BAB VII KESIMPULAN. masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkembang, serta masih diakrabi oleh masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

Bahasa dan Sastra Indonesia 3. untuk. SMP/MTs Kelas IX. Maryati Sutopo. Kelas VII. PUSAT PERBUKUAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

BAB III DATA DAN TEORY

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia kaya keragaman budaya. Keragaman budaya yang dimiliki

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. imajiner menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan.

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAHASA INDONESIA UNTUK

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SAMBUTAN DAN TRANSFORMASI SASTRA LISAN DALAM SASTRA INDONESIA: Studi Kasus pada Drama Arung Palakka dan Para Karaeng

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu karya yang terlahir dari perasaan dan imajinasi, perasaan

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

7. C Pembahasan: Dalam konteks kutipan paragraf tersebut, istilah bersubsidi bermakna mendapat bantuan uang dari pemerintah.

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan karya sastra banyak mengangkat kisah tentang kehidupan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

Transkripsi:

BAB VII KESIMPULAN A. Kesimpulan Sinrilik Kappalak Tallumbatua (SKT) sebagai hasil tradisi sastra lisan dari masyarakat suku Makassar telah difungsikan oleh pencerita atau pasinrilik sebagai alat untuk menyatukan suku, raja, dan kerajaan besar di Sulawesi Selatan, Bugis dan Makassar. Wujud penyatuan dalam SKT ditandai dengan disatukannya tokohtokoh cerita, yakni Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka serta Andi Patunru dan Karaeng Tu Nisombayya dalam hubungan keluarga (passibijang/ Makassar atau assiajingeng/ Bugis) yang erat. SKT adalah sinrilik yang berlatarkan peristiwa bersejarah yang terjadi di Sulawesi Selatan yang dikenal dengan Perang Makassar. Di dalam teks SKT terdapat fakta-fakta sejarah mengenai peristiwa Perang Makassar begitu pula penegakan harga diri (sirik) serta perebutan kekuasaan antara Sultan Hasanuddin, Arung Palakka, dan Belanda. Meskipun unsur-unsur yang membangun teks seperti tokohtokoh dan latarnya memperlihatkan persamaannya dengan peristiwa Perang Makassar, SKT tidak bisa disamakan dengan peristiwa sejarah Perang Makassar. Teks SKT memang terlihat memberikan informasi kesejarahan, namun tidak mengandung kebenaran historis. Hal tersebut karena pencerita/ pasinrilik telah memasukkan unsur-unsur imajinasinya ke dalam cerita SKT sesuai dengan bekal pengetahuan yang ada dalam dirinya yang terus-menerus dikembangkan olehnya. Dengan demikian, SKT yang di dalamnya berisi sejarah tidak sama atau bukanlah buku sejarah meskipun aspek-aspek yang inti dari peristiwa sejarah tersebut tetap dipertahankan. Meskipun demikian, peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam SKT 610

telah menjadi memori yang tersimpan pada diri orang-orang Makassar terhadap peristiwa Perang Makassar yang terjadi antara tahun 1666 1669. Fakta-fakta yang terdapat dalam SKT yang diwariskan secara turun-temurun tersebut diyakini sebagai peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi bagi masyarakat Makassar sampai saat ini. Berdasarkan penelitian terhadap SKT, ditemukan dua versi cerita yang memperlihatkan perbedaan mengenai tokoh dan cerita yang disampaikan. SKT versi 1 dan versi 2 yang disampaikan oleh masing-masing pasinrilik memperlihatkan bahwa keduanya mendasarkan ceritanya pada peristiwa perang yang terjadi di Kerajaan Gowa dengan tokoh utamanya adalah Sultan Hasanuddin, Karaeng Tu Nisombayya, dan Arung Palakka/ Andi Patunru. SKT versi 1 (pasinrilik melek huruf) menempatkan tokoh Andi Patunru sebagai anak dari Raja Gowa Karaeng Tu Nisombayya, sedangkan dalam SKT versi 2 (pasinrilik buta huruf) menempatkan tokoh Arung Palakka sebagai paman dari Sultan Hasanuddin. Hasil telaah terhadap formula pembentuk baris pada penciptaan SKT ditemukan adanya struktur puisi dan struktur cerita. Kedua struktur yang terdapat dalam SKT memperlihatkan perbedaan yang khas. Di dalam kedua versi SKT terlihat adanya penggunaan pengulangan kata, kelompok kata, dan baris-baris cerita untuk mendeskripsikan dan menceritakan peristiwa-peristiwa tertentu yang berulang di dalam cerita melalui larik-lariknya. Dalam penyusunan ceritanya, pasinrilik terlihat banyak menggunakan unsur perulangan kata maupun kelompok kata sebagai unsur formula yang digunakan dalam kerangka sintaksis tertentu terutama dalam SKT versi 2. Larik-larik tersebutlah yang digunakan untuk membangun struktur berpikir pada masyarakat suku Makassar untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh tokoh cerita. Kata-kata yang digunakan untuk membangun struktur cerita dan 611

