BAB II MEKANISME PEMBAYARAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN L/C. A. Proses Terjadinya Transaksi Perdagangan Internasional dengan Menggunakan L/C

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM RED CLAUSE L/C DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/11 /PBI/2003 TENTANG PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR GUBERNUR BANK INDONESIA,

TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 11. SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL LETTER of CREDIT (L/C)

I. PENDAHULUAN. internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern

Pembayaran Transaksi Ekspor Impor. Pertemuan ke-13

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Pembayaran Transaksi Impor

BAB II LANDASAN TEORI

Materi Minggu 7. Prosedur Dasar Pembayaran Internasional

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

CARA PEMBAYARAN JUAL BELI: JENIS, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DR. YETTY KOMALASARI DEWI KULIAH 5

BAB 1 KONSEP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pengenalan transaksi ekspor impor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/6/PBI/2003 TENTANG SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI GUBERNUR BANK INDONESIA,

Proses dan Prosedur Impor. Pertemuan ke-9

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tinjauan terhadap kepustakaan yang ada, sepanjang yang

Syariah Mandiri (BSM) menerapkan produk L/C ini untuk melayani transaksi. hanya terietak pada saat pembayaran weselnya saja. Untuk sight L/C, bank

BAB III SIMULASI PENGISIAN L/C

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB II TINJAUAN TERHADAP TRANSAKSI EKSPOR IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

MEKANISME PEMBAYARAN MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM TTRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL PADA PT. SEMEN BOSOWA MAROS

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

BAB I PENDAHULUAN. membeli dan menjual (perdagangan) barang antara pengusaha yang bertempat di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIS PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEKANISME PEMBAYARAN PRODIP I KEPABEANAN DAN CUKAI 1

KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1. Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pakar ekonomi dari Inggris, David Ricardo, menyatakan dalam teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah

Pendanaan Ekspor dan Impor

Prosedur Dasar Pembayaran Internasional. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

DOKUMEN EKSPOR IMPOR. Hertiana Ikasari, SE, MSi

BAB IV LETTER OF CREDIT (L/C)

Syarat Pembayaran dlm Jual Beli Perniagaan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum ekspor menurut Amir (2000:100) menjelaskan. bahwa ekspor adalah mengeluarkan barang barang dari peredaran

HUKUM JUAL BELI (KE)PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB HUKUM ADVISING BANK DALAM PEMBAYARAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

BAB II LANDASAN TEORI. termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor adalah kegiatan pengiriman dan penerimaan barang yang dilakukan oleh para

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. A. Prosedur Transaksi Ekspor dan Impor dengan Mekanisme L/C pada Citi

METODE PEMBAYARAN TAGIHAN SUPLIER MELALUI SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI (SKBDN) PADA PT. ADHIKARYA (PERSERO) TBK DIVISI KONSTRUKSI III MEDAN

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor

LALU LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI dan DALAM NEGERI. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek. marketing. Adapun fungsi bidang ekspor ini adalah melakukan pengurusan

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak

MEKANISME PENYELESAIAN PEMBAYARAN KEGIATAN EKSPOR IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT DAN BILL EXCHANGE. Oleh: Suyanti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam bidang

Proses dan Prosedur Ekspor. Pertemuan ke-3

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir merupakan refleksi minat masyarakat terhadap ekonomi syariah

BAB II PROSES PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan

BAB II PERJANJIAN EKSPOR IMPOR DAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. A. Pengertian dan Pengaturan Hukum dalam Transaksi Ekspor Impor

MEMASUKI PASAR LUAR NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara dengan tujuan ke negara lain secara legal, dalam bahasa umumnya

BAB II TINJAUAN PERBANDINGAN STANDBY LETTER OF CREDIT DENGAN BANK GARANSI DALAM TRANSAKSI PERBANKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian auditing menurut Al. Haryono Jusup (2001) dalam bukunya

Fendhi Harsinto Aji NIM : C

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-29242/PP/M.XVI/19/2011. menurut Pemohon Banding : CIF USD565, menurut Terbanding : CIF USD750,000.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. Oleh : LUSIA NIA KURNIANTI SH, M.H

SKBDN. 1. Konsep SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri) 1.2 Tujuan Penerbitan SKBDN

PRODUK & LAYANAN VALUTA ASING. Surabaya, 15 Desember 2016

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SAP )

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi

BAB V PENUTUP. Berdasarkan uraian pada Bab-bab sebelumnya dapat diambil

Syarat-Syarat dan Ketentuan Transaksi. Version

MANAJEMEN JASA-JASA BANK. /

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

BAB II LANDASAN TEORI

Jasa Jasa Perbankan. 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan internasional kegiatan beli disebut impor dan

-2- teknologi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan, meningkatkan produksi, dan memperluas kesempatan kerja. Di lain sisi, pemilih

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR FURNITURE PADA CV.MUGIHARJO BOYOLALI

Bab 17 Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN)

IMPOR SEMENTARA. Jakarta, 18 Desember Homepage

BAB I KONSEP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II LANDASAN TEORI

MENYIMAK KASUS LC FIKTIF BNI KEBAYORAN BARU

LETTER OF CREDIT(L/C) 31 Oktober 2016

LETTER OF CREDIT. Dina W. W Kariodimedjo Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Letter of Credit 1 FH UGM

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN FORM RTE BAGI NASABAH

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-21/BC/1997 TENTANG PERSETUJUAN PEMBERITAHUAN NILAI PABEAN SEBELUM PENGAJUAN PIB

MAKALAH NEGOSIASI DAN SALES CONTRACT

SISTEM PEMBAYARAN EKSPOR MEBEL PADA CV. MUGIHARJO DI BOYOLALI

a. nama dan/atau logo Bank; dan b. pernyataan bahwa Bank terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6

Transkripsi:

25 BAB II MEKANISME PEMBAYARAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN L/C A. Proses Terjadinya Transaksi Perdagangan Internasional dengan Menggunakan L/C Setiap negara di dunia tentu membutuhkan negara lain demi memenuhi kebutuhan negara tersebut, maka diperlukanlah perdagangan. Tidak ada satu pihak pun di dunia ini, termasuk negara, yang mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, pada jaman ini tidak ada satu pihak pun yang tidak merasa perlu berhubungan dengan pihak lain. Hubungan itu termasuk dalam rangka memenuhi kebutuhan barang dan jasa (procurement). 66 Perdagangan yang melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional (international trade) atau bisnis internasional (international business). 67 D.M. Day menjelaskan pengertian transaksi perdagangan internasional sebagai berikut : The international sale transaction is in essence a sale of goods and presents all those commercial and legal problems inherent in any sale of goods. 68 Maksudnya yaitu transaksi perdagangan internasional pada dasarnya merupakan penjualan barang yang menyajikan semua masalah-masalah komersial dan hukum yang melekat dalam setiap transaksi tersebut. hal. 57. 66) Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 67) Adrian Sutedi, Hukum Ekspor Impor, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hal. 7. 68) D.M.Day, The Law of International Trade, (London: Butterworths, 1981), hal. 1. 25

