BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem Pengendalian Internal. menentukan kebijaksanaan yang akan dicapai di dalam manajerial

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB II LANDASAN TEORI. penjualan pada PT. Kembang Jawa Motor di Trenggalek. Berdasarkan hasil. ini belum menerapkan praktek yang sehat.

BAB III SISTEM PENGAWASAN INTERN KAS PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI SUMATERA UTARA

TUGAS MAKALAH ADMINISTRASI BISNIS. PENGENDALIAN INTERNAL (INTERNAL CONTROL) (Dosen : Putri Taqwa Prasetyaningrum,ST,MT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH ADMINISTRASI BISNIS INTERNAL CONTROL NAMA :ADRINUS NOLA PALI NIM : PRODI :SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

MAKALAH TENTANG INTERNAL CONTROL

BAB I PENDAHULUAN. mengatur segala sesuatu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan perusahaan supaya

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Agoes (2004) menjelaskan tiga tujuan pengendalian intern, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pengendalian Internal Kas Pada PT. Pos Indonesia (Persero)

1/28/2012. Menurut Warren Reeve & Fees (1999) Pengendalian

PENGENDALIAN INTERN 1

Menurut Mulyadi (2001), Sistem Pengendalian Internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang

MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri merupakan salah satu perusahaan yang berusaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Pengendalian Intern. Sistem menurut James A Hall (2007: 32). Sistem adalah kelompok dari dua

BAB I PENDAHULUAN. sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu system yang artinya adalah

Menurut Rudianto (2010:9), tujuan koperasi adalah untuk memberikan kesejahteraan dan manfaat bagi para anggotanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Krismiaji (2010:218), Pengendalian internal (internal control)

CHAPTER VI. Nyoman Darmayasa, Ak., CPMA., CPHR., BKP., CA., CPA. Politeknik Negeri Bali 2014

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya setiap perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil pasti mempunyai kas. Kas merupakan alat pembayaran

Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

BAB II LANDASAN TEORI. struktur organisasi, metode dan ukuran ukuran yang dikoordinasikan untuk

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

BAB I PENDAHULUAN. keunggulan bersaing (competitive advantage) untuk terus berkompetisi. Tidak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood (1996:1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cabang semarang. Tujauan peneliti adalah sebagai bahan pertimbangan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Intern. perusahaan dapat dicapai dan penyelewengan dapat dihindari.

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan prosedur penggajian yang ditetapkan. pemotongan gaji dan pembayaran gaji yang salah. Hal tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan dalam berbagai bidang, khususnya bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Struktur Pengendalian Intern. Pada umumnya setiap perusahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan demi tercapainya tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28

1. Keandalan laporan keuangan 2. Kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang ada. 3. Efektifitas & efisiensi operasi

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengendalian internal adalah proses yang dilakukan oleh manajemen yang

PERTEMUAN 7 KONSEP DAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERNAL

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian yang dilakukan oleh Dian Radiani (2004) dengan judul Peranan

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapi pihak manajemen, serta tuntutan terhadap efektivitas dan efisiensi

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Visi Universitas XY pada tahun 2025 adalah menjadi. kecendekiaan. Salah satu misi untuk mewujudkan visi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

Mengenal dan Menaksir Resiko

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

pengertian sistem pengendalian intern ada

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

BAB II LANDASAN TEORI. sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional. perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dan pengembangan dunia bisnis di zaman sekarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

BAB 2 LANDASAN TEORI

DEWI KURNIASIH Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas penjualan merupakan sumber pendapatan utama perusahaan.

MAKALAH INTERNAL CONTROL

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

TUGAS E-LEARNING ADMINISTRASI BISNIS INTERNAL CONTROL

BAB II LANDASAN TEORI

PERTIMBANGAN ATAS PENGENDALIAN INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kemudian pada hari jatuh temponya terjadi aliran kas masuk atau cash inflow. yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pengendalian Internal 2.1.1. Definisi Sistem Pengendalian Internal Menurut Romney (2000 : 253) menyatakan pengendalian internal adalah suatu rencana dari organisasi atau metode bisnis yang digunakan untuk memelihara harta, menyediakan informasi yang dapat diandalkan, mempromosikan dan meningkatkan efisiensi jalannya operasional dan menentukan kebijaksanaan yang akan dicapai di dalam manajerial perusahaan. Sedangkan menurut American Institute of Certified Public Accountants (2009 : 2) dalam jurnal white paper menyatakan bahwa: pengendalian intern meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, memajukan efisiensi dalam operasi dan membantu menjaga dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, pengendalian internal meliputi organisasi serta semua metode yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta milik perusahaan, mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan manajemen yang telah digariskan.

