BAB III METODE PENELITIAN. tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

III. METODE PENELITIAN

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI TRANSFER

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

2012, No NO NAMA PENERIMA ALAMAT PENERIMA JUMLAH (Rp) Dst

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi membawa perubahan terhadap peraturan perundangan-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LAPORAN KEUANGAN POKOK

Kepala Badan Pengelola Keuangan Kota Ambon. R.SILOOY,SE.MSi PEMBINA TK I Nip

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan ini 1

, ,00 10, , ,00 08,06

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN KEUANGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 8 AKUNTANSI TRANSFER

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

KERTAS KERJA PENYUSUNAN NERACA KONSOLIDASI POSISI PER TANGGAL.

BAB III METODE PENELITIAN. menganalisis atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2011 dan 2010

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PETERNAKAN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PEMERINTAH ACEH NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG LAPORAN ARUS KAS UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2013 DAN 2012.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Semarang adalah local government, otonomi daerah, desentralisasi fiskal,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

JUMLAH ASET LANCAR , ,94

Anggaran Realisasi Realisasi Cat

FORMAT KONVERSI DAN PENGUNGKAPAN HIBAH BERUPA BARANG DAN/ATAU JASA SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA BARANG PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

LAPORAN KEUANGAN POKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB IV METODA PENELITIAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NERACA KOMPARATIF

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

Lampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah).

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian saat ini berfokus kepada Kinerja Keuangan Daerah dan tingkat kemandirian daerah. Dimana dalam melakukan analisis tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan daerah menggunakan analisis rasio efektivitas, rasio aktivitas, rasio Efisiensi. Sedangkan untuk tingkat kemandirian daerah menggunakan alat analisis rasio kemandirian dan rasio ketergantungan daerah berdasarkan APBD tahun 2009-2014. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu intansi atau perusahaan terkait. Data yang digunakan antara lain yaitu : 1. Data pendapatan Daerah. Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 2. Data Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 bersumber dari Kantor DPPKA Kota Salatiga, untuk Kota Semarang pada tahun 2009-2013 bersumber dari DJPK RI dan pada tahun 2014 bersumber 39

40 3. Data pendapatan transfer. Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 4. Data dana perimbangan. Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 5. Data belanja daerah. Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 6. Data belanja operasi Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 7. Data belanja modal. Pada kasus Kota Salatiga pada tahun 2009-2014 C. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data dengan mengunduh dari website resmi Kota Salatiga dan Kota Semarang, mengunduh dari website BPS masing-masing

41 daerah serta mengunduh dari website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI. Selain mengunduh yaitu dengan cara memohon izin pada intansi untuk meminta data yang diperlukan di DPPKA maupun di BPS. Data yang di perlukan adalah data Laporan Realisai APBD. D. Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini, operasional variable yang digunakan adalah : 1. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah berasal dari jumlah pendapatan asli Daerah, dana perimbangan serta lain-lain pendapatan yang Sah. (dalam satuan ribuan rupiah). 2. Pendapatan Asli Daerah PAD berasal dari jumlah penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan perusahaan dan kekayaan alam, serta lain-lain PAD yang sah. (dalam satuan ribuan rupiah). 3. Pendapatan Transfer Pendapatan Transfer berdasarkan format SAP berasal dari jumlah transfer Pemerintahan Pusat-dana perimbangan, transfer pemerintahan pusatlainnya, transfer pemerintahan provinsi. (dalam satuan ribuan rupiah). 4. Dana Perimbangan Dana perimbangan didapat dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. (dalam satuan ribuan rupiah).

42 5. Belanja Daerah Belanja daerah berdasarkan format SAP terdiri dari belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. (dalam satuan ribuan rupiah). 6. Belanja Operasi Belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan. (dalam satuan ribuan rupiah) 7. Belanja Modal Belanja yang terdiri belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi dan jaringan, belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya. (dalam satuan ribuan rupiah) E. Tehnik Analisis 1. Analisis Deskriptif Analisis ini dimaksudkan untuk menggambarkan tentang kondisi keuangan daerah Kota Salatiga dan Kota Semarang dengan melihat pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun. 2. Analisis Kuantitatif a. Analisis Kinerja Keuangan Daerah Dalam melakukakan analisis kinerja keuangan daerah menggunakan rasio, yaitu

