PERKEMBANGAN MOTIF BATIK TULIS JETIS SIDOARJO ( ) Oleh: Desty Qamariah 1. Kata Kunci: Perkembangan, Motif, Batik Tulis, Jetis Sidoarjo.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA BATIK TULIS DI DESA JETIS KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 SUMBER DATA Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

MEDIA INFORMASI MENGENAL BATIK PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. pada bab ini adalah latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

Pengembangan Motif Batik Temanggung Melalui Penguatan Ciri Visual Bertema Kopi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mata kuliah Kriya Tekstil dan Batik III ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Kriya

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata dasar manfaat yang berarti guna, faedah, sedangkan memanfaatkan

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

PERKEMBANGAN MOTIF BATIK JETIS SIDOARJO DALAM TINJAUAN SEJARAH (THE DEVELOPMENT OF BATIK DESIGN FROM JETIS SIDOARJO IN HISTORICAL OBSERVATION)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan pemasaran lebih luas,

ANALISIS VISUAL MOTIF BATIK KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB IV PENUTUP. di daerah tersebut. Begitu pula di Banjarnegara, selain keramik klampok

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU

Kajian Facade Rumah Tradisional Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BATIK INDONESIA SEBAGAI SUMBER IDE. Suciati, S.Pd, M.Ds Prodi Pendidikan Tata Busana PKK FPTK UPI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

Seiring dengan perkembangan zaman, desain kebaya

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Chatarsis: Journal of Arts Education

BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

I. PENDAHULUAN. kerajinan batik itu sendiri yang juga ditopang oleh peningkatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. disebut juga dengan Batik Girli (Pinggir Kali) 1980-an. Sebab, pionir kerajinan batik di Sregen umunya pernah bekerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis dari bab ke bab berikutnya yang. terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis ragam

PENGENALAN TEKNOLOGI DASAR (PTD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan pada dasarnya terbentuk melalui sejarah yang panjang,

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. dalam pengembangan motif Batik Bakaran. Ada beberapa permasalahan dan

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Data Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam kesenian dan

BAB I PENDAHULUAN.

Sejarah Perkembangan Makna dan Nilai Filosofis Batik Srikit Khas Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. batik sempat diakui milik Negara tetangga kita Malaysia pada tahun 2009,

Transkripsi:

Abstrak PERKEMBANGAN MOTIF BATIK TULIS JETIS SIDOARJO (2008-2011) Oleh: Desty Qamariah 1 Motif batik merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang mengekspresikannya melalui kegiatan membatik. Sehingga motif batik dimasukkan ke dalam unsur kesenian. Setiap motif yang dibuat pada kain batik memiliki nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Keunikan dari motif batik Jetis yaitu motifnya yang selalu menunjukkan hasil kekayaan alam dan warnanya yang mencolok. Adapun alasan pemilihan judul ini, karena Sidoarjo memiliki potensi batik yang patut diperhitungkan yang selalu memodifikasi dan berinovasi sesuai perkembangan zaman. Kata Kunci: Perkembangan, Motif, Batik Tulis, Jetis Sidoarjo. Pendahuluan Batik adalah salah satu kesenian khas Indonesia yang telah berabad-abad lamanya hidup dan berkembang, serta memiliki nilai-nilai filosofis yang menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Bahkan pada tahun 2009, batik telah ditetapkan menjadi warisan budaya dunia asal Indonesia oleh UNESCO. Salah satunya adalah batik Jetis Sidoarjo yang diresmikan oleh bupati Sidoarjo, yaitu Bapak Win Hendrarso (lihat lampiran 4, hal 193). Secara bahasa, batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba dan nitik yang artinya menuliskan atau menorehkan titik-titik. Batik merupakan kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan cara menuliskan malam pada kain dan pengolahannya diproses dengan cara tertentu (Asikin, 2008:10). Sidoarjo adalah salah satu kota yang memiliki potensi batik yang patut diperhitungkan, yang terkenal dengan nama Kampoeng Batik Jetis. Di Kampoeng Jetis, membatik telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari dan menjadi tradisi budaya lokal masyarakat Jetis. Buktinya sekitar 90% warga Kampoeng Jetis berprofesi sebagai pengrajin batik pada tahun 1675 (Kahumas, 2011). Selain Kampoeng batik Jetis, ada pula beberapa desa di Kota Sidoarjo, 1 Mahasiswa Jurusan Sejarah, FIS UM angkatan 2007