26 Tujuan utama bisnis internasional adalah akumulasi keuntungan sebesarbesarnya (optimum profit). Tujuan ini merupakan karakteristik dasar perdagangan internasional, yang berkembang dari sekedar lintasan pertukaran hasil produksi antarnegara. 69 Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli atau perjanjian ekspor impor. Ekspor impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli di luar negeri, yang memiliki dua unsur yakni suatu pelaksanaan perjanjian jual beli dan unsur pembayaran. 70 Perjanjian ekspor impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara. Beberapa hal yang menyebabkan ekspor impor berbeda, antara lain pembeli dan penjual dipisahkan oleh batas-batas negara, barang-barang yang diperjualbelikan dari suatu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabean, serta terdapat berbagai perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan dan hukum. 71 Menunjang terlaksananya transaksi perdagangan ekspor, seorang eksportir banyak berhubungan dengan berbagai instansi/lembaga di Indonesia yang belum sepenuhnya dikenal dan dimanfaatkan, antara lain: 72 a. Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan sendiri); 69) Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, (Denpasar: Refika Aditama, 2000), hal. 9. 70) Purwosutjipto, Hukum Dagang Indonesia: Hukum Jual Beli Perusahaan, (Jakarta: Djambatan, 1984), hal. 4. 71) Adrian Sutedi, Op.Cit.,hal. 8. 72) Ibid., hal 2-3.

27 b. Export merchant house (yang membeli barang dari perusahaan pembuat barang dan mengkhususkan diri dalam perdagangan dengan negara-negara tertentu yang membutuhkan barang-barang tersebut); c. Confirming house (yang bertindak sebagai perantara pembuat barang di luar negeri dan importir dalam negeri, biasanya bertanggung jawab atas pengapalan barang dan pembayaran kepada penjual); d. Buying agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih pembeli tertentu di luar negeri); e. Trading house (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang keperluan untuk diekspor dan diimpor); f. Consignment agent (bertindak sebagai agen penjual di luar negeri); g. Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang-piutang dagang/ barangbarang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian ditagih kepada importir/pembeli; h. Bank; i. Freight Forwarder, EMKL/EMKU; j. Maskapai pelayaran; k. Asuransi; l. Bea Cukai; m. Kedutaan/Konsulat; n. Surveyor (Badan Pemeriksa).

28 Sebagaimana halnya dengan ekspor, dalam transaksi impor, seorang importir dalam usahanya juga berhubungan dengan instansi/lembaga berikut: 73 a. Sole Agent (agen tunggal barang impor). b. Manufacturer Representative (perwakilan pabrik yang membuat barang). c. Import merchant house (yang melakukan pembelian barang di luar negeri, dan dimasukkan ke dalam negeri, untuk dijual kembali). d. Trading house (badan usaha yang mengumpulkan barang untuk diekspor dan diimpor). e. Bank f. Freight Forwarder, EMKL/EMKU g. Maskapai pelayaran h. Asuransi i. Bea Cukai j. Kedutaan/Konsulat k. Surveyor (Badan Pemeriksa) Perdagangan internasional terwujud karena adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli yang dituangkan dalam kontrak. Dalam kontrak ini biasanya dicantumkan bagaimana cara, sistem, atau klausul pembayaran. Sistem pembayaran ini merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam transaksi perdagangan. 74 73) Ibid. 74) Huala Adolf, Op.Cit., hal. 129.

29 Memperjelas tahapan pelaksanaan transaksi perdagangan internasional, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini : a. Promotion E K S P O R T I R b. Inquiry c. Offer Sheet d. Order Sheet e. Sales Contract f. Sales Confirmation I M P O R T I R Keterangan gambar : Gambar 1. Tahapan pelaksanaan transaksi ekspor impor. = menunjukkan arah aliran dari satu proses ke proses yang lain yaitu : 75 Terlaksananya transaksi ekspor impor tentu tidak terlepas dari tahapan di atas a. Promotion 75) http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/93-empat-tahapan-utama-dalamekspor-menggunakan-l-c, diakses tanggal 15 November 2014.

30 Kegiatan promosi komoditas oleh eksportir yang akan diekspor dapat dilakukan melalui media promosi seperti iklan di media elektronik, majalah, koran, pameran dagang atau melalui badan/lembaga yang berhubungan dengan kegiatan promosi ekspor seperti Kamar Dagang dan Industri, dan lain sebagainya. b. Inquiry Pengiriman surat permintaan suatu komoditas tertentu oleh importir kepada eksportir (letter of inquiry). Biasanya berisi deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. c. Offer Sheet Permintaan importir akan ditanggapi melalui offer sheet yang dikirimkan eksportir. Offer sheet ini berisikan keterangan sesuai permintaan importir mengenai deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Selain itu pada offer sheet ini biasanya ditambahkan tentang ketentuan pembayaran dan pengiriman sample/brochure. d. Order Sheet Setelah mendapatkan penawaran dari eksportir dan mempelajarinya, jika setuju maka importir akan mengirimkan surat pesanan dalam bentuk order sheet (purchase order) kepada eksportir. e. Sales Contract Sesuai dengan data dari order sheet maka selanjutnya eksportir akan menyiapkan surat kontrak jual beli (sales contract) yang ditambah dengan keterangan force

31 majeur clause dan inspection clause. Sales contract ini ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan sebanyak dua rangkap kepada importir. f. Sales Confirmation Surat kontrak jual beli akan dipelajari oleh Importir, apabila importir setuju maka surat kontrak jual beli tersebut akan ditandatangi oleh importir untuk kemudian dikembalikan kepada eksportir sebagai sales confirmation. Sedangkan satu copy lain dari surat kontrak jual beli ini akan disimpan oleh importir. Setelah sales confirmation didapat oleh eksportir, belum tentu para pihak yaitu eksportir dan importir dapat langsung saling bertransaksi. Adanya jarak dan tidak saling mengenal secara pribadi tentu akan menimbulkan resiko dan kecurigaan bagi masing-masing pihak, seperti eksportir takut tidak mendapat bayaran atas barang yang dikirimnya. Sebaliknya importir juga takut apabila barang yang dipesan tidak sampai ataupun tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. 76 Oleh karena kedua belah pihak yakni eksportir dan importir berdomisili yang berjauhan dan para pihak mungkin belum terlalu akrab satu sama lain, maka sistem pembayaran yang cocok untuk digunakan adalah Letter of Credit atau sering disingkat L/C. Letter of Credit merupakan surat dari bank ditujukan kepada eksportir yang menyatakan atas nama nasabah mereka (importir) akan membayar atau mengaksep 76) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli), (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2001), hal. 23.

