TRANSPORTASI JAKARTA : SEBUAH DISKRIMINASI YANG TERABAIKAN. Pertumbuhan Kendaraan DKI Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

FOKE-NARA ADJI-RIZA JOKOWI-AHOK HIDAYAT-DIDIK FAISAL-BIEM ALEX-NONO

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kota tersibuk yang ada di Indonesia adalah Jakarta (Toppa, 2015), ibu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

BAB I PENDAHULUAN. 2008, dari: 1 Mengurai Kemacetan Lalu Lintas Ibu Kota, Kompas, 16 Desember 2004.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Data dari Badan pusat statistik tahun 2010, populasi penduduk Jakarta 9,607,787

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pandangan Responden Terhadap Proyek Monorel (MRT) di Jakarta Riset dilakukan pada: November 2013 Berdasarkan panelis dari Nusaresearch

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem kehidupan, sistem

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang dimiliki kota tersebut. Jayadinata (1992:84) menyatakan, kota

BAB I PENDAHULUAN. bermotor pribadi baik kendaraan sepeda motor pertumbuhannya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LALU LINTAS di KOTA PONTIANAK. 1. Dinamika Lalu Lintas Kota Pontianak

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

Ketika MRT Urai Kemacetan Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prasarana dan sarana perkotaan, misalnya peningkatan dan

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.

BAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

JALAN TOL BAGI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR

BAB I LATAR BELAKANG. Dari menyediakan berbagai macam fasilitasnya demi kenyamanan pengunjung,

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi

Analisis Perpakiran Di Stasiun Depok Lama

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. besar orang yang bekerja di wilayah Jabodetabek. Setiap pagi saat waktunya masuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Produsen mobil asal Jerman, yang dikenal dengan merk dagang BMW (Bayerische

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pembeli untuk meminta barang yang tersedia di pasar. Dengan

I. PENDAHULUAN. motor dan kecenderungan penjualan yang meningkat terjadi hampir pada setiap

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. orang meninggal dunia setiap tahun nya dan lebih dari 50 jt jiwa mengalami luka luka

BAB I PENDAHULUAN. Kemacetan menjadi masalah utama di Indonesia, terutama di kotakota. besar seperti Jakarta sudah menjadi pemandangan setiap hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS

Transkripsi:

TRANSPORTASI JAKARTA : SEBUAH DISKRIMINASI YANG TERABAIKAN Tahun 2007 DKI Jakarta mencatat hampir 1,9 juta mobil dan 6 juta sepeda motor yang dimiliki warganya. Jika dibandingkan dengan tahun 2003 maka peningkatan jumlah sepeda motor yang terjadi mencapai 80 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan mobil penumpang yang hanya 25 persen (Jakarta Dalam Angka 2008). Pertumbuhan Kendaraan DKI Jakarta 20% 18% 19% 16% 18% 14% 12% 14% 10% 13% 8% 6% 8% 7% 4% 2% 4% 4% 2003-4 2004-5 2005-6 2006-7 Mobil Motor Jakarta Dalam Angka 2008 Angka-angka tersebut menunjukkan betapa perlunya warga metropolitan Jakarta memiliki kendaraan pribadi untuk menunjang kelancaran aktifitas sehari-hari mereka. Tapi di sisi lain, secara nyata juga mengatakan betapa gagalnya pemerintah yang mengurus ibukota republik itu dalam memberikan pelayanan transportasi yang memadai dalam arti murah, mudah dijangkau, dapat diandalkan, sekaligus nyaman dan juga aman untuk digunakan. Sebelum krisis ekonomi global menerpa Indonesia di paruh kedua tahun 2008 lalu, masyarakat sangat dimudahkan untuk memiliki kendaraan bermotor. Industri perbankan dan lembaga keuangan non-bank saling berlomba menawarkan fasilitas pembiayaan yang mampu mewujudkan keinginan mereka untuk memiliki kendaraan. Bahkan tak sedikit yang menawarkan fasilitas kredit tanpa uang muka tapi cukup dengan hanya melengkapi persyarakatan administrasi berupa salinan KTP dan Kartu Keluarga. Maka para produsen kendaraan bermotorpun semakin bergairah meningkatkan kapasitas dan kemampuan produksinya. Beragam iklan dan upaya promosi ditebar mulai dari papan reklame, selebaran, pameran, koran, majalah, radio, dan televisi. Sepanjang tahun 2008 lalu saja belanja iklan untuk kategori sepeda motor di televisi dan media cetak tercatat sekitar Rp 650 miliar dan Rp 850 miliar (AGB Nielsen). Para produsen kendaraan, khususnya sepeda motor, dan lembaga keuangan yang memberi fasilitas pembiayaan, telah menjelma menjadi malaikat penyelamat bagi mereka yang lelah dan jengkel menghadapi sistem layanan trasportasi Jakarta yang buruk dan kusut. Sesuai Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 1/7

