BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT BLORA TENTANG MTA DI BLORA. A. Tanggapan Organisasi Masyarakat Islam di Wilayah Blora

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II SEJARAH MTA DI BLORA. A. Latar Belakang Berdirinya MTA di Blora. mulai dirintis pada tahun 1987 di dusun Bangkerep desa Balong

BAB I PENDAHULUAN. MTA adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiah yang. berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah. 1 MTA sendiri didirikan oleh

BAB IV EKSISTENSI MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) DI DESA MENDENREJO KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN BLORA DAN RESPON MASYARAKAT TERHADAPNYA

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO

I. PENDAHULUAN. khususnya Agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Ngismatul Choiriyah, Studi Banding Paham Aqiqah Mahasiswa Angkatan Tahun 2011 Fakultas Agama

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas dzikir jama i di kalangan masyarakat muslim Indonesia sebenarnya

barakah sesuai dengan sosio-kultural yang membentuknya dan mendominasi cara

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia, dan ukhrawi. Agama Islam yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW

BAB I PENDAHULUAN. menyebarluaskan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat. Dalam mengajak umat

KABUPATEN SIDOARJO. menganalisis ragam pandangan tokoh agama kecamatan Taman tentang. benda wakaf yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD. A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

PRAKTEK RITUAL BAKAR DUPA DALAM PANDANGAN ISLAM DESA LAWONUA KEC.BESULUTU KAB. KONAWE

BAB IV ANALISA DATA. A. Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat. jika yang dinamakan hidup bersama dan berdampingan pasti ada masalah

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

PEDOMAN WAWANCARA Pimpinan Syi ah Tokoh Masayarakat (mayoritas NU)

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Lampiran. masyarakat untuk aktif dalam kegiatan dakwah? 6. Bagaimana respon masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu

BAB IV MODEL KOMUNIKASI DAKWAH DALAM MENINGKATKAN UKHUWAH ISLAMIYAH PADA MAJELIS TA LIM JAMI IYAH ISTIGHOSAH AL-MU AWWANAH

BAB IV DINAMIKA HUBUNGAN SOSIAL DAN PENGARUH ALIRAN KEAGAMAAN ISLAM DI KECAMATAN SOLOKURO TERHADAP MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

BAB IV ANALISIS. ersepsi Ulama terhadap Akhlak Remaja di Desa Sungai Lulut Kecamatan

Internet. Poerwadarminta, W.J.S.,(ed.al). Pendidikan, Kamus Besar Bahasa

BAB IV GAMBARAN UMUM DUSUN NONGKO DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGARINGAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hijriyah atau pada abad ke tujuh Masehi. Ketika itu, berbagai agama dan

TABEL KEGIATAN DI MASJID AGUNG DEMAK DALAM PENINGKATAN DAKWAH ISLAM. 1) Kegiatan harian NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU 1 Sholat berjamaah

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERESMIAN PANTI ASUHAN PUTRA DAN MASJID AL-MA UN BANYUBIRU

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berupa ajakan, seruan dan sebagai pemberi peringatan dengan

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Kyai dalam menciptakan budaya religius pada masyarakat. melalui kegiatan pengajian kitab kuning

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

PENUTUP. berbagai belahan dunia, di Malaysia ada Islam Hadhori di bawah pimpinan. Abdullah bin Ahmad Badawi dan di Yordania ada Islam Wasatiyyah yakni

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA ANNUAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES VIII TANGGAL 3 NOVEMBER 2008 DI PALEMBANG

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB II KONDISI OBJEKTIF KAMPUNG MALANG NENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan diri dan keluarganya. Secara sosial ekonomi masyarakat sekarang

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. 2011), hlm. 9. (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2007), hlm Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga,

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya telah ditegaskan dalam al-qur an maupun hadis Nabi. SAW, bahwa Allah SWT mencintai keindahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada

BAB IV PENYIMPANGAN AQIDAH DALAM SEDEKAH LAUT DI KELURAHAN BANDENGAN

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

BAB IV ANALISIS TERHADAP AKURASI ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SUNAN AMPEL. A. Analisis Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Sunan Ampel

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

DAFTAR ISI. Bab I Pendahuluan. 10. Bab II Pengertian Manhaj Salaf Ahlussunnah wal Jama ah Salaf.. 19

