seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 11 yang memberikan pengertian : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan-persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maka, dengan adanya permohonan kredit seperti yang dimaksud di atas oleh nasabah, Bank sendiri akan menganalisa dan mempertimbangkan permohonan kredit tersebut. Dan apabila Bank tersebut menganggap bahwa permohonan kredit itu layak untuk diberikan kepada nasabah. Maka, agar hal itu dapat terlaksana, perlu adanya suatu persetujuan atau kesepakatan. Persetujuan atau kesepakatan ini dapat dituangkan dalam bentuk tertulis yang biasanya berupa perjanjian kredit atau pengakuan hutang antara nasabah pemohon kredit dengan Bank. Mengetahui pengertian dari suatu perjanjian kredit, Mariam Badrulzaman membedakan pengertian tersebut kedalam 2 (dua) hal, yaitu: 14 a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan Artinya bahwa, perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima perjanjian mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian tersebut bersifat konsensual obligatoir (perjanjian yang timbul atau berbentuk, bersifat mengikat). Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak. Dengan terjadinya penyerahan uang barulah dapat dikatakan perjanjian kredit terjadi. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrafendo). Maksudnya adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (pinjam meminjam). Sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian 1 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Ctk.Kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm.32
kredit. 15 b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian standar Artinya bahwa, perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, lantas kemudian disodorkan kepada debitur. Dalam praktek perbankan, biasanya Bank sudah menyediakan blanko akta, yang sudah dibuat tetap. Jadi nasabah langsung mengisi blanko akta yang disiapkan oleh Bank tersebut. 2. Syarat- Syarat Dalam Pemberian kredit Untuk dapat terjadinya suatu kredit pada Bank, maka sebelum hal itu terjadi harus ada suatu permohonan untuk adanya hal tersebut oleh calon nasabah. Kemudian setelah permohonan kredit diajukan calon nasabah, bank akan mencoba menganalisa permohonan kredit itu terlebih dahulu. Analisis yang dilakukan oleh bank meliputi: 1. Latar belakang nasabah atau perusahaan nasabah. 2. Prospek usaha yang akan dibiayai. 3. Jaminan yang diberikan (kekayaan debitur). 4. Hal hal lain yang ditentukan oleh Bank. Tujuan analisis ini adalah untuk meyakinkan Bank bahwa kredit yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif. Dari hasil analisis ini, Bank kemudian memberikan pertimbangan dengan hati-hati apakah permohonan yang diajukan oleh nasabah tersebut adalah layak atau tidak. Untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan ini, pada dasarnya Bank mengggunakan konsep dasar, yaitu konsep 5C, yaitu: a. Watak (Character) Ini digunakan untuk mengetahui itikad baik nasabah calon debitur untuk membayar kembali kredit yang diterimanya dan untuk mengetahui kemauannya untuk membayar. Penilaian ini meliputi moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan 15 Hartono Soerja Pratikayo, Hutang Piutang, Mustika Wikasa, Yogyakarta, hlm. 3, dalam buku yang ditulis Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Ctk.pertama, 2000, hlm. 30
pribadi calon debitur yang sangat berpengaruh terhadap pelunasan kredit. b. Kemampuan (Capacity) Ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur untuk membayar kembali kredit erta bunganya. Penilaian itu dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui kredit. c. Modal (Capital) Ini dilakukan guna mengetahui jumlah modal yang dimiliki calon debitur cukup untuk memodali dalam menjalankan usahanya. Makin besar jumlah modal yang ditanam oleh calon debitur ke dalam usaha yang akan di biayai dengan kredit, makin menunjukkan keseriusancalon debitur menjalankan usahanya. d. Jaminan (Collateral) Ini dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon debitur untuk menutupi resiko kegagalan pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Barang jaminan berfungsi sebagai pengaman terhadap kemungkinan ketidakmampuan calon debitur melunasi kredit yang diterimanya. e. Keadaan (Condition) Ini dilakukan untuk mengetahui kondisi atau keadaan pada suatu saat disuatu daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur. Perjanjian kredit ini dibuat oleh kedua pihak yaitu antara debitur dan kreditur dikarenakan adanya kesepakatan diantara mereka. Dengan ditandatanganinya perjanjian kredit, melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak tersebut. Dalam tahap membuat perjanjian kredit ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur, yaitu: 1. Syarat Penandatangan Syarat ini merupakan syarat-syarat yang diharuskan oleh Bank untuk dipenuhi oleh debitur sebelum melakukan penandatanganan perjanjian kredit, diantaranya: a. Telah mengembalikan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) yang telah ditandatangani oleh nasabah diatas materai serta sebuah Buku Syarat Umum Kredit.
