KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER TAMPANG DUA KAYU MANGIUM F. DWI JOKO PRIYONO

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. cepat tumbuh termasuk mangium (Soedarsono, 2001).

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

Lampiran 1. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan Penelitian Disertasi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODA PENELITIAN. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DESAIN TUMPUKAN GELUGU (KELAPA GELONDONGAN) SEBAGAI PENYANGGA TEROWONGAN PERTAMBANGAN DALAM FORMAT ASD DAN LRFD EFFENDI TRI BAHTIAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

KARAKTERISTIK KEKUATAN DAN KEKAKUAN BALOK GLULAM KAYU MANGIUM INDAH SULISTYAWATI

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KUAT ACUAN TERHADAP JENIS KAYU YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA KUPANG BERDASARKAN SNI 7973:2013

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Dwi J Priyono 1), 2), Surjono Surjokusumo 3),Yusuf S Hadi 3), Naresworo Nugroho 3) Corresponding author: (Dwi J Priyono)

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

MATA KULIAH REKAYASA KONSTRUKSI KAYU (HHT433)

PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KECEPATAN RAMBATAN GELOMBANG DAN KETEGUHAN LENTUR BEBERAPA JENIS KAYU PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR MOHAMMAD MULYADI

I. KONTRAK PERKULIAHAN

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS KAYU

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

BAB III BAHAN DAN METODE

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

Karlinasari et al. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009)

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN LOG CORE KAYU KARET (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KEKAKUAN KAYU BORNEO DENGAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

SIFAT FISIS, MEKANIS DAN PEMESINAN KAYU RARU (Cotylelobium melanoxylon) SKRIPSI

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS NATRIUM SILIKAT

OPTIMASI PEMANFAATAN SALAH SATU JENIS LESSER KNOWN SPECIES DARI SEGI SIFAT FISIS DAN SIFAT MEKANISNYA SKRIPSI OLEH: KRISDIANTO DAMANIK

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

ANALISIS PENGUJIAN STRUKTUR BALOK LAMINASI KAYU SENGON DAN KAYU KELAPA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan struktural yang dipilah masinal

Analisis Kuat Tarik Kayu Menggunakan PKKNI 1961 dan SNI 7973:2013

PENGARUH RASIO BAMBU PETUNG DAN KAYU SENGON TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM LAMINASI

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

PROTOTYPE PARQUET DARI LIMBAH BATANG AREN Arenga pinnata (Wurmb) Merrill SKRIPSI. Oleh: ANDRO TARIGAN

III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL RUMAH PREFABRIKASI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK

Bab II STUDI PUSTAKA

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PEMAKAIAN METODA PENGUJIAN NONDESTRUKTIF UNTUK MENDUGA PENGARUH RETAK KAYU TERHADAP KEKUATAN KAYU MANGIUM

KAJIAN SAMBUNGAN BALOK KAYU BANGKIRAI DENGAN CLAW NAIL PLATE

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

Transkripsi:

KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER TAMPANG DUA KAYU MANGIUM F. DWI JOKO PRIYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari disertasi ini. Bogor, Januari 2012 F. Dwi Joko Priyono NIM E016010051/IPK ii

ABSTRACT F. DWI JOKO PRIYONO. Study of Mangium for Mechanical Laminated Timber and Double Shear Connection Using Shear Connector. Under the supervision of SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI and NARESWORO NUGROHO. Mangium wood from the timber estate have been developed continuously in an effort to reach the fulfilling of wood fiber and construction material needs to replace role of timber from the natural forests which has decrease. Timber connection requires a connector such as bolt that can distribute the load of wood to wood both the compression or tensile stress through all the connections. Bearing slip connector is a connector that is inserted into the hole in the wood, and burdened pressure and shear. Connection with the bolts most commonly used because making easier, however, the connection type is less efficient due to shear forces in the event it will be retained by the bolts and wood with only a cross-sectional area of the bolt. The research trying to find the 17 years old mangium properties as a building material and its engineered wood properties especially as double shear connection timber and mechanical laminated timber which using shear connector. The connector made of different materials, consists of similar mangium, mangium compressed, ironwood and steel. The bearing slip connector consist of two forms (dowel and rectangular) and arranged on one until three pairs of connector. The double shear component size and placement based on R-SNI(2002), each form of the sample was made in 4 replications and all of them have tested using a 35-ton Baldwin UTM. Mangium wood is classified in the III strength grade according to PKKI (1961), meanwhile if using modulus of elasticity results as a determination of quality grade based on RSNI (2002), the mangium includes in the quality code of E-11. The result of research also found that the rectangular steel bearing slip connector has the highest equations meanwhile the lowest equation was the ironwood materials. All of equations give high correlations ( R 2 between 0.743 to 0.947). Bearing slip connector can improve the ability of the connection in load-bearing. Densified of mangium able to raise the connection system's ability however not significantly, both in strength and displacement. Ironwood connector are not well used as a retaining shear pin because of easy to sliding split and significantly much below capacity than mangium wood. Steel connector result the load-bearing above significantly than mangium and ironwood. Dowel do not differ in terms of strength as compared with rectangle in proportional limit, and each additional number of connector producing an increase in load-bearing ability significantly. Observation on the displacement value shows that for the value which applied usually in Indonesia reach the strength ratio (SR) as 92.21% to the proportion limit and 44.91% to the maximum load. This value was in below position of the US standard (24.17 and 11.77%) and of the Australian standard (51.46% and 25.06% ) to the proportional limit and maximum load respectively. Displacement achievement at the proportional limit varies from 1.1 mm to 2.2 mm, so that the minimum requirement of 1.5 mm displacement is not fulfilled by some treatments, however all of the connection system have passing the 1 mm displacement. Mangium mechanical laminated timber using steel shear connector has increased the MoR and MoE as much as 52 and 28,5% respectively comparing to the mangium solid beam. Key words: 17 years old mangium, displacement, double shear connection, shear connector, wood properties. iii