A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. tersebut selanjutnya peneliti sajikan dengan teori-teori pada tinjauan

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan laporan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV terlebih di

2. BAB II TINJAUAN UMUM

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

PENGARUH AQIDAH ASY ARIYAH TERHADAP UMAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

MOTIVASI BERZIARAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF STUDI KASUS DI MAKAM SYEKH JA FAR SHADIQ SUNAN KUDUS

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan Islam di Nusantara (Indonesia) erat kaitannya dengan

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN ISRO MI ROJ NABI MUHAMMAD SAW. FORUM TAKMIR MASJID SE-DESA MUNCAR

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah Islamiyah merupakan suatu kegiatan yang bersifat menyeru,

BAB IV PENUTUP. melalui tiga hal, yaitu satu identitas beragama Islam, dau identitas. bentuk, yaitu slametan dan nyadran.

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan penurunan tingkat toleransi di Indonesia, salah satu segmen

BAB I PENDAHULUAN. Berbangsa dan Bernegara, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH CABANG BLIMBING DAERAH SUKOHARJO

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO

BAB IV ANALISIS DATA. ajaran Islam yang bersumber pada al-qur an dan as-sunnah. Sedangkan secara

Muhammadiyah Sebagai. Gerakan Tajdid

I. PENDAHULUAN. oleh Durkheim (Betty Schraf, 1995), bahwa fungsi agama adalah. mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

ESSAY BEBAS STUDY EXCURSIE Kebhinekaan dan Solidaritas Sosial Masyarakat Lamongan

1) Mendefinisikan Konsep kegiatan pengajian rutin Majelis Dzikir

BAB III PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI LINGKUNGAN KELUARGA. 1. Letak Georgafis Desa Tahunan Baru, Tegalombo, Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (selanjutnya disebut LDII) merupakan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Transkripsi:

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT BLORA TENTANG MTA DI BLORA A. Tanggapan Organisasi Masyarakat Islam di Wilayah Blora 1. Muhammadiyah Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat Islam yang diinterpretasikan masyarakat sebagai kalangan modernis. Hal ini dikarenakan pendiri Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan termasuk tokoh pemurnian Islam di Indonesia. Dimana pada intinya KH. Ahmad Dahlan memiliki tujuan untuk memberantas praktekpraktek bid ah, khurafat, dan tahayul. Karena hal tersebutlah KH. Ahmad Dahlan termasuk salah satu tokoh pembaruan pemikiran Islam murni sebagaimana yang dilakukan tokoh-tokoh sebelumnya seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamalluddin Al- Afghani, Muhammad Abduh dan lain-lainnya. 1 Secara budaya Muhammadiyah termasuk dalam budaya Islam puritan. Menurut istilah Islam puritan yaitu sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem beragama Islam yang serba otentik 1 Ahmad Taufik,et.al, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005),130.

45 atau asli dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal dari teks suci berupa Alquran dan hadis Nabi. 2 Sementara itu Majelis Tafsir Alquran (MTA) yang didirikan Abdullah Thufail, beliau memiliki intelektualisme yang ketat sehingga sedikit agak puritan. 3 Hal tersebut tergambar dari ia ingin menghapuskan tradisi-tradisi jawa yang bersifat supranatural seperti slametan, pemberian sesaji pada roh da Ratu Kidul, dan juga kepercayaan terhadap pusaka-pusaka yang dianggap sakral. 4 Memang kalau kita lihat dari penjelasan di atas ada kesamaan antara Muhammadiyah dan juga MTA. Karena hal tersebutlah kaderkader Muhammadiyah yang ada di Indonesia terutama di Blora sangat menyambut baik dengan hadirnya MTA di Blora. 5 Pada awal munculnya MTA di Blora mungkin tidak banyak yang tahu tentang MTA itu seperti apa. tapi sebelum munculnya pengajian MTA bapak Wakidi salah satu tokoh MTA di Blora sudah mengikuti pengajian di Muhammadiyah. Karena hal tersebutlah ketika ustad Tumin kembali ke kampung dan menyampaikan hasil ngajinya di Solo bapak Wakidi merasa cocok dengan apa yang disampaikan ustad Tumin. Hal ini dikarenakan apa yang didapat ustad Tumin sejalan dengan hasil ngaji bapak Wakidi di Muhammadiyah. 6 2 Sutiyono, Benturan Budaya Islam: Puritan & Sinkretis(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010),8. 3 M.C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa(Jakarta: Serambi, 2013),305. 4 Ibid. 5 Sopyan, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016 6 Wakidi, Wawancara, Kunduran-Blora, 13 Juni 2016.

