BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

dokumen-dokumen yang mirip
2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA N 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL. gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya seperti sifilis, gonore, dan herpes. Ilmu pengetahuan yang semakin

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parsit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, sypilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni HIV dan sypilis, dapat juga ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh. Tahun 1999 WHO memperkirakan, 340 juta kasus baru PMS dapat disembuhkan (sifilis, gonore, klamidia dan trikomoniasis) terjadi setiap tahun di seluruh dunia pada orang dewasa berusia 15-49 tahun. (Ini adalah data yang tersedia yang terbaru. Baru perkiraan sampai dengan tahun 2005 sedang dalam pengembangan untuk publikasi menjelang akhir tahun 2007) Di negara berkembang, infeksi menular seksual dan komplikasi mereka di peringkat lima teratas kategori penyakit yang dewasa mencari perawatan kesehatan. Infeksi dengan infeksi menular seksual dapat menyebabkan gejala akut, infeksi kronis dan konsekuensi tertunda serius seperti infertilitas, kehamilan ektopik, kanker leher rahim dan kematian mendakak bayi dan orang dewasa. Infeksi Menular Seksual merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada remaja laki - laki dan penyebab kedua terbesar pada

remaja perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus baru yang didapat. Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20% - 35% (Jazan, 2003). Di Banjarmasin Kalimantan Tengah jumlah penderita infeksi menular seksual terus meningkat berdasarkan data dari Dinas Kesehatan tercatat 231 kasus Pada tahun 2011 dan peningkatan kasus tak hanya terjadi pada penderita yang memiliki profesi rentan akan penularan infeksi menular seksual, tapi juga pada remaja usia pelajar, antara pelajar SMP sampai dengan Pelajar SMA. Hal tersebut diungkapkan oleh Kadinkes Kota Banjar Masin. (Praswasti, 2011). Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009, Kasus infeksi menular seksual (IMS) di obati sebesar 77,8% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2008 sebesar 98,14% ini berarti belum seluruh kasus infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan diobati atau belum mencapai target yaitu 100%. Selain melakukan kegiatan survey human immuno deficiency virus (HIV), pengamatan kasus acquired immune deviciency syndrome (AIDS), Dinas kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil virus human immuno deficiency virus (HIV), pada tahun 2008 hasil menunjukan jumlah human immuno deficiency virus (HIV) yang paling tinggi yaitu sebesar 520 dari 345.795 jumlah sampel yang diperiksa (1,49).

Sedangkan tahun 2009 terjadi penurunan hasil reaksi yang cukup besar yaitu 275 dari 312.795 jumlah sampel yang diperiksa (0,88). (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009). Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes RI, 2009) Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual dikalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan - penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah dan badan - badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja. Namun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan agar angka dan kasus penyakit menular seksual di kalangan remaja ini dapat ditekan. Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Di Indonesia juga telah dilakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan remaja dan perilaku seksual mereka. Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon dan Singkawang tahun 2005 menunjukkan bahwa 9,1 % remaja telah melakukan hubungan seks sebelum menikah dan 85

% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN, 2006). Menurut survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52 % remaja di Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Pasalnya, perilaku seks bebas atau seks di luar nikah sangat erat dalam kehidupan remaja saat ini. Dalam menanggulangi kasus infeksi menular seksual ini, Dinkes Sumut akan merencanakan seluruh kab / kota memiliki petugas medis dan administrasi dalam hal pelayanan Infeksi Menular Seksual. (Irwan Rangkuti, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Linda Chaiuman (2009), mengenai infeksi menular seksual di SMA Wiyata Dharma Medan dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 orang menunjukkan bahwa mayoritas remaja atau siswa berada dalam kategori kurang baik, yaitu sebesar 52,4 % dan sikap siswa dalam kategori cukup 57.1%. Menurut Novia Rahmawati (2012), dalam penelitian yang berjudul terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual di SMA Batik 1 Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 30 orang, menunjukkan hasil dengan kategori baik sebanyak 3 responden (10%), dan kategori cukup sebanyak 23 responden (77%) dan kategori kurang sebanyak 4 responden (13%). Dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual tidak hanya sebatas pengetahuan yang di

dapat di sekolah saja, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya. Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas kota - kota besar. Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks juga spesialis Obsetri dan Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha dijakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari 5% pada tahun 1980, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di berbagai kota besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk dalam penelitian tersubut umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak - anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008). Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai pada masa remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi dikalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi (BKKBN, 2008). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah

diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insiden infeksi menular seksual di kalangan remaja. 1.2 Pertanyaan Penelitian Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini bahwa penulis ingin mengetahui, bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual, karena dari hasil berbagai penelitian di kota besar di Indonesia. Kelompok remaja pada umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah melakukan hubungan seks bebas dan dari hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52% remaja Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyakit menular seksual maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Negeri 7 Medan terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan pendidikan tambahan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Negeri 7 Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual. 1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran sikap remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada kalangan remaja. 1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual anak dimulai pada usia remaja. 1.4.3 Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. 1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya oleh peneliti peneliti lain dengan memperluas variabel lainnya.