RINGKASAN F. DWI JOKO PRIYONO. Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium. Dibimbing oleh SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI dan NARESWORO NUGROHO. Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak. Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan. Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian antara lain data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17 tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat dasarnya, melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun masinal) dan penentuan tegangan ijin. Selain itu mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan pasak yakni pasak sejenis tanpa perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji, dan mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan pasak dan arah pembebanannya. Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan status pengetahuan (state of the art) sambungan kayu dengan pasak penahan geser dan mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek antara lain sambungan dengan berbagai variasi pasak, variasi sistem sambungan, variasi bahan pasak dan upaya pemadatan kayu sebagai bahan pasak geser. Bahan penelitian berupa kayu mangium diperoleh dari areal HTI PT ITCI-Hutani Manunggal di Kenangan, Balikpapan Seberang, Kalimantan Timur. Pengujian dilakukan di laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Pustekolah Bogor sejak Desember 2009-Agustus 2011. Pengujian sifat dasar kayu dalam ukuran contoh kecil bebas cacat (ckbc) mengikuti ASTM D-143 (2008) untuk semua sifat fisis dan mekanisnya. Untuk pengujian sifat dasar iv

balok menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal. Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961. Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008) pada mesin UTM Shimadzu dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda third point loading. Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD dihitung dengan prosedur realibility normalization dengan standar ASTM D-5457 (2008). Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan. Untuk pengujian non destruktif ckbc dan balok menggunakan alat NDT Sylvatest-Duo (f = 22 khz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik). Pengujian sambungan kayu dilakukan atas dua bagian yakni pengujian atas 13 sistem sambungan yang ukurannya sama namun berbeda dalam penggunaan pasak, pasak geser serta pengencangnya. Bagian kedua merupakan pengujian faktorial sambungan atas perlakuan 3 faktor yakni jenis pasak geser (bulat dan segi empat), jumlah pasak (sepasang, dua dan tiga pasang), serta bahan pasak (pasak mangium yang sejenis dengan komponen sambungan, pasak mangium yang dipadatkan, pasak ulin serta pasak baja). Metoda analisis data atas 13 sistem sambungan disusun dalam ANOVA melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam pola faktorial menggunakan rancangan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam RCBD yang terdiri atas faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu a 1 (pasak penahan geser bentuk bulat), a 2 (pasak penahan beser bentuk segi empat), faktor B (jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b 1 (sepasang pasak penahan geser), b 2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b 3 (tiga pasang pasak penahan geser) dan faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c 1 (pasak mangium sejenis dengan komponen sambungan), c 2 (pasak mangium dipadatkan), d 3 (pasak ulin) dan d 4 (pasak baja). Uji lanjut dengan HSD. Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu mangium 17 tahun masih memiliki nilai rataan sifat fisik dan mekanik yang tidak jauh berbeda dari kayu mangium umur muda (8-12 tahun) namun lebih nyata dalam tampilan dekoratif, sementara sifat kayu ini cenderung menurun seiring dengan posisi ketinggian pada batang meski beberapa sifat tidak signifikan. Kayu mangium yang diuji 73% termasuk kayu bermutu A dan dalam kelas kuat III menurut PKKI (1961). Jika modulus elastisitas CKBC digunakan sebagai penentuan kode mutu berdasarkan RSNI (2002), mangium termasuk kayu dalam kode mutu E11, namun bila ditinjau dari pengamatan visual (visual grading) balok berada pada kode mutu <E10. Selanjutnya kayu mangium umur 17 tahun memiliki sifat mekanis yang sangat erat hubungannya dengan berat jenis dengan koefisien korelasi 0,66 0,81, dan formula MoE (MPa) = 16.000G 0,71 dapat diterapkan pada mangium yang diteliti. Untuk sortimen CKBC, v

prediktor kekakuan dinamis (MoE d ) dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan keteguhan lentur statis (MoE s dan MoR s ) serta prediktor MoE s untuk memperoleh MoR s dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,76; 0,75 dan 0,86. Penelitian juga memperoleh hasil bahwa melalui pengujian CKBC yang dihitung dengan format LRFD membuktikan bahwa mangium yang diteliti memberikan keunggulan nilai kuat lentur dan tarik sejajar serat karena kode mutu mencapai E24->E26, kuat tekan sejajar serat pada E13-E14, namun sebaliknya mangium memiliki kelemahan pada kuat geser sejajar serat dan tekan tegaklurus serat karena hanya berada pada kelas kode mutu <E10 menurut tabel kuat acuan RSNI (2002). Nilai kuat acuan untuk sifat selain MoE pada Tabel RSNI (2002) memiliki selisih yang sangat besar bila dibanding dengan nilai mangium yang diperoleh, dan hal tersebut di satu sisi berarti keuntungan bagi jenis mangium, atau bahan pembanding bagi Tabel RSNI (2002). Sementara itu pengujian balok mangium dengan menggunakan format conversion (ASD ke LRFD) dan realibility normalization (langsung dengan LRFD) menghasilkan kode mutu E16 dan E14, namun dalam bentuk balok hanya menghasilkan kode mutu <E10 atas nilai MoE, sehingga balok mangium memiliki kelebihan pada kuat lentur. Dalam hal hasil pemadatan kayu mangium, proses ini hanya mampu meningkatkan kepadatan 11%, namun menaikkan keteguhan lentur sampai dengan 42%, berat jenis dan kekerasan radial sampai 9%, serta 4% pada nilai modulus elastisitas lenturnya, dan kenampakan permukaan mangium yang dipadatkan menjadi lebih gelap dan berkilap. Untuk hasil penelitian tentang sambungan kayu, setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan, dan setiap bahan pasak memiliki karakter hubungan masing-masing terhadap kemampuan sistem sambungannya dengan nilai koefisien korelasi > 0.7. Pasak bulat tidak berbeda kemampuannya dibandingkan dengan pasak segi empat pada batas proporsi, namun berbeda sangat signifikan pada saat proses kerja pasak (sesaran 1 mm) dan pada capaian kemampuan maksimum. Pemadatan pasak mangium tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pasak kayu ulin ternyata hanya kuat pada saat awal proses kerja pembebanan, namun secara signifikan jauh berada dibawah kemampuan kayu mangium saat mencapai kemampuan sambungan pada batas proporsi dan maksimumnya, sedangkan untuk pasak baja mampu menahan beban secara signifikan jauh berada di atas pasak mangium maupun ulin. Kemampuan ijin sistem sambungan berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka kemampuan ijin sistem sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya. Pada sistem sambungan yang berbeda, nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam, dan kemampuan tertinggi dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat, sedangkan sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm), sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Pencapaian sesaran pada batas proporsi bervariasi dari 1,1 mm sampai dengan 2,2 mm, sehingga syarat sebesar 1,5 mm tidak terpenuhi pada beberapa jenis sistem sambungan meski semua mampu melewati batas 1 mm. Untuk itu ketentuan batas 1,5 mm disarankan untuk dinaikkan menjadi 1 mm sehingga lebih aman. vi