46 Selain itu Muhammadiyah menganggap MTA juga membantu Muhammadiyah dalam proses pemurnian Islam dan juga pemberantasan tahayul, bid ah, khurafat yang saat ini masih banyak dipraktekan oleh masyarakat indonesia. 7 Selain itu jika kita lihat lebih lanjut banyak sekali kader-kader Muhammadiyah yang ikut dalam pengajian MTA. Hal ini dikarenakan MTA sering mengadakan pengajian rutin yang diadakan setiap minggu dan hal tersebut belum bisa ditiru oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri juga menilai bahwa mereka harus belajar dari MTA dalam pembuatan pengajian. 8 Meskipun banyak sekali persamaan tapi ada beberapa perbedaan antara Muhammadiyah dan MTA, yang pertama adalah dari sisi pemikiran, Muhammadiyah membebaskan kader-kadernya untuk berfikir bebas dalam memandang tafsiran-tafsiran Alquran atau sunnah Nabi, tapi pemikiran bebas tersebut juga ada batasan, sedangkan MTA sendiri menginginkan jamaahnya untuk memiliki pemikiran yang sama tentang penafsiran terhadap Alquran dan sunah. Jika ada salah satu jamaah yang berbeda pendapat, maka pendapat tersebut harus disampaikan pada ahli tafsir MTA pusat tetapi jika masih ngotot terhadap pendaptnya, maka dipersilakan untuk mencari 7 Ibid. 8 Ibid.

47 tempat pengajian lain. 9 Hal ini dilakukan MTA karena ditakutkan jika ada pendapat yang berbeda, ditakutkan organisasi ini akan pecah. 10 Yang kedua yang membedakan antara Muhammadiyah dan MTA adalah adanya beberapa tafsiran tentang hadis yang berbeda. Conthnya tentang takbir di hari raya untuk lafadz takbir kedua kelmpok ini memiliki kesamaan cuma perbedaan adalah pada waktu. Muhammadiyah sendiri menganggap bahwa takbir hari raya bisa dilaksanakan pada malam hari raya setelah sholat magrib, sedangkan MTA menganggap hadis tentang waktu takbir yang digunakan Muhammadiyah itu daif. Tetapi perbadaan tersebut tidak mengakibatkan konflik. 11 Karena hal tersebutlah pengajian-pengajian MTA yang berada di lingkungan komplek Muhammadiyah seperti MTA cabang Cepu Perwakilan Blora, dan Juga Cabang Randublatung Perwakilan Blora sama sekali tidak terjadi konflik baik berupa adu mulut ataupun bentrok fisik secara langsung. 2. Nahdlatul Ulama Dalam konteks masyarakat muslim terdapat dua kelompok muslim, dimana kedua kelompok tersebut sering terjadi perbedaan pendapat yang berakibat konflik dan adu mulut. Kedua kelompok muslim tersebut adalah muslim puritan dan kultural atau sinkritis. 12 9 Ibid. 10 Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 13 Juni 2016 11 Sopyan, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016 12 Ikila Nur Afida, Konflik antara Majelis Tafsir Al-Qur an (MTA) dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Praktek Keagamaan di Kabupaten Bantul, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Syari ah dan Hukum, 2015), 1.