Sedangkan pengertian dari sistem pengendalian internal menurut UU No. 60 Tahun 2008 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Menurut Mulyadi (2001 : 163) mengenai definisi sistem pengendalian internal yaitu sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Pengendalian internal dalam suatu perusahaan dilakukan agar tujuan perusahaan dapat dicapai dan penyimpangan ataupun penyelewengan dapat diketahui dan dicegah. Dalam pengendalian aktivitas perusahaan yang telah dilakukan suatu unit usaha dalam hal yang menghasilkan sesuatu yang baik dan memuaskan sesuai dengan apa yang telah dihasilkan. Dengan adanya suatu perencanaan, perusahaan dapat mengetahui apakah pengkoordinasian kegiatan telah dapat menghasilkan sesuatu yang baik dan memuaskan sesuai dengan waktu pekerjaan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kegiatan dalam perusahaan harus diarahkan untuk menjamin adanya koordinasi dan kontinuitas kegiatan perusahaan. Jadi, secara umum pengendalian internal berarti mengevaluasi prestasi kerja personal organisasi dan apabila perlu

menerapkan tindakan-tindakan korektif, sehingga hasil pekerjaan dapat dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengendalian internal akuntansi yang merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian internal akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Menurut Romney (2003 : 195) pengendalian internal melaksanakan tiga fungsi penting, antara lain: 1. Pengendalian untuk pencegahan (preventive control) mencegah timbulnya suatu masalah sebelum mereka muncul. Memperkerjakan personel akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan tugas pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas dan informasi, merupakan pencegahan yang efektif. Oleh karena tidak semua masalah mengenai pengendalian dapat dicegah. 2. Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. 3. Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Pengendalian ini mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan mengubah sistem agar masalah di masa mendatang dapat diminimalisasi atau dihilangkan. Pengendalian internal menekankan pada tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian pengendalian internal tersebut

berlaku pada perusahaan yang mengolah informasi secara manual, dengan mesin pembukuan, ataupun dengan komputer. 2.1.2. Tujuan Sistem Pengendalian Internal Adapun tujuan dari sistem pengendalian internal yang efektif menurut Tunggal (1995 : 2) adalah: 1. Menjamin kebenaran data akuntansi. Manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat diuji ketepatannya untuk melaksanakan operasi perusahaan. Berbagai macam data digunakan untuk mengambil keputusan yang penting. Sistem pengendalian akuntansi intern bertujuan untuk mengamankan/menguji kecermatan dan sampai seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya dengan jalan mencegah dan menemukan kesalahan-kesalahan pada saat yang tepat. 2. Mengamankan harta kekayaan dan catatan pembukuannya. Harta fisik perusahaan dapat saja dicuri, disalahgunakan ataupun rusak secara tidak disengaja. Sistem pengendalian intern dibentuk guna mencegah ataupun menemukan harta yang hilang dan catatan pembukuan pada saat yang tepat. 3. Menggalakkan efisiensi usaha. Pengendalian dalam suatu perusahaan juga dimaksud untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan berganda yang tidak perlu, mencegah pemborosan terhadap semua aspek usaha termasuk pencegahan terhadap penggunaan sumber-sumber dana yang tidak efisien. 4. Mendorong ditaatinya kebijakan pimpinan yang telah digariskan. Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern memberikan jaminan akan ditaatinya prosedur dan peraturan tersebut oleh perusahaan. 2.1.3. Unsur-unsur Sistem Pengendali Internal Menurut UU No. 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) terdiri atas unsur: 1. lingkungan pengendalian;