Kata kunci: kayu mangium umur 17 tahun, pasak geser, sambungan tampang dua, sesaran, sifat mekanis kayu Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. vii

KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER TAMPANG DUA KAYU MANGIUM F. DWI JOKO PRIYONO Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 viii

Judul Disertasi : Kajian Balok Susun Dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium Nama : F. Dwi Joko Priyono NIM : NIM E016010051/IPK Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof (Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD Ketua Prof. Dr. Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr Anggota Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Anggota Disahkan Oleh, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal ujian: 26 Januari 2012 Tanggal lulus: ix

Penguji Luar Komisi: Ujian Tertutup: Senin, 19 Desember 2011 1. Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Parahyangan, Bandung 2. Dr. Ir. Sucahyo, MS Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Ujian Terbuka: Kamis, 26 Januari 2012 1. Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta 2. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor x

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkatnya sehingga penulisan disertasi dapat terselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terimakasih kepada yang terhormat Prof(Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, Ph.D, Prof.Dr.Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan, memberi kritik dan saran serta memberikan dorongan semangat kepada penulis sejak mengikuti perkuliahan sampai dengan proses penyelesaian dalam mengikuti pendidikan. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada yang terhormat Dekan dan segenap jajaran pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan dan segenap pimpinan Fakultas Kehutanan IPB, Ketua dan staff Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB atas kegiatan studi yang diselenggarakan dan penulis telah ikuti. Penulis juga menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ketua dan segenap pimpinan serta Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan IPB yang telah banyak memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang telah memberi kesempatan guna mengikuti program studi doktor tersebut. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan pula kepada yang terhormat Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M. Eng dan Dr. Ir. Sucahyo, MS selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka atas masukan yang sangat berharga demi penyempurnaan disertasi ini. Terimakasih kepada Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, MSi dan Dr. Sulistyono,S.Hut, M.Si atas bantuan pencerahan dalam pengolahan data dan sahabat dalam perjuangan bersama. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi dan laboran di bengkel kerja dan laboratorium di lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Fakultas Kehutanan IPB dan Pustekolah Puslitbang Kehutanan Bogor atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada pimpinan dan staff PT ITCI-Hutani Manunggal di Kalimantan Timur yang telah memberikan bantuan tegakan Acacia mangium sebagai bahan penelitian dan pimpinan PT Era Sumpindo Sejati di Tangerang yang telah membantu proses pembuatan pasak bulat. Tidak lupa penulis juga menghaturkan kepada para pimpinan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan finansial selama proses pendidikan, diantaranya program xi

APBD Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, program DIKTI untuk beasiswa BPPS dan Hibah Penelitian Disertasi, program Yayasan Miserior/APTIK-Univ. Atma Jaya Jakarta dan program Beasiswa Kaltim Cemerlang. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada beberapa pribadi yang secara sukarela telah memberikan bantuan. Terakhir, ungkapan terimakasih yang paling dalam disampaikan kepada kedua orangtua (almarhum), mertua, seluruh keluarga besar Widyosuparto, isteri tercinta dan kedua anak tersayang atas segala doa, kesabaran, kerelaan, dorongan dan kasih sayangnya. Semoga Tuhan Yang Maha Baik mencurahkan balasan kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi rekayasa kayu. Bogor, Januari 2012 Penulis xii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1958 dari ayah Yohanes Widyosuparto dan ibu Evipania Wagiyati (keduanya almarhum). Penulis merupakan anak ke delapan dari sepuluh bersaudara. Tahun 1980 penulis memasuki dunia perguruan tinggi pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, lulus pada tahun 1985 sebagai Sarjana Kehutanan pada program studi Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 1986 penulis mengikuti pendidikan pada program PEDCA (Polytechnic Education Development Center for Agriculture) di Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai instruktur pada tahun 1987. Program magister ditempuh penulis di Pascasarjana Universitas Mulawarman pada tahun 1995 dalam Program Studi Magister Ilmu Kehutanan dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis menempuh studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2001. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda sejak tahun 1987 sampai sekarang. Selama mengikuti program doktor, penulis telah mengikuti dan menjadi pemakalah antara lain Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) VII pada tanggal 5 6 Agustus 2004 di Makassar, Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIII pada tanggal 10-11 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIV pada tanggal 2 Nopember 2011 di Yogyakarta. Disamping itu, penulis juga telah mengikuti dan penjadi pemakalah pada The 2 nd International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 12-13 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan The 3 rd International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 3-4 Nopember 2011 di Yogyakarta. Selama mengikuti program doktor, penulis juga telah menulis pada beberapa jurnal antara lain Jurnal Poltanesa dan Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis (Akreditasi A LIPI). Penulis menikah dengan V. Herti Widiyani, S.Pd., pada tahun 1993 dan telah dikaruniai satu orang putra dan satu orang putri bernama A. Fajar Agung Widiyanto (15 tahun) dan F. Natalia Widyaningrum (12 tahun). xiii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI DAFTAR LAMPIRAN. xvii xx xxiii xxv I. PENDAHULUAN. 1 1. Latar Belakang... 1 2. Perumusan Masalah... 9 3. Tujuan Penelitian... 9 4. Luaran yang Diharapkan 10 5. Alur Pikir Penelitian... 11 6. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan... 12 a. Ruang Lingkup Penelitian. 12 b. Sasaran Kegiatan... 7. Kebaruan (Novelty) II. TINJAUAN PUSTAKA 15 1. Risalah Jenis Mangium (Acacia mangium Willd.) 15 2. Sifat Dasar Kayu Mangium... 17 a. Sifat Anatomis... 17 b. Sifat Fisis-Mekanis... 18 c. Sifat Kimia 19 d. Keawetan dan Keterawetan.. 19 3. Keteknikan Kayu Untuk Tujuan Bahan Konstruksi.. 20 a. Kayu Konstruksi dan Tegangan Ijin. 20 b. Pemilahan dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi 22 1) Pemilahan Visual.. 23 2). Pemilahan Masinal 24 3). Format untuk Menghitung Kekuatan Kayu... 24 a). ASD (Allowable Stress Design)... 25 b). LRFD (Load and Resistant Factor Design) 25 c. Kayu Rekayasa Struktural (Structural Engineered Wood) 26 4. Sambungan Kayu dengan Pasak 27 5. Kayu Glulam (Glued Laminated Timber) dan Penggunaan Perekat pada Kayu. 31 a. Balok Glulam 31 b. Penggunaan Perekat pada Kayu 34 6. Pemadatan Kayu 37 III. METODA PENELITIAN 39 12 12 xiv

