BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu kunci yang penting terutama dalam era globalisasi. Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

Oleh : Sri Handayani NIM K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

UJIAN NASIONAL SD/MI dan SDLB SMP/MTs, SMPLB, dan SMALB SMA/MA dan SMK Tahun Pelajaran 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengenai sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pemaparan tersebut tentu saja pemerintah bertanggungjawab atas terselenggaranya pendidikan formal yang dapat melahirkan peserta didik yang sesuai dengan standarisasi sistem pendidikan nasional. Salah satu upaya pemerintah untuk menetapkan standarisasi adalah Ujian Nasional (UN) bagi setiap tingkat akhir di jenjang pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)/ sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),/ sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)/ sederajat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sampai saat ini ujian nasional masih menjadi momok yang dianggap mengerikan bagi siswa yang menghadapinya. 1

2 Bahkan bagi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), ujian nasional juga dianggap sebagai tugas yang berat karena penyelenggaraannya melibatkan banyak pihak, serta memiliki dampak psikologis secara umum, terutama bagi guru dan siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional (Buletin Badan Standar Nasional Pendidikan, 2015). Hampir setiap tahun, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan standar nilai minimal kelulusan yang semakin meningkat. Tahun 2012 standar nilai kelulusan yang ditetapkan oleh BSNP mencapai angka 5,5. BSNP akan meningkatkan standar nilai kelulusan di tahun 2013 dengan minimal di angka 6 untuk semua mata pelajaran yang di ujiankan. (Wicaksono, 2013). Pelaksanaan ujian nasional tahun ini, akan diselenggarakan pada bulan April tahun 2015, selama 3 hari. Pada setiap satu hari ujian nasional, akan dilaksanakan ujian dengan dua mata pelajaran sekaligus. Bagi siswa dengan program studi jurusan IPA, maka mata pelajaran yang akan di ujiankan pada hari pertama yaitu Bahasa Indonesia, dan Kimia. Hari kedua yaitu Matematika, dan Biologi. Hari ketiga yaitu Bahasa Inggris, dan Fisika. Bagi siswa dengan program studi jurusan IPS, maka mata pelajaran yang akan di ujian kan pada hari pertama yaitu Bahasa Indonesia, dan Geografi. Hari kedua yaitu Matematika, dan Sosiologi. Hari terakhir yaitu Bahasa Inggris, dan Ekonomi. (Buletin Badan Standar Nasional Pendidikan, 2015) Demi mendukung program pemerintah dalam upaya standarisasi sumber daya manusia dalam bidang pendidikan nasional, salah satu Sekolah di Bandung yang turut serta menyelanggarakan Ujian Nasional adalah SMA Negeri 1 di kota

3 Bandung. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh peneliti dari narasumber yaitu salah satu guru SMAN 1 di bidang kesiswaan, mengatakan bahwa, pihak Sekolah menangkap adanya rasa takut yang dialami oleh siswa kelas XII yang akan menghadapi Ujian Nasional, sehingga pihak Sekolah menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan membantu siswa dalam mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. Meskipun bergulir isu bahwa tahun 2015 ujian nasional tidak akan menjadi satu-satu nya penentu kelulusan ujian nasional siswa kelas XII, namun siswa masih merasa takut karena isu tersebut masih belum pasti kebenarannya. Dalam mempersiapkan siswa siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional, pihak sekolah mengerahkan berbagai upaya yang mendukung kesiapan tersebut dengan menyelenggarakan kegiatan keagamaan bagi setiap keyakinan yang dianut oleh siswa. Bagi siswa muslim, pihak sekolah mengadakan Muhasabah, yaitu serangkaian acara keagamaan bagi siswa yang beragama muslim seperti Do a bersama di lapangan sekolah. Bagi siswa yang beragama non-muslim, pihak sekolah menyediakan satu kelas yang juga di fasilitasi oleh guru agama untuk memberikan ceramah rohani, serta pembahasan ayat-ayat pada kitab suci. Kegiatan lain yaitu pencerahan dengan mengundang para alumni sekolah yang telah berhasil dan sukses di perguruan tinggi maupun perkerjaan agar dapat memberikan motivasi yang membangkitkan rasa percaya diri, keyakinan akan kemampuan diri dan yang berkaitan dengan semangat dalam diri. Sekolah juga menyelenggarakan try out berkala yang dilaksanakan pada semester dua, terhitung

