PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN ( SIUP )

Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 Tentang : Penyelenggaraan Kepariwisataan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 11 TAHUN 1996 TENTANG USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 10 TAHUN 2002 (10/2002) TENTANG PENGATURAN PRAMUWISATA DAN PENGATUR WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

K E P E N D U D U K A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG KAWASAN PARIWISATA PESISIR PANTAI LASUSUA TOBAKU

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG USAHA DAN PENGGOLONGAN HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 48 TAHUN : 2004 SERI : C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

NOMOR : 2 TAHUN 1989 SERI : B =================================================================

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENEBANGAN POHON PADA PERKEBUNAN BESAR DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G. Nomor : 2 TAHUN 2002 Seri : C

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

L E M B A R A N D A E R A H

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 14 TAHUN 1997 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PENGELOLAAN LOGAM TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TAKALAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan pengembangan Potensi kepariwisataan daerah dalam menunjang pembangunan diperlukan keterpaduan peranan Pemerintah, Badan Usaha dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu dan kelestarian lingkungan, keamanan wisatawan dan kelangsungan sarana pariwisata; b. bahwa, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Sarana Pariwisata. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959, Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209) ; 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3215); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419) ; - 239 -

- 240-5. Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3427) ; 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3470) ; 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839); 8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3849); 9. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3925); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI 4139); 14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 70 );

- 241-15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 16. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat ( Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 14 Seri D ); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah ( Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 19 Seri D ); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

- 242-3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah; 5. Dinas Pariwisata adalah Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Kotawaringin Barat. 6. Kepala Dinas Pariwisata adalah Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Kotawaringin Barat; 7. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata; 8. Wisata adalah Kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. 9. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 10. Pungutan Daerah adalah Pungutan yang dikenakan pada saat proses penyelesaian administrasi perizinan; 11. Pondok Wisata adalah usaha perorangan dengan mempergunakan sebagian dari rumah tinggalnya untuk penginapan bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian; 12. Hutan Wisata adalah Kawasan Hutan yang dipergunakan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata yang terdiri dari : a. Taman Wisata adalah kawasan yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani maupun keindahan alamnya sendiri yang mempunyai corak khas untuk di manfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan;

- 243 - b. Taman Buru adalah kawasan hutan yang didalamnya terdapat Satwa Buru yang memungkinkan diselenggarakan perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi. 13. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan atau satwa baik asli maupun buatan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi; 14. Taman Wisata Laut adalah kawasan pariwisata laut dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan, sistem penyanggah kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis biota laut serta pelestarian pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terutama di manfaatkan untuk kegiatan wisata bahari; 15. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli di kelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, serta zona-zona yang diperlukan maupun yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya pariwisata dan rekreasi. BAB II USAHA SARANA PARIWISATA Pasal 2 Penggolongan Usaha Sarana Pariwisata Usaha sarana pariwisata digolongkan kedalam : a. Penyediaan akomodasi b. Penyediaan makan dan minum. c. Penyediaan sarana wisata tirta. d. Penyelenggaraan kawasan pariwisata.

- 244 - BAB III KRITERIA USAHA SARANA PARIWISATA Bagian Pertama Usaha Akomodasi Pasal 3 Usaha penyediaan Akomodasi dapat berupa: a. Usaha Pondok Wisata. b. Usaha Bumi Perkemahan. Pasal 4 Usaha pondok wisata diselenggarakan oleh Suatu Badan Hukum, Persekutuan, Koperasi atau perorangan yang berupa kegiatan penyewaan rumah atau bagian rumah sebagai sarana penginapan kepada wisatawan untuk jangka waktu tertentu. Pasal 5 Penyelenggara usaha pondok wisata sekurang-kurangnya harus memiliki kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha. Pasal 6 (1) Kegiatan usaha pondok wisata meliputi : a. Penyediaan kamar tempat menginap. b. Penyediaan tempat atau pelayanan makan dan minum; c. Pelayanan pencucian pakaian/binatu. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a merupakan pelayanan pokok yang wajib diselenggarakan oleh penyelenggara usaha pondok wisata.