yang memproduksi batik, seperti Sekardangan dan Tulangan. Namun, dua desa ini tidak berkembang seperti Kampoeng Jetis, disebabkan ketidak mampuan memenuhi permintaan asar, hal itu dipicu karena jumlah pengrajin yang sangat minim. Secara umum, motif batik di Sidoarjo terdiri dari berbagai macam flora dan fauna, seperti udang-bandeng, burung merak, burung cipret, kupu-kupu, kembang suruh, dan lain-lain. Motif udang dan bandeng menjadi pakem batik khas Sidoarjo, karena Sidoarjo adalah kota yang terkenal sebagai daerah penghasil udang dan bandeng. Dimana udang dan bandeng merupakan logo dari kota Sidoarjo. Selain itu, ada pula motif sekar jagad yang merupakan motif berbentuk ceplok berulang yang semuanya saling merapat dan berornamen bunga/tanaman yang banyak dipakai pada batik Sekardangan. Potensi alam juga menjadi motif batik khas Sidoarjo, seperti pada batik Jetis yang berupa kembang bayem, beras wutah, dan kembang tebu. Selain itu hampir semua kain batik tulis Jetis bercorak dasar tidak lepas dari tiga corak tersebut sebagai identitas Sidoarjo. Seiring dengan perkembangan zaman, batik Jetis pun mengalami perkembangan dalam segi motifnya, melalui inovasi dan improvisasi, yaitu tanpa meninggalkan motif yang sudah ada dan memunculkan motif-motif baru yang mengikuti perkembangan zaman dan pasar. Dimaksudkan untuk menunjang eksistensi batik Jetis dan permintaan pasar. Hal ini merupakan peluang pasar yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf ekonomi dari pembatik itu sendiri. Peranan masyarakat di Sidoarjo dalam usaha melestarikan batik Jetis adalah membentuk paguyuban yang dinamakan dengan Paguyuban Batik Sidoarjo (PBS) pada tanggal 16 April 2008. Ide pembentukan paguyuban ini berasal dari kaum muda Jetis yang memiliki harapan besar kepada kelestarian batik Jetis itu sendiri dan menjadi budaya setempat yang bisa dibanggakan. Bahkan pemerintah juga ikut andil dalam meresmikan nama Kampoeng Batik Jetis oleh Bapak Win Hendrarso, selaku bapak Bupati Sidoarjo saat itu. Peresmian itu ditandai dengan adanya gapura Kampoeng batik Jetis yang dilengkapi dengan kombinasi motif batik tulis Jetis dan ornamen canting batik. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini, antara lain: (1) bagaimanakah sejarah batik di Indonesia; (2) bagaimanakah sejarah batik tulis Jetis Sidoarjo; (3)

bagaimanakah macam-macam motif tradisional dan makna batik tulis Jetis Sidoarjo; (4) bagaimanakah perkembangan motif batik tulis Jetis Sidoarjo tahun 2008-2011; dan (5) Bagaimanakah nilai-nilai dalam batik tulis Jetis Sidoarjo. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah (Historical Methode). Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis, rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1985:32). Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian sejarah pada umumnya dapat dibagi menjadi lima tahap, seperti apa yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2001:91), yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), verifikasi (kritik sejarah/keabsahan sumber), interpretasi (analisis dan sintesis), dan historiografi (penulisan). Sejarah Batik di Indonesia Secara pasti asal-usul batik di Indonesia sulit untuk dilacak, karena mungkin bisa sampai masa purbakala. Ada beberapa pendapat bahwa batik Indonesia secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad VII yang ditulis dan dilukis pada lontar yang berisi naskah atau tulisan agar tampak lebih menarik. Seiring perkembangannya interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa asing, maka mulai dikenal media batik pada kain (Wulandari, 2011: 12). Menurut beberapa ahli sejarah, media yang berupa kain yang digunakan untuk membatik berasal dari India yang dibawa oleh para pedagang India yang sedang melakukan perdagangan di Pulau Jawa. Kain mori yang digunakan untuk bahan batik saat itu adalah hasil dari tenunan orang India sendiri (Prayitno, 2009:5). Dalam perkembangannya perbatikan di Indonesia mulai dikembangkan kembali pada abad XVII. Dibuktikan bahwa pada saat itu Raja Mataram sudah memakai batik motif resmi keraton dengan aneka bentuk ragam hias yang indah dengan nilai-nilai yang tinggi sarat dan makna simbolis. Umumnya orang menganggap batik identik dengan masyarakat Jawa. Hal ini dibenarkan oleh salah satu seorang putri Keraton Solo yang juga seorang penggiat seni budaya Indonesia