4 Januari 2015 sampai dengan Maret 2015. Upaya lainnya yaitu sekolah menerbitkan buku yang bersifat internal, berupa kumpulan kumpulan soal (bank soal) dari mata pelajaran yang akan diuji saat Ujian Nasional. Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada sejumlah siswa kelas XII di SMAN 1 Bandung, peneliti mendapatkan jawaban yang beragam mengenai penghayatan siswa dalam menghadapi ujian nasional. Tujuh dari 11 (63%) siswa mengaku sangat tegang, khawatir dan takut dalam menghadapi ujian nasional karena membayangkan soal soal ujian yang mungkin sulit, memikirkan hasil yang akan didapat setelah mengikuti ujian nasional apakah sesuai dengan hasil yang diinginkan atau tidak, apakah mampu lulus ataukah tidak lulus sehingga dapat melanjutkan ke jenjang perkuliahan atau tidak. Meskipun demikian, dua siswa dari tujuh siswa tersebut mengatakan bahwa ketakutan yang dirasakannya, justru membuat ia menjadi lebih mempersiapkan diri dengan belajar lebih giat, mengikuti bimbingan belajar, mengulang pelajaran dirumah sampai larut malam, dan mengerjakan latihan soal setiap harinya dirumah. Dua dari 11 siswa (18%) siswa lainnya mengaku merasa sedikit tegang, sedikit khawatir dan tidak takut dalam menghadapi ujian nasional, karena merasa yakin usaha yang telah dilakukan dalam mempersiapkan ujian nasional akan membuahkan hasil yang setimpal dengan usaha yang dilakukan, usaha usaha yang dilakukan yaitu belajar lebih giat dan mengurangi waktu bermain, tidak bolos mengikuti bimbingan belajar maupun pemantapan. Dua dari 11 siswa (18%) lain mengaku biasa saja karena yakin apapun yang terjadi pasti ia akan lulus.

5 Mereka pun memiliki anggapan bahwa, ujian nasional sama saja dengan ujian sekolah biasa, namun yang membedakan hanyalah standarnya saja. Bagi para siswa keyakinan akan kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi ujian nasional, disebut sebagai self-efficacy beliefs. Self-efficacy beliefs merupakan keyakinan yang dimiliki oleh individu mengenai tindakan yang akan dilakukanya dalam menentukan dan melaksanakan sumber-sumber tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang prospektif (Bandura. 2002). Situasi yang prospektif dalam pengertian tersebut, pada penelitian ini dapat diartikan sebagai Ujian Nasional. Dengan adanya self-efficacy beliefs yang dimiliki oleh individu, maka individu dapat mengarahkan tindakan apa yang akan dilakukan dalam menghadapi Ujian Nasional. Pilihan yang diambil untuk mempersiapkan ujian nasional masing masing siswa pun beragam, antara lain lebih giat belajar, tidak membolos bimbingan belajar dan pemantapan yang dilaksanakan oleh pihak sekolah, mengerjakan soal soal latihan di rumah, belajar dan mengulang kembali materi pelajaran di rumah hingga larut malam bahkan hingga menahan rasa kantuk dan lelah, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, dan mengurangi porsi waktu untuk bermain. Sembilan dari 11 (82%) siswa yang memilih untuk melakukan usaha tersebut, memiliki alasan untuk ingin mampu melewati proses ujian nasional dengan membanggakan, lulus dengan nilai yang diatas standar nilai yang ditentukan agar dapat melanjutkan studi pada jenjang perkuliahan di Perguruan Tinggi yang di idam idamkan. Di sisi lain, ada pula siswa yang memilih untuk tetap tenang, santai, dan tetap menyediakan waktu untuk bermain, dengan pemikiran bahwa