48 Masyarakat muslim puritan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Yang termasuk organisasi Islam puritan adalah Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), MTA, Jamaah Salafi, Jamaah Tabligh. Sementara itu kelompok muslim kulutural adalah kelompok muslim yang memandang bahwa budaya adalah sarana transformasi agama. Organisasi yang bercorak keagamaan adalah NU. 13 Dalam kegiatan keagamaannya muslim sinkeretis atau kultural mencampurkan budaya Islam dan budaya lokal yang telah lestari didalam kehidupan masyarakat. 14 Sebagai contoh budaya sinkretis yang diwujudkan dalam bedntuk tradisi slametan, tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji, dan lain-lain. Tradisi-tradisi tersebut lambat laun men galami tahap perubahan. Dalam artian sebelumnya tradisi-tradisi tersebut adalah tradisi tersebut adalah warisan dari agama Hindu dan Budha, tapi setelah masuknya Islam ada beberapa hal yang dirubah dari tradisi tersebut. Contohnya slametan, dulu slametan sering dilakukan ditempat-tempat yang dianggap kramat, dan doa-doanya pun berupa mantra. Tapi dengan datangnya Islam poin-poin dalam tradisi tersebut mulai dirubah tanpa menghilangkan tradisi tersebut. 13 Ibid. 14 Suyitno, Benturan Budaya Islam: Puritan &Sinkretis, 5.

49 NU termasuk organisasi masyarakat Islam yang bercorak kultural. Karena hal tersebutlah NU masyarakat banyak yang menganggap NU sebagai kelompok Islam tradisional. Karena NU adalah organisasi yang bercorak kultural maka anggota NU sendiri sering terjadi perbedaan pendapat dengan masyarakat muslim puritan terutama MTA. Di beberapa tempat anggota NU entah itu Gerakan Pemuda Anshor, dan juga Satuan Tugas (SATGAS) Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) sering terlibat dalam penolakan pengajian MTA diberbagai tempat tidak terkecuali di Blora. Meskipun pada awal munculnya MTA di Blora NU tidak ada reaksi apapun hal itu dikarenakan dakwah MTA pada awal-awalnya tidak frontal seperti saat ini. Secara umum, konflik teologis antara warga MTA dan NU di Blora (dan juga di daerahdaerah lain) dilatarbelakangi oleh perbedaan teologis (khilafiyah) menyangkut praktik keagamaan. Konflik semacam ini sesungguhnya telah lama dan kerap terjadi di Indonesia terutama di daerah-daerah berbasis Islam tradisional. 15 Hal tersebut disebabkan karena MTA mendakwahkan ajaranya secara frontal atau terang-terangan. Hal ini berbeda dengan prinsip dakwah NU yang dilakukan dengan jalan damai seperti yang 15 Ahmad Asroni, Islam Puritan Vis A Vis Tradisi Lokal: Meneropong Model Resolusi Konflik Majelis Tafsir Al-qur an dan Nahdlatul Ulama di kabupaten Purworejo, Conference Proceddings Anual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII), 2666.

50 dilakukan walisongo ketika mendakwahkan Islam. Hal ini dilakukan karena NU melihat sejerah peradaban Islam yang yang ada di Eropa terutama di Andalusia. Dimana ketika itu dakwah Islam dilakukan secara peperangan. Memang pada saat itu Islam mengalami zaman kejayaan akan tetapi ada pihak-pihak tetrtentu yang tidak suka dengan hal tersebut. Dan akhirnya ketika Islam mulai goyah kerajaan Kristen di Spanyolpun mulai memikirkan strategi untuk merebut seluruh kekuasaan Islam yang ada di Spanyol. Pada akhirnya Islampun kalah dan seluruh kekuasaan Islam di Spanyol diberikan pada Kerajaan Spanyol yang ketika itu dipimpin Ratu Isabella. Dibawah pimpinan Ratu Isabella, masyarakat yang masih beragama Islam diberi pilihan, masuk dalam agama Kristen atau pergi dari Spanyol. Dari hal tersebutlah maka NU memandang dakwah secara damai dipandang sangat cocok sekali jika disampaikan di Indonesia. Berkaca dari hal tersebut NU sangat mengecam MTA terkait dakwahnya yang sangat ekstrim dan terlalu frontal dan menyinggung masyarakat Islam sinkretis. Selain itu yang membuat para kader-kader NU mengamuk adalah MTA menganggap kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan sebagian besar masyarakat terutama Nahdiyin seperti tahlilan, yasinan, megengan, dan lain-lain dianggap Bid ah. Hal inilah yang membuat sebagian besar jamaah NU agak geram, tak terkecuali di Blora.

