I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah berbagai pihak yang terkait dengan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

I. PENDAHULUAN. Pesatnya arus pertumbuhan globalisasi, industrialisasi dan adanya perdagangan

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. berupa kebiasaan, nilai kesopanan, norma dan kesemuanya bermuara pada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KOTA LAYAK ANAK

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN HAK ANAK

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan peraturan khusus yang mengatur mengenai masalah anak. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

2 Pasal 4 menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang memerlukan perlindungan khusus merupakan anak yang berada dalam kondisi yang sangat rentan dilanggar hak-haknya, yang dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 terbagi menjadi 4 kategori yaitu: 1. Anak yang berada dalam situasi darurat, yakni pengungsi anak dan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata. 2. Anak yang mengalami situasi eksploitasi, meliputi eksploitasi ekonomi, penyalahgunaan obat, eksploitasi seksual, penjualan dan perdagangan anak dan yang mengalami bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. 3. Anak yang berasal dari kelompok minoritas dan masyarakat adat 4. Anak yang bermasalah dengan hukum, yaitu anak yang melakukan tindakan pidana atau yang disebut anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini adalah adanya fakta di lapangan yang menunjukkan berbagai pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia terus terjadi, bahkan sampai pada bentuk-bentuk pelanggaran yang tidak dapat ditoleransi oleh akal sehat. Dinamika perkembangan masyarakat yang semakin

3 kompleks telah memberikan iklim buruk pada pengasuhan dan perawatan anak. Berbagai ekploitasi bermotif ekonomi, tindak kekerasan, penelantaran sampai pada yang terburuk yaitu eksplotasi seksual komersial kepada anak. Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) adalah tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar Hak Asasi Manusia. Perdagangan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pengingkaran terhadap kemuliaan hak asasi anak akan terjadi apabila ada seseorang yang tidak lagi memandang seorang anak sebagai sebuah subyek yang sama dengan dirinya, akan tetapi lebih pada sebagai sebuah obyek yang bisa diperjual belikan demi keuntungan pribadi (Maidin Gultom, 2008). ESKA merupakan salah satu bentuk nyata pelanggaran hak anak. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya ESKA adalah bias gender yang menjadikan kebanyakan korban ESKA adalah anak perempuan dan adanya kepercayaan pada mitos bahwa kekuatan magis dan awet muda bisa didapat berkat berhubungan seksual dengan anak, akibatnya anak rentan tereksploitasi. Keadaan makin diperburuk dengan adanya kebutuhan industri pariwisata dan para pedofil, hukum dan peraturan tidak memadai sehingga para korban maupun walinya tidak bersemangat memperkarakan. Hal tersebut ditambah jika korban berlatar belakang dari keluarga miskin dan mengalami disintregasi keluarga sehingga perkaranya sering kali ditelantarkan begitu saja.

4 Selain itu permasalahan muncul karena maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba serta ketidak pedulian masyarakat. Para pelaku kejahatan ESKA yang berperan sangat bervariasi mulai dari keluarga, agen perantara pengiriman tenaga kerja, agen pemerintah antara lain dalam pembuatan KTP, paspor palsu, maupun organisasi sindikat seks komersial. Sebagai contoh ESKA di Kota Bandar Lampung adalah kasus yang menimpa Fi (17) yang menjadi korban eksplotasi seksual komersil. Mereka diperdagangkan oleh Eg Warga Daerah Gotong Royong Bandar Lampung kepada seorang mucikari di Batam untuk dipekerjakan sebagai Pekerja Seksual Komersil atau PSK (Sumber: Lampung Post, 11 Juli 2009). Pemerintah pada dasarnya telah melakukan langkah-langkah baik bersifat legislatif, administratif dan langkah lain untuk menjamin agar anak tidak tereksploitasi dan memberikan perlindungan kepada anak tanpa diskriminasi, tak terkecuali anak yang memerlukan perlindungan khusus. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

5 Upaya perlindungan anak dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan itu harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai akhlak mulia dan nilai Pancasila, berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga penegakan hukum memiliki tugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat

6 dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Peranan Polri dalam mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak. Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai peranan Polri dalam mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak pada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung. Peranan kepolisian yang dimaksud tidak terbatas hanya pada upaya penyelidikan, penyidikan dan pelimpahan berkas perkara kepada kejaksanaan, namun meliputi upaya penanggulangan dan pencegahan serta membangun jaringan kerja sama antar instansi yang lebih luas dalam rangka perlindungan hukum secara lebih komprehensif dan berkesinambungan B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut: a. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak di Kota Bandar Lampung? b. Bagaimanakah peranan Polri dalam melakukan antisipasi dan mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak di Kota Bandar Lampung?

