BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB II LANDASAN TEORI

DATA PRIBADI. 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Ada, yaitu. B. Tidak ada, alasan..

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Undang-undang No.20 tahun 2005 tentang Pendidikan Nasional). Pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non-formal. Pendidikan informal dapat diperoleh seseorang melalui keluarga dan lingkungan sekitar dan akan terus berlangsung sepanjang hidup. Jalur pendidikan formal dapat diperoleh dengan mengenyam pendidikan di sekolah, diantaranya pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi sedangkan pendidikan nonformal dapat diperoleh individu melalui kursus-kursus seperti kursus bahasa inggris, komputer, dan sebagainya. Salah satu jenis pendidikan yang mendapat perhatian pemerintah adalah pendidikan formal. Di Indonesia terdapat banyak sekolah dengan berbagai tingkatan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah 1

2 Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga Perguruan Tinggi. Dalam penelitian ini yang ingin diteliti adalah tentang Sekolah Menengah Atas (SMA) yang merupakan pendidikan tingkat lanjutan yang dimulai sejak kelas X sampai kelas XII. Dalam menempuh pendidikan di sekolah, siswa mengikuti proses belajar. Proses belajar merupakan sejumlah perubahan yang diatur dan direncanakan, supaya tujuan pendidikan sekolah tercapai. Didalam kelas terdapat proses belajar yang dilakukan siswa meliputi antara lain proses belajar di kelas, proses mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, ulangan harian serta absensi kehadiran siswa, kegiatan laboratorium, Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) khusus untuk kelas XII sekolah mengadakan try-out sebelum menghadapi Ujian Nasional. Dalam satu tahun ajaran, siswa menempuh dua semester. Setelah siswa melaksanakan proses belajar selama satu semester, siswa akan mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), demikian pula pada semester berikutnya. Apabila siswa telah mengikuti proses belajar selama dua tahun, maka pada akhir semester 2 kelas XI, siswa akan dipisahkan ke dalam kejurusan yang berbeda, ada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan beberapa mata pelajaran yang berbeda, diantaranya untuk bidang jurusan IPA terdapat mata pelajaran biologi, fisika, dan kimia sedangkan untuk bidang jurusan IPS terdapat mata pelajaran ekonomi, sosiologi, dan tata negara. Kriteria penentuan program studi adalah berdasarkan minat siswa dan nilai akademik sebagaimana telah

3 ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam buku Panduan Penyusunan Laporan Hasil Belajar Perserta Didik berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA 2007 (Pikiran Rakyat, 15 September 2008). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Bimbingan Konseling (BK) SMA X, penentuan program studi dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat belajar pada program studi yang sesuai dengan minat dan potensinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih mengembangkan potensinya untuk mencapai prestasi yang optimal. Ketika siswa memasuki akhir tahun ketiga (kelas XII SMA), siswa tersebut akan dihadapkan dengan Ujian Nasional (UN) yang harus mereka hadapi jika ingin lulus dari sekolah dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Soal-soal yang akan diujikan tergantung dengan materi yang diajarkan pada bidang kejurusannya masingmasing yang digabungkan dengan pelajaran dari kelas X dan XI. Berdasarkan artikel yang diperoleh dari www.surya.co.id, Ujian Nasional dilaksanakan oleh pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana kualitas siswa dalam memahami pelajaran yang telah diajarkan selama bersekolah di suatu tingkatan pendidikan. Ujian Nasional merupakan ujian yang rutin diadakan secara serentak di seluruh Indonesia, yang akan menentukan apakah siswa yang bersangkutan dinyatakan lulus dari bangku sekolah atau tidak serta untuk dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ujian Nasional yang diselenggarakan dapat berubah-ubah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik dalam soal-soalnya, jumlah pelajaran yang akan diujikan, maupun dalam standar nilai kelulusan siswa.