51 NU di Blora sebenarnya tidak masalah dengan adanya pengajian MTA di Blora, selama apa yang di dakwahkan tidak membuat resah masyarakat dan juga apa yang di dakwahkan sesuai dengan kitab Fiqh yang menjadi pedoman NU. 16 Kenapa NU menggunakan fiqh dalam mendakwahkan ajarannya, hal tersebut dikrenakan menurut pandangan NU sendiri kembali langsung ke Alquran dan Assunnah tanpa melaluai ijtihad imam mazhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Alquran dan Hadis secara langsung tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan Imam Mazhab akan menghasilkan pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam. 17 Sedangkan MTA sendiri langsung menafsirkan Alquran dan hadis tersebut tanpa adanya ijtihad. Mungkin karena perbedaan inilah yang membuat perbedaan NU dan MTA sangat mencolok terutama dalam bidang aqidah. Meskipun sering terjadi konflik antara NU dan MTA di Blora, akan tetapi sampai saat ini selama dakwah MTA tidak meresahkan masyarakat, NU tidak akan bereakasi. 16 M. Fatah, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016 17 Akhmad Taufik,dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, 143.

52 B. TANGGAPAN MASYARAKAT 1. Aparat Pemerintahan Keberadaan MTA di Blora mengundang banyak sekali respon dari masyarakat Blora tidak terkecuali aparatur pemerintahan. Memang pada awal munculnya MTA di Blora aparatur pemerintah sangat menyambut baik dengan adanya pengajian tersebut. Aparat pemerintah menilai pengajian tersebut sangat positif sekali untuk warga, terutama warga yang hanya menyandang status islam KTP. Masyarakat pun mulai dikenal masyarakat dengan aliran sesat, bahkan masyarakatpun mengecam dan mengadukan hal tersebut ke aparatur desa, tapi aparatur desa tetap merespon hal tersebut secara netral. Karena aparat pemerintah terutama diwilayah desa tidak boleh memihak salah satu kelompok dan harus menengahi dan menyelasaikan konflik antara warga dan juga jamaah MTA. 18 Aparatur pemerintahan ditingkat desa yang selama ini bersinggungan langsung dengan konflik antara MTA dengan masyarakat pada umumnya menanggapi bahwa selama MTA tidak membuat resah warga lainnya, mereka tidak keberatan dengan adanya MTA wilayah mereka. Karena antara warga MTA atau sama-sama beragama Islam, sama-sama beriman kepada Allah SWT, dan juga berpendoman pada Al-Qur an dan hadis. 18 Ta at Mahmudi, Wawancara, Kunduran-Blora, 18 Mei 2016

53 Tapi mereka juga menghimbau pada jamaah MTA supaya tidak mengajak masyarakat awam untuk mengikuti ajarannya, biarlah masyarakat bebas memilih keyakinannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan kesalah pahaman antara keduanya. Terutama bagi masyarakat yang buta akan ajaran Islam, yang sekiranya mudah untuk dipengaruhi. 19 2. Mayarakat Umum Indonesia terkenal akan keanekaragaman ras, suku bangsa, budaya, etnis, dan juga agama. 20 Selain itu Islam di Indonesiapun juga memiliki keanekargaman tersendiri dikalangan masyarakat, ada Islam puritan yang dianggap kelompok-kelompok yang ingin mengembalikan Islam pada ajaran sebenarnya sesuai dengan Alquran dan hadis, ada pula Islam sinkretis yang mencampurkan budaya Islam dan budaya lokal yang telah lestari di masyarakat. 21 Akan tetapi keanekaragaman tersebut sering kali terjadi benturan budaya sehingga membuat kedua kelompok terlibat bentrok baik berupa fisik maupun adu mulut. Memang kalau kita lihat mayoritas penduduk Indonesia tidak terkecuali di Blora beragama Islam, namun demikian budaya leluhur masih belum mereka tinggalkan. Perpaduan antara ajaran agama Islam dengan tradisi Jawa masih tampak dalam corak 19 Ruswita Subekti, Respon Masyarakat Terhadapa Kebgeradaan Majelis Tafsir Al-Qur an (MTA) di Desa Mendenrejo Kecamatan Keradenan Kabupaten Blora, (Skripsi, IAIN Walisongo Fakultas Ushuluddin, Semarang, 2014), 70. 20 Suyitno, Benturan Budaya Islam: Puritan &Sinkretis, 9. 21 Ibid., 10.