b. Telah membayar atau menyetor uang tunai yang dipergunakan untuk: 1. Profisi/ commitment fee kredit, 2. Titipan cadangan biaya notaris untuk pengikatan hak tanggungan 3. Titipan cadangan biaya asuransi c. Menyerahkan surat persetujuan persero komanditer (perusahaan debitur) atas tindakan persero aktif perusahaan mengajukan permohonan kredit dan menjaminkan harta kekayaan perusahaan serta menandatangani perjanjian kredit beserta addendumnya (termasuk accesoir nya) d. Menyerahkan surat permohonan kredit yang ditandatangani persero aktif dengan persero komanditer (sesuai AD/ART perusahaan debitur) dan persetujuan isteri bagi perusahaan perorangan diatas materai atas tindakan direksi untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut: i. Menyetujui hubungan kredit denagn Bank dan menyetujui syarat-syarat umum perjanjian kredit. ii. Menandatangani perjanjian kredit beserta accesoirnya di Bank. e. Menyerahkan surat pernyataan diatas materai, yang menyatakan bahwa apabila dikemudian hari dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit atau tindakan lain dalam rangka pelaksanaan penjaminan kredit mengalami barang jaminan kredit yang ditawarkan dengan barang jaminan kredit lain yang nilainya minimal sama dengan jaminan kredit semula dan dapat diikat secara yuridis sempurna sesuai ketentuan dan perundangundangan yang berlaku. f. Menyerahkan copy legalitas perusahaan (diikuti denagn pembuktian keaslian dengan cara menunjukkan aslinya) berupa perizinan antara lain: NPWP, SIUP, TDP, izin HO, Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan perizinan lainnya dari instansi terkait. g. Menyerahkan pas foto terbaru dari debitur dengan ukuran 6 x 6 cm masing-masing sebanyak 3 lembar yang ditempelkan di atas kertas tebal disertai nama, kabatan, alamat rumah dan ditandatangani yang bersangkutan serta dilampiri foto copy KTP yang masih berlaku dan/ atau tanda pengenal lainnya.
2. Syarat lain-lain. Syarat ini harus disanggupi oleh debitur yang akan menerima kredit dari Bank, yaitu berupa kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi debitur, seperti: 1. Selama kredit belum lunas, debitur berkewajiban untuk: a. menyampaikan laporan kegiatan usaha dalam kuantum dan nilai yaitu pembelian, produksi, persediaan penjualan dan piutang dagang/usaha setiap bulan paling lambat telah diterima Bank akhir periode laporan. b. Menyampaikan laporan keuangan in-house setiap triwulan (3 bulan) paling lambat telah diterima bank 60 hari setelah akhir periode laporan, dan laporan keuangan tahunan unaudited atau audited paling lambat diterima Bank 180 hari setelah akhir periode laporan. c. Menyalurkan seluruh aktifitas keuangan perusahaan/usaha melalui cabang Bank. d. Menggunakan fasilitas kredit sesuai dengan tujuan penggunaan kredit. e. Mengijinkan pihak yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan usaha dan aktifitas keuangan debitur. f. Memelihara rasio laporan keuangan. 2. Selama kredit belum lunas, tanpa persetujuan Bank terlebih dahulu debitur tidak diperkenankan: a. Memindahkan barang jaminan. b. Memperoleh fasilitas kredit atau pinjaman lain dari pihak ketiga kecuali dalam rangka transaksi yang wajar. c. Mengikat diri sebagai penjamin hutang atau menjaminkan harta kekayaan perusahaan kepada pihak lain. 3. Bank berhak untuk menangguhkan dan/atau membatalkan realisasi/pencairan kredit yang belum ditarik jika ternyata debitur menggunakan dana kredit secara tidak wajar dan/atau menyimpang dari tujuan semula. 4. Syarat lainnya sesuai yaitu Syarat-syarat Umum Perjanjian Kredit Bank. 3. Unsur Unsur Perjanjian Kredit