Krisnina Akbar (dalam Hidayat, 2008:607) beliau mengatakan it is a part if our identity. Bahan pewarna masih berupa bahan-bahan alami, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon mengkudu, soga, nila dan pohon kunyit, sedangkan bahan soda dibuat dari soda abu dan garam yang dibuat dari tanah lumpur. Sampai saat ini batik masih berkembang baik di Indonesia khususnya di daerah Pulau Jawa. Dari situlah terjadi pengaruh terhadap orang Jawa untuk mulai mengenal batik dan dikembangkan dengan menggunakan bahan baku yang ada di Indonesia sehingga terbentuklah batik yang memiliki ciri khas bangsa Indonesia (Prayitno, 2009:2). Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini hampir di setiap wilayah Indonesia khususnya di Jawa, ialah setelah akhir abad XVIII. Batik yang dihasilkan semuanya berupa batik tulis sampai awal abad XX. Setelah itu muncul batik cap yang baru dikenal setelah Perang Dunia I selesai atau sekitar tahun 1920 (Wulandari, 2011: 16). Sejarah Batik Jetis Sidoarjo Berdasarkan hasil wawancara batik tulis tradisional Sidoarjo yang berpusat di Jetis telah ada sejak tahun 1675, setahun setelah Masjid Jami dibangun. Pada saat itu, seseorang yang masih keturunan raja dikejar-kejar penjajah dan lari ke Sidoarjo. Sayangnya sampai sekarang belum ada siapa sebenarnya dan dari kerajaan mana pria yang menyamar sebagai pedagang, yang dikenal dengan nama Mbah Mulyadi. Makamnya masih ada di masjid yang kini sedang dipugar. Bersama pengawalnya, Mbah Mulyadi mengawali berdagang di Pasar Kaget yang dikenal dengan nama pasar Jetis. Untuk mengembangkan seni batiknya, Mbah Mulyadi memberikan pelatihan pengajian dan keterampilan membatik (lihat lampiran 4, hal 191). Adapun bukti kuat dari hasil wawancara dengan bapak Huda selaku ketua Paguyuban Kampoeng Jetis bahwa: Sejarah Batik Jetis ada sejak tahun 1675, dimulai dari kedatangan Mbah Mulyadi seorang raja Islam keturunan raja Kediri yang dikejar oleh tentara belanda yang melarikan diri ke Sidoarjo. Mbah Mulyadi mendirikan suatu komunitas menyamar sebagai pedagang sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia maka dia membentuk suatu komunitas, yaitu semacam pasar kaget dimana