54 kehidupan masyarakat. Ritual-ritual khusus yang bernuansakan tradisi budaya Jawa masih sering dijumpai dalam kehidupan seharihari seperti slametan yang dikombinasikan dengan tradisi Islam berupa pengajian dan tahlilan yang juga seringkali diadakan di rumah-rumah penduduk. 22 Walaupun demikian ada juga penduduk yang mengamalkan Islam sebagaimana ajaran yang seharusnya dan menanggalkan tradisi-tradisi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, dan yang ada di Blora salah satunya yang saat ini seadang gempar di masyrakat yaitu aliran Majlis Tafsir Alquran (MTA). MTA selalu dipandang aneh bagi masyarakat Jawa yang masih menggunakan tradisi-tradisi Jawa tersebut, karena bagi warga MTA, slametan, tahlilan, dan tradisi-tradisi Jawa lainnya semua itu adalah bid ah dan dilarang oleh agama. 23 Keberadaan manusia dalam suatu komunitas tidak bisa dilepaskan dari keberadaan orang lain yang berada di sekitarnya. Hal ini mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dan selalu membutuhkan orang lain untuk mencukupi kebutuhannya. Namun di sisi lain, terkadang keberadaan sekelompok orang tidak dikehendaki oleh kelompok yang lain. 24 22 M. Fatah, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016 23 Ibid. 24 Ruswita Subekti, Respon Masyarakat Terhadapa Kebgeradaan Majelis Tafsir Al-Qur an (MTA) di Desa Mendenrejo Kecamatan Keradenan Kabupaten Blora, 65.

55 Keberadaan pengajian MTA di lingkungan masyarakat Blora telah menerima berbagai tanggapan. Meskipun pada awal munculnya MTA di Blora menuai respon positif bahkan banyak dari masyarakat yang mengikuti pengajian. Masyarakat pun mulai meninggalkan pengajian ketika ada beberapa hal terutama masalah aqidah yang di sampaikan di pengajian tidak cocok dengan kebiasaan masyarakat contohnya doa qunut. Karena perbedaan itulah masyarakat mulai meninggalkan pengajian, tapi perbedaan tersebut tidak membuat konflik antara jamaah MTA dengan warga sekitar. Barulah setelah MTA Blora mulai mempraktekan dan menampaikan hasil ngajinya mulai banyak respon dari masyarakat. Respon tersebut muncul karena masyarakat melihat adanya sesuatu yang berbeda dan menilai ada sesuatu yang terlihat asing dari apa yang mereka dengar dari pengajian MTA. Sedangkan respon masyarakat sendiri berbeda-beda ada yang merespon positif, ada yang negatif, dan ada pula yang bersikap netral. Dari respon-respon yang berbeda-beda tersebut sebagian besar masyarakat Blora merespon negatif. masyarakat yang merespon negatif secara pribadi tidak simpatik dengan MTA, karena MTA menganggap amalan Islam yang mereka ikuti adalah yang paling benar dan menyalahkan amalan-amalan umat Islam

56 lain seperti tahlilan, yasinan, megengan, dan lain-lain dianggap sebagai amalan bid ah dan syirik. 25 Masyarakat yang mayoritas dari kaum nahdliyin (anggota NU) menialai bahwa bid ah ada 2 bagian, yaitu bid ah hasanah (baik) dan bid ah sayyi ah (buruk), dan amalan-amalan yang selama ini di amalkan oleh masyrakat merupakan bid ah hasanah, yang boleh untuk diikuti dan tidak menjadikan seseorang menjadi syirik. 26 Perbedaan pandangan inilah yang membuat masyarakat menganggap MTA adalah aliran sesat. Memang awal-awal munculnya MTA di Blora tepatnya di kecamatan Kunduran pada tahun 1987 masyarakat menyambut baik. Tapi respon masyarakat mulai berbeda pada tahun 2000 ketika jamaah MTA mulai mengamalkan hasil pengajiannya. Dimana para jamaah MTA sudah mulai meninggalkan tradisitradisi yang dilakukan masyarakat seperti tahlilan, yasinan, megengan, dan lain-lain. Karena hal tersebutlah pada tahun 2001 pengajian MTA di kecamatan Kunduran di bubarkan masyarakat sekitar karena dianggap sesat. 27 Konflik tersebut selesai pada tahun 2003. Dan pada akhirnya pada tahun 2005 MTA Perwakilan Blora diresmikan. 25 Ibid., 66. 26 Ibid., 68. 27 Saefudin Amsa, Rekonstruksi Diri Dan Masyarakat Studi Tentang Anggota Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Blora Jawa Tengah, (Tesis, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2014), 112.