4 Penyelenggara Ujian Nasional dan perumusan standar kelulusan diatur oleh Badan Sensor Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional, yang merupakan lembaga mandiri, independen, dan profesional yang ditugaskan untuk mengembangkan standar pendidikan nasional demi perbaikan mutu pendidikan nasional, terutama untuk meningkatkan kemampuan teknologi siswa. Pada tahun akademik 2009/2010 ini, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Permendiknas no 33 tahun 2007 pasal 5 menetapkan bahwa Ujian Nasional yang diselenggarakan ditambah menjadi enam mata pelajaran, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya tiga mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika atau Ekonomi. Namun Ujian Nasional tahun 2009/2010 ini untuk jurusan IPA akan ditambah Fisika, Biologi dan Kimia sedangkan untuk jurusan IPS akan ditambah dengan Matematika dasar, Geografi dan Sosiologi. Dalam kebijakan pemerintahan yang baru ditetapkan bahwa siswa akan dinyatakan lulus jika memenuhi kriteria memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai dibawah 4,25 serta memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dan nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00 (BSNP). Penambahan mata pelajaran ini diakui oleh ketua BSNP dan wakil ketua komisi X (Komisi Pendidikan) akan memperberat siswa, dan dikhawatirkan akan menambah jumlah siswa yang tidak lulus. Dari data yang diperoleh, pada Ujian Nasional tahun ajaran 2009/2010 diketahui sebanyak persen 20,96 % untuk siswa SMA yang tidak lulus Ujian Nasional dan 22,58% dari Sekolah Menengah Kejuruan (www.indonesia.go.id)

5 Siswa juga dibebankan dengan semakin padatnya kegiatan belajar mengajar seperti penambahan waktu belajar di sekolah dan diberikan bimbingan belajar untuk semua mata pelajaran yang akan diujiankan. Siswa menjalankan bimbingan belajar yang diadakan oleh sekolah selama 4-5 bulan dengan tujuan agar siswa terlatih dalam menyelesaikan berbagai bentuk soal. Tak hanya mengikuti bimbingan belajar di sekolah, siswa pun mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah untuk lebih mempersiapkan diri siswa untuk menghadapi Ujian Nasional, bertambah banyaknya ulangan harian dan tugas yang diberikan guru, dan try-out. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa-siswa diperoleh pula informasi mengenai kesulitan dan hambatan dalam menghadapi ujian nasional, yaitu seluruh siswa mengatakan bahwa dengan bertambahnya mata pelajaran yang diujiankan dan standar kelulusan yang semakin naik membuat mereka merasa takut dan kurang yakin dengan kemampuannya untuk bisa lulus ujian, banyaknya materi yang harus dihafalkan serta membahas soal-soal ujian setiap harinya, selain itu juga waktu belajar mereka juga dipadatkan dikarenakan jadwal ujian dimajukan dari rencana sebelumnya. Mereka juga merasa kurang yakin dengan pelajaran tambahan yang diberikan oleh sekolah agar dapat meningkatkan kemampuannya menghadapi ujian dengan mudah. Siswa merasa bahwa pelajaran tambahan yang diberikan justru membebani dirinya dan membuatnya merasa cemas karena harus menghafalkan lebih banyak materi pelajaran sehingga merasa kewalahan dengan pelajaran tambahan tersebut, serta merasa bahwa dengan ada atau tidaknya pelajaran tambahan kemampuannya dalam menghadapi ujian tidak akan

6 bertambah baik justru malah membebani dirinya dan menjadi tidak yakin dapat menghadapi ujian. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dilihat bahwa siswa SMA yang akan menghadapi Ujian Nasional mengalami cukup hambatan, sehingga selain dibutuhkan usaha untuk mempersiapkan diri juga dibutuhkan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki. Keyakinan (belief) seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki dalam mengatur sumber sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi yang berhubungan dengan masa yang akan datang (Bandura,2002). Keyakinan dan kemampuan diri ini akan mempengaruhi bagaimana mereka bertingkah laku dalam menjalani proses belajarnya dalam menghadapi ujian nasional. keyakinan ini terlihat melalui beberapa hal yaitu pilihannya untuk belajar di kelas, usahanya yang dikeluarkannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, berapa lama waktu yang dibutuhkan siswa untuk dapat bertahan saat dihadapkan pada hambatan atau rintangan untuk mencapai nilai yang baik serta bagaimana penghayatan perasaan yang dimiliki siswa terhadap hambatan atau rintangan yang dihadapinya. Siswa dengan self-efficacy belief yang tinggi memandang ujian nasional sebagai suatu tantangan yang harus dikuasai dan bukan sebagai ancaman atau sesuatu yang harus dihindari. Mereka memilih untuk menetapkan target yang tinggi dalam menghadapi ujian dan berkomitmen dalam mencapainya. Mereka akan yakin dapat mempertahankan dan mengerahkan usaha yang lebih besar ketika menghadapi kegagalan, memandang kegagalan sebagai kurangnya usaha yang dilakukan atau kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari, serta usaha yang penuh