2. penilaian risiko; 3. kegiatan pengendalian: 4. informasi dan komunikasi; 5. pemantauan pengendalian intern. Peratuan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat SPIP adalah sistem pengendalian internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengawasan internal adalah seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberi keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, maka SPIP memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Mengenai unsur-unsur struktur pengendalian, penulis akan mengemukakan pendapat dari Mulyadi (2002 : 175) yaitu: 1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian intern merupakan alat untuk menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan harus mampu mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan manajemen. Lingkungan pengendalian adalah menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua unsur pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup berikut ini: a. integritas dan nilai etika; b. komitmen terhadap kompetensi; c. partisipasi dewan komisaris atau komite audit; d. filosopi dan gaya operasi manajemen; e. struktur organisasi; f. pemberian wewenang dan tanggung jawab; g. kebijakan dan praktik sumber daya manusia. 2. Penaksiran risiko Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi analisis, dan pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Penaksiran risiko bagi manajemen juga harus mempertimbangkan masalah biaya dan manfaat yang akan dicapai. Risiko dapat timbul atau berubah dalam beberapa hal berikut ini: a. perubahan dalam lingkungan operasi; b. personel baru; c. sistem informasi yang baru atau diperbaiki; d. pertumbuhan yang pesat; e. teknologi baru; f. lini produk, produk atau aktivitas baru; g. restrukturisasi korporasi; h. operasi luar negeri; i. penerbitan standar akuntansi baru. 3. Infomasi dan komunikasi Sistem akuntansi yang mengandung prosedur-prosedur yang harus ditaati oleh personel perusahaan harus mampu memberikan informasi yang akurat kepada pihak yang membutuhkannya terutama bagi manajemen dan dapat menjalin komunikasi antar bagian yang ada sehingga didapatkan pelaksanaan yang seragam. Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang mencakup sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas dan melaporkan transaksi entitas (termasuk peristiwa dan keadaan) dan untuk menyelenggarakan akuntabilitas terhadap aktiva, utang,

ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem yang berdampak pada kemampuan manajemen untuk mengambil keputusan seharusnya dalam mengelola dan mengendalikan aktivitas entitas dan untuk menyusun laporan keuangan yang andal. Sedangkan komunikasi mencakup pemberian pemahaman atas peran dan tanggung jawab individual berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Komunikasi meliputi luasnya pemahaman personel tentang bagaimana aktivitas mereka dalam sistem informasi pelaporan keuangan berkaitan dengan pekerjaan orang lain dan cara pelaporan penyimpangan kepada tingkat yang seharusnya dalam entitas. 4. Aktivitas pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan sehingga risiko dalam mencapai tujuan dapat diminimalkan. Aktivitas pengendalian adalah kebijaksanaan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko dalam mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut ini: a. review terhadap kinerja; b. pengolahan informasi; c. pengendalian fisik; d. pemisahan tugas. 5. Pemantauan Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern yang diterapkan untuk mencapai tujuan dan ditinjau sewaktu-waktu apabila kelayakannya tidak sesuai lagi dengan situasi yang ada. Sistem pemantauan yang efektif dan efisien akan menghindarkan timbulnya piutang tak tertagih. Struktur pengendalian intern yang efektif memiliki tujuan terlaksananya efisiensi, efektivitas dan pengawasan intern perusahaan atas aset yang dimiliki serta sarana pendukung lainnya. 2.1.4. Klasifikasi Sistem Pengendalian Internal antara lain: Menurut Romney (2000 : 254), klasifikasi pengendalian internal

1. Pengendalian umum (general control) Didesain untuk memastikan bahwa pengendalian lingkungan organisasi berjalan baik dan stabil untuk meningkatkan efektifitas aplikasi pengendalian. 2. Pengendalian aplikasi (application control) Digunakan untuk mencegah, mendeteksi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan di dalam transaksi saat mereka proses. 3. Pengendalian administratif (administrative control) Memastikan bahwa operasional berjalan seefisien dan sesuai dengan kebijakan manajerial. Dan sebaliknya, accounting control membantu untuk memelihara aset dan memastikan kebenaran catatan keuangan. 4. Pencegahan, pendeteksian dan pembetulan (preventive, detective, and corrective control) Pencegahan (preventive control); mencegah masalah sebelum mereka muncul. Pendeteksian (detective control); dibutuhkan untuk mengontrol masalah pada saat muncul. Pembetulan (corrective control); pemecahan pada masalah yang ditemukan di tahap pendeteksian meliputi: mengidentifikasi penyebab dari suatu problem, mengkoreksi kesalahan atau kesulitan yang dihadapi. Memodifikasi kembali sistem yang dimiliki sehingga di masa yang akan datang masalah dapat diminimalisasi atau dihapuskan. 2.2. Pengertian Pendapatan Pendapatan sering juga dirumuskan berdasarkan pengaruhnya terhadap modal pemegang saham. Akun pendapatan memiliki saldo kredit dan ditutup pada akhir periode akuntansi ke laba yang ditahan melalui akun ikhtisar/pendapatan dan beban/ikhtisar laba-rugi (revenue and expense account/income summary). Oleh karena itu, pendapatan menaikkan modal pemegang saham. Tetapi banyak penyeimbang (beban) berkaitan langsung dengan pendapatan sebelum kita mendapatkan perubahan bersih dalam modal pemegang saham. Ada beberapa alasan meningkatnya modal pemegang saham bukan dikarenakan pendapatan.

