BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERBANDINGAN METODE POTENSIOMETRI MENGGUNAKAN BIOSENSOR UREA DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UNTUK PENENTUAN UREA

ANALISIS KINERJA ELEKTRODA KAWAT TERLAPIS POLIPIROL-ASPARTAT SEBAGAI SENSOR ASPARTAT SECARA POTENSIOMETRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laboratorium Analitik, Universitas Hasanuddin Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, *

Bab I Pendahuluan I.1 Deskripsi Topik Penelitian dan Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

4 Hasil dan Pembahasan

FLOW INJECTION POTENTIOMETRY MENGGUNAKAN MODIFIED GRAPHITE-EPOXY-COBALT ELECTRODE UNTUK ANALISIS FOSFAT SKRIPSI. Oleh. Nila Andriani NIM

PENGARUH KOMPOSISI MEMBRAN ELEKTRODA TERHADAP KINERJA ELEKTRODA PENENTU UREA

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

Bab III Metodologi Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PERCOBAAN IV PENETAPAN KADAR UREA NITROGEN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam memainkan peranan sebagai neurotransmiter yang dapat mempengaruhi

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri

4 Hasil dan Pembahasan

Optimalisasi dan Karakterisasi Elektroda Selektif Ion Ni(II) Tipe Kawat TerlapisBerbasis D2EHPA untuk Analisis Kadar Logam Ni(II)

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

1. Pengertian Enzim. Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

Pemisahan dengan Pengendapan

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph)

Majalah kesehatan FKUB volume 1 nomer 2, Juni 2014

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Metodologi Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

PENYUSUN : 1. Eka Yuli Astuti ( ) 2. Lia Ariesta Ifron ( ) PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. Heru Setyawan, M.Eng

10/30/2015. Protein adalah makromolekul. Mereka dibangun dari satu atau lebih rantai asam amino. Protein dapat mengandung asam amino.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Analitik yang berdasarkan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

Metabolisme Protein - 2

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV METABOLISME. Proses pembentukan atau penguraian zat di dalam sel yang disertai dengan adanya perubahan energi.

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

FLOW INJECTION POTENTIOMETRY MENGGUNAKAN COBALT WORKING ELECTRODE UNTUK MENDETEKSI FOSFAT SKRIPSI. Oleh. Putri Fajar Rianasari NIM

4. Hasil dan Pembahasan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

BAB 10 JURUSAN FISIKA Main Menu. exit

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

2016 SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL SUPERABSORBEN (SAP) BERBASIS POLI (VINIL ALKOHOL-KO-ETILEN GLIKOL)

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan mengukur potensial campuran elektrolit K 3 Fe(CN) 6 dan K 4 Fe(CN) 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SENSOR POTENSIOMETRI RHODAMIN B BERBASIS KITOSAN DENGAN PLASTICIZER DIOKTIL SEBAKAT (DOS) ABSTRAK ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

I BAB I PENDAHULUAN I.1

PENGARUH AMOBILISASI ENZIM GLUKOSA OKSIDASE (GOD) PADA ELEKTRODA KAWAT PLATINA

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2.1 Siklus nitrogen di lingkungan hidrosfer

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur molekul kolesterol

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI PARAMETER ANALITIK BIOSENSOR UREA BERBASIS IMMOBILISASI UREASE DALAM MEMBRAN POLIANILIN