7 keyakinan itu memungkinkan siswa untuk mendapat hasil yang optimal dan yakin dapat mengendalikan stres dan depresi ketika menghadapi kegagalan. Sebaliknya siswa yang memiliki self-efficacy belief yang rendah memandang ujian nasional sebagai sesuatu yang menakutkan dan merupakan ancaman terhadap diri mereka. Ketika mereka berhadapan dengan kesulitan maka mereka terpaku pada kelemahan-kelemahan mereka. Siswa menurukan usahanya dan cepat menyerah dalam menghadapi kesulitan. Mereka lambat bangkit dari kegagalan karena mereka melihat performa yang kurang sebagai kemampuan yang tidak mencukupi, hanya dengan sedikit kegagalan saja mereka bisa kehilangan keyakinan mengenai kemampuannya, dan juga kurang yakin dapat mengendalikan stres dan depresi ketika menghadapi kegagalan sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Berdasarkan hasil survey awal terhadap 20 orang siswa kelas XII di SMA X, diperoleh 65% siswa yang meyakini kemampuannya untuk dapat lulus ujian nasional. Mereka yakin lulus ujian dengan nilai yang tinggi, untuk mencapai tujuan tersebut mereka yakin mampu menentukan cara atau metode belajar yang efektif bagi mereka. Dengan demikian, mereka berhasil menyelesaikan soal-soal dalam ujian. Siswa juga mengakui bahwa keberhasilan akan mereka dapatkan jika mereka mengerahkan usaha yang lebih besar dan tidak mudah putus asa. Selain itu mereka juga memiliki prestasi yang baik saat dikelas satu dan dua, tidak jarang mereka memenangkan kompetensi baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Pengalaman keberhasilan ini menumbuhkan keyakinan dirinya untuk dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan. Mereka juga yakin dapat bertahan jika mengalami

8 kesulitan dalam pencapaian tujuannya lulus ujian nasional, serta mereka juga dapat menghayati secara positif setiap hambatan dan kesulitan yang dihadapinya sebagai sesuatu yang harus diselesaikan. Sedangkan 35% siswa kurang meyakini kemampuannya untuk dapat lulus ujian nasional. Mereka kurang yakin dapat lulus ujian dengan nilai yang tinggi, untuk mencapai tujuan tersebut mereka kurang mampu dapat menentukan cara atau metode belajar yang efektif bagi mereka, terkadang mereka belajar dekat-dekat ujian. Jika siswa memperoleh nilai yang rendah mereka akan mudah putus asa dan kurang mampu mengerahkan usaha yang lebih besar, mereka kurang mampu mengerjakan soal-soal ujian tahun lalu yang dapat membuat mereka akan dapat lulus. Mereka juga kurang yakin dapat bertahan jika mengalami kesulitan dalam pencapaian tujuannya untuk lulus ujian nasional, begitu juga dalam hal penghayatan perasaan siswa juga kurang yakin dapat mengatasi kecemasan pada dirinya saat mengalami hambatan. Berdasarkan hasil data tampak bahwa terdapat derajat self-efficacy belief yang berbeda-beda pada siswa kelas XII maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai self-efficacy belief untuk lulus ujian nasional pada siswa kelas XII SMA X Bekasi. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin meneliti seberapa besar derajat self-efficacy belief untuk lulus ujian nasional pada siswa kelas XII SMA X Bekasi.

9 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai selfefficacy belief untuk lulus ujian nasional pada siswa kelas XII SMA X Bekasi. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui derajat Sef-Efficacy belief siswa kelas XII SMA X di Bekasi untuk lulus Ujian Nasional berdasarkan aspekaspek self-efficacy belief, yaitu aspek menentukan pilihan, seberapa besar usaha dikerahkan untuk mencapai goal, lamanya daya tahan ketika menghadapi hambatan dan kegagalan, dan penghayatan perasaan pada siswa. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan teoretis 1. Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan dalam hal self-efficacy belief pada siswa SMA. 2. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai self-efficacy belief pada siswa SMA kelas XII SMA X Bekasi yang menghadapi Ujian Nasional.