1. Lokasi dan Waktu Penelitian. 39 2. Alat dan Bahan... 39 DAFTAR ISI 3. Jenis dan Sumber Data... 40 4. Teknik Pembuatan Sampel Penelitian... 41 a. Proses Penebangan. 41 b. Pembuatan Sampel Sifat Dasar.. 43 c. Pembuatan Pasak dan Contoh Uji Sambungan Kayu 44 5. Metoda Analisis Data.. 47 a. Metoda Uji Sample. 47 1). Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat. 47 2). Pengujian Sifat Rekayasa.. 50 3). Pengujian Sambungan Kayu.. 52 b. Metoda Analisis Data.. 53 1). Analisis Sifat Dasar Kayu Mangium.. 53 2). Sifat Rekayasa Kayu Utuh. 54 3). Pendugaan Hubungan Sifat dan Kekuatan Mangium 54 4). Analisis Sambungan Kayu Berpasak Penahan Geser. 55 a). Analisis terhadap perlakuan 13 sistem sambungan yang berbeda 55 b). Analisis statistik kemampuan sistem sambungan berdasar bentuk, jumlah dan bahan pasak penahan geser. 56 c). Regresi kurva beban-sesaran, kemampuan ijin pasak dan kerusakan pasak 57 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN... 59 1. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Mangium... 59 a. Sifat Fisik Kayu Mangium. 59 b. Sifat Mekanik Kayu Mangium.. 59 c. Signifikansi Sifat Fisik Berdasar Letak Bagian Batang. 60 d. Signfikansi Sifat Mekanik Berdasar Letak Bagian Batang... 61 e. Hubungan Berat Jenis Terhadap Sifat Mekanik Kayu Mangium... 62 2. Strength Ratio dan Kuat Acuan Berdasar Kenampakan Visual Balok Mangium 66 3. Nilai Kekakuan CKBC dan Balok Mangium Melalui Beberapa Jenis Alat Uji. 68 4. Hubungan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Terhadap Kekakuan CKBC dan Balok 69 5. Pemutuan Kayu Mangium Berdasar ASD dan LRFD.. 73 xv

6. Kelas Kualita Kayu Mangium Berdasar PKKI 1961 dan RSNI 2002... 77 DAFTAR ISI V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN... 81 1. Hasil Densifikasi Mangium.. 81 2. Data Identifikasi Pasak yang Digunakan.. 81 3. Kemampuan 13 Sistem Sambungan pada Ukuran Komponen yang Sama. 82 4. Kemampuan Sistem Sambungan pada Variasi Bentuk, Jumlah dan Bahan Pasak penahan Geser.. 88 a. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Beban Maksimum 88 1). Pengaruh Faktor Tunggal pada P Maksimum 93 2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada P Maksimum... 94 b. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Batas Proporsi. 95 1). Pengaruh Faktor Tunggal pada Batas Proporsi. 98 2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada Batas Proporsi 99 c. Kemampuan Sistem Sambungan pada Sesaran yang Sama.. 100 5. Kemampuan Sambungan pada Beberapa Standar yang Berlaku... 104 6. Kemampuan Tiap Pasak Penahan Geser 105 7. Kerusakan Pasak Geser... 107 8. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Geser Gelinding 110 9. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Tekan Sejajar Serat... 111 10. Penerapan Pasak Geser pada Balok Susun 112 VI. KESIMPULAN DAN SARAN. 115 1. Kesimpulan. 115 2. Saran... 116 DAFTAR PUSTAKA 119 LAMPIRAN... 125 xvi

DAFTAR TABEL No Hal 1. Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia... 2 2. Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu... 3 3. Sasaran dan Jenis Kegiatan Penelitian. 12 4. Sifat Anatomis, Fisis dan Mekanis Mangium (A. mangium Willd). 16 5. Nilai Dimensi dan Turunan Serat Pulp Mangium (A. mangium Willd)... 18 6. Tegangan Ijin yang Diperkenankan untuk Mutu Kayu A menurut NI- 5 PKKI 1961... 21 7. Kelas Kuat Kayu Indonesia 21 8. Tegangan yang Diijinkan bagi Setiap Kelas Mutu menurut SKI C- bo-010:1987... 21 9. Kuat Acuan bagi Setiap Kelas Mutu Kayu Konstruksi menurut Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (Pra- SNI)... 22 10. Jarak Tepi, Ujung dan Spasi Pasak dalam Arah Gaya Sejajar dan Tegaklurus Serat menurut PKKI (1961) dan SNI (2002)... 30 11. Hasil Pengujian Sifat Mekanis Kayu Lamina Meranti (Shorea leprosula Miq.)... 34 12. Alat, Bahan dan Wujud Sampel Penelitian.. 39 13. Jenis dan Sumber Data Penelitian... 40 14. Jenis Perlakuan 13 Sistem Sambungan yang Berbeda Berdasar Bentuk Pasak dan Jenis Pengencang... 55 15. Sifat Fisik Mangium Umur 17 Tahun. 59 16. Sifat Mekanis Mangium Umur 17 Tahun... 60 17. Sifat Fisik pada Tiga Bagian Batang... 61 18. Sifat Mekanis pada Tiga Bagian Batang.. 62 19. Nilai Rataan Sifat Fisik dan Mekanik Mangium 17 Tahun. 63 20. Hubungan Berat Jenis dengan Sifat Mekanis Kayu Mangium 17 Tahun... 63 21. Regresi Nonlinear dan Nilai Sifat Mekanis yang Diperoleh... 65 22. Nilai Strength Ratio (SR) 30 Balok Mangium. 67 23. Tegangan Ijin 30 Balok Mangium Berdasar Nilai CKBC ASTM D- 245 (2008). 67 24. Jumlah Balok (Ukuran 5x12cm), Kelas Mutu dan Kuat Acuan (MoE) Berdasar Pemilahan Secara Visual RSNI (2002). 68 25. Kadar Air, Kerapatan, MoE dan MoR Sortimen CKBC dan Balok... 69 26. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen CKBC... 70 27. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen Balok. 70 28. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana Pendugaan CKBC ke Balok... 72 xvii