- 245 - Pasal 7 Penyelenggara usaha pondok wisata wajib: a. Menjaga citra pondok wisata dan mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum ; dan b. Memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan. Pasal 8 Usaha bumi perkemahan Koperasi atau Perorangan. diselenggarakan oleh Badan Hukum, Persekutuan, Pasal 9 Usaha bumi perkemahan harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya: a. Memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai. b. Mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha. c. Menguasai lahan yang diperuntukkan bagi usaha bumi perkemahan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 (1) Kegiatan usaha bumi perkemahan meliputi: a. Penyediaan lahan untuk perkemahan, perlengkapan berkemah,dan tempat parkir kendaraan bermotor; b. Penyediaan sarana air bersih, tempat mandi, penerangan dan fasilitas telekomunikasi; c. Penyediaan tempat atau pelayanan makan dan minum; d. Penyediaan sarana olahraga dan rekreasi. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan bagian pokok yang wajib diselenggarakan oleh badan usaha bumi perkemahan Pasal 11 (1) Kegiatan usaha bumi perkemahan wajib:

- 246 - a. Menyediakan sarana dan fasilitas keamanan lingkungan perkemahan. b. Menjaga kelestarian lingkungan. c. Mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum. d. Memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan. (2) Badan usaha perkemahan bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan wisatawan yang berada di lingkungan bumi perkemahan. Pasal 12 Usaha bumi perkemahan yang berada di kawasan konservasi, diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Usaha Penyediaan Makan dan Minum Pasal 13 Usaha penyediaan makan dan minum dapat berupa : a. Restoran dan atau bar. b. Jasa boga. Pasal 14 Usaha restoran dan atau bar diselenggarakan oleh Badan Hukum, Persekutuan, Koperasi atau perorangan. Pasal 15 Penyelenggaraan usaha restoran dan atau bar harus mempunyai tempat usaha yang tetap.

- 247 - Pasal 16 Kegiatan Usaha Restoran dan atau Bar meliputi kegiatan pengelolaan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman, serta dapat pula menyelenggarakan pertunjukan atau hiburan sebagai pelengkap. Pasal 17 Penyelenggara usaha Restoran dan atau Bar wajib : a. Menjaga dan mencegah pelanggaran kesusilaan serta ketertiban umum. b. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pengelolaan makanan dan minuman termasuk kebersihan, perlengkapan dan peralatan untuk menghidangkan makanan dan minuman. Pasal 18 Usaha jasa boga diselenggarakan oleh Badan Hukum, Persekutuan, Koperasi atau perorangan. Pasal 19 Penyelenggara usaha jasa boga harus memenuhi persyaratan sekurang kurangnya : a. Mempunyai tempat usaha yang tetap. b. Mempunyai tenaga ahli. c. Mempunyai peralatan pendukung usaha yang memadai. Pasal 20 Kegiatan usaha jasa boga meliputi : a. Pengolahan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman. b. Jasa Andrawina. c. Pelayanan penghidangan makanan dan minuman di tempat yang ditentukan oleh pemesan. d. Penyediaan perlengkapan dan peralatan untuk makan dan minum.

- 248 - Pasal 21 Penyelenggara jasa boga wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pengolahan makanan dan minuman, termasuk kebersihan perlengkapan dan peralatan untuk menghidangkan makanan dan minuman. Bagian Ketiga Usaha Sarana Wisata Tirta Pasal 22 Usaha sarana wisata tirta diselenggarakan oleh Badan Hukum, Persekutuan, Koperasi atau perorangan. Pasal 23 Kegiatan Usaha Sarana Wisata Tirta harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha. Pasal 24 Kegiatan Usaha Sarana Wisata Tirta meliputi: a. Pelayanan kegiatan rekreasi menyelam untuk menikmati keindahan flora dan fauna di bawah air laut. b. Penyediaan sarana untuk rekreasi di pantai, perairan laut, sungai. c. Pembangunan dan penyediaan sarana tempat tambat kapal pesiar untuk kegiatan wisata dan pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina. Pasal 25 (1) Badan usaha sarana wisata tirta wajib : a. Menyediakan sarana dan fasilitas keamanan dan keselamatan wisatawan. b. Mempekerjakan pramuwisata atau tenaga ahli yang telah memiliki keterampilan yang dibutuhkan. c. Memberikan perlindungan asuransi terhadap kegiatan yang mempunyai resiko tinggi.