10 1.4.2 Kegunaan praktis Sebagai masukan bagi Siswa SMA kelas XII SMA X Bekasi mengenai derajat self-efficacy mereka, sehingga dapat menjadi bahan untuk pengenalan diri, dan bagi siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah agar dapat meningkatkan self-efficacy-nya. 2. Sebagai masukan bagi staf pengajar di SMA X Bekasi mengenai selfefficacy pada siswa serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan selfefficacy sehingga dapat membantu siswa untuk persiapan diri yang lebih matang sehubung dengan Ujian Nasional. 3. Sebagai masukan bagi orang tua siswa yang memiliki anak yang akan menghadapi Ujian Nasional agar dapat membantu mereka meningkatkan selfefficacynya. 1.5 Kerangka pemikiran Siswa SMA X di kota Bekasi berada pada masa remaja, yang tugas-tugas perkembangannya adalah membentuk identitas diri, mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masa depannya, melakukan penalaran deduktif hipotesis, yaitu siswa memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik mengenai pola mana yang diterapkan dalam pemecahan masalah. Mereka juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah atau tantangan yang mereka hadapi dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan. Salah satu

11 hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh siswa dalam bidang pendidikan adalah Ujian Nasional, yang harus mereka hadapi setiap tingkat akhir sekolah sebagai sarana untuk lulus dari bangku sekolah. Mereka juga dihadapkan pada berbagai kesulitan dalam mengatasi tantangan tersebut, seperti kondisi fisik siswa yang kurang baik, perasaan malas, perasaan tidak yakin, kurangnya pemahaman pada materi, kurangnya persiapan belajar, kenaikan standar kelulusan, dan berbagai hambatan lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mengatasi hambatan dan kesulitan tersebut adalah self-efficacy belief (Bandura,2002). Menurut Bandura (2002), self-efficacy belief dapat mempengaruhi academic performance seseorang. Keyakinan siswa mengenai kemampuannya dalam menguasai aktivitas akademis akan mempengaruhi aspirasi mereka, tingkat ketertarikan terhadap bidang akademis dan performace akademis siswa. Self-efficacy belief yang dihayati siswa tidak berkaitan dengan seberapa banyak keterampilan yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu kegiatan, namun berkaitan dengan keyakinan siswa bahwa dengan keterampilan yang mereka miliki, mereka mampu berhasil mencapai prestasi akademis yang optimal. Self-efficacy belief merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan untuk mengintegrasi dan melaksanakan arah-arah tindakannya yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang prospektif (Bandura, 2002). Self-efficacy belief siswa dibentuk melalui empat sumber informasi yang relevan dalam menilai kemampuan siswa (personal capability). Empat sumber tersebut adalah mastery experiences, vicarious experience, verbal persuasion, dan

12 physiological and affective states (Bandura, 2002) dan diproses melalui proses kognitif. Mastery experiences, yaitu pengalaman keberhasilan maupun kegagalan dalam menguasai keterampilan atau mata pelajaran tertentu. Siswa yang sering mengalami keberhasilan akan mempunyai self-efficacy belief tinggi, sedangkan siswa yang sering mengalami kegagalan akan mempunyai self-efficacy belief yang rendah. Misalnya siswa sering berhasil dalam mata pelajaran matematika (mendapatkan nilai yang tinggi) maka siswa akan memiliki keyakinan pada dirinya bahwa ia akan berhasil juga pada ujian nasional. Pada siswa yang sering mengalami kegagalan, seperti mendapatkan nilai yang rendah pada salah satu mata pelajaran, maka siswa tersebut akan memiliki self-efficacy belief rendah terutama jika kegagalan terjadi sebelum siswa membentuk self-efficacy belief-nya dengan mantap sehingga mereka kurang yakin pada kemampuan yang dimilikinya. Semakin sering siswa mengalami pengalaman keberhasilan maka siswa akan memiliki self-efficacy belief tinggi,sedangkan semakin sering siswa mengalami pengalaman kegagalan maka siswa memiliki self-efficacy belief yang rendah. Vicarious experiences, yaitu pengalaman keberhasilan maupun kegagalan yang diamati siswa dari orang lain sebagai model, misalnya teman sebaya. Jika siswa yang mengamati teman dengan latar belakang kemampuan yang kurang lebih serupa dengannya sering berhasil mendapatkan nilai yang tinggi, maka siswa akan juga yakin mampu berhasil, sedangkan bila mengamati teman yang memiliki kompetensi yang sama, sering mengalami kegagalan walaupun telah mengeluarkan usaha yang