dengan distribusi kelas sosial-ekonomi, masyarakat yang berkemampuan untuk membeli sepeda motor tentu jauh lebih besar dibanding dengan yang mampu membeli mobil. Itulah sebabnya sepeda motor meningkat jauh lebih pesat. Kini pembiayaan kepemilikan kendaraan memang tidak lagi semudah tahun-tahun yang lalu. Lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas itu mau tidak mau harus mengetatkan persyaratan dan prosedur bagi calon pembeli kendaraan yang membutuhkan. Bagi yang berminat menggunakan faslitas pembiayaan kepemilikan kendaraan mutlak menyediakan uang muka dengan jumlah yang lebih besar dibanding sebelumnya. Akibatnya, jumlah sepeda motor yang dikeluarkan 3 produsen terbesar (Honda, Yamaha, dan Suzuki) selama Januari - Mei 2009 hanya sekitar 2,04 juta unit atau mengalami penurunan hingga 22% dibanding perioda yang sama tahun 2008 lalu yang mencapai 2,48 juta unit. Seandainya kita menganggap penurunan jumlah produksi ketiga pabrikan sepeda motor besar itu mewakili penurunan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah metropolitan Jakarta maka rasio antara jumlah sepeda motor terhadap mobil pada tahun 2010 nanti diproyeksikan mencapai 3,7 atau meningkat 72% dari rasio 2,2 yang diperoleh pada tahun 2003 lalu. 4.5 Rasio Motor vs Mobil Di DKI Jakarta 4.0 3.5 3.7 3.5 3.0 3.3 3.1 2.9 2.5 2.6 2.4 2.0 2.2 1.5 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 keterangan: rasio tahun 2008-2009 merupakan hasil proyeksi Jakarta Dalam Angka 2008 Lalu dengan proyeksi tingkat pertumbuhan terendah seperti yang digunakan pada grafik di atas, bagaimana kira-kira distribusi kepemilikan kendaraan di wilayah metropolitan Jakarta- Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi pada tahun 2010 nanti? Pada tahun 2003 diperkirakan hanya 17% dari 5,7 juta rumah tangga di wilayah metropolitan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi yang setidaknya memiliki 1 unit mobil (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek, JICA, March 2004). Sedangkan yang minimal memiliki 1 buah sepeda motor diperkirakan sebesar 34 persen. Seandainya rumah tangga yang memiliki sepeda motor diasumsikan tidak memiliki mobil - demikian pula sebaliknya, bagi yang memiliki mobil diasumsikan tidak memiliki sepeda motor - maka pada saat studi itu dilakukan setengah dari jumlah keluarga yang tinggal di wilayah metropolitan Jakarta-Bogor- Depok-Tangerang-Bekasi hanya dapat mengandalkan angkutan umum kerata api, bus, Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 2/7

