BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT

STERILISASI & DESINFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Kata Kunci: Pengetahuan, HIV/AIDS, Pencegahan HIV/AIDS. Kepustakaan: 47 ( )

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di rumah sakit (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah infeksi yang didapatkan atau yang terjadi saat klien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit (Soewondo, 2007).Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi lokal maupun sistemik yang terjadi tidak dalam masa inkubasi melainkan saat klien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit. Darmadi (2008) menyatakan suatu infeksi dapat dikatakan didapat dari rumahsakit apabila memiliki ciri-ciri: 1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut; 2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut; 6

7 3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan; 4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya; 5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit ssudah tidak ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit yang sama pada waktu yang kaku, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. 1.2.Insiden Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahoyo dkk (2012) pada 39 rumah sakit di Eropa memperoleh hasil survei untuk angka kejadian infeksi nosokomial dengan persentase 19,1%. Hasil penelitian Malobicka, dkk (2013) memperoleh sebuah survei prevalensi di University Hospital in Martin untuk angka kejadian Urinary tract Infections menempati urutan tertinggi dengan persentase 27,3%, urutan kedua adalah Bloodstream Infections dan Surgical site Infections dengan persentase 22,7%, dan selanjutnya adalah Pneomoniae dengan persentase 18,2%, dan terakhir adalah beberapa infeksi lainnya dengan persentase 9,1%. Nur, dkk (2013) menemukan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial (phlebitis) di Instalasi Rawat Inap RS Universitas Hasanuddin selama 4 triwulan tahun 2012 yaitu 14,7%, 3,7%, 4,48%, 3,7% sehingga rata-rata kejadian infeksi nosokomial (phlebitis) sebanyak 6,64%. RSUD Setjonegoro kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan kejadian

8 infeski nosokomial pada tahun 2010 angka kejadiannya sebanyak 0,37% menjadi 1,48% kasus pada tahun 2011 (Nugraheni, 2012). Panjaitan (2011) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menemukan angka kejadian infeksi nosokomial Februari pada tahun 2007 terdapat kejadian infeksi nosokomial 2,6% dari pasien yang keluar. 1.3. Jenis-jenis infeksi nosokomial Jenis-jenis infeksi nosokomial menurut Gruendemann dan Fernsebner (2005) adalah : 1. Infeksi luka operasi (ILO) Risiko timbulnya ILO ditentukan oleh tiga faktor yakni jumlah dan jenis kontaminasi mikroba pada luka, keadaan luka pada akhir operasi (ditentukan oleh teknik pembedahan dan proses penyakit yang dihadapi selama operasi), dan kerentanan pejamu. 2. Infeksi saluran kemih Infeksi ini berkaitan dengan pemakaian kateter indweling dan sistem drainase kemih atau prosedur atau peralatan urologis lainnya. Kateter indweling membentuk suatu mekanisme yang memungkinkan bakteri masuk kedalam kandung kemih. Lama kateterisasi merupakan variabel penting dalam menentukan apakah seorang pasien terkena infeksi. Sedangkan pada sistem drainase yang tertutup akan menurunkan risiko infeksi saluran kemih.

9 3. Infeksi aliran darah (Bloodstream infections) Infeksi ini berkaitan dengan pemasangan selang intravaskular (infus). Lama pemasangan selang intravaskular merupakan penentu utama kolonisasi bakteri. Semakin lama selang terpasang, semakin tinggi pula risiko infeksi. 1.4. Pencegahan infeksi nosokomial WHO (2002) menyatakan bahwa pencegahan infeksi nosokomial dilakukan dengan menerapkan prosedur kewaspadaan standar terhadap semua petugas rumah sakit meliputi : 1. Kebersihan tangan five moment Penyebaran infeksi nosokomial dari tangan dapat diminimalkan dengan cara mencuci tangan dengan tepat. Kegiatan cuci tangan ini Menurut WHO (2006) 5 momen mencuci tangan adalah sebagai berikut 1.1 Sebelum kontak langsung dengan klien Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien ketika mendekati pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien bergeser ataupun berpindah posisi, dan pemeriksaan klinis. 1.2 Sebelum melakukan tindakan aseptik/invasif Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan luka, insersi kateter, mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.