13 besar, akan membuat siswa kurang yakin terhadap kemampuan yang dimiliki untuk dapat mencapai nilai yang tinggi saat ujian. Semakin sering siswa mengamati pengalaman keberhasilan dari orang-orang yang signifikan akan memiliki selfefficacy belief tinggi, sedangkan semakin sering siswa mengamati pengalaman kegagalan dari orang-orang yang signifikan maka siswa tersebut akan memiliki selfefficacy belief rendah. Verbal persuasions, yaitu ucapan berupa pujian, kritik, dorongan dari teman, guru, dan anggota keluarga, yang dapat menguatkan maupun melemahkan keyakinan bahwa siswa memiliki hal hal yang dibutuhkan untuk berhasil. Misalnya guru ataupun orang tua sering memberikan dorongan atau pujian jika mereka mempunyai kemampuan untuk mendapat nilai yang tinggi pada saat ulangan atau try-out UN, maka siswa tersebut akan meningkat self-efficacy belief sehingga siswa merasa yakin akan kemampuannya untuk dapat lulus ujian. Sebaliknya, jika persuasi yang diberikan adalah berupa kritikan, maka siswa akan merasa kurang yakin terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk dapat lulus ujian nasional dengan nilai yang tinggi. Semakin sering siswa dipersuasi positif secara verbal atas keberhasilan yang dialaminya maka siswa akan memiliki self-efficacy belief tinggi sedangkan semakin sering dipersuasi negatif secara verbal atas kegagalan yang dialaminya dapat menurunkan self-efficacy belief. Physiological and affective states, yaitu penghayatan siswa tentang keadaan fisik, reaksi stres dan kondisi emosional. Siswa yang menghayati bahwa dalam mengerjakan soal-soal try-out UN, siswa tersebut mengalami reaksi fisiologis yang

14 negatif (lelah dan mengantuk) dan emosional yang negatif (cemas,stres) dan tidak mampu mengatasinya maka siswa tersebut memiliki self-efficacy belief yang rendah daripada siswa yang mengerjakan soal-soal try out UN tidak mengalami reaksi fisiologis dan emosional yang negatif. Semakin sering siswa mengalami kondisi fisik yang positif (tenang) dan reaksi emosional yang positif (optimistik) pada saat mengerjakan suatu tugas akademik, maka akan memiliki self-efficacy belief yang tinggi dan semakin sering siswa mengalami kondisi fisik yang negatif (lelah,mengantuk) dan reaksi emosional yang negatif (cemas,kecewa,stres) pada saat mengerjakan suatu tugas akademik maka akan memiliki self-efficacy belief yang rendah. Keempat sumber self-efficacy belief ini akan mempengaruhi derajat selfefficacy belief yang bervariasi di antara siswa. Derajat self-efficacy belief ini ditunjukkan melalui keyakinan siswa terhadap kemampuan menentukan goal, kemampuan mengeluarkan usaha mencapai goal, kemampuan bertahan ketika menghadapi hambatan dan kegagalan, dan kemampuan dalam mengatasi rasa stres dan depresi ketika menghadapi kesulitan. Aspek yang pertama yaitu menentukan pilihan, siswa yang menunjukkan self-efficacy belief yang tinggi yakin dapat menentukan pilihan yang menantang dan yakin untuk berkomitmen terhadap pilihannya tersebut. Siswa merasa yakin dapat menentukan jadwal belajar yang sesuai sebagai persiapan ujian, dan ketika menghadapi ujian mereka yakin dapat mengerjakannya sendiri tanpa harus melihat hasil temannya. Sebaliknya siswa yang memiliki derajat self-efficacy belief yang rendah akan merasa kurang yakin dalam