PENDAHULUAN. memerlukan waktu inkubasi selama jam. bahkan pembentukan ABTS. -

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Urea merupakan molekul dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi asam amino dalam hati (Khairi, 2005). Urea juga dikenal dalam istilah carbamide. Pada dasarnya urea merupakan limbah yang dihasilkan oleh metabolisme didalam tubuh manusia (metabolisme protein). Dari uraian metabolisme asam amino diketahui bahwa NH3 dapat dilepaskan dari asam amino melalui reaksi transaminasi, deaminasi, dan dekarboksilasi. Pada reaksi transaminasi gugus NH₂ yang dilepaskan diterima oleh asam keto, sehingga terbentuk asam amino baru dan asam keto lain. Sedangkan pada reaksi deaminasi, gugus NH₂ dilepaskan dalam bentuk ammonia yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh dalam bentuk urea dalam urine. Hans Krebs dan Kurt Henseleit pada tahun 1932 mengemukakan serangkaian reaksi kimia tentang pembentukan urea, yang mereka namakan siklus urea. Urea ditemukan pertama kali oleh Rooelle pada tahun 1773 dalam urin. Menurut Dahliani (1995), kadar urea dalam darah orang dewasa adalah 1,8 4,0 mg/l. Selain dalam darah urea dapat ditentukan dalam serum dan urin (Cik, dkk. 2007). Kadar urea yang berlebihan dapat mengganggu proses kerja ginjal, atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan gagal ginjal. Oleh karena itu analisis kandungan urea dalam tubuh sangat diperlukan (Khairi, 2003). Dahliani (1995), mengemukakan bahwa penentuan urea dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan potensiometri. Hasil hidrolisis urea dengan urease menghasilkan amonia dan karbondioksida. Ion amonium yang terbentuk bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat membentuk larutan kuning kehijau-hijauan yang dapat diukur secara spektrofotometri. Menurut Situmorang, dkk (2010) dalam penelitiannya analisis secara spektrofotometri kurang sensitif karena sulit memilih senyawa kimia pengabsorbsi yang tepat. Zat atau senyawa kimia pengabsorbsi kebanyakan bersifat karsinogenik sehingga tidak aman bagi pengguna di laboratorium. Metode spektrofotometri juga cenderung kurang 1

2 selektif karena pengukuran spektrofotometri akan memberikan respon terhadap senyawa berwarna dan senyawa organik yang mengakibatkan hasil analisis cenderung kurang akurat. Tehnik analisis secara spektrofotometri pada umumnya sangat lambat dan proses pelaksanaannya juga sangat kompleks. Cara lain untuk mengetahui kadar urea adalah dengan metode potensiometri secara elektroda selektif ion (ESI). Metoda ESI yang dikembangkan untuk penentuan kadar urea adalah dengan menggunakan biosensor urea dan polimer konduktif, yang biasa digunakan pada metode ini adalah polipirol dan polianilin karena mudah disintesis dan kestabilan sifat-sifatnya (Colin dan Petit, 2002). Potensiometri merupakan salah satu cara pemeriksaan fisikokimia yang menggunakan peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda indikator. Besarnya potensial elektroda indikator ini bergantung pada kepekatan ion-ion tertentu dalam larutan (Day dan Underwood, 2002). Menurut penelitian Khairi (2005) mengenai perbandingan metode potensiometri menggunakan biosensor urea dengan metode spektrofotometri untuk penentuan urea diperoleh bahwa kadar urea yang terukur dengan metode potensiometri adalah 4,28 ppm, lebih tinggi dibandingkan metode spektrofotometri. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu enzim urease hanya dapat digunakan sekali dan selanjutnya akan dibuang bersama sampel setelah selesai proses analisis (Eggins, 1999). Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dilakukan rekayasa enzim melalui teknik imobilisasi. Enzim adalah suatu senyawa protein yang dapat mempercepat atau mengkatalisis reaksi kimia. Enzim dapat mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Enzim yang terimobilisasi adalah enzim yang secara fisik dan kimia tidak bebas bergerak sehingga dapat dikendalikan kapan enzim tersebut kontak dengan substrat. Enzim dilekatkan pada permukaan suatu bahan yang tidak larut dengan menggunakan suatu matriks atau membran. Enzim yang terimobilisasi dapat dipakai berulang karena stabilitasnya lebih terjaga. Selain itu enzim menjadi lebih mudah dipisahkan dari larutan pereaksi karena enzim tidak larut (Eggins, 1999). Enzim terimobilisasi ini akan lebih tahan terhadap perubahan ph dan suhu. Karena telah