- 249 - (2) Badan Usaha Wisata Tirta bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan wisatawan. Bagian Keempat Usaha Kawasan Pariwisata Pasal 26 Usaha kawasan pariwisata diselenggarakan oleh Badan Hukum, Persekutuan, Koperasi atau perorangan. Pasal 27 Kegiatan usaha kawasan pariwisata harus memenuhi persyaratan sekurang - kurangnya: a. Mempunyai kantor tetap serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha. b. Menguasai lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan dan pengelolaan kawasan pariwisata sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 (1) Kegiatan usaha kawasan pariwisata meliputi : a. Penyewaan lahan yang telah dilengkapi dengan prasarana sebagai tempat untuk menyelenggarakan usaha pariwisata. b. Penyewaan fasilitas pendukung lainnya. c. Penyediaan bangunan-bangunan untuk menunjang kegiatan usaha pariwisata didalam kawasan pariwisata. (2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) badan usaha kawasan pariwisata dapat juga menyelenggarakan sendiri usaha pariwisata lain dalam kawasan pariwisata yang bersangkutan

- 250 - Pasal 29 (1) Kegiatan usaha kawasan pariwisata wajib : a. Membangun dan menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas lain, termasuk melakukan pematangan lahan yang akan digunakan untuk kegiatan usaha pariwisata. b. Mengendalikan kegiatan pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana dengan memperhatikan kepentingan kelestarian lingkungan. c. Mengurus perizinan yang diperlukan bagi pihak lain yang akan memanfaatkan kawasan pariwisata untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pariwisata. d. Memperhatikan kebijaksanaan pengembangan wilayah yang berlaku, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat disekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan usaha pariwisata di dalam kawasan pariwisata. (2) Penyelenggaraan usaha kawasan pariwisata dilakukan sesuai rencana tata ruang wilayah/daerah dan rencana induk pengembangan pariwisata daerah. Pasal 30 Pembangunan kawasan pariwisata tidak boleh mengurangi tanah pertanian dan tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi melindungi sumber daya alam dan wisata budaya. BAB IV PERSYARATAN PERIZINAN Pasal 31 (1) Penyelenggaraan kegiatan usaha sarana pariwisata dilaksanakan berdasarkan izin usaha yang diberikan oleh Bupati. (2) Bupati menetapkan jenis jasa dan usaha sarana Pariwisata tertentu yang diselenggarakan oleh perseorangan yang tidak perlu memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

- 251 - (3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Bupati atau kepada Pejabat yang ditunjuk. Pasal 32 (1) Dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan Keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan yang diajukan. (2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan dianggap disetujui. (3) Dalam hal permohonan izin ditolak, penolakan dilakukan secara tertulis disertai alasan penolakan. Pasal 33 Izin Usaha Sarana Pariwisata berlaku selama kegiatan usaha masih dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan wajib didaftar ulang setiap tahun. Pasal 34 (1) Setiap Penyelenggara Usaha Sarana Pariwisata wajib melaporkan kegiatan usahanya secara berkala Bupati melalui Dinas Pariwisata Seni Dan Budaya. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

- 252 - BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 35 Masyarakat diberi kesempatan seluas luasnya kegiatan dan pengembangan kepariwisataan. untuk berperan serta terhadap Pasal 36 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 berupa pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukkan serta informasi yang berkaitan dengan masalah dan rencana pengembangan kepariwisataan. (2) Saran. Pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Bupati melalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya. Pasal 37 Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 35 dan Pasal 36 ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. BAB VI KETENTUAN BIAYA PERIZINAN Pasal 38 (1) Setiap pemberian Izin Usaha Sarana Pariwisata dikenakan biaya. (2) Besarnya Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan sebagai berikut : a. Usaha Penyediaan Akomodasi