6 mereka merasa kasihan pada diri mereka sendiri apabila mereka terlalu memforsir waktu hanya untuk belajar. Keyakinan individu terhadap kemampuan akan kapasitas melakukan tugas akademiknya memengaruhi seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa lama ia akan bertahan ketika menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan tugas tersebut (Bandura, 2002). Siswa kelas XII diharapkan memiliki self-efficacy beliefs yang tinggi dalam menghadapi ujian nasional. Hal tersebut dikarenakan dengan memiliki self-efficacy beliefs yang tinggi, siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional diharapkan akan memiliki keyakinan bahwa kemampuan yang dimiliki dapat dijadikan kekuatan untuk mengerjakan dan menyelesaikan soal ujian nasional dengan semaksimal mungkin. Siswa yang memiliki self-efficacy beliefs tinggi akan cenderung lebih percaya diri dan merasa siap untuk menghadapi ujian nasional. Mereka pun akan mengarahkan perilakunya menuju hal hal yang mendukung ujian nasional seperti aktif mengerjakan soal soal latihan ketika try out di sekolah maupun di lembaga bimbingan belajar. Semangat yang muncul dalam perilaku ceria dan tidak terus berpikiran negatif misalnya takut tidak lulus ujian nasional. Sebaliknya jika siswa memiliki self-efficacy beliefs rendah, mereka cenderung terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah apabila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas. (Bandura, 2002). Hal tersebut, menyebabkan siswa yang memiliki self-efficacy beliefs yang rendah cenderung akan pesimis dalam menghadapi ujian nasional, tidak semangat ketika sedang belajar mengenai mata pelajaran yang akan di ujiankan, dan mudah

7 menyerah apabila menemui kesulitan dalam pelajaran tersebut. Hasil survei awal yang telah peneliti paparkan, menunjukan adanya perbedaan self-efficacy beliefs yang dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi ujian nasional. Gambaran mengenai self-efficacy beliefs yang dimiliki oleh setiap siswa, dapat ditelusuri melalui empat aspek yaitu pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, lamanya kemampuan siswa untuk bertahan dalam situasi rintangan, dan penghayatan perasaan siswa itu sendiri dalam menghadapi ujian nasional. Siswa akan menentukan pilihan, dalam menghadapi ujian nasional. Pilihan siswa tersebut dapat bervariasi sesuai dengan diri siswa itu sendiri, sebagai contoh salah seorang siswa mengatakan menentukan pilihan untuk giat belajar demi mencapai kesuksesan menghadapi ujian nasional, dan lulus dengan nilai sebaik mungkin. Siswa yang memilih untuk giat belajar dalam menghadapi ujian nasional, cenderung akan mengerahkan usaha yang lebih dalam belajar seperti melanjutkan belajar dirumah, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh karena menganggap tugas sebagai latihan soal untuk menghadapi ujian nasional. Siswa dengan pilihan dan usaha tersebut, akan cenderung bertahan dalam situasi yang menantang seperti banyaknya tugas di sekolah, tetap bertahan mengerjakan persoalan meskipun mengalami kesulitan karena soal yang susah. Dalam situasi ini, dapat dilihat jika siswa telah menentukan pilihan dan mengerahkan usaha yang lebih intens, siswa akan cenderung mampu untuk lebih lama bertahan dalam menghadapi situasi yang dianggap menekan, selain itu siswa cenderung akan tidak mudah menyerah jika menghadapi kesulitan dalam mengerjakan persoalan. Hal sebaliknya, terdapat pula siswa yang cepat merasa

8 putus asa dan pesimis dalam menghadapi situasi yang menekan seperti tugas sekolah yang sulit, ataupun try out. Selain ketiga hal tersebut, penghayatan perasaan siswa dalam menghadapi ujian nasional pun menggambarkan selfefficacy beliefs yang dimiliki siswa. Siswa yang memiliki self efficacy beliefs yang tinggi cenderung akan menganggap situasi yang menekan seperti banyaknya tugas yang diberikan oleh sekolah menjelang ujian nasional, adalah sebagai rintangan. Pada siswa yang memiliki self-efficacy beliefs yang cenderung rendah, biasanya akan menganggap situasi yang menekan sebagai hal yang menghambat. Mengingat, self-efficacy beliefs dapat menentukan usaha serta keyakinan siswa untuk merasa mampu menghadapi ujian nasional dengan sebaik mungkin, maka penting untuk mengetahui derajat tinggi atau rendah nya self-efficacy beliefs yang dimiliki oleh siswa di SMAN 1 Bandung. Dari uraian tersebut, hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai self-efficacy beliefs pada siswa kelas XII dalam menghadapi Ujian Nasional di SMA Negeri 1 Kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran mengenai self-efficacy beliefs pada siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional di SMA Negeri 1 Kota Bandung.