Definisi ini juga memiliki kelemahan karena menghubungkan pendapatan pada sistem tata buku berpasangan dan bukan kepada sifat dasarnya. Pendapatan berhubungan dengan pertambahan dalam sumber pendapatan suatu satuan usaha yang berasal dari penjualan barang-barang atau jasa. Bagi perusahaan industri dan perusahaan dagang, pendapatan diperoleh dari penjualan barang dagangannya. Bagi perusahaan jasa termasuk retribusi parkir Kota Medan yang dikelola oleh Dinas Perhubungan, pendapatan diperoleh dari penjualan jasanya (fees) yang berupa ongkos dari jasa yang telah diberikan. Pada umumnya para akuntan berkeyakinan bahwa pendapatan adalah hasil dari kegiatan produktif dan oleh karena itu diperoleh atau direalisasikan secara terus-menerus. Menurut Soemarso (2003 : 231) menyatakan bahwa: pendapatan adalah peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva. Pendapatan merupakan jumlah yang dibebankan kepada langganan atas penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukan. Masalah pendapatan berkaitan dengan penentuan pendapatan dan harus dimasukkan dan dilaporkan dalam suatu periode. Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 23.2) memberikan definisi pendapatan dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 dengan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus kas masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Standar Akuntansi Keuangan (SAK 23 No. 2) mendefinisikan istilah penghasilan sebagai berikut: penghasilan berasal dari penjualan barang dan penyerahan jasa dan diukur oleh beban yang ditanggung langgangan, klien, atau penyewa atas barang

dan jasa yang diserahkan kepada mereka. Penghasilan meliputi juga keuntungan dari penjualan atau pertukaran kekayaan atau aktiva (selain persediaan barang dagangan), bunga dan deviden yang diperoleh atas investasi, dan kekayaan-kekayaan lain dan hak pemilik, kecuali kenaikan hak pemilik yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuaian modal. Dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23, Ikatan Indonesia Indonesia (IAI, 2007 : 23,1) menerjemahkan kata income adalah sebagai penghasilan dan revenue sebagai pendapatan. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain), dan istilah yang digunakan dalah hal ini adalah revenue (pendapatan) dan bukan income (penghasilan). Berikut ini akan diuraikan dua pandangan tentang pendapatan menurut Harahap (2000 : 29) adalah sebagai berikut: 1. Secara luas, pendapatan dianggap termasuk seluruh hasil dari perusahaan dan kegiatan investasi termasuk pendapatan. Pendapatan adalah perubahan net asset yang diambil dari kegiatan produksi dan laba-rugi berasal dari penjualan aktiva dan investasi yang menjelaskan definisi pendapatan sebagai berikut: pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa dan diukur dengan jumlah yang dibebankan kepada langganan, klien atau barang dan jasa yang disiapkan mereka, juga termasuk laba dari penjualan atau penukaran aset (kecuali surat berharga), hak deviden dari investasi dan kenaikan lainnya pada equity pemilik kecuali berasal dari modal donasi dan penyesuaian modal. 2. Secara sempit, pendapatan hanya berasal dari kegiatan produksi dan tidak termasuk laba-rugi yang berasal dari penjualan aktiva tetap. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum pendapatan dapat disimpulkan dengan adanya suatu aktivitas perusahaan ataupun peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan aktivitas usaha yang mengakibatkan peningkatan dalam suatu periode. Aktivitas perusahaan tersebut adalah penyerahan barang/jasa dan laba, jika tidak semua kegiatan perusahaan yang mengakibatkan peningkatan harga merupakan pendapatan.