metromini, mikrolet, bajaj, taxi, ojeg, atau berjalan kaki untuk menopang kegiatan sehari-hari mereka. Distribusi Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan 2004 Sepeda Motor 0% Mobil 1% 31% 3% 14% 2% 0 1 2 > 2 66% 83% Study on Integrated Transportation Master Plan in Jabodetabek, JICA, 2004 Dengan tingkat pertumbuhan yang sudah terkoreksi dampak pengetatan lembaga keuangan dalam melayani pembiayaan kepemilikan kendaraan sekarang ini, serta menerapkan angka tingkat pertumbuhan tersebut secara proporsional pada pola distribusi kepemilikan kendaraan yang dihasil penelitian JICA tahun 2004 lalu, maka jumlah sepeda motor yang dimiliki warga Jabodetabek pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai 7,9 juta unit. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan jumlah 6,9 juta rumah tangga yang diperkirakan tinggal di kawasan metropilitan Jakarta. Sementara itu, jumlah rumah tangga yang memiliki setidaknya 1 unit mobil akan meningkat menjadi 25% persen atau sekitar 2,1 juta unit. Proyeksi Distribusi Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan 2010 Motor Mobil 1% 1% 8% 21% 3% 0 1 2 > 2 91% 75% Hasil Perhitungan Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 3/7

Peningkatan jumlah kendaraan yang demikian pesat, tanpa diimbangi dengan penyediaan dan pengelolaan infrastuktur jalan raya yang memadai, yang juga dilengkapi oleh prilaku buruk para pengemudi kendaraan yang melintas di tengah kemacetannya, dengan sendirinya telah menjelaskan mengapa jumlah kecelakaan di jalan raya metropolitan Jakarta meningkat demikian tajam akhir-akhir ini (Majalah Tempo, edisi 8 14 Juni 2009). Majalah itu mengungkap angka kecelakaan yang terjadi pada tahun 2008 meningkat 24% dibanding tahun 2007. Sementara kecelakaan yang melibatkan sepeda motor pada perioda yang sama malah meningkat 67 persen. Dari sisi korban yang meninggal peningkatan juga terjadi hingga 17 persen. Jumlah Kecelakaan di Wilayah Polda Metro Jaya 4,695 4,156 4,407 5,154 6,392 5,898 kecelakaan sepeda motor meninggal 3,308 3,522 1,138 1,118 1,128 999 1,169 2004 2005 2006 2007 2008 Majalah Tempo, 8-14 Juni 2009 Prersoalan transportasi di wilayah Metropolitan Jakarta ini bukan hal baru. Setiap Gubernur yang memimpin daerah khusus ibukota itu selalu menghadapi soal yang sama. Tapi tak satupun yang mampu mengurangi kualitas persoalannya. Upaya yang dilakukan sangat sporadis dan hanya sekedar tambal-sulam yang hampir tak memberikan dampak nyata pada kadar permasalahan yang dihadapi. Rencana Induk Tata Ruang yang dikeluarkan tahun 1985 dengan gagah berani menyatakan bahwa pada tahun 2005 Jakarta akan menerapkan sistem pembatasan lalu lintas (Rencana Umum Tata Ruang 1985 2005). Perbandingan jumlah pengguna fasilitas transportasi publik dan pribadi di kawasan pusat kota telah dicanangkan sebagai 85:15. Rasio tersebut berkurang menjadi 70:30 antara pusat kota dan jalan tol lingkar dalam, lalu menjadi 60:40 untuk kawasan yang berada diantara jalan tol lingkar dalam dan jalan tol lingkar luar hingga 50:50 di pinggiran kotanya. Gagasan yang tertuang dalam angka-angka rasio itu ternyata hanya sebatas wacana yang tak pernah jelas dari mana berasal dan bagaimana mewujudkannya. Selama kurun waktu 1975-1985, perbandingan jumlah sepeda motor dan mobil sesunggguhnya telah berkisar pada angka 2 berbanding 1 dan dari tahun ke tahun hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Studi JICA lainnya yang dilakukan pada tahun 1984-1987 telah mengungkap setengah perjalanan sehari-hari warga Jabotabek dilakukan dengan berjalan kaki. Ketika itu sebagian besar perjalanan untuk berbelanja ataupun sekolah dilakukan warga dengan berjalan kaki. Setengah jumlah perjalanan lainnya menggunakan kendaraan. Sekitar 24% diantaranya dilakukan dengan mengendarai mobil ataupun sepeda Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 4/7