9 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai self-efficacy beliefs pada siswa kelas XII dalam mengahadapi ujian nasional di SMA Negeri1 Kota Bandung. 1.3.2. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai sumber-sumber self-efficacy beliefs yang signifikan, pada siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional di SMA Negeri 1 Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Sebagai masukan mengenai self-efficacy beliefs khususnya pada bidang Psikologi Pendidikan yang berhubungan dengan siswa kelas XII jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). 2. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai self-efficacy beliefs pada siswa/i kelas XII SMA. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Sebagai informasi bagi pihak sekolah, meliputi wali kelas dan guru BK mengenai gambaran self-efficacy beliefs siswa yang akan naik ke kelas XII angkatan 2016 di SMA Negeri 1 Kota Bandung. Informasi tersebut diharapkan akan disampaikan kepada siswa/i kelas XII yang bersangkutan, agar dijadikan pembelajaran untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional di tahun berikutnya.

10 2. Sebagai informasi bagi orangtua siswa/i kelas XII, agar mengetahui bagaimana self-efficacy beliefs berperan pada siswa, sehingga diharapkan keluarga maupun orangtua dapat membantu siswa dalam memeroleh self-efficacy beliefs. 1.5 Kerangka Pikir Siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional di SMA Negeri 1 Bandung berada dalam tahap perkembangan remaja akhir/ late adolescence (Santrock, 2003). Dalam tahap perkembangan ini, remaja sedang tertarik untuk mengembangkan identitas diri dan melakukan eksplorasi terhadap hal yang diminatinya. Dalam mengembangkan identitas diri/ self-identity, terdapat keyakinan yang memiliki peran penting dalam diri manusia sebagai generator yang dapat mengembangkan kompetensi manusia (Bandura, 2002). Salah satu keyakinan yang digunakan oleh diri manusia sebagai generator tersebut adalah self-efficacy beliefs. Self-efficacy beliefs merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuanya dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam situasi tertentu (Bandura, 2002). Dalam membentuk self-efficacy beliefs, siswa dapat memeroleh dan mengembangkannya dari empat sumber utama. Sumber-sumber self-efficacy beliefs yaitu, mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion dan physiological and affective states. Masing-masing siswa dapat menggunakan satu, lebih dari satu, ataupun seluruh sumber self-efficacy beliefs untuk membentuk self-efficacy beliefs. (Bandura, 2002).

11 Sumber self-efficacy beliefs yang pertama yaitu mastery experiences. Menurut (Bandura, 2002) sumber ini merupakan sumber yang paling berpengaruh bagi pembentukan self-efficacy beliefs siswa. Hal ini dikarenakan pengalaman pribadi yang dialami akan secara langsung memengaruhi beliefs yang dimilikinya. Pada siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional, mereka dapat memperoleh self-efficacy beliefs berdasarkan kepada pengalaman yang dimiliki dari keberhasilan ataupun kegagalan pada saat mengerjakan soal-soal latihan dari sekolah yang sulit. Mereka juga dapat memeroleh beliefs ketika berhasil atau gagal dalam mengerjakan persoalan try out yang dilaksanakan oleh pihak sekolah ataupun tempat bimbingan belajar. Siswa kelas XII yang berhasil dalam mengerjakan soal-soal yang sulit pada tugas sekolahnya maupun soal-soal try out, cenderung mampu menumbuhkan self-efficacy beliefs dalam dirinya. Mereka akan percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapai keberhasilan. Mereka pun cenderung menganggap kesulitan yang dihadapi merupakan rintangan yang harus ditaklukan. (Bandura, 2002). Pada siswa yang mengalami kegagalan, siswa cenderung takut untuk memulai kembali suatu hal sehingga self- efficacy beliefs yang dimiliki cenderung rendah. Mereka cenderung merasa kemampuan yang dimilikinya kurang memadai untuk mencapai kesuksesan yang menjadi targetnya. Dalam hal seperti itu meskipun individu memiliki self-efficacy beliefs yang rendah, hal tersebut tidak menutup adanya usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk mencapai keberhasilan. (Bandura, 2002).