Pendapatan diukur dengan jumlah satuan uang yang dapat diterima oleh harga barang atau jasa yang disetujui oleh penjual dan pembeli. Jumlah yang diterima tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengukuran pendapatan dari transaksi pertukaran barang atau jasa lainnya yang tidak diselesaikan dengan uang kas. Dengan dasar pemikiran ini maka besarnya pendapatan adalah sama dengan harga tunai dalam transaksi penjualan barang atau jasa. Pendapatan pada suatu perusahaan tergantung dari jenis perusahaan itu sendiri. Pada perusahaan dagang pendapatan biasa disebut sebagai penjualan, sedangkan pada perusahaan jasa disebut dengan pendapatan. Secara umum perusahaan yang bergerak di bidang jasa diartikan sebagai organisasi yang menjual atau menyediakan jasa, bukan barang berwujud. Perusahaan jasa adalah organisasi yang didirikan untuk memberikan pelayanan di mana keputusan yang diambil manajemen ditujukan untuk menyediakan pelayanan sebaik mungkin dengan sumber daya yang tersedia dan kesuksesannya diukur berdasarkan jumlah dan mutu pelayanan yang diberikan. Hal ini berarti bahwa jasa cenderung sebagai bentuk pelayanan. Pada perusahaan jasa yang dijual adalah pelayanan dan diukur dengan mutu pelayanan yang diberikan. bagian yaitu: Selain itu, sumber-sumber pendapatan dapat diklasifikasikan dalam dua 1. Operating revenue (pendapatan operasional perusahaan); yaitu pendapatan yang diterima perusahaan yang berhubungan langsung

dengan operasional pokok perusahaan sebagai hasil dari penjualan barang atau jasa yang diberikan. 2. Non operating revenue (pendapatan di luar operasional perusahaan); yaitu pendapatan yang diterima perusahaan yang tidak berhubungan langsung dengan usaha/operasi pokok perusahaan. Biasanya jumlah pendapatan non operasional relatif lebih sedikit karena usaha ini jarang dilakukan. Sebagai contoh adalah pendapatan dari deviden, bunga, dan pendapatan sewa. Dari berbagai definisi pendapatan yang telah dituliskan di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa pendapatan merupakan: 1. arus masuk aktiva bersih sebagai hasil dari penjualan barang maupun jasa; 2. arus keluar barang dan jasa dari perusahaan kepada pelanggan. Pendapatan merupakan hasil kegiatan operasional baik dari penjualan barang dan jasa sebagai sebagai kegiatan usaha utama maupun penjualan barang atau jasa dari kegiatan lainnya sebagai kegiatan di luar usaha pokok. Pendapatan yang diperoleh perusahaan dari kegiatan utama dapat dijadikan tolak ukur mengenai keberhasilan manajemen perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya. Suatu pendapatan yang besar dari kegiatan utama menggambarkan keoptimalan pihak manajemen dalam menjalankan usaha perusahaan cukup baik, tetapi lebih baik lagi bila pendapatan yang besar diikuti dengan pengeluaran biaya yang efisien. Pendapatan merupakan variabel yang sangat penting karena dengan

pendapatan manajemen perusahaan akan dapat menilai berhasil atau tidaknya kegiatan yang telah dilaksanakan. Dari tingkat pendapatan yang diperoleh, kemudian dari hasil evaluasi yang didapatkan oleh manajemen nantinya akan membuat rencana kerja untuk tahun yang akan datang. 2.3. Retribusi Daerah Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, pajak dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Sejak tahun 1948 berbagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah. Untuk memungut pajak dan retribusi daerah pemerintah dan DPR telah lama mengeluarkan undang-undang sebagai dasar hukum yang kuat. Selain itu, peraturan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan penjajah Belanda masih ada yang tetap digunakan sampai tahun 1997. Reformasi dalam peraturan pemungutan pajak dan retribusi daerah di Indonesia perlu dilakukan agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan hasilnya dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah. Latar belakang reformasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia tidak terlepas dari pemberlakuan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang baru, yaitu Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 sebagai upaya untuk mengubah sistem perpajakan dan retribusi daerah yang berlangsung

di Indonesia yang menimbulkan banyak kendala baik dalam penetapan maupun pemungutannya, dan UU No. 34 Tahun 2000 lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya. Pemberlakuan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi bagian dari daerah, setiap orang atau badan-badan yang memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan pajak daerah maupun yang menikmati jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah harus membayar atau membayar pajak atau retribusi daerah yang terutang. Hal ini menunjukkan pada akhirnya proses pemungutan pajak dan retribusi daerah akan memberikan beban kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami ketentuan pajak dan retribusi daerah dengan jelas agar bersedia memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Dalam praktik di masyarakat, pungutan pajak daerah sering kali dipersamakan dengan retribusi daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran kepada pemerintah. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Menurut Siahaan (2005 : 4) retribusi adalah, pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perseorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat

langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Jadi retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 1 angka 26 dituliskan, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia menurut Siahaan (2005 : 5) antara lain: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undangundang dan peraturan daerah yang berkenaan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintahan daerah. 3. Pihak yang membayar retribusi meningkatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Masih menurut Siahaan (2005 : 11), adapun perbedaan antara pajak dan retribusi antara lain: 1. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung dan secara individu dan golongan tertentu, sedangkan pada pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung. 2. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran, yaitu pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum; seluruh rakyat menikmati balas jasa,

baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak. Sebaliknya, pada retribusi balas jasa negara/pemerintah berlaku khusus, hanya dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi. 3. Sifat pemungutannya. Pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu, retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk. 4. Sifat pelaksanaannya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan, yaitu setiap orang yang ingin mendapatkan suatu jasa tertentu dari pemerintah harus membayar retribusi. Jadi sifat paksaan pada retribusi bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan pada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak. Hal ini berbeda dengan pajak. Sifat paksaan pada pajak adalah yuridis, artinya bahwa setiap orang yang melanggarnya akan mendapat sanksi hukuman, baik berupa sanksi pidana maupun denda. 5. Lembaga atau badan pemungutnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. 2.4. Retribusi Parkir Dalam pembahasan Bab 13 Pajak Parkir pada UU No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagimana telah diubah dengan UU No. 34/2000, retribusi parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran Penjelasan di atas berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah, pemerintah

harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak/Retribusi Parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan retribusi parkir di daerah yang bersangkutan. Pemungutan retribusi parkir di Indonesia saat ini didadasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan retribusi parkir pada suatu kabupaten atau kota adalah: 1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 3. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak/retribusi parkir. 4. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang pajak/retribusi parkir sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak/retribusi parkir pada kabupaten/kota yang dimaksud. 2.4.1. Objek Retribusi Parkir Siahaan (2005 : 409) menuliskan bahwa objek retribusi parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Pada pajak/retribusi parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan pajak/retribusi. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak/retribusi menurut Siahaan (2005 : 410) antara lain: 1. penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD tidak dikecualikan sebagai objek Pajak/Retribusi Parkir; 2. penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian pengenaan pajak/retribusi parkir bagi perwakilan lembaga-lembaga internasional berpedoman kepada keputusan Menteri Keuangan; dan 3. penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah, antara lain penyelenggaraan tempat parkir di tempat peribadatan dan sekolah serta tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati/walikota. 2.4.2. Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi Parkir Pada retribusi parkir, subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yangmelakukan pembayaran atas tempat parkir. Retribusi parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak/retribusi yang harus membayar pajak/retribusi parkir yang terutang. Dengan demikian, pada retribusi parkir subjek dan wajib retribusi parkir tidaklah sama. Konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek retribusi yang membayar (menanggung) retribusi sedangkan pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai wajib retribusi yang diberi kewenangan untuk memungut retribusi dari konsumen (subjek retribusi).

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak/retribusi dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak/retribusi parkir. Wakil wajib pajak/retribusi bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak/retribusi terutang. Selain itu, wajib pajak/retribusi dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan/retribusinya. 2.5. Pengendalian Internal Pendapatan Struktur pengendalian internal yang efektif bertujuan agar terlaksananya efektivitas, efisiensi, dan pengawasan internal perusahaan atas aset serta sarana pendukung lainnya yang dimiliki. Efisiensi dan efektif yaitu agar pelaksanaan sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan untuk mencapai ketertiban di segala bidang antara lain mencegah terjadinya kebocoran maupun pemborosan keuangan yang merugikan perusahaan. Suatu perusahaan haruslah memiliki prinsip tertentu agar pelaksanaan pengawasan terhadap operasi perusahaan khususnya pada penerimaan kas dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pengendalian internal dilakukan dengan usaha pengawasan yang berkesinambungan dan kemudian menganalisa laporan dan catatan karena alasan dibentuknya pengendalian internal adalah agar rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai secara maksimal dengan memperkecil kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul dan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Anggaran pendapatan merupakan salah satu alat pengendalian internal pendapatan karena anggaran dapat dijadikan sebagai