3 dilekatkan, sistem imobilisasi ini akan membuat enzim tetap berada pada tempat tertentu. Urease merupakan enzim yang spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea yang menghasilkan ammonia dan karbon dioksida. Karena itu enzim urease sering dimanfaatkan sebagai pembuatan biosensor. Dalam pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorrpsi fisik, entrapment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Fauziyah, 2012). Metode-metode tersebut adalah metode terbaik yang sudah digunakan dalam pengembangan biosensor saat ini (Koyun, dkk. 2012). Teknik imobilisasi yang paling baik untuk dipilih adalah yang memenuhi kriteria utama yakni tidak terjadi perubahan konformasi enzim dan tidak mengganggu gugus fungsi di pusat aktif enzim sehingga enzim tetap dapat berfungsi. Metode penjebakan enzim lebih banyak digunakan karena enzim ada dalam keadaan bebas dan tidak terikat pada bahan pendukung sehinga secara relatif fungsi katalitik dan struktur alami molekul enzim tidak mengalami gangguan goncangan. Imobilisasi enzim urease yang relevan pada suatu permukaan elektroda merupakan salah satu langkah penting. Kualitas ataupun kemampuan biosensor yang dibuat dengan imobilisasi enzim ini sangat dipengaruhi oleh teknik imobilisasi dan pemilihan matriks yang digunakan (Fauziyah, 2012). Penentuan urea melalui immobilisasi enzim urease dengan metode potensiometri sering dikenal dengan nama biosensor urea. Biosensor didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan transduser. Elektroda adalah komponen potensiometri sebagai detektor analit yang menghasilkan beda potensial. Sensitivitas dan selektivitas metode ini ditentukan oleh jenis elektroda kerja yang digunakan. Elektroda kerja berfungsi untuk merespon analit sehingga sinyal yang terukur akan dipengaruhi oleh aktivitas atau konsentrasi analit. Dalam peralatan biosensor kawat logam berfungsi sebagai transduser (konduktor). Ditinjau dari pemakaian elektrodanya penentuan urea secara potensiometri adalah penentuan potensial elektroda kerja relatif, terhadap elektroda pembanding yang dapat menghasilkan potensial elektroda sebanding

4 dengan konsentrasi urea. Dengan demikian di dalam sistem pengukuran tersebut diperlukan suatu sel volta atau sel galvanik dengan elektroda kerja yang mampu merespon spesi hasil penguraian urea, yaitu ammonium dan karbondioksida (Cik, dkk. 2007). Penentuan urea secara potensiometri menggunakan prinsip kerja biosensor telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Khairi pada tahun 2003, telah berhasil mengembangkan Pembuatan Biosensor Urea dengan Transduser Tembaga menggunakan matriks PVC dengan 5 kali pencelupan, sensitivitasnya 47,8 mv/decade, waktu respon terbaik 135 detik, dan stabil selama 14 hari. Pada penelitian Cik pada tahun 2007, mengenai Pengaruh Komposisi Membran Elektroda dalam Penentuan Urea, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa elektroda kerja dengan komposisi kawat platina, selulosa asetat, glutaraldehid dan urease dengan kinerja elektroda sensitivitas 46,4 mv/dekade, batas deteksi 10-6 M, waktu tanggap < 2 menit, dan usia elektroda 45 hari. Mulyasuryani, A dkk (2010) menggunakan membran kitosan sebagai matriks untuk mengimobilisasi urease dan dengan menggunakan H3O + sebagai elektroda tranduser. Dalam penelitian itu diperoleh faktor nernst pada uji respon biosensor secara potensiometri 28,47 mv/dekade, waktu respon 280 sekon (4 menit 40 sekon) dan range konsentrasi sekitar 0,1 hingga 6,0 ppm. Urease tersebut diimobilisasi pada membran kitosan yang telah dilarutkan dengan asam asetat dengan ph 4. Pengembangan biosensor urea saat ini sedang intens dengan tipe kawat terlapis disebabkan bentuknya kokoh, simpel pembuatannya, waktu respons cepat, ekonomis, sampel tanpa pemisahan dan miniatur tetapi waktu hidupnya (stabilitasnya) terbatas (Alexander, 1981). Jha, dkk (2007) telah menggunakan PVA dan polyacrylamide (PAA) sebagai matriks untuk imobilisasi urease untuk menentukan kadar urea darah blood urea nitogen (BUN). Sensor tersebut bekerja pada 1-1000 mm urea dan waktu respon 120 sekon. Biosensor tersebut menunjukkan korelasi yang baik dengan reagen metode BUN komersial yang menggunakan analiser kimiawi klinis. Begun Fauziyah (2012) dalam penelitiannya Optimasi Biosensor Urea dengan mengimobilisasi urease menggunakan membran Polianilin (PAn). Imobilisasi Urease dalam matrik PAn ini memiliki waktu respon biosensor 20