12 Sumber self-efficacy beliefs yang kedua yaitu vicarious experiences. Hal ini didapatkan melalui pengamatan terhadap figur yang memiliki pengalaman dengan situasi yang hampir serupa, seperti teman sekelas, rekan kerja, figur yang dianggap sebagai saingan, maupun figur lain yang dianggap memiliki kesamaan kondisi dengan individu. Dalam hal ini, siswa kelas XII di SMAN 1 Bandung melihat adanya kesamaan kondisi antara alumni dengan siswa kelas XII dalam mengahadapi ujian nasional. Siswa kelas XII melakukan pengamatan dan penilaian, bahwa alumni menghadapi ujian nasional lalu mampu menghadapinya. Kelulusan yang dicapai oleh alumni angkatan 2013 dan 2014 adalah 100%. Siswa kelas XII akan merasa yakin akan kemampuan yang dimilikinya demi mencapai tujuan yang diinginkan karena melihat figur lain yang serupa pun berhasil menghadapi dan menyelesaikan ujian nasional dengan maksimal. Berikutnya yaitu sumber yang ketiga, verbal persuasion merupakan sumber self-efficacy beliefs yang didapatkan oleh siswa berdasarkan perkataan ataupun tindakan yang diberikan oleh figur-figur signifikan kepada individu. Figur-figur tersebut adalah orang tua, teman sekelas, dan figur lain yang dirasa memiliki pengaruh pada diri siswa. Siswa yang banyak mendapat dukungan dari orangtua maupun teman sekelas akan merasa semangat dan siap dalam menghadapi ujian nasional, karena tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan yang siswa peroleh berpengaruh terhadap kesiapan mental siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional. Individu akan merasa dirinya memiliki kemampuan karena orang lain percaya pada kemampuan yang individu miliki. (Chambliss & Murray, dalam Bandura. 2002). Siswa yang kurang mendapatkan dukungan, baik diberi semangat

13 ataupun diyakinkan bahwa mereka mampu menghadapi ujian nasional, cenderung akan memiliki self-efficacy beliefs yang rendah dan pada akhirnya akan menghambat kesiapan siswa tersebut secara mental dalam menghadapi ujian nasional. Mereka akan merasa bahwa tidak ada orang lain yang mempercayai kemampuan yang dimilikinya, sehingga mereka akan merasa kecil hati. Sumber self-efficacy beliefs yang terakhir yaitu physiological dan affective state, merupakan penilaian yang dimiliki individu berdasarkan kondisi fisik dan afektif yang dialaminya. Ketika individu mengalami gejala-gejala somatis seperti mual, pusing, kemudian individu tidak dapat mengatasinya dengan baik maka individu akan menilai bahwa diri mereka tidak mampu menghadapi situasi yang menekan, sehingga self-efficacy beliefs yang dimilikinya cenderung rendah (Bandura. 2002). Siswa menilai dan menghayati kondisi fisik dan afektif yang ada pada dirinya. Siswa yang kondisi fisiknya sedang tidak fit karena sakit misalnya, jika siswa menghayati kondisi sakit tersebut sebagai suatu hal menghambat, dan membuat siswa merasa tidak yakin mampu melakukan aktivitas belajar dengan maksimal, maka self-efficacy beliefs individu tersebut cenderung rendah. Sebaliknya, jika individu dalam keadaan sehat ataupun sakit namun merasa kondisi fisiknya tidak menghalangi aktivitas siswa untuk belajar, siswa tetap merasa yakin mampu belajar, maka self-efficacy beliefs yang dimiliki siswa cenderung tinggi. Dalam mengolah sumber sumber self-efficacy beliefs, siswa akan melalui empat proses yang pada akhirnya akan memengaruhi bagaimana output individu