pedoman kerja, koordinasi dan sebagai alat pengawasan agar pencapaian tujuan lebih cepat dan tepat. Menurut Mulyadi (2002 : 268), dinyatakan bahwa struktur pengendalian internal pendapatan terdiri dari: 1. Organisasi Perencanaan organisasi didasarkan pada unsur pengendalian berikut ini: a. dalam organisasi harus dipisahkan tiga fungsi pokok: fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi. b. tidak ada satupun transaksi yang dilaksanakan dari awal sampai akhir hanya oleh satu orang atau satu bagian saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak selalu terjadi pengecekan intern (internal check) dalam pelaksanaan suatu transaksi, sehingga kekayaan suatu perusahaan terjamin keamanannya dan data akuntansi terjamin ketelitian dan keandalannya. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan Dalam organisasi, setiap transaksi keuangan terjadi melalui sistem otorisasi tertentu. Tidak ada satupun transaksi yang tidak diotorisasi oleh pihak yang berwenang untuk melakukan hal tersebut. Otorisasi terjadinya dilakukan dengan memberikan tanda tangan yang memiliki wewenang untuk itu pada dokumen sumber atau dokumen pendukung. Setiap transaksi yang terjadi dicatat dalam catatan akuntansi melalui prosedur pencatatan tertentu, maka kekayaan perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi yang dicatat terjamin ketelitian dan keandalannya. Adapun prosedur pencatatan siklus pendapatan dalam perusahaan adalah: a. pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus didasarkan atas dokumen sumber yang dilampiri dokumen pendukung yang lengkap. b. pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus dilakukan oleh karyawan yang diberikan wewenang untuk itu. Dengan cara ini maka tanggung jawab atas perubahan catatan akuntansi dibebankan pada karyawan tertentu, sehigga tidak ada satupun perubahan data yang dicantumkan dalam catatan akuntansi yang tidak dipertanggungjawabkan. 3. Praktik yang sehat

2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang sistem pengendalian internal pendapatan sebelumnya telah dilakukan di Indonesia. Adapun penelitian-penelitian yang sebelumnya berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.4. Sidjabat, Samuel, 2009. Rumahorbo, Diana Favilaya, 2004. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Hasil Penelitian Pengendalian Internal PP No. 46 Tahun 2002 menjadi Terhadap Penerimaan alat pengendali internal terhadap Negara Bukan Pajak PNBP di lingkungan Kanwil BPN (PNBP) Melalui Sumatera Utara, namun yang pasti Penerapan Peraturan bahwa PP No. 46 Tahun 2002 Pemerintah Republik tidak mendongkrak jumlah Indonesia Nomor 46 PNBP yang diterima untuk suatu Tahun 2002 pada Kantor periode karena hanya berperan Wilayah Badan sebatas controller. Pertahanan Nasional (BPN) Sumatera Utara. Analisis Sistem PT. Aneka Gas Industri telah Pengendalian Internal menerapkan pengendalian Pendapatan pada PT. internal yang baik, yang Aneka Gas Industri di menggambarkan pembagian Medan. fungsi-fungsi pengendalian internal yang baik. Prosedur penerimaan pendapatan sudah memadai dan dapat menjamin keamanan uang yang diterima. Trianto, Yogi, 2010. Sistem Pengendalian Internal Pendapatan dalam Perusahaan Jasa Penyediaan Layanan Komunikasi Akses Internet pada PT. Telkomsel Medan. Kurangnya pengendalian pada pusat pelayanan pelanggan sehingga sering terjadi perputaran uang yang dilakukan oleh karyawan pelayanan saat menerima pembayaran dari pelanggan yang telat bayar. Secara keseluruhan, pengendalian umum pada PT. Telkomsel Medan sudah cukup baik.

Masrah, Siti, Mekanisme Pengenaan 2008. dan Pemungutan Pajak Parkir pada Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan. Sumber: Diolah penulis, 2013. Selama enam tahun anggaran 2002-2007 realisasi penerimaan pajak parkir tidak mencapai target pada tahun 2002-2004; sedangkan untuk tahun anggaran 2005-2007 mencapai target. Dalam pencapaian target penerimaan pajak parkir terdapat beberapa faktor yang menghambat yaitu masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melunasi pembayaran pajak parkir, melakukan kegiatan parkir kendaraan di tempat parkir tanpa izin Kepala Daerah.