Dari beberapa pengetian-pengertian perjanjian kredit yang diuraikan sebelumnya tadi, dapat digambarkan adanya unsur-unsur yang terkandung di dalam suatu perjanjian kredit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian kredit itu adalah sebagai berikut: a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur, yang disebut dan dituangkan dengan perjanjian kredit. b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti Bank. Dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa. c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur akan dan mampu membayar kreditnya. d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur kepada pihak kreditur. e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada debitur. f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada pihak kreditur, disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dan pengembalian kredit oleh debitur. h. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi, semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. 16 Begitu pula sebaliknya, semakin singkat, semakin kecil resikonya. 4. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk didalam suatu perjanjian. Salah satu pihak dapat dianggap melakukan wanprestasi jika: 1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau dilaksanakan atau; 16 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 7
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tidak sebagaimana mestinya. 3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk menilai serta mengetahui bahwa sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu dilihat apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan atau pemenuhan prestasi atau tidak. Jika dalam hal tenggang waktu pemenuhan prestasi telah ditentukan, maka debitur dianggap lalai atau wanprestasi dengan telah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tetapi debitur belum memenuhi kewajibannya. Tetapi jika tenggang waktu pemenuhan prestasi tidak ditentukan, maka debitur perlu diperingatkan. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, yang berbunyi: Si berhutang adalah lalai apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi periktannya sendiri. Ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Maka tata cara memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya dilaksanakan dengan memberi peringatan tertulis yang isinya mengatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang telah ditentukan. Jika dalam waktu tersebut debitur tidak memenuhi, maka debitur dinyatakan lalai atau wanprestasi. Peringatan tertulis dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang yang disebut somatie. Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur yang disertai berita acara penyampaiannya. 17 Untuk peringatan tertulis yang sifatnya tidak resmi. Misalnya, surat tercatat atau telegram yang disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Tidak mudah dalam praktek atau pada kenyataannya, untuk menentukan suatu prestasi telah dilaksanakan atau belum. Namun untuk hal itu, Hardiyan Rusli menyatakan bahwa suatu perbuatan belum merupakan pemenuhan prestasi secara materi dalam hal : A. Pihak yang menderita akan kehilangan keuntungan yang diharapkan 18 17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, Hlm. 204-205 18 Hardiyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law, Pustaka Sinar harapan, Jakarta, 1993, hlm. 133
B. Pihak yang menderita akan mendapatkan penggantian selayaknya atau dari keuntungan yang hilang. C. Pihak yang gagal memenuhi atau menawarkan pemenuhan akan terkena denda. D. Terdapat kemungkinan pihak yang memenuhi atau menawarkan pemenuhan atau memperbaiki kegagalannya dengan mempertimbangkan semua keadaan termasuk memastikan secara beralasan. E. Kelakuan dari pihak yang gagal melakukan atau menawarkan pemenuhan sesuai dengan itikad baik dan usaha yang adil. Jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntut kepada debitur untuk melakukan: 1. Meminta pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat. 2. Meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang diderita olehnya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan. 3. Menuntut pelaksanaan perjanjian, atau; 4. Dalam suatu perjanjian yang melibatkan kewajiban timbal balik atau kelalaian dari satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta kepada hakim agar perjanjian dibatalkan.