14 atas self-efficacy beliefs yang dimilikinya. Keempat proses tersebut adalah proses kognitif, proses motivasional, proses afektif dan proses seleksi (Bandura, 2002). Setiap sumber self-efficacy beliefs yang diperoleh individu, baik pengalaman, pengamatan, dukungan, dan penghayatan yang dirasakan akan di proses melalui 4 tahap, sampai pada akhirnya akan menghasilkan self-efficacy beliefs yang tergolong rendah atau tinggi. Proses yang pertama adalah proses kognitif, yang pada siswa dapat berpengaruh terhadap bagaimana siswa memberikan penilaian terhadap selfefficacy beliefs yang dimilikinya. Jika siswa memiliki persepsi yang positif terhadap self-efficacy beliefs nya, maka keyakinan itu dapat mengarahkan perilaku siswa kearah yang positif. Apabila siswa memiliki persepsi yang negatif seperti, berpikiran bahwa siswa tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mencapai kesuksesan dalam ujian nasional, maka siswa cenderung berperilaku pesimis, dan merasa akan mengalami kegagalan. Ketika siswa memikirkan keberhasilan maka perilaku siswa akan terarah pada sikap-sikap positif yang mengarah pada keberhasilan. Sebaliknya, ketika siswa terus menerus memikirkan kegagalan maka perilakunya pun akan terarah pada suatu kegagalan. (Krueger & Dickson. 1994. Dalam Bandura. 2002). Proses yang kedua adalah proses motivasional. Terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses ini yaitu, causal attribution, expectancies value, dan goal. Causal attribution berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada siswa yang memiliki self-efficacy beliefs tinggi ketika mengalami kegagalan dalam menghadapi ujian nasional, mendapat nilai yang

15 kurang memuaskan dalam mata pelajaran atau pun hasil penilaian lain dalam try out, maupun tugas sekolah, akan memandang hal tersebut terjadi karena usaha dalam belajar yang telah dilakukannya masih kurang. Sedangkan siswa yang memiliki self-efficacy beliefs rendah, ketika mengalami kegagalan akan memandang hal tersebut terjadi karena kurangnya kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi ujian nasional. Expectancies value merupakan keadaan dimana siswa memiliki harapan yang ingin dicapai terhadap ujian nasional. Goal merupakan tujuan yang ingin diraih oleh siswa dalam menghadapi ujian nasional. Ketika siswa yang memiliki selfefficacy beliefs tinggi memiliki goal untuk lulus dengan nilai semaksimal mungkin, maka perilaku siswa tersebut akan mengarah pada pencapaian nilai dan tujuan nya itu. Proses berikutnya yaitu yang ketiga adalah proses afektif. Dimana proses ini terjadi berdasarkan kognisi dan situasi yang dialami pada suatu keadaan, sehingga hal tersebut mempengaruhi keyakinan siswa untuk menghadapi ujian nasional. Proses yang terakhir adalah proses seleksi. Proses dimana siswa melakukan seleksi terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan penyelesaian masalah. Siswa memilih pola apa yang dilakukan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah tertentu sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya. Misalnya saja, ketika siswa menghadapi persoalan pada tugas pertama, dan tugas kedua tentu saja tingkat kesulitan tersebut akan berbeda.

16 Adanya perbedaan pada tingkat kesulitan tugas yang siswa terima membuat siswa memilah cara mana yang harus digunakan, dalam menyelesaikan persoalan tugas yang dihadapi saat itu sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya. Proses bagaimana sumber diolah melalui 4 proses pada individu dapat dicontohkan seperti ini. Ketika Siswa mengalami keberhasilan dalam mengerjakan try out di sekolah, lalu mendapatkan nilai yang tinggi, maka siswa tersebut mengalami pengalaman keberhasilan saat try out (mastery experiences). Segera setelah siswa mengalami keberhasilan, pengalaman tersebut akan diproses terlebih dahulu oleh kognisi siswa. Siswa yang memiliki persepsi positif akan berpikiran bahwa ia memiliki kemampuan dalam bidang akademik, ia berhasil pada saat try out maka ia juga akan berhasil menghadapi ujian nasional. Jika siswa memiliki persepsi negatif, belum tentu keberhasilan yang diraihnya dapat membat siswa berpikir ia memiliki kemampuan akademik untuk menghadapi ujian nasional. Setelah diproses melalui proses kognitif, siswa akan memproses pengalaman tersebut secara afektif. Siswa berhasil menghadapi try out, cenderung akan merasa optimis dalam diri bahwa siswa yakin mampu menghadapi ujian nasional. Setelah memproses dengan afektif, siswa akan memproses pengalaman tersebut ke dalam proses motivasional. Siswa yang mengalami keberhasilan dalam mengerjakan try out akan lebih termotivasi dalam dirinya, siswa akan berperilaku yang mengarah pada pencapaian lulus ujian nasional. Hal itu disebabkan oleh siswa yang memiliki persepsi bahwa siswa memiliki kemampuan akademik, dan menghayati perasaan optimis dalam menghadapi ujian nasional.