57 Tapi konflik tersebut tidak selesai disitu pada tahun 2008 masyarakat melarang MTA untuk sholat di masjid yang ada di dusun tempat MTA melakukan pengajian. Karena hal tersebut MTA Perwakilan Blora membuat Masjid pribadi yang letaknya tidak jauh dari masjid tempat ibadah warga. Tapi setelah terjadi konflik tersebut lama-lama warga mulai terbiasa dengan adanya MTA di lingkungan mereka, bahkan tak jarang waraga dan jamaah MTA sekitar melakukan gotong royong untuk kegiatan bakti, seperti bersih-bersih desa, yang terpenting kegiatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan amalan-amalan yang dilakukan jamaah MTA. 28 Setelah lama tidak terdengar kabar tentang konflik antara MTA Blora dengan warga akhirnya pada tahun 2012, ketika itu MTA akan melakukan pengajian akbar untuk meresmikan beberapa cabang. Akan tetapi pengajian tersbut dibubarkan oleh warga dikarenakan Warga tidak sepaham dengan ajaran MTA yang tidak membenarkan adanya tahlil dan ziarah kubur. Padahal, tradisi ziarah kubur selama ini sangat melekat bagi masyarakat. 29 28 Ta at Mahmudi, Wawancara, Kunduran-Blora, 18 Mei 2016 29 Liputan 6, Bentrokan Berlanjut antar Warga dan Jamaah MTA, dalam http://news.liputan6.com/read/421040/bentrokan-berlanjut-antara-warga-dengan-jamaahmta (14 Juli 2012)

58 Kejadian tersebut terjadi pada hari Jum at 13 Juli 2012 di desa Kamolan kecamatan Blora, Kabupaten Blora Jawa Tengah. 30 Sejak sore warga sudah menghadang para jamaah MTA yang akan memasuki wilayah pengajian, bahkan bis-bis yang mengangkut jamaah MTA dari luar daerah Blorapun dilarang masuk daerah tersebut. Puncaknya pada malam hari pukul 21.30 wib keributan yang berujung pada robohnya panggung. Selain itu, mobil yang ada di lokasi menjadi amukan kemarahan warga, hal ini dikarenakan panitia tidak segera membubarkan kegiatan tersebut. Selain mobil beberapa sepeda motor juga tidak luput dari amukan warga yang sejak siang berada di lokasi. 31 Aksi keributan tersebut mengakibatkan dua satgas (Satuan Tugas) MTA terluka di bagian pipi sehingga mendapatkan perawatan dari tim medis Polres Blora. Selain itu warga yang terlanjur marah membakar bendera-bendera MTA yang dipasang di pinggir lokasi. 32 Dari kejadian pembubaran tersbut akhirnya panitia pengajian akbar dan peresmian cabang MTA memutuskan untuk 30 Tim Muslim Daily, Penyerangan Pengajian MTA di Blora disinyalir ditunggangi Satgas Banser, dalam http://www.muslimdaily.net/berita/nasional/penyeranganpengajian-mta-blora-disinyalir-ditunggangi-satgas-banser.html (15 Juli 2012) 31 Ibid. 32 Ibid.

59 menunda acara peresmian dan juga membatalkan pengajian akbar yang akan dilaksanakan. Dan akhirnya peresmian cabang MTA Blora diadakan didaerah lain diluar kabupaten Blora, ditempat yang aman dari pendemo dan juga masyarakat yang tidak suka dengan MTA. Tapi dengan banyaknya konflik dan kecaman dari masyarakat tidak membuat MTA untuk mendakwahkan hasil dari pengajian surut, malah sebaliknya jamaah MTA makin kuat dan masyarakat pun sampai saat ini mulai terbiasa dengan para jamaah MTA yang ada di sekitar wilayah mereka. Bahkan tidak jarang antara masyarakat umum dan jamaah MTA melakukan kerja bakti bersama. Gambar Mobil milik jamaah yang dirusak oleh warga Gambar warga yang sedang membakar bendera-bendera MTA