motor sementara 76 persen sisanya mengandalkan kendaraan umum (Arterial Road System Development Study in Jakarta Metropolitan Area, JICA, 1987). Meski masing-masing studi tersebut di atas memiliki sasaran penelitian yang berbeda, datadata yang terkumpul sebagaimana juga melalui bermacam studi lain yang dilakukan dengan menggunakan berbagai dana bantuan lembaga asing seperti Jakarta Metropolitan Area Transportation Study yang dikerjakan oleh Arge Intertraffic-Lenzconsult, Jerman (1972 1974), Traffic Management and Road Network Development Study yang dikerjakan oleh Colin Buchanan and Partners (1982), dan Jakarta Mass Transit Options Study yang dikerjakan oleh Colin Buchanan and Partners in association with TPO Sullivan and Partners (1986), sesungguhnya telah sangat nyata mengindikasikan perlunya kesungguhan pemerintah DKI Jakarta menata sistem transportasi kotanya.. Jika diteruskan, daftar studi dan penelitian yang telah dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini tentu akan semakin panjang. Semua studi dan penelitian itu tetap mengindikasikan persoalan yang sama, yaitu sistem pengelolaan transportasi Jakarta yang kacau, kemacetan yang semakin parah dan terus meluas, infrastuktur yang jauh dari memadai (termasuk pedestrian bagi para pejalan kaki), serta kebutuhan mendesak terhadap pembenahan dan pengembangan sistem angkutan umum. Sejak studi-studi besar yang disebutkan di atas rampung, Jakarta memang telah membangun sejumlah jalan arteri maupun tol. Ada yang dilebarkan, ada yang ditingkatkan statusnya, dan ada pula yang sama sekali baru. Tapi nyatanya waktu tempuh yang dibutuhkan warga Jakarta untuk melintas jarak yang sama semakin panjang. Titik-titik kemacetan semakin parah dan bahkan meluas hingga ke pinggiran kotanya. Alasan klasik yang selalu diungkap setiap masa oleh pejabat DKI Jakarta adalah tidak berimbangnya pertumbuhan panjang jalan dan kendaraan! Bukankah dengan demikian semua pembangunan infrastruktur itu menjadi upaya yang naif? Jika memang demikian, mengapa tak ada terobosan maupun gagasan kreatif lain untuk menyikapi kendala utama penyelesaian masalah itu? Eskalasi semua persoalan itu sangat terasa pada kurun waktu 5 tahun terakhir ini, yaitu ketika harga bahan bakar minyak kerap bergejolak dan langsung berdampak terhadap biaya transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat. Pemukiman penduduk yang semakin bergeser ke kawasan pinggiran kota, khususnya bagi mereka yang tergolong kelompok menengah ke bawah, menyebabkan jarak dan kebutuhan waktu tempuh untuk melakukan perjalanan sehari-hari semakin panjang dan semakin lama. Lintasan angkutan umum yang tersedia kerap tak dapat melayani mereka dengan mudah sehingga harus berganti beberapa kali. Disamping melelahkan dan membuang waktu, hal itu menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan sehari-hari semakin tinggi. Di sisi lain, menyikapi kebijakan perbankan yang semakin ketat paska krisis politik 1998, industri keuangan mulai melirik peluang sektor konsumsi sebagai bisnis yang menggiurkan. Salah satunya adalah dalam menyediakan fasilitas pembiayaan kepemilikan kendaraan seperti yang disinggung di depan. Lalu melonjaklah jumlah kendaraan, khususnya sepeda motor, di jalan-jalan raya Jakarta yang panjang dan lebarnya amat terbatas itu. Sekonyongkonyong hampir setiap ruas jalan yang ada selalu dipadati oleh kendaraan roda dua. Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 5/7