disitu tempatnya orang berkumpul. Disitulah Mbah Mulyadi mempengaruhi orang-orang untuk mengajar ngaji, mendirikan masjid, mengajar keterampilan-keterampilan membatik karena batik identik dengan warga yang memerintah di daerahnya. (transkrip wawancara dengan bapak Huda tanggal 21 Maret 2012 lampiran 2, no 1, hal 157) Sehingga penelusuran akan sejarah dari keberadaan Jetis kurang begitu jelas. Karena dari beberapa wawancara dengan tokoh-tokoh batik, hanya bapak Huda saja yang mengetahui dari para sumber-sumber lisan. Jadi, batik Jetis sudah berdiri sejak tahun 1675. Macam-Macam Motif dan Makna Batik Tulis Jetis di Sidoarjo Ada tiga motif khas batik Jetis antara lain: beras wutah, kembang tebu, dan kembang bayem.beras wutah artinya beras yang tumpah, dimana sidoarjo berlimpah ruah makanan pokok dan penghasil beras terbesar sehingga harus di ekspor ke luar kota atau pulau. Motif kembang tebu sebagai penggambaran Sidoarjo yang dulunya memiliki ratusan hektar perkebunan tebu sebagai bahan baku sejumlah pabrik gula. Sedangkan kembang bayem sebagai ekspresi banyaknya tumbuhan bayem di Sidoarjo terutama daerah Tulangan merupakan penghasil sayur-mayur termasuk bayem. Sebelum mengalami perkembangan, motif batik Sidoarjo termasuk motif batik tradisional. Dimana batik tradisional adalah batik yang memiliki corak dan gaya motif terikat oleh aturan-aturan tertentu dan dengan isen-isen yang sudah ditentukan dan tidak mengalami perkembangan atau biasa dikatakan sudah pakem. Perkembangan Motif Batik Tulis Jetis di Sidoarjo Tahun 2008-2011 Seiring dengan perkembangan pada tahun 2008-2009 motif beras wutah, kembang bayem dan kembang tebu tidak hanya dijadikan motif saja tapi lebih banyak digunakan sebagai background atau dasar. Ketiga motif ini termasuk motif geometris. Desain motif yang terdiri dari bidang, titik dan garis memenuhi unsur

keselarasan, yaitu berbentuk dari garis diagonal atau miring, menggambarkan sifat dinamis dan memiliki irama atau rhytm yang merupakan pengulangan unsur bentuk, garis, dan warna secara berulang. Motif ini berkembang setelah paguyuban Kampoeng batik Jetis diresmikan, yaitu tahun 2008. Ide ini dibentuk oleh para pengrajin, agar konsumen tidak mengalami kebosanan. Adapun motif batik Jetis lainnya yang berkembang pada tahun 2008-2009, antara lain: motif udang-bandeng, motif cipretan, motif mahkota, motif keong, Untuk motif 2009-2010 diantaranya: motif sandang pangan, motif cecekan, motif daun sirih, dan motif kangkung, motif pecah kopi, motif merico bolong, motif daun-daunan, sedangkan motif yang berkembang pada tahun 2010-2011 kebanyakan motif yang bersifat kontemporer. Batik kontemporer, yaitu batik yang dibuat seseorang secara spontan tanpa menggunakan pola, tanpa ikatan atau bebas, sifatnya lebih condong ke seni lukis. Batik kontemporer banyak dikembangkan oleh desainer baik untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan batik dan mode pakaian yang didesain. Motif batik jetis kontemporer, antara lain: motif bola takraw, motif cocok, motif pecah beling, motif sisik ikan, motif kotak-kotak, motif bunga dan daun, motif tikar, motif parang khas Jetis, motif iris-iris jahe, motif kembang pacar, motif iris-iris tempe, motif satwa laut, motif kolaborasi, motif capung, motif kupu-kupu, motif naga, dan motif bambu runcing. Nilai-Nilai dalam Batik Jetis Sidoarjo Berikut ini beberapa nilai-nilai yang terdapat dalam Batik Jetis Sidoarjo, antara lain: a. Nilai Seni. Batik Jetis yang sangat bervariasi, baik dari bahan, proses pembuatannya, maupun motifnya yang sekarang berkembang dengan pesat dan banyak diproduksi. Batik Jetis bisa digunakan sebagai pakaian adat, pakaian resmi, pakaian seragam, pakain harian maupun lenan rumah tangga. b. Nilai budaya. Hal ini dapat kita lihat dalam sehelai kain batik Jetis yang dihiasi dengan perpaduan antara motif, ornament, warna, dan corak sehingga akan dihasilkan sebuah karya seni yang juga memiliki nilai manfaat sebagai penutup raga.