32 draft yang diterbitkan oleh eksportir, dengan ketentuan semua syarat dalam L/C telah terpenuhi. 77 O Halloran mengatakan bahwa: L/C is an instrument issued by a bank on behalf of one of its customers authorizing an account under certain condition stipulated in the credit. 78 Maksudnya yaitu L/C adalah suatu instrumen yang diterbitkan oleh bank atas nama salah satu pelanggan yang akunnya terautorisasi didalam kondisi tertentu yang ditetapkan dalam kredit. Oleh karena itu, instrumen ini disebut juga sebagai kredit dokumenter. 79 L/C dianggap sebagai instrumen yang paling penting dan paling aman didalam transaksi perdagangan internasional, terutama dilihat dari sudut sistem pembayaran. Peranan L/C dalam perdagangan internasional adalah: 80 a. Mempermudah lalu lintas pembayaran. b. Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi kewajibannya. c. Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Setelah pihak eksportir dan importir setuju terhadap pembayaran dengan L/C, maka barulah dilakukan proses pengiriman kargo. 77) Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, (Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2001), hal. 81. 78) Soepriyo Andhibroto, Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Dahara Prize, 1984), hal. 59. 79) T. May Rudy, Bisnis Internasional; Teori, Aplikasi dan Operasionalisasi, (Bandung: Refika Aditama, 2002), hal. 59. 80) Eddie Renaldy, Istilah Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 151.

33 Gambar 2 merupakan tahapan atau proses pengiriman kargo. Sumber : http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/93-empattahapan-utama-dalam-ekspor-menggunakan-l-c, diakses tanggal 15 November 2014. Keterangan gambar : = menunjukkan arah aliran dari satu proses ke proses yang lain = kegiatan pemindahan (transportation/ move) ----------------------- = garis instruksi atau koordinasi, antara struktur gambar bawah (eksportir, advising bank, perusahaan pelayaran, bea cukai), terhadap struktur gambar atas (importir, opening bank, agen pelayaran, kepabeanan)

34 Tahapan atau proses pengiriman kargo adalah sebagai berikut: a. Eksportir (beneficiary) akan melakukan shipment booking kepada perusahaan pelayaran atas dasar purchase order atau sales contract yang diterimanya dari importir. Namum sebelum shipment booking dilakukan, eksportir terlebih dahulu harus mengurus kewajibannya, seperti membayar pajak ekspor, mengurus Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Bea Cukai, certificate of origin (Surat Keterangan Asal), serta dokumen-dokumen lain jika diperlukan. Seperti : Health Certificate (untuk produk perikanan), Veterinary Certificate (untuk produk peternakan), Phytosanitary Certificate (untuk produk pertanian atau tumbuhan). b. Setelah perusahaan pelayaran ataupun Freight Forwarder menerima dokumen yang lengkap, barulah proses pengapalan akan dijalankan. Setelah kapal berangkat, konosemen akan diterbitkan oleh perusahaan pelayaran dan kemudian diberikan kepada eksportir. Kemudian eksportir akan mengirimkan semua dokumen terkait pada advising bank yang akan diteruskan kepada opening bank. c. Perusahaan pelayaran akan mengangkut barang sampai pada port of destination (pelabuhan tujuan) yang tercantum dalam Bill of Lading (B/L). d. Selanjutnya importir harus melakukan kewajiban pembayarannya pada advising bank agar dapat memperoleh seluruh dokumen yang dikirimkan oleh eksportir. Dokumen inilah yang akan digunakan untuk mengurus import custom clearance di pelabuhan tujuan ketika barang sampai.

35 e. Agen pelayaran bersedia mengijinkan barang untuk ditarik oleh importir dari pelabuhan apabila biaya pengapalan sudah dilunasi. Atau jika belum, tentunya ada term of credit yang disepakati sebelumnya. Bisa saja dibayar lunas sebelum pengapalan atau satu bulan setelah tanggal pengapalan. Biaya ini dapat dibayar oleh eksportir maupun importir tergantung kesepakatan. Misalnya free on board (penjual menanggung resiko dari kehilangan atau kerusakan barang sampai pada waktu barang melewati pagar kapal pelabuhan tujuan), cost and freight (pembeli menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang mulai pada saat barang itu melewati pagar kapal pelabuhan asal). 81 B. Mekanisme Pelaksanaan L/C pada Bank DBS Jakarta Mekanisme pembayaran barang dengan L/C tentunya membutuhkan Bank selaku opening bank (issuing bank) yang berhubungan langsung kepada pemohon L/C (importir) serta advising bank yang berhubungan langsung kepada eksportir selaku penerima L/C (beneficiary). Bank memiliki peranan penting, sehingga digolongkan sebagai subjek hukum perdagangan internasional dalam arti yang terbatas, karena bank tunduk pada hukum nasional dimana bank tersebut didirikan. 82 Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini, Bank begitu penting adalah sebagai berikut : 83 81) Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1994), hal 117 dan 122. 82) Huala Adolf, Op.Cit., hal. 72.

36 a. Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai pemain kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak dapat berjalan. b. Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama lain mungkin saja tidak mengenal karena mereka berada di negara yang berbeda. Perannya di sini adalah dalam memfasilitasi pembayaran antara penjual dan pembeli. c. Bank berperan penting dalam menciptakan aturan-aturan hukum dalam perdagangan internasional khususnya dalam mengembangkan hukum perbankan internasional. Salah satu instrumen hukum yang bank telah dikembangkan adalah sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional berbentuk kredit berdokumen atau documentary credit. Jalannya pembukaan suatu L/C oleh secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini. 84 Opening Bank / Issuing Bank 2 Negotiating Bank / Advising Bank 1 3 Importir Exportir Dalam negeri Luar negeri 83) Ibid. 84) Amir M.S. Buku III., hal. 23.

37 a. Importir minta kepada Banknya (Bank Devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Importir dalam hal ini bertindak sebagai opener / issuing bank. b. Bilamana importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya Surat Ijin Impor, maka Bank melakukan penutupan Kontrak Valuta dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening / issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai pengantara kedua ini disebut advising bank atau notifying bank. c. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary. Di dalam hal advising bank juga dikuasakan untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C itu, maka advising bank ini juga dapat disebut negotiating bank. Menurut sifatnya, ada beberapa jenis L/C yang umum yaitu: a. Revocable L/C Suatu L/C yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali atau dibatalkan oleh opening bank (issuing bank), tanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary. 85 b. Irrevocable L/C Suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan dan opening bank mengikatkan diri untuk melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C, kecuali dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam L/C. 86 c. Irrevocable and Confirmed L/C Suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan mempunyai jaminan pelunasan berganda atas wesel, atas penyerahan dokumen pengapalan yang 85) Amir M.S., Buku III, hal.35. 86) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 27.

38 diberikan oleh opening bank bersama-sama dengan advising bank. 87 L/C semacam ini dianggap paling sempurna dan paling aman dipandang dari sudut beneficiary karena pertama, pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C semacam ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syaratnya dipenuhi, kedua adalah tidak mudah dibatalkan karena bersifat irrevocable. 88 d. Irrevocable and Unconfirmed L/C L/C ini sama dengan L/C biasa kecuali bahwa L/C ini diadviskan melalui sebuah bank lain yang tidak menyatakan penanggungan kewajiban apapun atas L/C tersebut. Misalnya, L/C dari bank-bank kecil yang belum dikenal atau diakui kredibilitasnya perlu dimintakan L/C nya dikonfirmasi oleh bank lain yang sudah dikenal baik. 89 Menurut syarat-syaratnya, secara khusus L/C dapat dibedakan sebagai berikut: a. Open / Clean Letter of Credit Merupakan suatu L/C dimana L/C itu tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk penarikan suatu wesel, dalam arti tidak perlu dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilan uang dari credit yang tersedia itu dapat dilakukan dengan penyerahan kwitansi biasa. 90 b. Restricted / Straight Letter of Credit 87) Ibid., hal 27-28. 88) Amir M.S., Buku II, Op.Cit., hal. 89. 89) Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 61. 90) Amir M.S., Buku III, hal. 25.

39 Merupakan suatu L/C yang berkebalikan dengan open L/C dimana negotiating bank dibatasi pada bank tertentu. 91 c. Documentary Letter of Credit Merupakan L/C yang mewajibkan eksportir atau penerima L/C untuk menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen pelenngkap lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran. 92 d. Back to back Letter of Credit Merupakan L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportir penerima L/C pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang diterimanya. L/C ini biasa digunakan dalam perdagangan segi tiga. 93 e. Revolving Letter of Credit Merupakan suatu L/C yang berdasarkan syarat-syaratnya, jumlahnya diperbaharui atau dinyatakan berlaku kembali secara otomatis tanpa memerlukan perubahan khusus pada L/C tersebut. 94 Melihat segi pembayarannya, L/C dapat dibagi menjadi: a. Sight Letter of Credit Merupakan suatu L/C yang jika semua persyaratan telah terpenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 (tujuh) hari kerja. 95 91) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 28. 92) Ibid. 93) Ibid. 94) Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 34.

40 b. Usance Letter of Credit Merupakan suatu L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan (tanggal Bill of Lading). 96 c. Red clause Letter of Credit Merupakan suatu L/C dimana pembayaran dilakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang dikapalkan. 97 Pada dasarnya setiap L/C mempunyai syarat-syarat tersendiri namun beberapa syarat umum yang harus dipenuhi oleh penerima L/C (eksportir), khususnya di Indonesia, untuk memperoleh pembayaran adalah sebagai berikut: 98 a. L/C yang dibuka harus commercial/documentary L/C. L/C yang diterima harus bersifat irrevocable. b. Dokumen-dokumen pengapalan sekurang-kurangnya harus terdiri dari: full set of Bill of Lading (konosemen), commercial invoice (faktur perdagangan). c. Dalam hal impor diatas US$5,000 dan ekspor barang-barang yang memperoleh sertifikat ekspor maka diperlukan dokumen lain, yakni Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP). d. Dokumen-dokumen pengapalan yang umumnya diisyaratkan dalam L/C antara lain: daftar pengepakan, certificate of inspection, surat keterangan asal, weight 95) Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 56. 96) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 28. 97) Ibid. 98) Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 157-158.

41 certificate/note/list, daftar pengukuran, certificate of analyst, certificate of quality, dan sebagainya. Setiap bank tentu memiliki prosedur pelaksanaan L/C, dimana secara umum adalah berikut ini : 99 a. Setiap perusahaan yang ingin mengajukan L/C harus memiliki akun atau rekening di bank pemohon. b. Eksportir dan importir harus telah sepakat tentang hal-hal yang tercantum dalam sales contract, seperti : detail barang, delivery time, term of payment, shipment term, shipment documents dan kesepakatan yang telah diperbuat lainnya jika ada. c. Pemohon harus mengajukan pembukaan L/C kepada bank-nya dengan membawa semua dokumen terkait dengan transaksi tersebut. d. Apabila telah disetujui, maka L/C yang diterbitkan oleh bank pemohon akan diteruskan kepada advising bank selaku bank penerima yang akan akan diteruskan kepada beneficiary. e. Setelah barang dikirim dan kapal berangkat, perusahaan pelayaran akan menerbitkan Bill of Lading sebagai tanda bukti pengapalan. f. Eksportir harus membawa seluruh dokumen terkait dengan pengapalan seperti : Bill of Lading, invoice, daftar pengepakan, PEB, dan dokumen lengkap lainnya kepada advising bank. Jika semua dokumen tersebut cocok dengan sesuai dengan 99) Wawancara dengan Bapak Albert Tanady, selaku Institutional Banking Export Import Operations Bank DBS Jakarta, tanggal 3 November 2014.

42 L/C dan tidak ada discrepancy, maka advising bank boleh melakukan pembayaran Meskipun UCP tidak menjelaskan secara gamblang tentang prosedur pelaksanaan L/C, akan tetapi prosedur pelaksanaan L/C pada Bank DBS di atas telah sesuai dengan praktek kebiasaan dalam dunia perdagangan internasional. C. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Tentang L/C Sebelum menguraikan lebih jauh mengenai ketentuan yang mengatur tentang L/C, berikut merupakan makna betapa pentingnya L/C dalam transaksi bisnis internasional. Letter of credit payment mechanism is such as blood flow in body of international transactions. Letter of Credit, due to the need to have vital importance in international transactions is independent of the mother or the original transaction of purchase and sale and subsequently specific problems separately from it. 100 Lahirnya transaksi bisnis internasional dengan menggunakan L/C dipergunakan orang pada masa perdagangan di Romawi dan Lombardia dimana negara-negara tersebut saat itu memegang peranan dalam perdagangan dunia. Perkembangan dari bentuk yang sederhana sampai menjadi bentuk kredit yang modern dimulai kira-kira pada abad ke-17, dan di negara Inggrislah kredit berdokumen ini berkembang dan menjadi bentuk seperti sekarang. Bentuk kredit ini mengalami kemajuan pesat disana. 101 100) Maryam Solhi Lord, Marjan Alsadat Ojaghzadeh Mohammadi, Fatemeh Gowsi Rashtabadi, Nastran Mahmoudi, Sharareh Khoshnoud, The Role of Letter of Credit in International Trade, vol.3, no.11, 2013, hal. 51. 101) Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 29.

43 Sebelum tahun 1941 perdagangan didasarkan atas rasa saling percaya. Namun akibat pecahnya Perang Dunia I timbul akibat-akibat yang kurang menyenangkan, terjadi kegoncangan harga dan valuta dapat terjadi sewaktu-waktu, lalu lintas antar negara terputus sehingga menyebabkan putusnya hubungan sebagian besar relasirelasi dagang yang telah ada sebelumnya. 102 Sesudah Perang Dunia I selesai dan ketika dunia perdagangan internasional ingin membangun kembali transaksi internasional, ternyata pengusaha-pengusaha itu menghadapi kenyataan bahwa cara pembayaran yang diikuti sebelum perang yang berdasarkan kepercayaan semata-mata tidak dapat dipertahankan lagi. Adanya unsur resiko bagi eksportir dan importir tersebut telah mendorong mereka untuk menempuh cara yang termuat dalam documentary credit. Hal inilah yang membawa documentary credit sebagai alat pembayaran kepada suatu kemajuan dan perkembangan pesat dalam hukum perdagangan internasional. 103 Menurut laporan dari Sekjen PBB, untuk memenuhi Resolusi Sidang Umum nomor 2102/XX/tertanggal 20 Desember 1965, yang diartikan dengan Hukum Dagang Internasional (International Trade Law) adalah : Keseluruhan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan dagang yang bersifat hukum perdata dan mencakup berbagai negara (The body of rules governing commercial relationship of private law nature involving different countries). 104 102) Ibid., hal. 30. 103) Ibid., hal. 31. 104) Sudargo Gautama, Hukum Dagang Internasional, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 24.

44 Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang berbedabeda, karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut, baik para eksportir, importir, maupun petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri, baik yang berlaku di Indonesia maupun berbagai negara lain. 105 Dalam mengikuti kesepakatan perkembangan tersebut, banyak diantara bankbank yang pada waktu itu belum tercapai kesepakatan maupun keseragaman di dalam pemakaian istilah-istilah yang digunakan dalam transaksi jual beli internasional. Istilah-istilah ditafsirkan menurut pendapat masing-masing pihak, yang menyebabkan banyaknya perbedaan penafsiran, bahkan pertentangan. Penetapan secara yuridis yang menjadi hak dan kewajiban para eksportir dan importir-pun belum ada. 106 Akibat yang tidak terhindarkan dari hal tersebut yaitu bank-bank yang menjamin pembayaran telah terikat untuk memenuhi kewajiban pembayaran, sehingga banyak di antara bank-bank tersebut yang menderita kerugian. Untuk mengatasi kerugian-kerugian yang timbul tersebut, terutama di Amerika Serikat telah diadakan musyawarah untuk menyeragamkan istilah-istilah yang dipakai dalam letter of credit yaitu pada tahun 1919 yang disebut dengan American Foreign Trade Definition. Kemudian pada tahun 1920 diadakan New York Bankers Commercial Credit Conference yang menghasilkan Regulation Effecting Export Commercial Credit. 107 Setelahnya pada tahun 1933 barulah dikeluarkan ketentuan yang lebih 105) Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 2. 106) Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 31. 107) Ibid., hal. 32.

45 sempurna, International Reglement yang saat ini kita kenal dengan The Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC). Beberapa ketentuan yang mengatur tentang L/C yang dapat dijadikan acuan oleh para pihak dalam melaksanakan L/C. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di Indonesia. Namun ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 ini belum rinci mengatur tentang L/C. 108 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982 ini tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa yang mengatur bahwa L/C sebagai salah satu cara pembayaran dalam transaksi ekpor impor. PP No. 1 Tahun 1982 hanya menyatakan bahwa metode pembayaran perdagangan internasional dilakukan dengan tunai atau kredit. 109 Kemudian, dalam penjelasan PP No. 1 Tahun 1982 dinyatakan bahwa metode pembayaran perdagangan internasional dapat dilakukan dengan : a. Advance Payment; b. Letter of Credit; c. Collection dengan kondisi Documents Against Payment dan Documents Against Acceptance; 108) Ramlan Ginting, Letter of Credit; Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), hal. 40. (selanjutnya disebut buku II). 109) Pasal 3 ayat (1) PP No. 1 Tahun 1982.

46 d. Open Account; e. Consignment, dan f. Metode pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan internasional sesuai kesepakatan antara eksportir dan importir. Selanjutnya, PP No.1 Tahun 1982 mengamanatkan agar Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia bersama-sama atau masing-masing dalam bidangnya mengeluarkan peraturan pelaksanaan atas metode pembayaran perdagangan internasional, namun hingga saat ini tindak lanjut amanat PP No. 1 Tahun 1982 belum terlaksana sebagaimana seharusnya. PP No. 1 Tahun 1982 ini belum mencantumkan ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang L/C sehingga digunakan ketentuan UCP. 110 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003 pada tanggal 23 Juni 2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor. Ketentuan lainnya tentang L/C juga dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003 pada tanggal 23 Juni 2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor. Peraturan ini memuat tentang pembayaran transaksi impor dapat dilakukan dengan menggunakan L/C ataupun tanpa L/C. 111 110) Ramlan Ginting, Peranan Bank Indonesia Dalam Mendorong Ekspor Melalui Pengaturan Metode Pembayaran dan Metode Pembiayaan Perdagangan Internasional, vol.2, no.3, 2004, hal. 8. 111) Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

47 Pihak Bank menerbitkan L/C dalam rangka pembayaran transaksi impor atas dasar permintaan importir yang diajukan kepada Bank dengan mengisi formulir permohonan penerbitan L/C. Bank hanya dapat mengubah L/C atas dasar permintaan importir yang diajukan kepada Bank dengan mengisi formulir permohonan perubahan L/C. 112 Regulasi ini menetapkan bahwa formulir permohonan penerbitan L/C sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut : 113 a. nama jelas dan alamat importir; b. nama jelas dan alamat eksportir; c. nilai L/C; d. syarat pembayaran atas unjuk, pembayaran kemudian atau berjangka, akseptasi atau negosiasi; e. jenis/rincian dokumen; f. tanggal terakhir pengajuan dokumen; g. tempat pengajuan dokumen; h. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo L/C; i. nomor dan tanggal surat ijin dari instansi yang berwenang untuk impor barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya; j. media penerbitan L/C : surat, teleks, atau sarana lainnya; 112) Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003. 113) Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

48 k. uraian barang antara lain meliputi nama dan jenis barang, jumlah barang, harga satuan, harga FOB/C&F/CIF; l. tarif (Bea Masuk, Cukai, PPN, PPnBM & PPh impor); m. nomor HS (Harmonized System) / pos tarif; n. asuransi; o. tanggal terakhir pengapalan barang; p. negara tujuan pengapalan barang; q. negara asal barang; r. pencantuman pernyataan umum tunduk pada syarat-syarat umum bank untuk penerbitan L/C. Perihal bank dalam menerbitkan atau melakukan perubahan L/C, maka bank wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: 114 a. meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir dalam formulir permohonan penerbitan atau perubahan L/C; b. memastikan bahwa importir telah memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya; c. meneliti surat persetujuan impor barang dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang dicantumkan dalam formulir permohonan penerbitan L/C 114) Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

49 dalam hal barang yang diimpor merupakan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya. Bank dilarang menerbitkan atau melakukan perubahan L/C apabila importir tidak memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya. 115 Dalam hal bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini maka bank dikenakan sanksi dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank. 116 3. Ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang UCP. Ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang UCP juga mengatur bahwa jika dalam penerbitan L/C disepakati untuk menerapkan UCP maka dalam L/C harus secara tegas dicantumkan penundukan pada UCP. Dengan demikian, walaupun tidak mewajibkan suatu L/C harus tunduk pada UCP, namun Bank Indonesia mendukung agar UCP dipergunakan dalam praktek penerbitan L/C oleh bank-bank umum. 117 Isi Surat Edaran Bank Indonesia tersebut dilatarbelakangi status UCP yang bukan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan mengikat. Maka Bank Indonesia dalam Surat Edaran dimaksudkan secara eksplisit mengharuskan L/C yang diterbitkan bank umum tunduk 115) Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003. 116) Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003. 117) Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang UCP.

50 pada UCP ini. 118 Hal ini berarti Bank Indonesia menjadikan UCP bagian dari hukum nasional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sejalan dengan pernyataan diatas, hal yang sama juga dikemukakan Tim Pengkajian Hukum tentang L/C, Agus Sudrajat yang mengatakan bahwa UCP merupakan payung transaksi Letter of Credit yang merupakan kodifikasi praktek dan kebiasaan internasional mengenai L/C. UCP tidak merupakan produk hukum, UCP tidak memiliki force of law. UCP hanya mengikat secara hukum apabila para pihak dalam L/C menyatakan L/C yang bersangkutan tunduk pada UCP. 119 4. Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) International Chamber of Commerce (ICC) Publication Nomor 600 atau UCP 600. Pada tahun 1933, Majelis Perdagangan Internasional (The Council of The International Chamber of Commerce) telah berhasil mengeluarkan ketentuan yang lebih sempurna yang disebut International Reglement atau sekarang disebut UCP. 120 Kamar Dagang Internasional menuangkan peraturan L/C secara internasional ke dalam The Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC). UCP ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82 pada kongres ke-7 dari UCPDC. 118) Ramlan Ginting, Buku II, hal. 41. 119) Agus Sudrajat, dkk., Pengkajian Hukum Tentang Masalah Hukum L/C Sebagai Alat Pembayaran Dalam Perdagangan, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1998), hal. 12. 120) Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 32.

51 Perkembangan selanjutnya UCP ini mengalami revisi-revisi seiring dengan begitu dinamisnya dunia bisnis internasional, serta sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu. 121 Revisi pertama dilakukan pada tahun 1951. Pada tahun 1951 International Reglement disempurnakan dan menghasilkan UCPDC yang dalam bahasa Perancis Regles et Usances Uniformes Relatives au Credits Documentaires yang berlaku sejak 1 Januari 1952. Revisi tahun 1951 tersebut ditujukan untuk menyesuaikan semua peraturan tahun 1933 dengan perkembangan-perkembangan yang dialami dan yang terjadi di antara tahun 1933 sampai tahun 1951 dalam lalu lintas perdagangan antar negara. Sehingga peraturan tersebut dipandang dapat menampung kebutuhan negaranegara peserta. Namun demikian, revisi tahun 1951 ini masih dianggap kurang karena negara Inggris menolak untuk menjadi peserta dan tunduk pada peraturan tersebut. Hal ini menyebabkan negara-negara peserta lain menganggap bahwa lingkungan berlakunya peraturan ini masih terbatas, karena dalam kenyataanya mereka banyak berhubungan dengan Inggris dalam hal ekspor-impor barang. 122 Revisi kedua dilakukan pada tahun 1962. Pada bulan Nopember 1962, International Chamber of Commerce berhasil mengadakan revisi lagi dengan ditandai masuknya Inggris sebagai negara peserta. Dalam peraturan lama, penekanan dan perhatian mengenai pihak bank menjadi sangat penting. Namun saat Inggris bergabung, ia mengemukakan bahwa tidak hanya kedudukan bank saja yang harus 121) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 33. 122) Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 32.

52 diperhatikan, tetapi juga kedudukan pihak pembeli. Adapun dasar alasannya yaitu bahwa semua hak dan kewajiban yang timbul dari tindakan pembukaan L/C bersumber pada amanat atau kuasa yang diberikan oleh pembeli sebagai applicant kepada issuing bank. Hak dan kewajiban dari bank maupun beneficiary atas L/C itu semuanya bersumber dari amanat tersebut. Setelah Inggris menjadi peserta dan menganut ketentuan yang telah direvisi pada tahun 1962, maka teks dari bahasa Perancis secara resmi diganti ke dalam bahasa Inggris. 123 Revisi ketiga kalinya pada tahun 1974. Hal yang menjadi pendorong International Chamber of Commerce untuk meninjau kembali peraturan yang telah ada, hingga akhirnya pada tahun 1974 dengan Publication No.290 mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Oktober 1975 adalah perkembangan pesat dalam dunia pengangkutan barang-barang dalam perdagangan internasional. Barang-barang yang diperdagangkan tidak lagi diangkut secara terpisah-pisah, tetapi sudah dimasukkan ke dalam container baik itu dalam bentuk Full Container Loaded maupun Less Container Loaded. 124 Maka dari itu, syarat-syarat pengangkutan juga sudah berbeda dan sebagai konsekuensinya dokumen-dokumen pengangkutan-pun harus menyesuaikan perkembangan tersebut. Hal tersebutlah yang mendorong dilakukannya revisi tersebut. Revisi keempat pada tahun 1983. Revisi ini dilakukan oleh ICC Commision on Banking Technique and Practice dibawa pimpinan Bernard S. Wheble yang mulai 123) Ibid., hal. 33. 124) Ibid., hal. 34.

53 berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1984 dan dikenal dengan sebutan Revision ICC Publication No.400. Kurun waktu hampir sepuluh tahun dari revisi ketiga hingga keempat, maka dalam perkembangannya banyak masalah yang timbul yang semata-mata disebabkan karena kemajuan teknologi dan perubahan kebiasaan dalam dunia usaha, yang pada hakekatnya menyangkut empat aspek pokok yaitu: 125 a. Berlanjutnya perkembangan teknologi pengangkutan dan perluasan secara geografis yang dikuti oleh beberapa negara; b. Pengaruh perkembangan fasilitas di bidang perdagangan internasional terutama munculnya jenis-jenis dokumen baru; c. Perkembangan teknologi di bidang komunikasi yang menggantikan kertas sebagai suatu upaya pengiriman informasi data, beralih dengan menggunakan metode automate/electronic data processing; d. Perkembangan jenis baru dari documentary credit. Revisi kali ini mengutarakan pula bahwa pengertian letter of credit seperti yang sekarang dijumpai dalam peraturan internasional tersebut adalah tidak sama seperti pada permulaan cara pembayaran itu dikenal. Documentary L/C pada permulaanya tidaklah dibuka oleh bank, melainkan oleh pedagang-pedagang. Oleh karena itu dikenal dengan nama Merchant s Letter of Credit, yang kemudian berkembang menjadi Banker s Letter of Credit. Merchant s Letter of Credit ini mengandung pengertian bahwa bank sama sekali tidak mengikatkan dirinya terhadap 125) Ibid.

54 beneficiary dalam pembukaan kredit. Pembeli langsung mengikatkan dirinya kepada penjual untuk membayar melalui banknya. 126 Revisi kelima dilakukan pada tahun 1993 dengan terbitan nomor 500 dan populer dengan istilah UCP 500, terdiri dari 49 artikel yang mulai digunakan sejak tanggal 1 Januari 1994. Seorang pakar hukum asal Australia, Thanuja Rodrigo berpendapat bahwa UCP 500 ini memperkenalkan sejumlah aturan baru. Para hukum lainnya seperti Ellinger juga menunjukkan optimismenya terhadap aturan ini, yang merupakan langkah lebih lanjut dalam arah yang benar. UCP 500 ini juga berusaha untuk menjawab banyak pertanyaan para bankir dan pedagang tentang istilah-istilah dalam negosiasi, waktu serta jumlah hari dalam pemeriksaan dokumen. The 1993 revision which is widely known as the UCP 500 came into operation on 1st January 1994. The rules introduced a number of novel provisions. Ellinger has expressed optimism that these rules would constitute a further step in the right direction. UCP 500 sought to answer many questions the bankers and traders have had to face with, including the definitions of terms such as negotiation, reasonable time and the appropriate number of days to check the documents. 127 Selain hal tersebut dalam UCP 500 ini, ICC mengemukakan bahwa UCP bukanlah satu-satunya sumber hukum L/C. Sumber hukum lainnya yaitu hukum kebiasaan internasional, putusan pengadilan, dan peraturan perundang-undangan. UCP sering menggunakan pengadilan karena keberadaan UCP telah diterima secara internasional. Akan tetapi, pencantuman klausul tunduk pada UCP dalam L/C bukan 126) Ibid., hal. 35. 127) Thanuja Rodrigo, UCP 500 to 600: A Forward Movement, vol.2, no.18, 2011, hal. 2.

55 berarti larangan bagi hakim untuk menggunakan sumber hukum lainnya. 128 Pendapat ini dikemukakan oleh ICC yang berbunyi : 129 Because of its incorporation into the Documentary Credit, the UCP governs Documentary Credits primarily, but not solely. Courts and arbitration tribunals often apply the UCP because it is the most universally followed set of customery Documentary Credit rules and because it is perceived as being quite close to the level of perfection permitted by the laws of international compromised. However, it must be recognised that incorporation of the UCP into the Documentary Credit does not prevent a court from appliying its country s national law Hal tersebut memiliki makna bahwa pengadilan dapat menggunakan hukum nasional negaranya, melihat kenyataan bahwa tidak semua aspek di dalam L/C diatur oleh UCP. Maka dari itu, hukum nasional dan UCP dapat dipakai sebagai acuan untuk menyelesaikan kasus L/C. Tentunya hukum kebiasaan internasional juga dapat dipakai. Revisi keenam sekaligus yang terbaru dilakukan pada tahun 2007 yang kita kenal dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) International Chamber of Commerce (ICC) Publication Nomor 600 atau UCP 600 yang terdiri dari 39 artikel dinyatakan mulai berlaku di seluruh dunia pada tanggal 1 Juli 2007 menggantikan pedoman sebelumnya yaitu UCP 500. 130 Sejak tanggal tersebut diharapkan semua bank mengacu pada UCP 600. Namun demikian, secara formal UCP 600 tidak mencabut UCP 500. Artinya dalam UCP 600 tidak ada ketentuan mengenai pencabutan UCP 500. ICC yang 128) Ramlan Ginting, Buku II, hal. 42. 129) ICC, UCP 500 & 400 Compared, hal. 2. 130) Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 53.

56 menerbitkan UCP 600 menyatakan bahwa UCP 600 berlaku mulai tanggal 1 Juli 2007, tetapi tidak mencabut atau menyatakan UCP 500 tidak berlaku lagi sejak saat itu. Oleh karena itu, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak dalam L/C masih dapat melakukan kesepakatan untuk memberlakukan UCP 500 atau UCP 600. 131 Secara substansi terdapat beberapa perbedaan pokok antara UCP 600 dengan UCP 500 seperti: 132 a. Artikel 14 b UCP 600 mengatakan bahwa bank memiliki waktu maksimal 5 (lima) hari kerja perbankan setelah hari presentasi untuk menentukan presentasi yang sesuai (complying presentation). A nominated bank acting on its nomination, a confirming bank, if any, and the issuing bank shall each have a maximum of five banking days following the day of presentation to determine if a presentation is complying. This period is not curtailed or otherwise affected by the occurrence on or after the date of presentation of any expiry date or last day for presentation. 133 Sedangkan, artikel 13 b UCP 500 mengatakan bahwa bank memiliki waktu maksimal 7 (tujuh) hari kerja perbankan setelah dokumen diterima. The Issuing Bank, the Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, shall each have a reasonable time, not to exceed seven banking days following the day of receipt of the documents, to examine the documents and determine whether to take up or refuse the documents and to inform the party from which it received the documents accordingly. 134 131) Ramlan Ginting, Buku I., hal. 7. 132) Ramlan Ginting, Buku II., hal. 48. 133) UCP 600, Artikel 14 b. 134) UCP 500, Artikel 13 b.

57 Artikel di atas, terlihat bahwa batas waktu bank untuk meneliti dokumen dipersempit berdasarkan UCP 600 dibandingkan UCP 500. b. Artikel 14 d UCP 600 mengatakan bahwa data dalam sebuah dokumen tidak perlu identik dengan data dalam dokumen dimaksud. Data in a document, when read in context with the credit, the document itself and international standard banking practice, need not be identical to, but must not conflict with, data in that document, any other stipulated document or the credit. 135 Sedangkan, artikel 13 a UCP 500 mengatakan dokumen-dokumen yang nyata tidak konsisten satu terhadap yang lainnya akan dianggap sebagai tidak sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Banks must examine all documents stipulated in the credit with reasonable care, to ascertain whether or not they appear, on their face, to be in compliance with the terms and conditions of the credit. Compliance of the stipulated documents on their face with the terms and conditions of the credit, shall be determined by international standart banking practice as reflected in these articles. Documents which appear on their face to be inconsistent with one another will be considered as not appearing on their face to be in compliance with the terms and conditions of the credit. Documents not stipulated in the credit will not be examined by banks. If they receive such documents, they shall return them to the presenter or pass them on without responsibility. 136 Artikel di atas menunjukkan bahwa ukuran kesesuaian yang ditentukan dalam UCP 600 lebih longgar dibandingkan dengan UCP 500. c. Artikel 12 b UCP 600 mengatakan bahwa menunjuk bank untuk mengaksep wesel atau menanggung janji pembayaran, bank penerbit memberi kuasa kepada 135) UCP 600, Artikel 14 d. 136) UCP 500, Artikel 13 a.

58 bank yang ditunjuk untuk melakukan prepay atau purchase atas wesel yang diaksep atau janji pembayaran kemudian yang ditanggung bank yang ditunjuk. By nominating a bank to accept a draft or incur a deferred payment undertaking, an issuing bank authorizes that nominated bank to prepay or purchase a draft accepted or a deferred payment undertaking incurred by that nominated bank. 137 Sedangkan, UCP 500 tidak memiliki ketentuan seperti ini. d. Artikel 15 b UCP 600 mengatakan bahwa bilamana confirming bank menetapkan bahwa terdapat presentasi yang sesuai maka confirming bank wajib membayar atau menegosiasi dan meneruskan dokumen-dokumen kepada bank penerbit. When a confirming bank determines that a presentation is complying, it must honour or negotiate and forward the documents to the issuing bank. 138 Sedangkan, artikel 9 b UCP 500 mengatakan bahwa konfirmasi atas irrevocable L/C oleh confirming bank merupakan suatu janji pasti dari confirming bank, sebagai tambahan terhadap janji pasti dari bank penerbit, sepanjang dokumendokumen yang diajukan memenuhi syarat dan kondisi L/C. A confirming bank of an irrevocable credit by another bank (the Confirming Bank ) upon the authorisation or request of the Issuing Bank, constitues a definite undertaking of the Confirming Bank, in addition to that of the Issuing Bank, provided that the stipulated documents are presented to the Confirming Bank or to any other Nominated Bank and that the terms and conditions of the credit are complied with... 139 137) UCP 600, Artikel 12 b. 138) UCP 600, Artikel 15 b. 139) UCP 500, Artikel 9 b.

59 Artikel di atas menunjukkan bahwa tanggung jawab confirming bank untuk membayar L/C lebih tegas dan jelas berdasarkan UCP 600 dibandingkan dengan UCP 500. e. Artikel 2 dan artikel 3 UCP 600 memuat definisi atas istilah yang digunakan dalam UCP 600. Misalnya pengertian advising bank, applicant, banking day, beneficiary, dan seterusnya. Sedangkan, UCP 500 tidak memiliki artikel khusus mengenai istilah dalam L/C. Sebagai sebuah kerangka acuan yang sama di semua negara, dalam transaksi bisnis yang menggunakan L/C, UCP memiliki berbagai karakter hukum, sebagai berikut : 140 a. UCP menganut prinsip separation. Prinsip ini berarti perjanjian tata cara pembayaran dengan L/C merupakan kontrak yang terpisah dengan sales contract atau kontrak lainnya, meskipun dalam kontrak tersebut berisi ketentuan tentang klausula penggunaan L/C. Bank yang terlibat dalam pembayaran transaksi yang menggunakan L/C tidak bisa dilibatkan dalam kontrak bisnis para pihak. Artinya jika terjadi wanprestasi (misalnya tentang pembayaran atau pengiriman barang) dalam kontrak bisnis para pihak, maka pihak bank tidak bisa ditarik sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. Bank hanya bertanggung jawab sepanjang mengenai dokumen-dokumen L/C sesuai dengan perjanjian kredit yang bersangkutan. b. UCP merupakan hukum yang mengatur. 140) Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 62.

60 UCP 600 merupakan hukum yang bersifat mengatur. Sifat mengatur ini didasarkan pada prinsip lex specialis derogat lex generalis yang dianut dalam Arikel 1 UCP 600 yang berbunyi : The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 2007 Revision, ICC Publication no. 600 (UCP) are rules that apply to any documentary credit (credit) (including, to the extent to which they may be applicable, any standby letter of credit) when the text of the credit expressly indicates that it is subject to these rules. They are binding on all parties thereto unless expressly modified or excluded by the credit. 141 Dengan prinsip ini berarti UCP 600 hanya akan digunakan sebagai hukum yang mengatur hubungan para pihak sepanjang mereka tidak mengisyaratkan atau mengatur mekanisme sendiri dalam hubungan hukum antara mereka. Maka sifat UCP ini adalah memaksa. Dengan demikian pemberlakuan ketentuan UCP sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata. UCP 600 tersebut bukan hanya mengatur tentang peraturan baku serta mekanisme pelaksanaan L/C. Namun ia juga mengantisipasi, apabila di dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan oleh para pihak. Dalam hal ini, aturan baku menjadi pedoman dalam pelaksanaan L/C sehingga sejauh mungkin dapat dihindari perbedaan atau kesalahan penafsiran di antara para pihak dalam melaksanakan L/C. 142 Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam praktik perbankan Indonesia telah digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an, maka Bank Indonesia mendukung keberadaan praktik tersebut. Bank Indonesia mendukung UCP untuk dijadikan sebagai ketentuan L/C karena ia melihat bahwa rasa aman tercipta jika L/C tunduk pada UCP. 141) UCP 600, Artikel 1. 142) Ramlan Ginting, Buku II., hal. 44.

61 Selain keempat peraturan di atas, beberapa regulasi terkait dengan ekspor impor yang perlu diperhatikan, meskipun di dalamnya tidak dibahas tentang L/C. Peraturan tersebut antara lain tercantum dalam: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; 3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 10/M- DAG/PER/3/2009 tentang Ekspor Barang yang Wajib Menggunakan Letter of Credit; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006; 5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/1/2007; 6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan Di Bidang Ekspor; Berdasarkan paparan di atas terkait ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang L/C, apabila dikaitkan dengan teori pertanggung jawaban hukum itu sendiri maka bank memiliki kewajiban dan tanggung jawab sebagai pihak yang berurusan dengan dokumen-dokumen, misalnya memeriksa semua dokumen dengan ketelitian yang wajar untuk memperoleh kepastian bahwa dokumen-dokumen tersebut telah sesuai dengan L/C.