BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia di dalamnya dan perlu pengaturan yang jelas dan pasti. Berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB 3 METODE PENULISAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

Pengoperasian Sistem Pesawat Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. disebutkan dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

METODE PENELITIAN. Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur ( sistematis ) 27. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses konstruksi yang sedang berlangsung. tanpa terkendala waktu, karena kapan pun drone ini dapat terbang dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Penelitian Hukum Normatif (Legal Reasearch). Metode penelitian hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik,

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

III. METODE PENELITIAN

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN PESAWAT NIRAWAK DI INDONESIA DAN PERLINDUNGAN HAK PRIVASI DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 73

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode pendekatan, yaitu: 22

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Udara merupakan hukum yang mengatur penggunaan ruang udara, khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam peranannya sebagai unsur yang diperlukan bagi penerbangan. 1 Sebagai salah satu cabang hukum internasional yang relatif baru, hukum udara mulai berkembang pada awal abad ke-20 setelah munculnya pesawat udara. Berbeda dengan hukum laut yang umumnya bersumber kepada hukum kebiasaan, hukum udara terutama sangat berdasar pada ketentuan-ketentuan konvensional. 2 Salah satu objek kajian Hukum Udara yaitu pesawat udara. Saat ini pesawat udara menjadi semakin penting dan ramai dibicarakan karena pengembangannya yang begitu pesat. Pesawat udara yang dahulu merupakan modifikasi dari balon udara, kini telah jauh berkembang sampai menjadi pesawat udara yang bisa diterbangkan dari jarak jauh, atau lebih dikenal dengan istilah drone. Bahkan pesatnya perkembangan drone pada dekade terakhir ini, hingga tidak dapat diimbangi oleh kemajuan pengaturan hukum udara baik itu secara internasional maupun nasional. 1 K. Martono dan Ahmad Sudiro, 2012, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 3. 2 Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: P.T. Alumni, hlm. 379. 1

Di tingkat internasional, payung hukum yang mengatur ruang udara adalah Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil Aviation). Istilah drone yang digunakan pada Konvensi Chicago 1944 adalah pilotless aircraft. Pasal 8 Konvensi Chicago 1944 menyebutkan: No aircraft capable of being flown without a pilot shall be flown without a pilot over the territory of a contracting State without special authorization by that State and in accordance with the terms of such authorization. Each contracting State undertakes to insure that the flight ofsuch aircraft without a pilot in regions open to civil aircraft shall be so controlled as to obviate danger to civil aircraft. Menurut ketentuan di atas, penggunaan pesawat nir awak di luar wilayah negara membutuhkan ijin dari otoritas khusus, pesawat tanpa pilot dapat terbang di atas teritorial negara lain dengan perjanjian internasional dan pesawat tersebut wajib mematuhi ketentuan dari otoritas khusus. Kewajiban negara kolong terhadap drone yang melintas di atas wilayahnya juga disebutkan dalam ketentuan pasal 8 bahwa pesawat tanpa pilot tersebut harus dikontrol oleh negara kolong dan agar tidak menimbulkan bahaya bagi pesawat sipil. 3 Jika dihubungkan dengan perkembangan teknologi dan kemampuan drone saat ini, konvensi hukum udara (multilateral) semestinya memiliki pengaturan yang lebih, seperti aturan mengenai bagaimana status legalitas penggunaan drone, jenis drone (pemanfaatan oleh sipil dan militer), nationality and registration mark (pendaftaran dan kebangsaan), airworthines (kelaikudaraan), operation (pengoperasian pesawat), aerodrome (lapangan terbang), air navigation (navigasi udara), licencing (izin pilot). Sehingga 3 Pasal 8 Konvensi Chicago 1944. 2

dengan kata lain drone membutuhkan aturan yang lebih dalam penggunaannya secara hukum internasional. Di Indonesia drone dikenal dengan sebutan Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA). 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sama sekali tidak memiliki pengaturan mengenai PUTA/ drone, melainkan hanya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 90 Tahun 2015 tentang Pesawat Udara Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara yang Dilayani Indonesia. Selain itu penggunaan drone juga termuat dalam beberapa aspek hukum lainnya seperti dalam Undang- Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Peraturan perundang-undangan nasional yang demikian dirasa masih belum memberikan kepastian ataupun unifikasi hukum dan belum menjawab kebutuhan masyarakat dan negara akan hukum. Atas kondisi yang demikian, baik itu hukum udara internasional maupun hukum udara nasional belum sepenuhnya dapat menjamin keselamatan penerbangan (safety first) yang merupakan semangat penerbangan sebagaimana terkandung dalam Pasal 44 huruf (a) Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan, Insure the safe and orderly growth of international civil aviation throughout the world, yang berarti konvensi mengamanatkan agar terjaminnya pertumbuhan penerbangan sipil internasional yang aman dan tertib. Konvensi Chicago 1944 4 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pesawat Udara Tanpa Awak Di Wilayah Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia. 3