struktur puisi SKT semuanya mengarahkan pernyataan untuk memuliakan dan mengcela perbuatan yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terlihat bahwa perulangan yang menggunakan pola formulaik dipakai pada (1) perulangan deskripsi ataupun adeganadegan cerita; (2) perulangan penyebutan epitet tokoh cerita; (3) perulangan lariklarik pembuka percakapan; dan (4) perulangan larik-larik penanda pergantian adegan atau episode. Dalam SKT versi 2 keempat pola formulaik tersebut, digunakan oleh pencerita, sedangkan dalam SKT versi 1 pola (2) tidak banyak digunakan dalam cerita. Pengulangan pola formulaik itu semuanya diarahkan dan dipakai untuk menguatkan kedudukan dan tindakan masing-masing tokoh. Peristiwa-peristiwa yang ditonjolkan dalam SKT merupakan bagian yang ingin disampaikan sebagai pembenaran terhadap apa yang dilakukan, agar masyarakat suku Makassar menerima dan mengakui perbuatan tersebut sebagai sesuatu yang benar. Dalam kaitannya dengan penyampaian lisan, SKT versi 1 dan 2 terlihat menampilkan tokohnya dengan ciri-ciri maupun kepribadian yang khas sehingga tokoh-tokohnya terkesan berjiwa dan hidup pada saat diceritakan. Oleh karena sinrilik disampaikan secara lisan, terlihat bahwa penyebutan nama tokoh di dalam SKT versi 1 dan 2 berkaitan dengan kedudukan serta watak tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, penikmat cerita SKT dengan cepat dapat mengenali tokoh-tokoh yang disebutkan. Penyebutan tokoh dengan julukannya masing-masing pun memudahkan penikmat dengan cepat mengenal watak tokoh yang disampaikan. Cara penyebutan epitet tokoh dengan sendirinya akan memudahkan penikmat untuk mengenal watak tokoh yang terlibat dalam suatu tindakan ataupun dialog dalam 612

cerita yang dengan mudah akan membawa pemahaman terhadap amanat yang akan disampaikan. Berdasarkan analisis terhadap latar belakang penciptaan SKT versi 1 dan versi 2 ditemukan bahwa penciptaannya didasarkan dua hal, yaitu sebagai pelegitimasi kekuasaan atas kebesaran raja dan kerajaan serta penegakan harga diri (sirik) meskipun dalam bentuk yang berbeda. SKT sebagai hasil tradisi lisan terlihat sarat dengan nilai-nilai yang terdapat dan berasal dari masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, SKT secara tidak langsung telah melestarikan nilai-nilai yang terdapat di sekitarnya. Nilai-nilai inilah yang tentunya diharapkan menjadi pedoman tingkah laku karena berasal dari adat-istiadat, sistem norma, aturan etika, aturan moral, sopan santun, pandangan hidup, ataupun ideologi pribadi yang dianut dan diyakini oleh masyarakat pendukungnya. SKT adalah sinrilik yang berisi tentang keberanian, semangat untuk berjuang, dan rasa kebanggaan terhadap negeri maupun bangsa sendiri, nilai pendidikan yang terwujud dalam bentuk nilai kejujuran, nilai moral, nilai ketegasan, nilai hukum, dan nilai demokrasi yang masih relevan digunakan sekarang ini. Keseluruhan nilai-nilai itu dapat ditemukan pada tokoh-tokoh serta peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam SKT tersebut. Hasil penelitian menunjukkan terjadi resepsi dan intertekstual yang berlangsung secara bertingkat terhadap SKT. Pertama, intertekstual terjadi dari hasil resepsi pasinrilik terhadap tradisi dan karya-karya sebelumnya yang kemudian digunakan di dalam teks SKT. Kedua, resepsi terhadap SKT yang kemudian melahirkan karya-karya sesudahnya dalam bentuk yang berbeda ataupun sama. Teks SKT versi 1 merupakan hasil resepsi pencerita terhadap karya sebelumnya dengan cara menentang teks Syair Perang Mengkasar yang dikarang oleh Enci Amin. 613