17 Proses yang terakhir yaitu proses seleksi. Dalam proses ini, siswa akan melakukan diferensiasi terhadap situasi lain yang dihadapinya. Siswa berhasil mengerjakan try out karena sudah belajar dengan giat, maka dalam menghadapi ujian nasional siswa bisa saja memilih cara belajar seperti apa yang paling efektif agar siswa lebih siap menghadapi ujian nasional. Keempat proses yang dialami siswa, pada akhirnya akan menentukan apakah self-efficacy beliefs siswa itu tinggi atau rendah. Semua itu sangat tergantung pada diri siswa masing-masing, sehingga self-efficacy beliefs setiap siswa akan berbeda meskipun mendapatkan stimulus ataupun pengalaman yang serupa. Setelah mengetahui sumber-sumber self efficacy-beliefs dan memahami bagaimana proses yang terjadi dalam pembentukan self-efficacy beliefs siswa, hasil dari proses tersebut dapat menunjukan derajat tinggi atau rendahnya self efficacy-beliefs yang dimiliki oleh siswa. Hasil dari proses-proses tersebut dapat diturunkan dan ditelusuri melalui empat aspek. Aspek-aspek tersebut adalah pilihan yang dibuat oleh siswa, usaha yang dikerahkan siswa, kemampuan siswa untuk bertahan dalam menghadapi rintangan, dan penghayatan perasaan siswa terhadap ujian nasional. Aspek yang pertama yaitu, pilihan yang dibuat oleh siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional. Pilihan yang ditentukan oleh siswa bermacam-macam, ada siswa yang memiih untuk mampu menghadapi dan menyelesaikan ujian nasional dengan hasil yang maksimal. Pilihan lainnya yaitu giat belajar di sekolah, demi mencapai tujuan mencapai kelulusan ujian nasional. Pilihan yang ditentukan

18 oleh setiap siswa, dapat memengaruhi aspek berikutnya yaitu usaha yang dikerahkan siswa dalam menghadapi ujian nasional. Aspek yang kedua yaitu, usaha yang dikerahkan oleh siswa dalam menghadapi ujian nasional. Dalam hal ini, siswa akan mengerahkan usaha sesuai dengan pilihan yang dibuatnya. Ketika siswa memilih untuk menghadapi ujian nasional dengan mencapai hasil terbaik, maka siswa cenderung akan mengerahkan usaha yang lebih intens dengan cara belajar secara terus menerus. Usaha yang dikeluarkan siswa akan menunjukan bahwa siswa sungguh sungguh untuk mencapai kelulusan ujian nasional. Mengerjakan persoalan try out yang diselenggarakan oleh pihak sekolah maupun tempat bimbingan belajar dengan serius, mengerjakan latihan-latihan soal maupun tugas sekolah dengan sungguh-sungguh. Usaha lainnya, yang dilakukan siswa misalnya jika siswa memilih untuk lulus ujian nasional saja tanpa menetapkan target mencapai nilai yang maksimal, maka usaha yang dikerahkan siswa akan cenderung berbeda dengan siswa yang menetapkan target nilai kelulusan semaksimal mungkin. Siswa bisa saja mengerjakan persoalan try out dan menyelesaikan tugas sekolah, namun kurang sungguh-sungguh. Aspek ketiga yaitu, berapa lama siswa mampu bertahan dalam situasi yang dianggap sebagai rintangan. Rintangan yang dimaksudkan disini, dapat diartikan sebagai hari hari menjelang ujian nasional yang didominasi oleh situasi-situasi yang menekan seperti, tugas dari pihak sekolah yang menumpuk dan memiliki tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perkiraan soal ujian nasional. Bagi siswa yang memiliki kemampuan untuk bertahan, maka siswa tidak akan mudah

