VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. BAHAN DAN METODE

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

Cara Menanam Cabe di Polybag

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

IV. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

III. MATERI DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. Penah atau pensil, Buku pengamatan. C.

III. MATERI DAN METODE

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

III. MATERI DAN METODE

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

III. MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan, di daerah Ketep, kecamatan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

IV METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B.

III. MATERI DAN METODE

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya sebagian besar penduduk Desa Citapen adalah bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 24 persen dari total seluruh penduduk Desa Citapen. Petani tersebut terdiri dari petani padi sawah, petani sayuran, petani palawija dan sisanya adalah petani campuran. Untuk kegiatan bertanam sayuran, disamping membudidayakan cabai merah keriting, para petani juga membudidayakan komoditas lain seperti sawi (caisin), mentimun, tomat, daun bawang dan kubis. Sebagian besar petani membudidayakan cabai merah keriting secara monokultur, walaupun terdapat juga petani yang membudidayakan cabai merah keriting secara tumpangsari dengan sawi (caisin). Pada metode tumpangsari, cabai merah keriting merupakan komoditas utama yang dibudidayakan sedangkan sawi (caisin) adalah komoditas sampingan. Pada umumnya para petani melakukan metode tumpang gilir dalam pembudidayaan cabai merah keriting, dalam artian bahwa setelah cabai merah keriting selesai panen maka lahan digunakan untuk membudidayakan komoditas lainnya seperti mentimun dan buncis, namun karena ruang lingkup penelitian terbatas pada komoditas cabai merah keriting, maka yang akan menjadi pembahasan adalah hanya komoditas cabai merah keriting saja. Adapun gambaran kegiatan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen dapat dilihat pada penjelasan berikut dibawah ini. 6.1.1 Persemaian Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyemai benih cabai adalah menyiapkan media tanam, yakni berupa campuran dua ember tanah subur yang telah diberikan kapur untuk menetralkan PH tanah dan satu ember pupuk kandang. Tanah dan pupuk kandang ini harus diayak terlebih dahulu, kemudian bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga rata. Setelah itu media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 12 8 cm yang sudah dilubangi guna meneruskan kelebihan air siraman. Setelah itu polybag diletakkan di bedengan tersendiri. 51

Bedengan pembibitan harus aman dari berbagai gangguan. Salah satu cara yang dilakukan oleh petani adalah dengan membuat atap dari plastik transparan. Tinggi atap plastik dari permukaan bedengan sekitar 0,5 meter. Selain berguna untuk mencegah terpaan dari sinar matahari langsung, atap plastik juga berfungsi menjaga bedengan dari siraman air hujan, perlindungan terhadap hama penyakit dan menjaga kelembaban. Beberapa pekerjaan yang dilakukan petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah penyiraman dan penyemprotan. Penyiraman dilakukan bila dirasa kelembaban berkurang dan tanah polybag terlihat kering. Alat yang digunakan untuk penyiraman adalah sprayer halus untuk menyemprot bibit cabai, hal ini dikarenakan jika penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor maka dapat merusak bibit tanaman cabai yang masih lemah. Pada saat penyiraman, sungkup plastik dapat dibuka atau digulung. Sedangkan untuk penyemprotan dengan menggunakan puradan dilakukan untuk menghindari bibit dari serangan hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan pada saat umur bibit cabai telah berumur 10 hari setelah tanam. 6.1.2 Pengolahan Lahan Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Pengolahan lahan yang dilakukan meliputi pembersihan lahan, pencangkulan dan pembuatan bedengan. Proses pengolahan lahan di Desa Citapen biasanya dilakukan bersamaan dengan persemaian. Pengolahan lahan dilakukan melalui tiga tahap, tahap pertama yaitu pembersihan lahan dari gulma dan bekas tanaman sebelumnya, pembersihan lahan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja manusia. Tahap kedua adalah membalik tanah dengan cara mencangkul tanah secara tipis-tipis, hal ini dilakukan agar tanah pada lapisan dalam dapat terangkat ke permukaan sehingga tanah menjadi gembur dan akar tanaman mudah menembus tanah untuk mengambil zat-zat makanan. Tahap ketiga adalah pembuatan bedengan, dimana ukuran bedengan cabai merah keriting harus mempertimbangkan beberapa faktor. Saat musim hujan, ukuran bedengan harus lebih lebar untuk mengurangi kelembaban yang tinggi. Pada umumnya, lebar bedengan 100 120 cm dengan lebar selokan antara 30 sampai dengan 50 cm. Panjang bedengan biasanya 52