43 1) Rasio Efektivitas Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pendapatan asli daerah yang telah direncanankan dengan membandingkan target yang telah ditetapkan. Rasio efektivitas berdasarkan Halim (2012: 234) sebagai berikut, Rasio Efektivitas = Realisasi PAD X 100% Target PAD..(3.1) Kinerja daerah dalam melakukan tugas mengelola keuangan akan dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 atau 100%. Apabila penghitungan dengan rasio efektivitas ini semakin besar maka kinerja yang dilakukan semakin baik. Tabel 3.1 Indikator Penilaian Efektivitas Keuangan Daerah Persen Keterangan (1) (2) >100% Sangat Efektif 90%-100% Efektif 80%-90% Cukup Efektif 60%-80% Kurang Efektif <60% Tidak Efektif Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 90.900.327 Tahun 1996 dalam Bisma dan Susanto (78: 2010) 2) Rasio Efisiensi Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendapatkan pendapatan dengan realisasi

44 pendapatan dari anggaran yang telah diterima. Rasio Efisiensi berdasarkan Halim (2012: 234) sebagai berikut, Rasio Efisiensi = Jumlah Belanja X 100% Realisasi PAD.....(3.2) Kinerja Pemerintahan dikatakan efisien apabila dalam melakukan pemungutan pendapatan rasio yang dicapai pada saat dilakukan penghitungan dibawah 100%. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan daerah semakin baik. Tabel 3.2 Indikator Penilaian Efisiensi Keuangan Daerah Persen Keterangan (1) (2) >100% Tidak Efisiensi 90%-100% Kurang Efisiensi 80%-90% Cukup Efisiensi 60%-80% Efisiensi <60% Sangat Efisiensi Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 dalam I Dewa Gde dan Hery Susanto (79: 2010) 3) Rasio Aktivitas Rasio Aktivitas merupakan gambaran dimana pemerintah daerah mengutamakan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara maksimal. Apabila presentasi dari dana yang dialokasikan untuk belanja rutin tinggi, maka presentasi belanja pembangunan yang digunakan untuk fasilitas ekonomi

45 cendrung semakin kecil. Rasio Aktivitas berdasarkan Halim (2012: 236) sebagai berikut, Rasio belanja Operasi = Rasio belanja modal = Jumlah Belanja operasi X 100%..(3.3) Total APBD Jumlah Belanja modal X 100%.(3.4) Total APBD b. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 1) Rasio Kemandirian Rasio kemandirian merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai program kegiatannya, pembangunan, dan pelayanan pada masyarakat dengan sendiri. Rasio kemandirian berdasarkan bisma dan susanto (2010: 78) sebagai berikut: Rasio Kemandirian = PAD Dana Perimbangan X 100%....(3.5) Tabel 3.3 Indikator Penilaian Kemandirian Keuangan Daerah Persen Keterangan (1) (2) 0%-25% Rendah Sekali 25%-50% Rendah 50%-75% Sedang 75%-100% Tinggi Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327/1996 dalam Pramono (2014: 105)

46 Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana ekternal terutama pada pemerintah pusat. Apabila presentasi rasio kemandirian tinggi maka tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin rendah, begitu pula selanjutnya. Selain itu pula, rasio ini juga menggambarkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Apabila rasio kemandirian tinggi maka tingkat partisipasi masyarakat terutama dalam pembayaran pajak dan retribusi yang menjadi pendapatan dalam PAD juga tinggi dan menandakan kesejahteraan rakyat. 2) Rasio Ketergantungan Rasio Ketergantungan merupakan rasio dari penerimaan transfer terhadap total penerimaan daerah, dimana semakin besar nilai rasio tersebut, maka kinerja dalam melakukan pengelolaan keuangan masih belum baik. Hal tersebut menandakan bahwa belum mandirinya daerah tersebut karena belum mampu membiayai belanja daerahnya sendiri dan masih tergantung pada pemerintahan pusat. Semakin kecil nilai rasio ketergantungan maka menandakan bahwa daerah tersebut semakin mandiri. Rasio ketergantungan berdasarkan dari Basri dkk (2013: 83) sebagai berikut:

47 TKtD = Penerimaan Transfer Total Penerimaan Daerah X 100%....(3.6) Namun karena kepentingan analisis, variabel Rasio Ketergantungan diubah menjadi, TKtD = Pendapatan Transfer Total Pendapatan Daerah X 100%...(3.7). Variabel rasio ketergantungan disesuaikan dengan format Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LRAPBD). Indikator yang digunakan untuk menilai ketergantungan keuangan daerah seperti terlampir pada tabel 3.4. Daerah Tabel 3.4 Indikator Penilaian Ketergantungan Keuangan Persen Keterangan (1) (2) 25% Ketergantungan fiskal dinyatakan sangat kecil berarti kinerja anggaran sangat baik 25% - 50% Ketergantungan fiskal dinyatakan cukup berarti kinerja anggaran cukup baik 51% - 75% Ketergantungan fiskal dinyatakan cukup besar berarti kinerja anggaran kurang baik 76% - 100% Ketergantungan fiskal dinyatakan sangat besar berarti kinerja anggaran sangat buruk sekali. Sumber : (Basri, Syaparuddin dan Junaidi 2013: 83)