5 menit dengan stabilitasnya sampai 7 hari. Sensitivitas yang dihasilkan yaitu 0,0445. Jha, dkk (2007) melakukan iradiasi dengan ᵧ-rays (sinar gamma). Iradiasi PVA ini juga dapat dilakukan dengan microwave dengan daya 8-15 W. Dalam pembuatan sensor urea, polimer atau membran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kinerja elektroda. Keunggulan dari polimer adalah tidak memerlukan pemeliharaan pada suhu tinggi secara periodik, sedikit ketergantugan terhadap suhu, proses pembuatannya sederhana sehingga biaya produktif lebih murah (Simanjuntak, 2008). PVA adalah salah satu polimer yang berfungsi sebagai perekat yang baik tetapi masih jarang digunakan/diteliti sebagai matriks untuk imobilisasi urease pada pengembangan biosensor urea. PVA larut dalam air (hidrofilik), sehingga harus dilakukan iradiasi pada proses imobilisasi. Polimer ini tidak berwarna, tidak toksik, non karsinogenik, mempunyai ketercampuran hayati yang baik dan memiliki sifat fisik yang elastis. Adapun kelemahan dari polimer PVA adalah impedansinya terlalu tinggi, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan elektrolit sehingga dapat menurunkan impedansi dan menambah sensitivitas (Simanjuntak, 2008). PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang sensitif khususnya dalam matrik immobilisasi untuk berbagai aplikasi seperti biosensor (Pourciel, dkk. 2003). Selain hal diatas, PVA mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan bahan lain yang dapat digunakan sebagai membran penumbuhan enzim. Sensitivitas biosensor ditentukan berdasarkan faktor nerst. Persamaan Nerst adalah persamaan yang menghubungkan antara nilai potensial dari suatu elektroda tunggal atau sebuah sel dan aktivitas reaktan-reaktannya. Harga faktor Nerst diperoleh dari kemiringan (slope) grafik potensial (E) terhadap log konsentrasi analit. Analisis regresi ini merupakan hubungan kausal (sebab akibat) antara dua variabel sedangkan untuk mengukur hubungan antara dua variabel disebut analisis korelasi ( r ). Berdasarkan uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut biosensor urea melalui imobilisasi urease dengan matriks polimer PVA (polyvinil alcohol), dan elektroda Wolfram dipilih sebagai transduser. Imobilisasi urease dengan PVA dilekatkan pada permukaan Wolfram dan menggunakan larutan

6 buffer. Dengan penggunaan matriks dan elektroda tersebut diharapkan dapat mengembangkan biosensor urea yang lebih baik untuk penentuan urea. Oleh karena itu peneliti mengangkat judul Pembuatan Sensor Urea Dengan Immobilisasi Urease Pada Matriks PVA (Polyvinil Alcohol). 1.2. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada: 1. Pengembangan biosensor urea dalam deteksi potensiometri dengan mengimobilisasi urease pada elektroda wolfram menggunakan matriks polimer Polyvinil Alkohol (PVA) dengan menggunakan buffer Trisma HCl dan buffer Posfat. 2. Kondisi optimum biosensor urea untuk penentuan urea standar. 3. Penentuan kinerja biosensor meliputi sensitivitas biosensor, jangkauan pengukuran dan waktu respon. 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi yang baik untuk membuat biosensor urea dalam deteksi potensiometri dan bagaimana teknik untuk mengimobilisasi enzim di dalam matriks polimer polyvinil alcohol (PVA) pada kawat wolfram agar kompatibel sebagai biosensor? 2. Bagaimana kondisi optimum biosensor urea untuk penentuan urea standar? 3. Bagaimana menentukan kinerja biosensor urea meliputi sensitivitas biosensor, jangkauan pengukuran dan waktu respon? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat biosensor urea dengan deteksi potensiometri menggunakan tehnik imobilisasi enzim urease pada matriks polimer PVA agar kompatibel sebagai biosensor.

7 2. Menentukan kondisi optimum biosensor urea untuk penentuan urea standar. 3. Menentukan jangkauan pengukuran dan waktu respon biosensor urea. 4. Menghasilkan elektroda kerja dengan matriks PVA yang memiliki sensitivitas yang tinggi pada metode potensiometri. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui strategi yang baik dalam pembuatan biosensor urea dengan deteksi potensiometri dan mengetahui kondisi optimum biosensor urea untuk penentuan urea standar. 2. Menghasilkan penelitian dibidang sensor kimia berupa publikasi ilmiah yang dapat digunakan sebagai informasi dan masukan bagi peneliti.