mewajibkan negara dalam menjamin keselamatan penerbangan, termasuk juga bagi Indonesia yang telah menandatangani Konvensi Chicago 1944 pada 27 April 1950. 5 Keselamatan penerbangan yang dimaksudkan ialah dimana setiap penerbangan harus dijamin keselamatannya oleh negara yang bersangkutan, penerbangan sipil, militer, demikian pula keselamatan penerbangan drone, karena pengoperasiannya yang menggunakan remoted-pilot sangat berpotensi menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan. Tahun 2014 misalnya, di Australia Barat drone yang sedang terbang bermaksud untuk merekam kompetisi lari malah jatuh dari ketinggian 10 meter dan mengenai seorang atlet. 6 Istana Kepresidenan Amerika Serikat juga pernah menjadi korban, dimana pada 2015 sebuah drone yang beroperasi secara sembarangan jatuh di halaman gedung putih sehingga memaksa pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih ketat. 7 Bahkan baru-baru ini di Indonesia juga telah terjadi kecelakaan drone. Pada Maret 2016 saat warga Palembang tengah ramai menyaksikan peristiwa gerhana matahari, salah satu drone yang juga ramai berterbangan menabrak Jembatan 5 ICAO depository libraries, Date of deposit of instrument of ratification or notification of adherence, http://www.icao.int/secretariat/legal/list%20of%20parties/chicago_en.pdf, diakses pada Kamis, 5 Mei 2016 pukul 14.32 WIB. 6 Dilihat dari berita online, Drone Pembuat Film Jatuh, Seorang Atlet Triatlon Cidera, http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2014-04-07/drone-pembuat-film-jatuh-seorang-atlettriatlon-cedera/1291798, diakses pada Kamis, 5 Mei 2016 pukul 14.45 WIB. 7 Dilihat dari berita online, Pilot UAV yang Jatuh di Gedung Putih Karyawan Intel As, http://www.antaranews.com/berita/477035/pilot-uav-yang-jatuh-di-gedung-putih-karyawan-intel-as, diakses pada Kamis, 5 Mei 2016 pukul 14.48 WIB. 4

Ampera dan jatuh hingga mengenai salah seorang warga. 8 Selanjutnya, pada 31 Maret 2016, drone asing ditemukan jatuh di perairan Batam, Kepulauan Riau. 9 Meskipun memiliki jenis sebagai drone target dalam membantu latihan militer, semestinya drone asing tersebut tidak dapat terbang di wilayah udara Indonesia sehubungan dengan tidak adanya izin utuk masuk ke wilayah Indonesia. Tambahannya, terhadap kecelakaan drone, seharusnya diwadahi oleh aturan pertanggungjawaban yang jelas baik bersifat pidana maupun keperdataan. Terlepas dari itu semua, teknologi drone yang dapat terbang dan dikendalikan tanpa harus dikendarai oleh pilot (nir awak) mampu memberikan sumbangsih bagi keperluan manusia dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan pesawat berawak. Kelebihan demikianlah yang membuat drone begitu populer digunakan dalam berbagai kegiatan. Pemanfaatan dalam berbagai kegiatan tersebut adalah seperti untuk tujuan fotografi, penyebaran pupuk tanaman, dan pemadaman kebakaran. Bahkan, drone dapat membantu kebutuhan negara, misalnya melakukan pemantauan dan pemetaan. Kemampuan pada drone yang demikian, memicu pertanyaan terhadap isu hukum. Drone menghadirkan sistem kendali pesawat udara yang menggunakan metode pilot eksternal (sistem komputer yang diprogramkan untuk mengatur 8 Dilihat dari berita online, Kecelakaan Drone Terjadi Ketika Warga Palembang Saksikan Gerhana Matahari, http://m.harianindo.com/2016/03/09/89035/kecelakaan-drone-terjadi-ketikawarga-palembang-saksikan-gerhana-matahari/, diakses pada Kamis, 5 Mei 2016 pukul 15.26 WIB. 9 Dilihat dari berita online, Drone Mata-Mata yang Jatuh di Perairan Kepri Dibawa ke Jakarta, http://news.detik.com/berita/3177761/drone-mata-mata-yang-jatuh-di-perairan-kepridibawa-ke-jakarta, diakses pada Kamis, 5 Mei 2016 pukul 22.30 WIB. 5