c. Nilai Historis. Sejarah batik Jetis juga berasal pada zaman Kerajaan Islam dibawa oleh Mbah Mulyadi seorang raja Islam keturunan raja yang dikejar oleh tentara Belanda yang melarikan diri ke Sidoarjo. Mbah Mulyadi mendirikan suatu komunitas menyamar sebagai pedagang sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia maka dia membentuk suatu komunitas, yaitu semacam pasar kaget dimana di sana tempatnya orang berkumpul. Disitulah Mbah Mulyadi mempengaruhi orang-orang untuk mengajar ngaji, mendirikan masjid, mengajar keterampilan-keterampilan membatik karena batik identik dengan warga yang memerintah di daerahnya. d. Nilai Ekonomis. Dimana pengrajin batik akan mendapatkan uang atau imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana keberadaan batik di kampung tersebut memberikan lapangan pekerjaan bagi para pengrajin. Untuk memenuhi permintaan pasar sebagai eksistensi batik itu sendiri sehingga motif tidak ketinggalan zaman. e. Nilai Pendidikan dan Filosofis. Upaya nilai pendidikan dan filosofis khususnya pada batik Jetis dapat dilakukan dengan membawa batik ke sekolah baik dalam bentuk pelajaran intrakulikuler ataupun ekstrakulikuler. Dengan upaya tersebut generasi muda khususnya pelajar menjadi mengenal batik secara lebih mendalam. Agar dapat mengetahui dan mempelajari proses pembuatan batik, jenis-jenis motif, dan corak batik Jetis Sidoarjo, berarti ikut dalam melestarikan budaya batik. Pengetahuan keanekaragaman motif-motif batik Jetis sebelum adanya improvisasi telah membuktikan bahwa budaya para leluhur sangat terampil. Pameran batik Jetis yang digelar perlu lebih menekankan pada pengenalan nilai sejarah batik, tidak hanya pengenalan sekilas tentang kain batik saja tanpa ada tidak lanjut yang lebih mendalam. Jangan sampai aset budaya yang tak ternilai harganya hilang bersama hilangnya kepedulian kita untuk nguri-uri budaya sendiri. Dengan usahausaha tersebut boomingtrend batik tidak akan luntur seiring bergantinya trend busana.

Penutup Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan motif batik Jetis Sidoarjo, berkembang karna adanya improvisasi dan inovasi dari setiap pengrajin dan permintaan pasar, sehingga motif tradisional batik Jetis berkembang menjadi motif kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) Bagi para pengrajin batik tulis, agar supaya dapat mengembangkaan dan melestarikan bentuk dasar motif batik khas Jetis dengan keaslian ciri khas dari ragam hias dan warnanya 2) Bagi Dinas Pariwisata dan Paguyuban Kampoeng batik Jetis Sidoarjo hendaknya dapat melengkapi sarana dan prasarana yang kurang lengkap dalam menunjang kegiatan perbatikan dan memberikan pembinaan-pembinaan serta pelatihan pada sentra-sentra batik yang telah ada serta memantau perkembangan kelestarian kerajinan batik Jetis Sidoarjo dalam mempertahankan ciri ragam hiasnya. Tidak lupa pula memperkenalkan batik Jetis Sidoarjo ke daerah lainnya supaya keberadaannya dapat dikenal 3) Bagi sekolah, batik Jetis Sidoarjo dapat disosialisasikan di sekolah-sekolah dengan belajar mengenal batik Jetis dan sekaligus mencoba membuat batik 4) Bagi pemerintah kota Sidoarjo, tetap mendukung pelestarian batik Jetis Sidoarjo. Agar terus eksis dan menjadi salah satu icon Sidoarjo dengan serangkaian kegiatan pameran, pelatihan, agar semakin bertambah wawasan dari para pengrajin-pengrajin batik Jetis 5) Bagi para peneliti selanjutnya yang ingin membahas tentang batik Jetis Sidoarjo, supaya meneliti secara pasti tentang sejarah batik Jetis dan perkembangan industrinya. Karena kedua hal terebut belum ada pada penelitian ini. Daftar Rujukan Asikin, Saroni. 2008. Ungkapan Batik di Semarang. Semarang: Citra Prima Nusantara Gootschalk, L. 1973. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya

Kahumas. 2011. Batik Jetis Terus Menggeliat. Online, (http://batik Jetis_artikel.html) di akses pada tanggal 16 November 2011. Hidayat, Komaruddin, dkk. 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: PT. Mizan Publikasi Wulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara. Yogyakarta: CV. Andi Offset Prayitno, Teguh. 2009. Mengenal Produk Nasional Batik dan Tenun. Semarang: PT. Sinduar Press Wawancara bapak Nurul Huda 21 Maret 2012