10 1.3 Sesudah kontak dengan cairan tubuh/benda yang terkontaminasi Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang beresiko tinggi atau setelah melepaskan sarung tangan dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah, membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah. 1.4 Setelah kontak dengan klien Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien merubah posisi dan pemeriksaan klinik. 1.5 Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar klien Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila tidak menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan penyetelan kecepatan perfusi. 2). Alat pelindung diri Selain membersihkan tangan, yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan adalah mengenakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh. Alat pelindung diri terdiri atas sarung tangan, gaun

11 pelindung, pelindung mata dan masker bedah. Peralatan tambahan seperti penutup kepala, sepatu bot tidak dianggap sebagai alat pelindung diri, tetapi dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan. a. Sarung tangan Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang digunakan untuk mencegah kontak langsung petugas kesehatan dengan darah atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Setelah sarung tangan dilepas perawat atau petugas harus kembali mencuci tangan. b. Gaun pelindung Gaun pelindung digunakan sebagai pelindung untuk mencegah agar pakaian petugas kesehatan tidak terkena darah atau cairan tubuh lainnya. Gaun pelindung yang dapat digunakan kembali harus dicuci setelah digunakan. c. Masker, pelindung mata dan pelindung wajah Masker, kacamata pelindung dan pelindung wajah merupakan alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi mukosa mata, hidung, atau mulut petugas kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi, ataupun ekskresi pasien. Pelindung wajah melindungi mulut, hidung, dan mata dan dapat digunakan sebagai pengganti masker dan peralatan pelindung mata.

12 Petugas kesehatan tidak boleh menyentuh bagian depan masker atau alat pelindung mata saat membuka peralatan ini dan harus membersihkan tangan setelah membuka peralatan ini. 3). Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya merupakan bagian dari kewaspadaan standar. Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya merupakan faktor penting untuk mengurangi dan menghilangkan penularan patogen yang terbawa dari darah pasien yang terinfeksi ke petugas kesehatan, pasien lain dan orang lain melalui luka akibat benda tajam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah transmisi infeksi antara pasien dengan alat injeksi: a. Kurangi injeksi yang kurang dibutuhkan b. Gunakan jarum yang steril c. Gunakan jarum yang sekali pakai d. Cegah adanya kontaminasi terhadap obat-obatan pada jarum yang akan dipakai kembali e. Jangan tutup kembali jarum yang sudah dipakai f. Buang suntikan, jarum suntik, pisau bedah atau benda tajam lainnya pada wadah yang tahan tusukan 4). Pembersihan dan disinfeksi peralatan Peralatan yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan dengan sabun, detergen dan air sampai semua tanda kotoran yang

13 dapat dilihat hilang dan kemudian harus dilakukan disinfeksi dengan benar sebelum perlatan tersebut digunakan. Semua perlengkapan yang dirancang untuk sekali pakai harus dibuang ke wadah atau penampung limbah yang sesuai segera setelah digunakan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan disinfeksi: a. Memiliki kriteria untuk membunuh mikroorganisme b. Peralatan yang akan didisinfeksi c. Komposisi peralatan dan kegunaannya d. Tingkat disinfeksi yang diperlukan e. Ketersediaan dan kapasitas pelayanan, fasilitas fisik, sumber daya organisasi dan personel. 5). Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses penghancuran semua mikroorganisme melalui cara fisika atau kimia. Sterilisasi dilakukan pada alat-alat, sarung tangan bedah dan alat-alat lain yang kontak langsung dengan darah atau jaringan. 6). Pembersihan lingkungan perawatan pasien Pembersihan harus dilakukan sebelum proses disinfeksi. Pembersihan harus menggunakan tehnik yang benar untuk menghindari aerosolisasi debu. Hanya perlengkapan atau permukaan yang pernah bersentuhan dengan kulit atau mukosa pasien atau sudah

14 sering disentuh oleh petugas kesehatan yan memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan. 7). Pengelolaan linen dan limbah Prinsip umumnya adalah semua linen yang sudah digunakan dan limbah harus dimasukkan ke dalam kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut. Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air. Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang di sekitarnya. Linen yang sudah digunakan harus dicuci sesuai dengan prosedur pencucian biasa. Sedangkan pada limbah, limbah harus diklasifikasikan, dibawa, dan dibuang sesuai dengan peraturan dan kebijakan setempat. Klasifikasi limbah sangat penting untuk memastikan limbah dibawa dengan benar dan dibuang ke saluran yang sesuai. Petugas kesehatan harus menghindari aerosolisasi saat mambawa dan membuang limbah. Ini sangat penting pada limbah feses. Petugas harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat membawa limbah dan membersihkan tangan setelah melepas sarung tangan.