DAFTAR TABEL 29. Mutu Kayu Mangium Melalui Format Conversion Berdasar Data Tegangan Ijin.. 73 30. Mutu Kayu Mangium Melalui Data CKBC Format Realibility Normalization..... 74 31. Mutu Kayu Balok Mangium Melalui ASD/LRFD (Format Conversion) dan LRFD (Realibility Normalization).. 76 32. Mutu Kayu Mangium Ditinjau dari Data MoE CKBC dan Balok Melalui Pengujian NDT Dinamis dan NDT Panter MPK5 pada RSNI (2002) 76 33. Kelas Kuat Kayu Mangium Hasil Penelitian Berdasar PKKI (1961).. 77 34. Kode Mutu Mangium Berdasar Kuat Acuan Sesuai RSNI (2002).. 78 35. Perubahan Sifat Akibat Pemadatan dan Sifat Ulin Bahan Pasak. 81 36. Rekapitulasi Data Pasak yang Digunakan... 82 37. Kadar Air dan Berat Jenis Komponen Sambungan. 82 38. Nilai Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran 13 Jenis Sistem Sambungan pada Titik Maksimum dan Batas Proporsi... 83 39. a. ANOVA P Maksimum (kgf) Vs. Jenis Sambungan. 84 b. ANOVA P pada Batas Proporsi (PL) (kgf) Vs Jenis Sambungan.. 84 40. Signifikansi Antar Perlakuan pada Kemampuan (P) Maksimum Sambungan (Bag Atas) dan pada P Batas Proporsi (Bag. Bawah) 85 41. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada P Maksimum dan Batas Proporsi.. 86 42. a. ANOVA Sesaran Maksimum pada Sambungan (mm) Vs jenis Sambungan.. 86 b. ANOVA Sesaran pada Batas Proporsi (PL) (mm) Vs Jenis Sambungan.. 87 43. Signifikansi Antar Perlakuan pada Sesaran (S) Maksimum Sambungan (Bag. Atas) dan pada S Batas Proporsi (Bag. Bawah)... 87 44. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada Sesaran Maksimum dan Batas Proporsi... 88 45. Rataan Kemampuan Menahan Beban Maksimum dan Sesaran Sambungan... 89 46. Rataan Kemampuan Maksimum Sambungan Menurut Faktor dan Level 90 47. Persamaan Hubungan Eksponensial Jumlah Pasak Terhadap Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak... 91 48. Persamaan Hubungan Regresi Linear Jumlah Pasak Terhadap Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak... 92 49. ANOVA Nilai P Maksimum Sambungan 93 50. Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada P Maksimum 94 51. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B.. 95 52. Rataan Kemampuan Beban pada Batas Proporsi dan Sesaran xviii

Sambungan... 95 DAFTAR TABEL 53. Nilai Rataan P Pada Batas Proporsi Berdasar Faktor dan Level 97 54. ANOVA Kemampuan Sistem Sambungan dalam Mencapai Batas Proporsi 97 55. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Batas Proporsi 98 56. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B pada Batas Proporsi. 99 57. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor C pada Batas Proporsi. 99 58. Nilai Rataan Kemampuan Sambungan (x10 3 kgf) pada Sesaran 1 mm... 100 59. Nilai Rataan P (kgf) Sambungan pada Sesaran 1mm Berdasar Faktor yang Digunakan... 101 60. ANOVA Nilai P Sambungan pada Sesaran 1mm... 103 61. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Sesaran 1 mm... 103 62 Rekapitulasi Kemampuan Ijin Sambungan pada Beberapa Standar Sesaran yang Berlaku... 104 63. Kemampuan yang Diijinkan Pada Sistem Sambungan Sesuai Penelitian.. 105 64. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan.. 106 65. Regresi Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan dengan Bentuk dan Bahan Pasak Berbeda 107 66. Nilai Geser Gelinding pada Kemampuan Maksimum Sistem Sambungan... 110 67. Nilai Tekan Sejajar pada Kemampuan Maksimum Sistem Sambungan 111 68. Nilai MoR dan MoE Balok Utuh dan Balok Susun. 113 xix

DAFTAR GAMBAR No. Hal. 1. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam Dibanding dengan Kayu dari Hutan Tanaman. 3 2. Profil Sambungan Tampang Dua dan Mekanisme Kerja Pasak Penahan Geser... 6 3. Rolling Shear dan Kerusakan pada Komponen Glulam Struktural (Fellmoser dan Blaß, 2004).. 6 4. Bagan Alir Rencana Penelitian. 11 5. Peletakan Baut untuk Arah Gaya Sejajar Arah Serat Kayu menurut PKKI (1961)... 29 6. a. Penyiapan Sampel Dari Pohon Berdiri untuk Penelitian Pendukung (Small Clear Specimen dan Full Scale). 41 b. Penyiapan Sampel dari Pohon Berdiri untuk Sasaran Penelitian (Sambungan Tampang Dua dengan Berbagai Jenis dan Perlakuan Pasak) 42 7. a-f: Contoh Kecil Bebas Cacat ASTM D 143-94 (Secondary Method)... 43 8. a. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Dua Pasak Dua Pengencang. 45 b. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Empat Pasak Tiga Pengencang. 45 c. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Enam Pasak Empat Pengencang... 46 d. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Enam Pasak Segi Empat dengan Empat Pengencang... 46 e. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan Berperekat 47 f. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan hanya dengan Pengencang... 47 9. Peletakan Beban dalam Pengujian Third Point Loading.. 51 10. Pengujian Sambungan Kayu. 52 11. Monitor Pencatatan Alat Uji Baldwin dan Kurva yang Terjadi Akibat Pembebanan pada Sambungan.. 53 12. Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Lentur (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Geser Sejajar Serat (kanan)... 64 13. Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Tarik Tegaklurus Serat (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Kekerasan Bidang Tangensial dan Radial (kanan).. 64 14. Perbedaan Warna Kayu Mangium Umur 17 dan 10 Tahun. 66 15. Hubungan MoE d dengan MoE s (kiri) dan MoE d dengan MoR s (kanan)... 71 xx