mengikuti keadaan lahan, apakah berbukit-bukit atau rata. Prinsipnya bedengan yang tidak terlalu panjang akan memudahkan dalam perawatan tanaman. Panjang bedengan yang biasa digunakan petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah 10 12 meter. Pembuatan bedengan dilakukan dengan cangkul, tali plastik sebagai patokan agar rapi. Setelah menentukan ukuran bedengan, gali selokan di sekeliling bedengan dan buang tanah galiannya ke atas bedengan. Tanah yang dibuang diatas bedengan harus diratakan juga. Setelah bedengan rata dan tidak ada lagi bongkahan tanah diatasnya, kemudian bedengan di beri pengapuran untuk menaikkan PH tanah yang asam. Kapur ditebarkan merata dipermukaan bedengan. Selanjutnya, tanah dicangkul kembali untuk kedua kalinya. Kapur akan tercampur rata dengan sendirinya karena proses pencangkulan. Tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam, lubang tanam dibuat dengan kedalaman 30 cm dengan diameter lingkaran 5 cm. Setelah itu pada lubang tanam diberikan pupuk kandang, Pupuk kimia yaitu SP36 dan KCL. Kemudian bedengan tersebut dibiarkan selama 10 hari sebelum masa tanam dilakukan agar pupuk yang telah ditaburkan mempunyai waktu untuk diserap dan diuraikan oleh tanah. 6.1.3 Penanaman Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit hasil persemaian ke lahan pertanaman. Bibit yang siap dipindahkan ke lahan pertanaman haruslah bibit yang sehat. Cara pemindahan bibit yang dilakukan yaitu terlebih dahulu dilepaskan dari polybag dan tanam bibit di lubang tanam. Kembalikan sisa tanah galian ke sekeliling bibit. Bibit cabai merah keriting biasanya ditanam dengan menggunakan jarak tanam yaitu 40 60 centimeter. Ukuran jarak tanam tersebut digunakan dengan alasan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah keriting, karena jika tidak menggunakan jarak tanam maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah keriting akan terhambat dan tidak tumbuh maksimal. Waktu penanaman yang baik adalah pada sore hari, karena bibit tdak akan terkena sinar matahari yang terik dan masih bisa beradaptasi dengan keadaan lahan hingga esok pagi. Pada umumnya penanaman bibit dikerjakan oleh banyak 53

orang secara serempak. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman nantinya bisa seragam dan memudahkan dalam perawatan. 6.1.4 Pemeliharaan Tanaman yang telah ditanam perlu mendapat perhatian dan pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman cabai merah keriting membutuhkan perhatian yang cukup besar. Kegiatan pemeliharaan cabai merah keriting di Desa Citapen meliputi penyulaman, pengajiran, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak atau kurang baik pertumbuhannya, kemudian ditanam kembali bibit baru yang berasal dari persemaian yang sama dengan terdahulu. Penyulaman ini dilakukan setelah tanaman ditanam selama satu minggu di lahan. Pengajiran berfungsi untuk membantu tanaman tumbuh tegak, karena tanaman cabai merah keriting mempunyai batang yang kurang kuat untuk menopang buah dan mendukung tegaknya batang. Turus terbuat dari batang bambu yang memiliki panjang 220 centimeter. Bagian bawah turus dibuat meruncing agar mudah untuk ditancapkan. Satu turus diperuntukkan untuk satu tanaman, dan dipasang dengan di lengkungkan ke bagian dalam dan dihubungkan satu sama lain, lalu diikat dengan menggunakan tali pengajiran ini dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 20 hingga 25 hari setelah tanam. Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan gulma (tanaman pengganggu) yang terdapat dibedengan seperti rumput dan tanaman lain yang tidak diinginkan. Selain mengganggu, gulma juga merebut makanan yang seharusnya untuk tanaman utama. Alat yang biasa digunakan untuk melakukan penyiangan adalah cangkul atau koret. Pemupukan dilakukan pada awal penanaman bibit. Pupuk yang digunakan adalah SP36, KCL dan pupuk kandang. Dosis penggunaan pupuk tergantung pengetahuan dan kebiasaan petani. Selain dilakukan pada awal penanaman, pemupukan juga dilakukan untuk tahap lanjutan, dimana pemupukan lanjutan dilakukan dengan cara disemprot yaitu dengan menggabungkan pupuk NPK, KCL, SP-36 dan pupuk kandang. Pencegahan dan pemberantasan terhadap hama dan penyakit tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan secara 54

intensif, dengan selang waktu antara tiga sampai empat hari sekali dan apabila musim hujan selang waktunya lebih dekat lagi yaitu antara dua hingga tiga hari sekali. Hal tersebut dilakukan karena pada saat musim hujan pestisida mudah tercuci oleh air, selain itu kondisi menjadi lembab sehingga penyakit mudah berkembang. 6.1.5 Panen dan Pascapanen Panen awal dan lamanya waktu panen tergantung pada jenis atau varietas cabai. Walaupun berasal varietas dan waktu tanam yang sama, panen awal didataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan perbedaan. Tanaman cabai yang ditanam didataran rendah, panen awalnya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam didataran tinggi. Umumnya panen cabai merah kertiting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen yakni tiga sampai dengan empat hari sekali atau paling lambat seminggu sekali. Rata-rata panen yang dilakukan petani responden sebanyak 10 25 kali hingga tanaman berumur 6 7 bulan. Keadaan ini sangat bergantung pada keadaan pertanaman dan perawatan yang diberikan. Satu tanaman cabai merah keriting biasanya menghasilkan 300 sampai 1.000 gram buah mulai dari awal penanaman hingga akhir. Waktu panen biasanya dilakukan pada pagi hari. Penggunaan tenaga kerja untuk panen dan angkut biasanya dibayar oleh petani tomat. Setelah panen selesai, cabai merah keriting dikemas dalam karung dengan kapasitas perkarung hingga 35 kilogram. Seluruh petani responden memasarkan hasil panen cabai merah keritingnya ke Gapoktan Rukun Tani, dan untuk pemasaran selanjutnya dilakukan oleh Gapoktan Rukun Tani untuk dipasarkan ke Pasar TU Induk Kemang. 6.1.6 Hama dan Penyakit Tanaman Seperti pada tanaman lainnya, keberadaan hama dan penyakit pada tanaman cabai merah keriting juga dapat mendatangkan kerugian pada petaninya. