Analisa Karakteristik Katup Ekspansi Termostatik Dan Pipa Kapiler Pada Sistem Pendingin Water Chiller

dokumen-dokumen yang mirip
KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN THERMOSTATIC EXPANTION VALVE PADA REFRIGERASI AC SPLIT. Harianto 1 dan Eka Yawara 2

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II LANDASAN TEORI

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

ANALISA AUDIT KONSUMSI ENERGI SISTEM HVAC (HEATING, VENTILASI, AIR CONDITIONING) DI TERMINAL 1A, 1B, DAN 1C BANDARA SOEKARNO-HATTA

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

PENGARUH ALAT EKSPANSI TERHADAP TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP

BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Pengaruh Penggunaan Suction Liquid Heat Exchanger dan Tube in Tube Heat Exchanger Pada Refrigerator Terhadap Daya Kompresor dan Waktu Pendinginan

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer

Analisa Performansi Pengkondisian Udara Tipe Window dengan Penambahan Alat Penukar Kalor

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

EFEK UDARA DI DALAM SISTEM REFRIGERASI

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga

Pengaruh High Pressure Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigerasi Dengan Menggunakan R-134a Dan Refrigeran Hidrokarbon

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN ANALISA PERFORMANSI REFRIGERATOR DOUBLE SYSTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA REFRIGERASI (REF) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

DASAR TEKNIK PENDINGIN

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

ANALISA PERFORMANSI HEAT PUMP MENGGUNAKAN COUNTER FLOW HEAT EXCHANGERS

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

BAB II LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN PANAS DI PIPA TEKANAN TINGGI PADA MESIN PENDINGIN (AC)

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151

Basic Comfort Air Conditioning System

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUHPENGGUNAAN EJEKTOR SEBAGAI PENGGANTI KATUP EKSPANSI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA SIKLUS REFRIGERASI PADA MESIN AC

MODUL PRAKTIKUM. Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

ANALISIS SISTEM REFRIGERASI ICE BANK UNTUK PENDINGINAN SUSU DI PT. INDUSTRI SUSU ALAM MURNI BANDUNG

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

Analisa Ekperimen Terhadap Laju Aliran Volume pada Sistem AC Central Jenis Water Chiller

Commissioning & Maintenance of Air Conditioning System

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

Transkripsi:

Analisa Karakteristik Katup Ekspansi Termostatik Dan Pipa Kapiler Pada Sistem Pendingin Water Chiller Alimansyah Fazri 1, Budha Maryanti 2 1,2) Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Balikpapan Jl. Pupuk Raya Balikpapan. Telp./Fax. 0542-764205 Email : afmbsmw@yahoo.com; budha_maryanti@yahoo.com Abstract The cooler system of chiller water consists of two cycles which interconnected each other that is the primary cycle and the secondary cycle. This primary cycle is the cooler system of vapor compression and the secondary cycle is the water cooling system which is circulated and met the part of evaporator from primary system. This research is conducted to compare the value of COP (Coefficient Of Performance) by used two expansion devices that is thermostatic expansion valve (TXV) and capillary pipe which are attached in primary cycle for unit of water chiller. The result of test of performance indicates that cooler system of water chiller when operating with TXV has the value of COP equal 3.86 to 4.01, while with capillary pipe equal 3.59 to 3.74. The usage of TXV is capable to cool the evaporator output water (water chilled) to 10 o C, while at capillary pipe equal 12 o C. Thereby the application of TXV if it is used to the cooler system of water chiller having performance is better to be compared by using the capillary pipe. Key words: water chiller, The application of expansion device, COP (Coefficient Of Performance). Abstrak Sistem pendingin water chiller terdiri dari dua siklus yang saling berkaitan yaitu siklus primer dan siklus sekunder. Pada siklus primer merupakan sistem pendingin kompresi uap dan pada siklus sekunder merupakan sistem pendinginan air yang disirkulasikan dan bertemu pada bagian evaporator dari sistem primer. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan nilai COP (Coefficient Of Performance) dengan menggunaan dua alat ekspansi yaitu katup ekspansi termostatik (TXV) dan pipa kapiler yang dipasang pada siklus primer pada unit water chiller. Hasil uji performansi menunjukkan bahwa sistem pendingin water chiller ketika beroperasi dengan TXV mempunyai nilai COP sebesar 3,86 hingga 4,01, sedangkan dengan pipa kapiler sebesar 3,59 hingga 3,74. Penggunaan TXV mampu mendinginkan air keluaran evaporator (chilled water) hingga 10 o C, sedangkan pada pipa kapiler sebesar 12 o C. Dengan demikian aplikasi TXV jika digunakan pada sistem pendingin water chiller mempunyai performansi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pipa kapiler. Kata kunci : water chiller, aplikasi alat ekspansi, COP (Coefficient Of Performance). 1. Pendahuluan Pada zaman modern saat ini bangunan gedung-gedung bertingkat dan perkantoran umumnya menggunakan sistem pengkondisi udara sentral. Hal ini karena pertimbangan biaya operasional serta perawatan lebih murah dan mudah. Salah satu sistem pengkondisi udara sentral yang digunakan adalah sistem water chiller. Untuk mendapatkan pendinginan yang diinginkan dari sistem water chiller ini, maka bagian evaporator dari sistem primer dibuat atau dirancangkan sedemikian rupa sehingga mampu menyerap kalor dari air (chilled water) yang akan didinginkan semaksimal mungkin sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan memasang alat ekspansi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik sistem pendinginan water chiller tersebut. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk : Mengetahui besarnya nilai COP (Coefficient of Performance) yang dihasilkan oleh katup ekspansi 18

1) termostatik atau Termostatic Expantion Valve (TXV) dan pipa kapiler. 2) Mengetahui perbandingan karakteristik efek pendingin yang dihasilkan ketika water chiller beroperasi menggunakan TXV dan pipa kapiler. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Sistem Pendingin Water Chiller Pengkondisian udara adalah proses penanganan udara untuk mengontrol secara serempak terhadap temperatur, kelembaban, kebersihan dan distribusi untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Dengan melakukan pengkondisian udara tersebut, setiap orang dapat mengatur temperatur, kelembaban udara sesuai dengan yang diinginkan sehingga dapat menghasilkan pengkondisian udara yang nyaman (comfortair conditioning). Di masyarakat alat pengkondisian udara ini biasa dikenal dengan sebutan AC (Air Conditioner), yang mana salah satu jenisnya adalah water chiller. AC jenis water chiller terdiri dari dua siklus yang saling berkaitan, siklus refrigeran primer dan refrigeran sekunder. Pada siklus primer refrigeran primer tersirkulasi melalui empat komponen utama AC yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi, dan evaporator. Refrigeran dikompresikan oleh kompresor menuju kondensor kemudian menuju alat ekspansi dan evaporator. Prinsip kerja pada siklus primer ini merupakan prinsip kerja kompresi uap. Refrigeran primer mengalami evaporasi dengan menyerap panas dari refrigeran sekunder. Refrigeran sekunder yang biasa digunakan dalam hal ini adalah air utility (utility water). Pada sistem water chiller ini, air utility pertama kali didinginkan di ruang evaporator pada sistem refrigerasi untuk mendapatkan temperatur 8 o C hingga 10 o C. Air utility (chilled water) yang sudah dingin ini kemudian dipompakan ke unit penanganan udara atau AHU (Air Handling Unit) dan selanjutnya menuju terminal FCU (Fan Coil Unit) dimana udara akan dikondisikan. Setelah melewati unit penanganan udara AHU temperatur chilled water meningkat berkisar 16 o C hingga 20 o C dan dengan temperatur sebesar itu udara pada ruangan yang akan didinginkan dapat mencapai berkisar antara 18 o C hingga 22 o C. Berikut adalah skema umum sistem pendingin water chiller : Gambar 1. Skema umum sistem pendingin water chiller 2.2. Alat Ekspansi 1. Katup ekspansi termostatik Katup ekspansi termostatik adalah jenis katup yang paling banyak digunakan, karena efisiensinya tinggi dan mudah diadaptasikan dengan berbagai aplikasi refrigerasi. Bagian utama katup ekspansi termostatik adalah katup jarum dan dudukannya, diafragma, remote bulb yang berisi refrigeran cair, dilengkapi dengan pipa kapiler yang langsung terhubung ke diafragma, dan pegas yang dapat diatur tekanannya melalui sekrup pengatur tekanan. Seperti semua piranti kontrol laju aliran refigeran lainnya, katup ekspansi termostatik juga dilengkapi dengan filter dari kasa baja yang diletakkan di sisi masukan katup. Berikut gambar bagian dalam dari katup ekspansi termostatik : Gambar 2. Katup ekspansi termostatik (TXV) 19

Remote bulb dipasang pada sisi keluaran evaporator, dicekam atau diklem kuat pada saluran outlet evaporator agar dapat mendeteksi atau merespon langsung temperatur refrigeran yang mengalir pada sisi outlet evaporator. Kerja katup ekspansi termostatik merupakan hasil interaksi tiga jenis tekanan yang bekerja pada diafragma, yaitu tekanan pegas dan tekanan evaporasi yang akan menekan diafragma sehingga cenderung menutup katup. Dan tekanan yang dihasilkan oleh refrigeran saturasi yang ada di dalam remote bulb bila refrigerannya mengembang yang melawan tekanan pegas dan tekanan evaporasi, sehingga cenderung membuka katup. Gambar berikut memperlihatkan skematis cara kerja TXV. Gambar 3. Skematis cara kerja katup ekspansi termostatik 2. Pipa Kapiler Sistem pengontrol laju refrigeran yang lebih sederhana adalah pipa kapiler. Seperti namanya pipa kapiler terdiri dari pipa panjang dengan diameter yang sangat kecil. Diameter pipa kapiler antara 0,25 inci sampai 0,375 inci. Pipa kapiler digunakan untuk menurunkan tekanan refrigeran dari kondisi sub-dingin hingga fasa campuran. Penurunan tekanan di dalam pipa kapiler disebabkan oleh gesekan dan percepatan refrigeran yang mengalir dalam pipa kapiler tersebut. Pipa kapiler biasanya digunakan untuk sistem yang berkapasitas kecil hingga 10 kw. Pada ukuran panjang dan diameter tertentu, pipa kapiler memiliki tahanan gesek yang cukup tinggi sehingga dapat menurunkan tekanan kondensasi yang tinggi ke tekanan evaporasi yang rendah. Pipa kapiler berfungsi menakar jumlah refrigeran cair ke evaporator dan untuk menjaga beda tekanan antara tekanan kondensasi dan tekanan evaporasi agar tetap konstan. 3. Metodologi Penelitian 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu Maintenance Workshop yaitu SPS/MNP/ELC Utility Workshop milik perusahaan Total E&P Indonesie yang bergerak dibidang ekplorasi dan produksi minyak dan gas alam, sebagai Kontraktor Production Sharing (KPS) dengan Pertamina Direktorat Manajemen Production Sharing yang dibawah pengawasan oleh SKK Migas. SPS/MNP/ELC Utility Workshop ini berdiri sejak tahun 1977 dan beralamatkan di SPS (Senipah - Peciko-South Mahakam) Complex, Jalan Besar Handil Balikpapan, Sigagu, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei s/d Nopember 2015. 3.2. Obyek Penelitian Adapun obyek penelitian yang diamati oleh Penulis adalah sebuah mesin pendingin York Water Chiller berdaya 2 PK, yang biasa digunakan mendinginkan ruang penyimpanan (store house) paralatan listrik dan instrumentasi di SPS. 3.3. Alat dan Bahan Penelitian Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem pendinginan water chiller menggunakan dua siklus refrigerasi, yaitu siklus refrigeran primer dan siklus refrigeran sekunder, dan alat yang digunakan pada kedua siklus tersebut ialah berbeda. Berikut alat dan bahan yang terdapat didua siklus tersebut: 20

Gambar 4. Alat pengujian water chiller Alat dan bahan yang terdapat pada siklus refrigeran primer antara lain : 1. Satu unit kompresor dengan daya 2 PK, 2. Satu unit kondensor dilengkapi dengan saluran udara, 3. Refrigeran jenis R-134a yang sudah ada dalam sistem, 4. Dua unit alat ekspansi berupa pipa kapiler dan katup ekspansi termostatik, 5. Dua buah katup di pasang pada sebelum masing-masing alat ekspansi, 6. Satu unit evaporator. Alat dan bahan yang terdapat pada siklus refrigeran sekunder antara lain : 1. Satu unit pompa sentrifugal beserta katup yang terpasang pada discharge, 2. Satu unit penampungan air (utility water), 3. Satu unit meteran air untuk mengukur debit air. Selain alat dan bahan di atas untuk penelitian ini juga memerlukan alat-alat instrumentasi tambahan diantaranya: 1. Thermometer digital dengan sensor termokopel dengan range 0 o C hingga 150 o C, untuk mengukur temperatur refrigeran primer di titik tingkat keadaan 1, 2, 3, dan 4 (lihat gambar 2.1, halaman 5) dan juga untuk mengukur temperatur air utility yang keluar dan masuk dari chiller. 2. Amperemeter untuk mengukur besarnya arus listrik. 3. Voltmeter untuk mengukur tegangan listrik. Dengan diketahui arus dan tegangan listrik, kita dapat menghitung daya kompresor pada saat penelitian ini dilakukan. 4. Pressure Gauge (PG) yang digunakan untuk pengukuran tekanan, untuk mendapatkan keadaan tekanan refrigeran digunakan pengukur tekanan tabung Bourdon yang banyak digunakan dalam pengukuran tekanan statik. Sistem pemipaan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja dan efisiensi pada suatu sistem mesin pendingin water chiller ini. Sistem pemipaan merupakan saluran untuk mengalirkan refrigeran ke masing-masing komponen utama dengan bentuk siklus tertutup. Sistem pemipaan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kebocoran refrigeran yang merupakan sebagai fluida pendingin. Sistem pemipaan terbuat dari pipa tembaga dengan diameter 1/2 inci untuk saluran dari evaporator ke kompresor, serta 3/8 inci dari kompresor ke kondensor. Dari kondensor ke alat ekspansi serta dari alat ekspansi ke evaporator menggunakan pipa tembaga dengan diameter 1/2 inci. Skema sistem pemipaan dari sistem pendinginan ini dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 5 Skema aliran sistem pendingin water chiller 3.4. Prosedur Penelitian 1. Melakukan uji performansi sistem kerja water chiller, 2. Pengamatan masing-masing alat ekspansi terhadap suatu debit air a. Pada temperatur air keluar sistem water chiller, 21

b. Pada temperatur refrigeran di siklus primer, c. Dan juga pada penyerapan kalor di evaporator. 3. Melakukan perhitungan nilai COP (Coefficient Of Performance) pada kondisi aktual untuk katup ekspansi termostatik, 4. Melakukan perhitungan nilai COP (Coefficient Of Performance) pada kondisi aktual untuk pipa kapiler, 5. Melakukan perbandingan nilai COP (Coefficient Of Performance) aktual dari masing-masing alat ekspansi terhadap suatu debit air yang dialirkan, 3.5. Diagram Alir Penelitian Gambar 6. Diagram Alir Penelitian 3.6. Variabel Penelitian: a. Variabel Bebas Pada penelitian ini variabel bebas terdiri dari : - Jenis alat ekspansi (Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler berukuran ¼ inci). - Debit air (m 3 /detik) b. Variabel Terikat 1. Nilai koefisien performansi (COP ) 2. Temperature air keluar water chiller c. Variabel Kontrol - Jenis refrigeran R-134a. 4.Hasil Dan Pembahasan 4.1 Data Penelitian Setelah melakukan serangkaian uji coba pada water chiller di SPS Utility Workshop, dimana pengujian masingmasing alat ekpansi pada water chiller yang beroperasi dilakukan secara bergantian. Pengujian ini mencakup pengambilan data diantaranya debit air yang dihasilkan oleh pompa, temperatur refrigeran yang keluar dari evaporator, temperatur air yang keluar dari evaporator, temperatur refrigeran keluaran kompresor, dan hasil perhitungan nilai COP. Untuk menghitung seberapa besar nilai COP yang dihasilkan oleh water chiller baik ketika water chiller beroperasi menggunakan TXV maupun pada saat menggunakan pipa kapiler, pada penelitian ini menggunakan tabel temperatur refrigeran R-134a yang tersedia pada properties. Dimana besarnya nilai entalpi tersebut berdasarkan nilai temperatur yang didapat pada masing-masing kondisi debit air dan kemudian nilai-nilai entalpi tersebut kita masukkan kedalam persamaan. Data penelitian ketika water chiller beroperasi dengan menggunakan TXV: 1) Q1(debit air) 0,000109 m 3 /detik T1 14 o C hg1 258,370 kj/kg T2 66 o C hg2 292,505 kj/kg T3 52 o C hl3 hl4 126,590 kj/kg COP 258,370 126,590 292,505 258,370 131,780 kj/kg 34,135 kj/kg 3,86 2). Q2(debit air) 0,000344 m 3 /detik T1 15,2 o C hg1 259,024 kj/kg T2 67,6 o C hg2 292,092 kj/kg T3 53,2 o C hl3 hl4 128,732 kj/kg COP 259,024 128,732 292,092 259,024 3,94 3). Q3(debit air) 0,000578 m 3 /detik T1 18,5 o C hg1 260,795 kj/kg T2 68,5 o C hg2 292,377 kj/kg T3 56,8 o C hl3 hl4 134,200 kj/kg 22