19 menyerah dalam memersiapkan diri menghadapi ujian nasional, siswa cenderung mampu bertahan untuk belajar dirumah meskipun harus hingga larut malam. Bagi siswa yang tidak mampu untuk bertahan dalam situasi yang dianggap rintangan, siswa akan mudah menyerah dalam menghadapi banyaknya tugas yang diberikan oleh pihak sekolah, siswa mudah menyerah jika menghadapi soal-soal yang sulit, dan siswa juga akan cenderung mudah menyerah untuk belajar jika sudah lelah. Aspek yang terakhir yaitu aspek keempat, penghayatan perasaan siswa. Hal ini tentu saja memengaruhi self efficacy beliefs yang dimiliki siswa. Siswa yang merasa ujian nasional sebagai hambatan, akan merasa terbebani dalam menghadapi ujian nasional. Sebaliknya, bagi siswa yang menganggap ujian nasional sebagai rintangan, akan merasa bahwa rintangan tersebut harus lah dilalui, sehingga beban yang dirasakan tidak akan memberatkan siswa. Siswa akan merasa yakin untuk mampu menghadapi ujian nasional, dengan segala persiapan yang telah dilakukannya. Keempat aspek tersebut dapat diukur untuk mengetahui derajat self-efficacy beliefs yang dimiliki setiap siswa. Siswa yang memiliki self-efficacy beliefs yang tinggi akan melakukan usaha dengan maksimal dalam mempersiapkan ujian nasional, karena menentukan pilihan untuk lulus ujian nasional dengan hasil yang maksimal. Siswa cenderung akan lebih lama bertahan untuk tetap mengerjakan persoalan yang sulit, dan bertahan untuk tetap belajar meskipun siswa merasa lelah. Siswa lebih merasa tidak terbebani dengan tuntutan tugas tugas di sekolah karena menganggap hal tersebut harus dilakukan demi mempersiapkan ujian

20 nasional dengan optimal, merasa cemas namun mampu menghadapi kecemasan tersebut dan menjadikan ujian nasional sebagai rintangan bukanlah hambatan. Sedangkan siswa dengan self-efficacy beliefs yang rendah cenderung akan melakukan usaha dengan kurang maksimal, karena pilihan yang ditentukan untuk lulus ujian nasional dirasa cukup oleh siswa. Siswa akan akan lebih cepat untuk menyerah ketika menghadapi soal-soal yang sulit karena. Kurang yakin bahwa siswa memiliki kemampuan memadai untuk menghadapi ujian nasional, sehingga yang ada di dalam bayangannya hanyalah kegagalan ujian nasional. Mereka merasa terbebani dengan tugas -tugas, maupun ujian nasional sehingga menganggap ujian nasional sebagai suatu hambatan yang membuat siswa merasa terlalu cemas, karena yang dirasakanya hanyalah perasaan terlalu takut karena membayangkan dirinya tidak akan lulus ujian nasional. Oleh sebab itu, setiap siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Kota Bandung pasti memiliki self-efficacy beliefs namun perbedaannya terletak pada derajat tinggi ataukah rendah self-efficacy beliefs tersebut. Untuk memahami lebih jelas mengenai penjelasan hal hal diatas, dapat dilihat melalui bagan kerangka pikir berikut ini:

21 Elemen yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy beliefs: 1. Origins of a sense of personal agency 2. Familial sources Self-Efficacy. 3. Peer influences. 4. School as an agency for cultivating cognitive Self- Efficacy. Sumber Self-Efficacy beliefs: Siswa Proses Self Efficacy beliefs: Tinggi 1. Mastery experiences. kelas XII 1. Proses Kognitif. Self-Efficacy 2. Vicarious experiences. SMAN 1 2. Proses motivasional. beliefs Rendah 3. Verbal persuasion. Bandung. 3. Proses Afektif. 4. Physiological and 4. Proses Seleksi. affective state. Aspek aspek Self-Efficacy beliefs: 1. Pilihan yang ditentukan. 2. Usaha yang dikerahkan. 3. Lamanya kemampuan bertah. 4. Penghayatan perasaan. 1.5.1 Bagan kerangka pikir

22 1.6 Asumsi 1. Setiap siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Kota Bandung pasti memiliki selfefficacy beliefs. Perbedaanya terletak pada derajat self-efficacy beliefs yang dimiliki cenderung tinggi atau rendah. 2. Self-efficacy beliefs yang dimiliki oleh setiap siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional di SMA Negeri 1 Kota Bandung, diukur melalui empat aspek yaitu pilihan yang dibuat dalam mengahadapi ujian nasional, usaha yang dikerahkan oleh siswa dalam mengahadapi ujian nasional, lamanya kemampuan bertahan dalam situasi yang dianggap sebagai rintangan, dan penghayatan perasaan siswa terhadap ujian nasional. 3. Terdapat empat proses yang berpengaruh terhadap self-efficacy beliefs yaitu, proses kognitif, proses motivasional, proses afektif dan proses seleksi.