DAFTAR GAMBAR 16. Hubungan MoE s dengan MoR s (kiri) dan V dengan MoE d (kanan)... 71 17. Hubungan V dengan MoE s (kiri) dan V dengan MoE p (kanan) 71... 18. Hubungan MoE d dengan MoR s (kiri) dan MoE d dengan MoR p (kanan)... 71 19. Pengepasan Distribusi Keteguhan Geser Sejajar Serat Amatan dengan Distribusi Normal dan Weibull pada Semua Data (Gambar 19a.) dan pada 5% Data (Gambar 19b.). 75 20. Histogram Nilai Kemampuan Sambungan (P, kgf) Maksimum dan pada Batas Proporsi ( Gambar 20a), dan Sesaran (Slip, mm) Maksimum dan pada Batas Proporsi (Gambar 20b) pada 13 Macam Sistem Sambungan... 84 21. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kg) Maksimum (Gambar 21a) dan Sesaran (mm) pada Beban Maksimum (Gambar 21b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Variasi Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda 89 22. Beban Maksimum (kgf) yang Mampu Ditahan Oleh Sambungan Berdasar (a). Bentuk, (b). Jumlah Pasang dan (c). Bahan Pasak 90 23. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pasang) Terhadap Kemampuan Maksimum Sambungan (kgf) pada Beberapa Faktor Pasak. 91 24. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pcs) Terhadap Kemampuan Maksimum Sambungan (kgf) pada Bentuk dan Bahan Pasak 92 25. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kgf) pada Batas Proporsi (Gambar 25a) dan Sesaran (mm) pada Batas Proporsi (Gambar 25b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda. 96 26. Nilai Rataan P (kgf) pada Batas Proporsi Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.bahan Pasak. 97 27. Histogram Kemampuan Sambungan pada Sesaran 1 mm 101 28. Nilai Rataan P (kgf) pada Sesaran 1 mm Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.bahan Pasak. 102 29. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan... 106 30. Regresi Eksponensial Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan... 107 31a. Kerusakan pada Komponen Sambungan Bila Digunakan Pasak Baja... 108 31b. Pelonjongan Pasak Bulat dan Rolling Shear pada Pasak Geser 108 31c. Kerusakan Pasak Segi Empat dan Contoh Kerusakan Pasak xxi

Geser. 109 DAFTAR GAMBAR 32a. Balok Susun Berpasak Beser baja bulat dan Segiempat... 112 32b. Pengujian Balok Susun Berpasak Geser dan Kerusakan Berupa Retak Antar Pasak Geser... 113 33. Histogram Balok Utuh dan Balok Susun Berpasak Geser 113 xxii

27. Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C. 165 DAFTAR LAMPIRAN 28. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban pada Batas Proporsi... 166 29. Pengaruh Interaksi Faktor A, B dan C bagi Kemampuan Sistem Sambungan pada Batas Proporsi... 167 30. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban pada Sesaran 1 mm... 169 31. Nilai Geser Gelinding (Rolling Shear) Mangium 17 Tahun. 170 32. Shearing Force Diagram Balok Susun Berpasak Penahan Geser 171 xxvi

DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI σ tk// = kekuatan tekan sejajar serat maksimum (kgf/cm 2 ) τ s// = kekuatan geser sejajar serat maksimum (kgf/cm 2 ) σ tr = kekuatan tarik sejajar serat atau tegak lurus serat (kgf/cm 2 ) y = defleksi atau lenturan akibat beban standar (mm) ρ = kerapatan(gr/cm 3 ) b = tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) g = konstanta gravitasi (9,81 m/detik 2 ) g = berat jenis (PKKI 1961) h = tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm) r = koefisien korelasi l w = panjang sampel kondisi jenuh air (direndam dalam air 36 jam) l o = panjang sampel kondisi kering tanur (mm) l n = panjang sampel kondisi kering udara (mm) fk = faktor koreksi (Panter) Ω = data confident factor P = selisih beban dalam daerah elastis (kgf) A = luas penampang (cm 2 ) E = MoE = modulus elastisitas lentur (kgf/cm 2, MPa; 1 MPa = 1,0197x10 kg/cm 2 ) G = berat jenis (RSNI (2002) H = kekerasan sisi (kgf/cm 2 ) L = jarak sangga (cm) N = Newton (1 kgf/m 2 = 9,80665 N/m 2 ) P = Kemampuan menahan beban pada saat kayu rusak (kgf) B KT = berat kering tanur B KU = berat kering udara Berat Jenis = (B KT /V KU )/( W W /V W ) dimana Ww/Vw = berat/volume air pada suhu 4,4 0 C =1. CoV = koefisien variasi (%) KA KU = kadar air kering udara (%) Kerapatan normal = berat kering udara / volume kering udara (g/cm 3 ) Kerapatanabsolu = berat kering tanur / volume kering tanur (g/cm 3 ) t = KR reliability normalization factor MoEd = modulus elastisitas dinamis (kgf/cm 2 ) MoR = kekuatan lentur patah (Kgf/cm 2, MPa) MPa = Megapascal (1 MPa = 1,0197x10 kgf/cm 2 ) xxiii

P maks = beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kgf) R 2 = koefisien determinasi Rn = reference resistance (tahanan referensi) Rp = nilai dugaan persentil ke-p dari distribusi material SD = standar deviasi V KU = volume kering udara (cm 3 ) VKT = volume kering tanur (cm 3 ) Vus = kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik) xxiv

DAFTAR LAMPIRAN No. Hal. 1. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan Penelitian Disertasi... 125 2. Status Pengetahuan (State of the Art) Penelitian Sambungan Tampang Dua dengan Pasak Penahan Geser 126 3. Kerapatan Kering Udara Bagian Bawah, Tengah dan Atas. 127 4. Kerapatan Kering Mutlak Bagian Bawah, Tengah dan Atas 128 5. Berat Jenis Bagian Bawah, Tengah dan Atas 129 6. Kadar Air Bagian Bawah, Tengah dan Atas. 130 7. Susut Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas... 131 8. Susut Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas 132 9. Pengembangan Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas... 133 10. Pengembangan Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas... 134 11. MOR Bagian Bawah, Tengah dan Atas... 135 12. MOE Bagian Bawah, Tengah dan Atas 136 13. Kekuatan Tekan Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas.. 137 14. Kekuatan Tekan tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas 138 15. Kekuatan Tarik Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas... 139 16. Kekuatan Tarik Tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas 140 17. Kekuatan Geser Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas.. 141 18. Kekerasan (kg/cm 2 ) Arah Tangensial dan Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas 142 19. Strength Ratio 30 Balok Mangium dari Cacat Mata Kayu.. 143 20. Besarnya Mata Kayu (cm) dan Kelas Mutu Berdasar PKKI (1961) 145 21. Fisher s Test untuk P Maksimum pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan... 146 22. Fisher s Test untuk P pada Batas Proporsi pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan 149 23. Fisher s Test untuk Sesaran Maksimum pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan 152 24. Fisher s Test untuk Sesaran Batas Proporsi pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan... 155 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm)... 158 26. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Kemampuan Beban Maksimum. 164 xxv