COP No 260,795 134,200 292,377 260,795 4,01 Tabel 1. Hasil penelitian water chiller dengan katup ekspansi termostatik T air hl3 Debit Air T1 T2 T3 T4 hg1 hg2 kelu (m 3 /detik) ( o hl4 C) (kj/kg) (kj/kg) ar (kj/kg) COP : 1 4 2 1 1. 0,000109 14,0 66,0 52,0 8,0 258,370 292,505 126,590 10,0 3,86 2. 0,000344 15,2 67,6 53,2 10,2 259,024 292,092 128,732 15,0 3,95 3. 0,000578 18,5 68,5 56,8 13,0 260,795 292,377 134,200 19,0 4,01 Data penelitian ketika Water Chiller beroperasi dengan menggunakan pipa kapiler : 1) Q1 (debit air) 0,000109 m 3 /detik T1 15 o C hg1 258,915 kj/kg T2 69,5 o C hg2 292,999 kj/kg T3 58,2 o C hl 3 hl 4 136,457 kj/kg COP 258,915 136,457 292,999 258,915 122,458 kj/kg 34,084 kj/kg 3,59 2). Q2 (debit air) 0,000344 m 3 /detik T1 18 o C hg1 260,530 kj/kg T2 71,4 o C hg2 294,244 kj/kg T3 58,9 o C hl 3 hl 4 136,935 kj/kg COP 260,530 136,935 294,244 260,530 123,595 kj/kg 33,714 kj/kg 3,67 3). Q3 (debit air) 0,000578 m 3 /detik T1 21,3 o C hg1 262,272 kj/kg T2 72,8 o C hg2 294,098 kj/kg T3 62,4 o C hl 3 hl 4 143,325 kj/kg COP 3,74 262,272 143,325 294,098 262,272 118,947 kj/kg 31,826 kj/kg No Debit Air (m 3 /detik) Tabel 2. Hasil penelitian water chiller dengan pipa kapiler T1 T2 T3 T4 hg1 (kj/kg) hg2 (kj/kg) hl3 hl4 (kj/kg) T air kelu ar COP : 1 4 2 1 1. 0,000109 15,0 69,5 58,2 10,0 258,915 292,999 136,457 12,0 3,59 2. 0,000344 18,0 71,4 58,9 12,5 260,530 294,244 136,935 18,0 3,67 3. 0,000578 21,3 72,8 62,4 15,5 262,272 294,098 143,325 23,0 3,74 4.2 Pembahasan Berdasarkan data penelitian yang didapat bahwa dengan melihat keadaan tersebut maka dapat dikatakan katup ekspansi termostatik memiliki kemampuan pendinginan yang lebih baik dibandingkan pipa kapiler. Hal ini disebabkan karena katup ekspansi termostatik dapat bekerja dengan cepat terhadap perubahan beban dan perubahan temperatur evaporator. Perubahan tersebut akan mengontrol bukaan katup sehingga laju aliran massa refrigeran cenderung disesuaikan dengan perubahan beban pendinginan. Dalam hal ini, laju aliran massa katup ekspansi termostatik juga lebih besar dari pipa kapiler, sehingga penyerapan kalor pada evaporator dan pelepasan kalor pada kondensor menjadi lebih besar. 23