- 253-1. Usaha Pondok Wisata - 1 sampai dengan 15 kamar.. Rp. 50.000,- - 16 kamar keatas. Rp. 75.000,- 2. Usaha Bumi Perkemahan Rp. 100.000,- b. Usaha Penyediaan Makan dan Minum : 1. Restoran atau Bar... Rp. 100.000,- 2. Jasa Boga/ Katering Rp. 50.000,- c. Usaha Sarana Wisata Tirta. Rp. 50.000,- d. Usaha Penyelenggaraan Kawasan Pariwisata Rp. 500.000,- BAB VII P E M B I N A A N Pasal 39 (1) Pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dalam bentuk pengaturan, bimbingan, pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan usaha pariwisata. (2) Pembinaan penyelenggaraan kepariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan agar tercipta kondisi yang mendukung kepentingan wisatawan, kelangsungan usaha pariwisata dan terpeliharanya obyek dan daya tarik wisata beserta lingkungannya. Pasal 40 Dalam rangka mewujudkan pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 dilakukan upaya : a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pariwisata. b. Penyebaran pembangunan produk pariwisata.

- 254 - c. Peningkatan aksesibilitas pariwisata. d. Penciptaan iklim usaha yang sehat dibidang usaha pariwisata. e. Peningkatan peran swasta dalam mengembangkan usaha pariwisata. f. Peningkatan peran serta masyarakat. g. Perlindungan terhadap pelestarian dan keutuhan obyek dan daya tarik wisata. h. Peningkatan promosi dan pemasaran produk wisata. i. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional. Pasal 41 Pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan pariwisata dilakukan melalui : a. Penetapan peraturan dan ketentuan pelaksanaan mengenai perizinan, standar mutu atau kualitas produk, partisipasi masyarakat dan pelestarian lingkungan. b. Pemberian bimbingan untuk meningkatkan peranan dari : 1. Penyelenggara, pengelola dan tenaga kerja yang bergerak dibidang usaha kepariwisataan. 2. Aparatur Pemerintah dibidang kepariwisataan atau asosiasi yang berkaitan dengan kegiatan usaha pariwisata. 3. Masyarakat. c. Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan kepariwisataan yang meliputi pemantauan administratif dan pemantauan kegiatan-kegiatan di lapangan serta pengendalian kualitas dan kuantitas usaha pariwisata, pemberian teguran dan pencabutan izin usaha. Pasal 42 (1) Pembinaan terhadap pendidikan tenaga kepariwisataan dilaksanakan melalui pendidikan profesional dan pelatihan kepariwisataan tingkat dasar, menengah dan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. (2) Pembinaan pendidikan profesional dan pelatihan kepariwisataan yang meliputi standarisasi akreditasi dan sertifikasi dilaksanakan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

- 255 - Pasal 43 Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan daerah sarana dan fasilitas yang digunakan dalam kegiatan usaha pariwisata mengutamakan produksi daerah. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 44 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 7 huruf a, Pasal 11 ayat (1) huruf b dan c, Pasal 17 huruf a dan Pasal 31 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. (3) Dengan tidak mengurangi arti dan ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundangundangan yang berlaku. BAB IX P E N Y I D I K A N Pasal 45 (1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. (2) Dalam melaksanakan tugasnya Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) berwewenang :

- 256 - a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian; c. Memerintahkan berhenti seorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan pemeriksaan, penyitaan benda atau barang bukti; e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka; f. Mengambil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya. i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan Tersangka ; b. Pemasukan Rumah ; c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup ; d. Penyitaan benda atau barang bukti ; e. Pemeriksaan surat ; f. Pemeriksaan saksi ; g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada Penuntut Umum dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

- 257 - BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Izin usaha sarana pariwisata yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku dan didaftar ulang setiap tahun sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 (1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan yang mengatur usaha sarana pariwisata sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. (2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

- 258 - Pasal 48 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat. Ditetapkan di Pangkalan Bun pada tanggal 10 Juni 2002. BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Cap/ ttd Ir. H. ABDUL RAZAK Diundangkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 10 Juni 2002. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, Cap/ttd Drs. J. DJUDAE ANOM NIP. 530 000 899 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TAHUN 2002 NOMOR : 6, SERI : C.