersedianya data Hasil Riskesdas (2008) Departemen Kesehatan RI.
71 Penelitian masalah gaya hidup yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus yang dilakukan di DKI Jakarta memiliki asumsi jika besaran masalah di wilayah ini cukup tinggi maka hal ini bisa menjadi gambaran bagi daerah perkotaan lainnya yang kurang lebih memiliki karakteristik seperti DKI sebagai sebuah kota metropolitan. Besaran masalah yang ditemukan di DKI Jakarta juga akan menjadi peringatan dini bagi kota-kota lainnya yang sedang tumbuh, ataupun juga bagi penduduk di pedesaan sekaligus untuk mewaspadai kemungkinan berkembangnya berbagai penyakit degeneratif sebagai akibat pergeseran gaya hidup. Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: Adakah hubungan gaya hidup, status gizi, dan sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta? Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. (2) Menganalisis hubungan gaya hidup dengan status gizi pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. (3) Menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi dan demografi dengan gaya hidup dan status gizi pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain: 1. Diketahuinya beberapa faktor risiko utama (gaya hidup, status gizi, sosial ekonomi dan demografi) kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi early warning bagi penduduk DKI Jakarta dan kota lain yang sedang tumbuh pesat untuk mewaspadai kemungkinan tingginya angka kejadian hipertensi dan diabetes melitus. Ekternal validitas dari penelitian ini dapat dikembangkan bagi kota-kota besar lainnya di Indonesia.
72 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya DKI Jakarta dalam merumuskan kebijakan dan program-program edukasi dan promosi pencegahan gizi lebih, hipertensi dan diabetes melitus. 4. Adanya publikasi hasil penelitian sehingga dapat memberikan kontribusi pengembangan iptek dan pengayaan serta pendalaman informasi terkait bagi masyarakat ilmiah dan pengguna. 5. Dari segi riset, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian sejenis, khususnya yang terkait dengan penelitian tentang faktor risiko utama hipertensi dan diabetes melitus di DKI Jakarta dan Indonesia.