T air keluar ( O C) COP JURNAL TEKNOLOGI TERPADU NO. 1 VOL. 4 JUNI ISSN 2338-6649 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 Gambar 7. Grafik perbandingan debit air terhadap nilai COP kedua alat ekspansi Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa nilai COP dari katup ekspansi termostatik lebih besar dibandingkan dengan nilai COP dari pipa kapiler. Pada debit air sebesar 0,000578 m 3 /s, katup ekspansi termostatik mempunyai nilai COP sebesar 4,01 sedangkan pipa kapiler mempunyai nilai COP sebesar 3,74. Bertambahnya debit air menyebabkan energi yang diserap oleh refrigeran di evaporator menjadi bertambah besar, sedangkan kerja kompresor tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan atau bahkan dapat dikatakan tetap. 25 20 15 10 5 0 Debit Air (m3/detik) Katup Ekspansi Termosta tik Pipa Kapiler Katup Ekspansi Termostat ik Pipa Kapiler Debit Air (m3/detik) Gambar 8. Grafik pengaruh debit air pada temperatur air keluar water chiller Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa temperatur air keluar sistem dengan menggunakan katup ekspansi termostatik lebih rendah dibanding dengan menggunakan pipa kapiler. Ketika water chiller beroperasi dengan menggunakan katup ekspansi termostatik dan pada debit air 0,000109 m 3 /detik, water chiller mampu mendinginkan air sampai dengan 10 o C, sedangkan ketika water chiller beroperasi menggunakan pipa kapiler mampu mendinginkan air sampai dengan 12 o C. Saat debit air 0,000578 m 3 /s katup ekspansi termostatik mampu mendinginkan sampai 19 o C sedangkan pipa kapiler 23 o C. Kemampuan pendinginan water chiller di pengaruhi oleh nilai COP sistem tersebut, untuk nilai COP yang lebih besar berarti kemampuan pendinginan akan semakin besar pula. Pada percobaan ini katup ekspansi termostatik mempunyai nilai COP yang lebih besar dari pipa kapiler, dan efek pendinginan yang dihasilkan oleh katup ekspansi termostatik pun lebih baik dibandingkan pipa kapiler. 5. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan pada sistem pendingin York Water Chiller yang memiliki daya 2 PK, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Katup ekspansi termostatik mempunyai nilai COP (Coefficient Of Performance) antara 3,86 hingga 4,01, sedangkan pipa kapiler mempunyai nilai COP (Coefficient Of Performance) antara 3,59 hingga 3,74. 2. Pada debit air sebesar 0,000109 m 3 /detik katup ekspansi termostatik mampu menghasilkan temperatur air keluaran (chilled water) evaporator sebesar 10 o C, sedangkan pipa kapiler menghasilkan temperatur sebesar 12 o C. Dan pada debit air sebesar 0,000578 m 3 /detik katup ekspansi termostatik mampu menghasilkan temperatur air keluaran (chilled water) evaporator sebesar 19 o C, sedangkan pipa kapiler menghasilkan temperatur sebesar 23 o C. Sehingga katup ekspansi termostatik ketika digunakan pada sistem pendingin water chiller mempunyai performansi dan efek pendinginan yang lebih baik dibandingkan dengan pipa kapiler. 24

6. Ucapan Terima Kasih Terima kasih ditujukan kepada PT. Total E&P Indonesia Balikpapan yang telah memberikan tempat dan fasilitas dalam penelitian ini. 7. Daftar Pustaka Ashrae, 2000, HVAC Systems and Equipment Handbook, Bandung. Dossat, Roy. J, 1984, Principles of Refrigeration, John Wiley & Sons Inc, New York. Hasan, Syamsuri dkk, 2008, Refrigerasi Dan Tata Udara, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Jamil, Asep Ahmad, 2012, Pembuatan Mesin Pendingin, FMIPA, Depok. Suarnadwipa, Nengah & Astawa, Ketut, 2009, Pengujian Model Water Chiller Sistem dengan Hidrokarbon sebagai Refrigeran Primer, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali. Yudha, Mochamad R.A, 2013, Pengaruh Variasi Beban Pendingin Terhadap Prestasi Kerja Mesin Pendingin, FTUJ, Jember. http://www.akucintasejarah.wordpress.com/, 12 Juni 2014, Mesin Pendingin Ditemukan http://www.beritaiptek.com/, 12 Juni 2014, Siklus Refrigerasi Kompresi Uap. http://www.wikipedia.com/, 20 April 2014, mesin pendingin water chiller. Moran, J,H.N. Shapiro, 2006, Fundamentals of Engineering Thermodynamics 5 th Edition, John Wiley & Sons Inc, New York. 25