drone). 10 Kemudian, muncullah pertanyaan terkait apakah drone dengan sistem pilot eksternal pantas dipergunakan dan memenuhi standar-standar sebagai pesawat udara menurut hukum udara internasional dan hukum udara nasional? Di Indonesia sendiri pembatasan dan pengaturan yang jelas mengenai drone diperlukan sebagai wujud kebutuhan hukum yang berhubungan dengan mulai maraknya penggunaan drone oleh sipil seperti untuk tujuan fotografi dan pertanian, serta program pengembangan drone yang menjadi salah satu fokus utama dalam membantu pertahanan dan keamanan yang sedang dikembangkan negara. Selain itu, Indonesia melalui pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi seluruh wilayahnya. 11 Hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai PENGATURAN DRONE (PESAWAT UDARA TANPA AWAK) DALAM HUKUM UDARA INTERNASIONAL DAN HUKUM UDARA NASIONAL. 10 Michael Nas, 2008, Pilots by Proxy: Legal Issues Raised, United Kingdom: Development of Unmanned Aerial Vehicles, hlm.1. 11 Huala Adolf, 1996, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 14. 6

B. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah status hukum drone sebagai pesawat udara? 2. Bagaimanakah pengaturan drone dalam hukum udara internasional dan hukum udara nasional? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana status hukum drone sebagai pesawat udara. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan drone dalam hukum udara internasional dan hukum udara nasional. D. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini nantinya dapat memberi manfaat: 1. Manfaat Teoritis, yaitu menyediakan sumbangan ilmu sebagai tambahan kekayaan alam ilmu, dan menjadi bahan pertimbangan praktis aparat pemerintahan dalam menyediakan aturan penerbangan yang mencapai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum melalui hukum positif. 2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan kajian ilmiah yang menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. 7

E. Metode Penelitian Penelitian Hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. 12 Metode Penelitian Hukum dapat diartikan sebagai cara melakukan penelitianpenelitian yang bertujuan mengungkap kebenaran secara sistematis dan metodologis. Metode Penelitian Hukum merupakan metode penelitian yang bersumber pada pengamatan kualitatif/ alamiah yang tidak mengadakan perhitungan/ kuantitatif. 13 Untuk dapat memperoleh data yang maksimum dan menuju kesempurnaan dalam penulisan ini, sehingga berhasil mencapai sasarannya sesuai dengan judul yang ditetapkan, maka diusahakan memperoleh data yang relevan. Berikut metode penelitian yang akan penulis lakukan: 1. Pendekatan Penelitian Pada Penelitian ini penulis menggunakan metode penilitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan kondisi nyata peraturan perundang-undangan, hukum internasional dan literatur lainnya yang memiliki kaitan dengan permasalahan. 14 12 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, hlm. 42. 13 Soejono dan Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, hlm. 26. 14 Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 43. 8

2. Sifat Penelitian Penelitian ini berusaha menggambarkan suatu kondisi hukum sebagai suatu kondisi yang dinyatakan sebagai masalah hukum (legal problem) terkait pengaturan produk hukum baik itu nasional maupun internasional dalam kapasitas menyeimbangi perkembangan zaman dan teknologi. Lalu pengembangan dengan memberikan penafsiran dan analisa yang berasal dari pemikiran otentik penulis yang nantinya akan dituangkan. Oleh karena itu penelitian ini bersifat deskriptif analistis. 15 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup: 16 a. Bahan Hukum Primer Adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif), mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional yang berkaitan: 17 1) Undang-Undang Dasar 1945; 2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; 3) Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan; 15 Zainuddin Ali,2009, Metode Peneilitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 21. 16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: CV. Rajawali, hlm. 15. 17 Ibid, hlm. 47. 9

4) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; 5) Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta; 6) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 7) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pesawat Udara Tanpa Awak Di Wilayah Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia; 8) Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional (Convention on International Civil Aviation 1944); 9) Konvensi Paris 1919 tentang Navigasi Udara Internasional (Convention Relating of The Regulation of Aerial Navigation 1919). b. Bahan Hukum Sekunder Adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak resmi, seperti buku-buku, karya ilmiah, jurnal hukum, kamuskamus hukum, dan juga menjadi penjelasan dari bahan hukum primer. 18 Setelah semua data, baik data primer maupun sekunder telah dihimpun oleh penulis maka selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa sesuai dengan apa yang menjadi pokok permasalahan. 18 Ibid, hlm. 56. 10

c. Bahan Hukum Tersier Adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 19 19 Soerjono Seokanto dan Sri Mamudji, op. cit., hlm. 13. 11