7 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak di Kota Bandar Lampung dan peranan Polri dalam mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak pada Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual komersil terhadap anak b. Untuk mengetahui peranan Polri dalam mengantisipasi dan mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual komersil terhadap anak dan peranan Polri dalam mengungkap kasus eksploitasi seksual komersil terhadap anak.

8 b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kontribusi positif bagi Polri dan masyarakat luas pada umumnya dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan perlindungan hukum dan pencegahan terjadinya Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA). D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto (1999: 73), kerangka teoritis merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana adalah teori yang dikemukakan oleh Badra Nawawi Arif (2002: 45-46), yaitu sebagai berikut: a. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang pelaku kejahatan, terdiri dari: (1) Kejiwaan yang tidak sehat. Orang yang kondisi psikologisnya tidak sehat cenderung untuk berperilaku anti sosial, kondisi ini dapat disebabkan oleh konflik mental yang berlebihan atau kemungkinan pernah melakukan perbuatan yang dirasakan sebagai dosa atau beban, sehingga ia melakukan penyimpangan berupa kejahatan dalam ketidak sadaran.

9 (2) Daya emosional. Masalah ini erat hubungannya dengan masalah sosial yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku menyimpang. Penyimpangan ini dapat menjadi kejahatan apabila orang tersebut tidak mampu mengendalikan emosi/nafsunya. (3) Rendahnya kesadaran beragama. Seseorang yang kurang atau tidak mendapatkan pendidikan agama secara baik dan benar berpotensi melakukan perbuatan yang melanggar hukum, karena ia tidak memiliki landasan yang kokoh dalam membentengi perilakunya yang berpotensi melakukan perbuatan dosa dan melanggar agama. (4) Rendahnya pendidikan. Seseorang yang berpendidikan rendah pada umumnya memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai masalah hukum sehingga ia melakukan perbuatan tanpa berpikir secara panjang dan tidak mempertimbangkan hukuman yang dapat dikenakan padanya. (5) Latar belakang keluarga yang kurang harmonis. Seseorang yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis atau keluarga broken home, biasanya mencari kesenangan dan pemenuhan kebutuhan pemuasan diri di luar rumah, sehingga mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang mendorong atau memungkinkan seseorang untuk melakukan kejahatan, terdiri dari: (1) Kurangnya kontrol orang tua dan masyarakat pada anak-anak yang berpotensi menjadi korban kejahatan. Hal ini dapat memberikan peluang kepada para pelaku kejahatan secara lebih leluasa berbuat jahat.

10 (2) Berkembangnya mitos yang salah dalam kebudayaan masyarakat tertentu, sehingga mendukung seseorang untuk melakukan kejahatan (3) Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum, sehingga mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mencari perlindungan hukum bagi korban kejahatan. (4) Perkembangan media yang membawa dampak negatif dan mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan perbuatan melawan hukum (5) Kurang tegasnya penegakan hukum sehingga seseorang cenderung melakukan kejahatan karena menganggap tidak ada sanksi hukum yang tegas atas kejahatan yang dilakukannya Selain itu, kerangka teori mengenai peranan dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (2002: 243), peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu: a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

11 Peranan dalam penegakan hukum dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1999: 76), yaitu penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut tampak dalam wujud reaksi masyarakat terhadap setiap kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum. Penegakan hukum hanya dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. 2. Konseptual Menurut Soerjono Soekanto (1999: 112), konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti akan melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Batasan istilah yang digunakan sebagai berikut: 1) Peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan (Soerjono Soekanto, 2002: 243). 2) Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

12 Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). 3) Eksploitasi Seksual Komersial Anak adalah suatu perbuatan melanggar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia, di mana anak diperjual belikan secara komersial untuk kepentingan seseorang atau sekelompok orang yang bermotifkan seksual (Maidin Gultom, 2008). 4) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). 5) Antisipasi adalah salah satu bentuk kebijakan hukum yaitu upaya pencegahan terjadinya kejahatan atau upaya preventif terhadap tindak pidana, yang dapat dilakukan dengan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi mengenai hukum dan pendekatan kepada masyarakat (Leden Marpaung, 1992). 6) Pengungkapan kasus adalah merupakan serangkaian tindakan yang ditempuh oleh pihak kepolisian dalam rangka menindak lanjuti adanya suatu kasus yang telah cukup bukti sebagai tindak pidana, dengan tujuan untuk menemukan tersangka dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut serta memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku (Leden Marpaung, 1992).