15 menentukan pilihan yang menantang dan komitmen yang lemah terhadap pilihan yang telah mereka tetapkan. Aspek yang kedua yaitu keyakinan dalam usaha yang dikerahkan untuk mencapai tujuan, dan saat mengalami kegagalan. Jika siswa yang self-efficacy belief tinggi mendapatkan tugas yang sulit, maka mereka yakin dapat tetap berusaha untuk bisa menyelesaikannya dengan baik, sebaliknya siswa yang memiliki self-efficacy belief yang rendah kurang yakin mampu menyelesaikannya dan terpaku pada kelemahan-kelemahannya. Mereka kurang yakin dapat bangkit dari kegagalan karena melihat hasil belajar yang diperolehnya kurang memuaskan sebagai kemampuan yang tidak mencukupi, hanya dengan sedikit kegagalan saja mereka bisa kehilangan keyakinan mengenai kemampuannya. Aspek yang ketiga yaitu keyakinan akan daya tahan saat menghadapi hambatan, siswa yang memiliki self-efficacy belief yang tinggi akan yakin dapat bertahan menghadapi kesulitan dan menyelesaikannya hingga selesai. Ketika mereka mendapat tugas yang sulit atau soal ujian yang sulit maka siswa tersebut akan yakin tetap mampu bertahan menyelesaikan dan menghadapi kesulitan tersebut, mereka yakin mampu tetap hadir di sekolah atau bimbingan belajar meskipun dalam keadaan sakit. Sedangkan siswa yang memiliki self-efficacy belief yang rendah menjadikan kesulitan sebagai hambatan yang melemahkan, dan kurang yakin dapat bertahan lama saat menghadapi kesulitan. Ketika seorang siswa mendapat soal yang sulit maka siswa tersebut akan cenderung tidak yakin dapat bertahan untuk tetap menyelesaikannya.

16 Sehubungan dengan aspek terakhir yaitu penghayatan perasaan, siswa kelas XII yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi stres ketika mengalami hambatan, yakin tidak akan mudah merasa cemas, perasaan muram, dan stres. Jika siswa yakin dapat berhasil mengatur perasaannya dalam mengatasi stres ketika mengalami hambatan, maka di kemudian hari siswa membentuk keyakinan bahwa dirinya dapat mengatur perasaannya sehingga dapat meningkatkan self-efficacy belief-nya. Sebaliknya, siswa kelas XII yang kurang yakin akan kemampuannya mengatasi stres ketika mengalami hambatan, akan mudah merasa stres karena berpikir bahwa dirinya kurang yakin mampu mengatasi kesulitan tersebut. Dengan demikian siswa menjadi gagal mengatasi stres sehingga di kemudian hari akan menurunkan self-efficacy belief siswa. Keempat aspek self-efficacy belief ini akan membentuk derajat self-efficacy belief yang bervariasi di antara siswa. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

17 Sumber Self-Efficacy belief: - Mastery experience - Vicarious experience - Verbal Social persuasion - Physiological and affective states Proses Kognitif Siswa kelas XII SMA X Bekasi yang akan menghadapi Ujian Nasional Self-Efficacy belief - Pilihan yang dibuat - Usaha yang dikeluarkan - Daya tahan saat dihadapkan pada rintangan dan kegagalan - Penghayatan perasaan Self-Efficacy Tinggi Self-Efficacy Rendah Bagan 1.1 Skema kerangka pikir

18 1.6 Asumsi 1. Derajat Self Efficacy belief yang dihayati setiap siswa kelas XII SMA X Bekasi mencakup 4 aspek, yaitu pilihan yang dibuat, besarnya usaha yang dikeluarkan, berapa lama dapat bertahan saat dihadapkan pada rintangan dan kegagalan serta penghayatan perasaannya. 2. Siswa kelas XII SMA X Bekasi tergolong memiliki self-efficacy tinggi jika siswa yakin terhadap kemampuan menentukan pilihan yang menantang, yakin dapat mengerahkankan usaha yang optimal, yakin dapat bertahan ketika menghadapi hambatan, dan kegagalan serta yakin dapat mengatasi stres serta kecemasan. 3. Siswa kelas XII SMA X Bekasi tergolong memiliki self-efficacy rendah jika siswa tidak yakin terhadap kemampuan menentukan pilihan yang menantang, tidak yakin dapat mengerahkan usaha yang optimal, tidak yakin dapat bertahan ketika menghadapi hambatan dan kegagalan serta tidak yakin dapat mengatasi stres serta kecemasa. 4. Mastery experiences, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states merupakan sumber-sumber yang membentuk self-efficacy pada siswa kelas XII SMA X Bekasi melalui proses kognitif.