Terhadap indikasi yang sangat jelas dan di depan mata, yaitu lonjakan kepemilikan sepeda motor yang memadati jalan-jalan raya tersebut, pemerintah DKI Jakarta dan mungkin hampir semua kota besar lain di Indonesia, nyatanya tak berbuat apapun. Padahal, para pengendara sepeda motor yang sesungguhnya berhak menuntut pelayanan transportasi publik yang layak di ibukota republik ini, tak kuasa lagi menunggu hingga terpaksa mengambil inisiatif sendiri, yaitu berupaya memiliki sepeda motor dan mengadu nyawa di jalan raya untuk menyambung hidup keluarga di rumah! Sangat mudah ditemukan dalam keseharian ibukota seorang bapak yang mengendarai sepeda motor sambil membonceng istri dan anak-anak mereka. Sungguhkah mereka mengabaikan keselamatan anggota keluarganya sendiri dari ancaman maut di jalan raya? Hampir pasti jawabannya adalah tidak. Semua itu terpaksa dilakukan karena mereka tak punya alternatif lain untuk melakukan kegiatan berpergian. Biaya angkutan umum tentunya jauh lebih mahal dibanding ongkos bahan bakar yang dibutuhkan sepeda motor yang ditunggangi beramai-ramai itu. Diskriminasi antara kelompok berpunya dengan yang belum beruntung sesungguhnya dimulai dari jalan raya. Meski penunggang roda dua melonjak tajam dan berjumlah paling banyak, tapi tetap tak ada upaya bergegas dari pemerintah ibukota untuk menyediakan lintasan khusus bagi kendaraan itu. Seperti juga kendaraan roda empat atau lebih lainnya, kendaraan roda dua itu tentu membutuhkan ruang untuk bergerak. Jika berbicara atas nama suara terbanyak, tentu jumlah mereka jauh lebih besar dibanding pengguna mobil. Apalagi sebagian besar diantaranya terpaksa memilih mengendarai sepeda motor karena pemerintah yang berwenang tak mampu menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai kebutuhan perjalanan mereka. Bukankah sangat patut jika pemerintah memberi perhatian yang lebih proporsional? Bagaimanapun para pengendara roda dua itu membutuhkan ruang untuk bergerak dan melesat mencapai tujuannya. Karena tak disediakan bahkan mungkin tak difikirkan maka tak ada pula cara lainnya selain menyerobot ruang-ruang jalan raya yang hanya dirancang untuk kendaraan roda empat atau lebih itu. Tak perlu heran jika mereka terbiasa lincah menggunakan ruang sempit diantara 2 mobil yang sedang melintas kencang di jalan raya. Harus pula dimaklumi jika para penunggang sepeda motor itu tak pernah ragu mendahului dari sebelah kiri meski pengendara mobil sudah memberi isyarat akan berbelok ke kiri juga. Saat harus berhenti ketika lampu merah pengatur lalu-lintas menyala, hanya dalam hitungan singkat berbagai jenis dan ukuran sepeda motor akan memadati ruang terdepan, memadati sisi-sisi sempit diantara mobil yang berhenti, sambil menunggu tak sabar untuk segera memacu kendaraannya lagi. Mereka layak marah, kecewa, dan cemburu. Mengapa pengendara sepeda motor tak diperhatikan, harus dibedakan dengan pengendara mobil, dan menjadi warga keluar dua? Sejumlah kecelakaan antara sepeda motor dengan mobil, pejalan kaki, ataupun dengan sepeda motor yang lain kerap terjadi. Jika demikian, pengendara sepeda motor lain yang kebetulan melintas sigap berhenti dan membantu. Solidaritas diantara mereka di jalan raya, meski satu dengan yang lain belum tentu saling mengenal, secara alamiah telah terbangun tanpa ada yang memintanya. Jakarta memang harus menyediakan angkutan umum massal yang mampu memudahkan warganya bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Jakarta memang harus segera Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 6/7

mendahulukan lintasan-lintasan khusus yang hanya dapat digunakan para pejalan kaki. Jakarta memang harus lebih tegas mengatur upaya pembatasan penggunakan kendaraan pribadi di ruas-ruas jalan rayanya yang amat terbatas itu. Tapi sebelum mampu menyediakan sistem transportasi yang canggih dan memadai, Jakarta harus segera memikirkan ruang gerak yang nyaman dan aman bagi para pengendara sepeda motor yang jumlahnya meningkat tajam itu, sambil terus mengupayakan terobosan-terobosan lain agar kehadiran mereka diperlakukan lebih layak, lebih manusiawi, dan lebih berkeadilan. Jakarta, 25 Juni 2009 Jilal Mardhani Transportasi Jakarta : Sebuah Diskriminasi yang Terabaikan, 7/7