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No. 151/Kpts/V/1991, jenis kayu mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk 18 jenis tanaman yang ditetapkan sebagai tanaman pokok Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis mangium umum diketahui sebagai salah satu jenis andalan HTI disamping jati, pinus, mahoni, agathis, gmelina, eucalyptus, sengon, sungkai, sonokeling, jabon, dan bakau. Mangium dikenal memiliki keunggulan karena cepat tumbuh, mampu memiliki diameter batang yang besar, kualitas kayu cukup baik, mampu bertoleransi pada berbagai jenis tanah, ph dan lahan yang tidak subur, berfungsi mengendalikan erosi tanah dan mengatasi rumput alang-alang. Meski demikian, kontribusi HTI untuk pasokan industri pengolahan kayu secara aktual baru tercatat sekitar 1,5 persen dari total pasokan legal. Diketahui pula bahwa bila program reboisasi berhasil, maka pada tahun 2000 telah terdapat sekitar 26 juta hektar hutan tanaman yang terdiri atas 6 juta ha HTI, 7 juta ha reboisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan 13 juta ha penghijauan DAS (Anonim, 2001) meski pada kenyataannya total realisasi HTI sampai Pelita VI baru sebesar 2,7 juta ha. Hutan rakyat pada April 2001 menunjukkan luas 1,3 juta ha dengan potensi 43 juta m 3 dan terdiri atas lima jenis kayu cepat tumbuh termasuk mangium (Soedarsono, 2001). Data tahun 2003 menyebutkan bahwa hutan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber produksi kayu yang berkelanjutan mencapai 1,3 juta ha HTI yang merupakan ± 30% target Departemen Kehutanan sebesar 5,8 juta ha, dan ± 1 juta ha hutan rakyat. Dengan produktivitas sebesar 20-26 juta m 3 /ha/tahun dari HTI dan 8,6 juta m 3 /ha/tahun dari hutan rakyat, dapat dihasilkan hampir 100 juta m 3 kayu dari hutan buatan yang siap dipakai untuk berbagai keperluan setiap tahunnya. Jenis kayu yang dominan berasal dari ketiga macam hutan (yaitu hutan alam, HTI dan hutan rakyat), dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

2 Tabel 1. Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia Profil Hutan Alam Produksi Hutan Tanaman Industri Hutan Rakyat Luas (juta ha) 71,7 5,8 1,0 Produksi per tahun (m 3 /ha) 1,0 20-26 - Produksi tahunan berkelanjutan (juta m 3 ) - 90 8,6 Jenis kayu Sumber: Surjokusumo et al. (2003). Ulin Merbau Meranti Kamper Keruing Damar Laut Bangkirai Kempas Sungkai Borneo, dsb Acacia mangium Gmelina arborea Agathis Pinus Jati Mahoni Karet, dsb Nangka Durian Mangga Kelapa Suren Sengon, dsb Berdasarkan data sampai dengan Desember 2009, luas areal HTI seluruh Indonesia berdasarkan SK yang dikeluarkan adalah 9 juta ha bagi 206 pemegang IUPHHK-HT, sementara realisasi tanaman baru 4,3 juta ha oleh 140 perusahaan aktif. Sementara itu gambaran kinerja dapat dijelaskan bahwa tingkat produksi kayu bulat HIT tahun 2008 adalah 24,5 juta m 3 dan selama lima tahun terakhir rata-rata produksi kayu bulat HTI sebesar 15,77 juta m 3. Nilai investasi HTI tahun 2008 sebesar Rp 12,05 trilyun, dan investasi tersebut merupakan pertumbuhan sektor riil kehutanan yang penting karena pembangunan hutan tanaman merupakan alternatif percepatan untuk: (1) perbaikan mutu lingkungan (pro-enviroment), (2) pemenuhan pasokan bahan baku industri (pro-growth), (3) peningkatan kesejahteraan masyarakat (pro-poor) dan (4) penyerapan tenaga kerja (pro-job). Laju pertumbuhan HTI akan semakin besar, bahkan akan menjadi tulang punggung pertumbuhan sektor kehutanan masa depan meninggalkan peran hutan alam, karena permintaan kayu yang terus naik seiring pertumbuhan ekonomi (Purwita, 2011). Mangium merupakan salah satu jenis kayu HTI yang sangat menjanjikan. Dengan kemampuannya yang cukup baik dalam menahan beban (TS 12 TS 27), kayu mangium layak diperhitungkan sebagai bahan struktural. Terlebih lagi pertumbuhannya sangat cepat dibandingkan kayu HTI lainnya, yaitu mencapai 40-45 m 3 /ha/tahun, hanya sedikit di bawah sengon, padahal kualitas mangium jauh lebih baik dibanding sengon, sebagaimana tampak pada Gambar 1. Ditambah hasil dari hutan produksi alam dan kebun rakyat di pemukiman dapat dibayangkan betapa melimpahnya kayu yang dihasilkan di Indonesia sepanjang tahun (Surjokusumo et al., 2003).