Dalam SKT versi 2, terlihat juga hubungan intertekstualnya dengan Syair Perang Mengkasar dalam hal perkataan dan perbuatan terhadap Arung Palakka, Belanda, dan Karaeng Butung. Berbagai sambutan dan transformasi terhadap SKT memperlihatkan bahwa teks tersebut telah difungsikan sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, telah memperkaya, dan semakin mengukuhkan maknanya. Beragamnya bentuk-bentuk transformasi yang menyambut teks SKT semakin menguatkan kedudukannya sebagai karya sastra lisan Makassar pada masyarakat pendukung tradisi tersebut. Hasil sambutan dan transformasi yang terdapat dalam berbagai teks tersebut telah menempatkan dua tokoh, yakni Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka dengan eksistensinya masing-masing di dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan khususnya pada masyarakat suku Makassar. Berdasarkan penelitian terhadap nilai-nilai, fungsi, dan resepsi terhadap SKT yang terdapat pada masyarakat suku Makassar, dapat disimpulkan bahwa sinrilik tersebut digunakan sebagai media penerimaan dan pengakuan terhadap seseorang agar dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tepat untuk memegang kekuasaan. Teks SKT oleh pencerita dipakai sebagai alat untuk menyatukan suku Bugis dan Makassar dalam satu ikatan kekerabatan. SKT pun bagi masyarakat suku Makassar telah dipakai sebagai alat untuk melegitimasi pranata sosial, agama, budaya, dan kekuasaan yang telah menempatkan tokoh Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka sebagai tokoh hebat dan kharismatik dalam pikiran dan kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Ungkapan-ungkapan formulaik yang muncul dalam teks SKT tentang pembelaan dan penegakan harga diri (sirik) tokoh terhadap kerajaan Gowa 614

berlangsung secara berulang-ulang dalam sinrilik tersebut. Pernyataan dan ungkapan tena salangku, tena sapa buttaku, naanrong manggeku naallea erok nabuno. Addakka mae angngerang Balanda, angngerangngangi sallang bali sallomponna butta Gowa (tidak ada salahku, tidak ada sapa buttaku, tetapi ibu-bapakku menginginkan saya dibunuh. Saya melangkah kemari membawa Belanda, membawakan lawan yang sama besarnya dengan tanah Gowa) dipakai sebagai pembenaran terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Andi Patunru atau Arung Palakka untuk menyerang dan melawan kerajaan Gowa. Ungkapan itu digunakan untuk pendukung ide, gagasan, dan nilai-nilai yang berusaha ditanamkan oleh pasinrilik melalui SKT kepada masyarakat suku Makassar khususnya dan masyarakat Sulawesi Selatan umumnya. Dengan demikian, SKT sebagai karya sastra lisan suku Makassar telah digunakan sebagai media dan alat untuk menyampaikan pembelaan dan pembenaran terhadap perbuatan yang dilakukan agar diterima dan diakui oleh masyarakat. SKT pun telah digunakan sebagai alat pengakuan dan penerimaan masyarakat Makassar terhadap hak kekuasaan dan moral untuk memegang tampuk kekuasaan. B. Saran Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap Sinrilik Kappalak Tallumbatu (SKT), sebagai salah satu hasil sastra lisan yang berasal dari Sulawesi Selatan, perlu dikemukakan sejumlah saran yang berkaitan dengan hal tersebut sebagai berikut. 1. Pertunjukan sinrilik dan pasinrilik yang menyampaikan cerita SKT di depan penikmat semakin jarang ditemukan, dan jenis permainan ini semakin terpinggirkan, bahkan cenderung mati. Sehubungan dengan hal itu, disarankan agar dilakukan upaya penyelamatan dengan cara membangkitkan, 615

memperkenalkan, dan memberikan penghargaan kembali terhadap jenis sastra lisan ini kepada masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, akan timbul kebanggaan terhadap salah satu jenis tradisi lisan yang ada pada masyarakat suku Makassar sebagai pemilik tradisi tersebut. 2. Fungsi dan nilai-nilai tradisional yang terdapat di dalam SKT, yang berlatarbelakang budaya Bugis Makassar jika dikaitkan dengan kehidupan masyarakat sekarang, masih sangat relevan untuk dijadikan sebagai modal utama dalam kerangka pembangunan budaya bangsa. Nilai-nilai luhur budaya Bugis Makassar yang terdapat dalam SKT dapat dijadikan sebagai bagian yang sangat penting untuk menunjang kerangka modernisasi. 3. Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dapat memasukkan pertunjukan tradisional sinrilik ke dalam kurikulum sebagai muatan lokal dimulai dari pendidikan dasar. 4. Pemerintah dan masyarakat diharapkan sesering mungkin dapat mengadakan pertunjukan sinrilik, dengan melibatkan generasi muda, sehingga mereka akan semakin dekat dan mengenal sastra lisan tersebut yang pada akhirnya dapat mempercepat perkembangannya. 5. Perlu dilakukan penelitian sejenis yang berguna untuk menghadirkan teks tertulis yang didapat dari tradisi lisan sehingga menjadi bahan inventaris yang dapat dibaca dan dipelajari untuk generasi selanjutnya. 616