3 60 Pertumbuhan, m 3 /ha/th 50 40 30 20 10 Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Jati Pinus sp Pinus Caribaea,12th Eucaliptus deglupta 6-10 th Acacia mangium 9-10 th Albizzia chinensis 8-12 th 0 Gambar 1. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam Dibandingkan dengan Jenis Kayu dari Hutan Tanaman (Surjokusumo et al., 2003) Terdapat kesan umum bahwa kayu yang diperoleh dari hasil budidaya HTI memiliki sifat dan kondisi yang tidak sebaik kayu dari hutan alam, yakni lebih kecil dalam ukuran, kenampakan visual yang lebih jelek, lebih lemah kekuatannya sehingga kualitasnya lebih rendah. Namun demikian, sifat dasar dan karakter jenis mangium tidak menunjukkan nilai yang mengecewakan bila dibanding dengan jenis kayu dengan budidaya sejenis, bahkan dalam sifat pengerjaannya mampu sebaik kayu alam. Dibandingkan beberapa jenis lainnya, sifat dasar dan karakter pengerjaan jenis mangium terurai dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu Sifat Dasar Jenis Kayu Mangium Gmelina Sengon Karet Nyatoh Meranti Kerapatan 0,42-0,56 0,15-0,42 0,22-0,38 0,55-0,65 0,45-0,1 0,52-0,6 (gr/cm 3 ) K.Lentur Statis: MOR (Kgf/cm 2 ) MOE (Kgf/cm 2 ) Penyusutan: Radial (%) Tangensial (%) 984-1.035 117.740 578-629 93.380 456-527 70.035 588-669 93.380 761-832 123.830 639-761 103.530 3,4 6,5 3,0 6,3 3,0 5,5 3,0 7,0 3,0 7,0 2,7 7,5 Pengeringan Lambat Sedang Mudah Lambat Mudah Mudah Sifat Pengerjaan: Penggergajian Moulding Pengupasan Pembelahan Pengamplasan Perakitan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Berbulu Mudah patah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber: Djojosoebroto (2003). Di Indonesia terdapat 142 jenis bambu, di samping 30 jenis bambu introduksi dari luar negeri. Dari jumlah tersebut hanya belasan jenis yang sudah dibudidayakan, meski

4 masih subsistem karena selama ini perdagangan bambu masih mengandalkan tumbuhan bambu liar di pekarangan, kebun rakyat ataupun penjarahan hutan (Rahardi, 2004). Kondisi material kayu di Indonesia yang relatif masih mudah didapatkan dan kebiasaan penyediaan dan penggunaan kayu selama ini yang hanya mengandalkan jenis, menyebabkan kaidah konstruksi untuk menggunakan bahan sehemat mungkin dengan tetap menjaga keamanannya masih tampak diabaikan. Penggunaan kayu dilakukan secara berlebihan dan tidak rasional. Akibatnya kelestarian produksi hutan terancam sehingga ketersediaan kayu pun menipis. Untuk mengurangi ancaman terhadap hutan, ilmu konstruksi kayu sangat perlu untuk terus dikembangkan. Dengan adanya perubahan secara kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk berbagai penggunaan, tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu mangium. Pemanfaatan kayu mangium hingga saat ini telah mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk bubur kertas, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu mangium dalam bentuk kayu utuh, venir, partikel dan serat untuk tujuan pembuatan moulding dan bahan baku meubel. Meski demikian, informasi jenis kayu mangium dalam hal keteknikan untuk tujuan konstruksi kayu masih belum banyak karena penelitian dalam bidang ini jarang dilakukan. Dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, jenis kayu cepat tumbuh belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya informasi teknologi dan kurangnya pengetahuan tentang rekayasa yang memungkinkannya. Disamping itu, animo masyarakat akan kayu cepat tumbuh termasuk jenis mangium ini untuk penggunaan konstruksi masih rendah, karena relatif mudahnya memperoleh kayu dari hutan alam baik secara legal maupun tidak. Perolehan kayu dari hutan alam yang tidak terkendali ini telah menyebabkan kerusakan hutan (deforestation) sampai seluas 1,6 juta ha/tahun selama 10 tahun terakhir, atau bahkan mencapai 3,6 juta ha/tahun senilai Rp 30 triliun per tahun sejak tahun 2000, dan menyebabkan 43 juta ha kawasan hutan telah rusak (Pelangi, 2002; Kompas a, 2004). Laju deforestasi Indonesia sejak 2005 hingga kini masih seluas 1,17 juta ha/tahun, dan meski pemerintah mencanangkan program deforestasi terencana, namun resiko semakin menipisnya kayu dari hutan alam merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (REDD-Indonesia 2010).

5 Disamping itu, penyerapan karbon pada jenis mangium mencapai 133.39 ton C per hektar. Dalam dunia carbon trading, harga per ton C sebesar 10 dollar AS sehingga rehabilitasi HTI mangium bisa menghasilkan dana 1,333.9 dollar AS per hektar, 100 dollar AS lebih tinggi dibanding kemampuan kebun karet yang mampu menyerap karbon 123.9 ton C per hektar (Kompas b, 7 Nopember 2003). Padahal, hutan merupakan rumah besar bagi berbagai populasi hewan dan tumbuhan yang berinteraksi secara holistik dalam sistem ekologi. Dengan demikian sudah selayaknya kalau kayu jenis cepat tumbuh (fast growing species) yang berasal baik dari HTI maupun hutan rakyat harus dipertimbangkan sebagai substitusi perolehan kayu hutan alam sebagai bahan kayu konstruksi, yang tentunya sebelumnya telah diberikan perlakuan rekayasa teknologi untuk meningkatkan kualitasnya. Pengembangan hutan tanaman industri dengan jenis mangium (Acacia mangium Willd) sebagai jenis unggulan, merupakan salah satu jawaban guna menjamin ketersediaan kayu tersebut. Untuk mencapai tujuan di atas, penelitian mengenai rekayasa dan keteknikan kayu jenis mangium sebagai bahan konstruksi sangat diperlukan agar diketahui metoda dan data yang terbaik sehingga memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat yang memerlukannya. Produk kayu rekayasa struktural merupakan hasil rekayasa sifat struktural yang dimiliki oleh kayu dan diperoleh melalui berbagai metoda selain pemilahan visual sederhana. Sebagai contoh, produk kayu rekayasa laminasi dibuat dengan merekatkan bersama-sama bahan serpih kayu, venir, kayu berukuran kecil, atau bahan berserat kayu lainnya hingga menjadi unit bahan komposit yang integral dan berukuran lebih besar serta memiliki karakteristik penampilan struktural (APA-EWA, 2002). Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (bearing slip connector, shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Salah satu bentuk konstruksi yang cukup penting bagi bangunan adalah konstruksi atap yang cukup banyak menggunakan komponen kayu. Bentangan kuda-kuda yang dipergunakan terkadang lebih panjang daripada ukuran yang tersedia di pasaran, sehingga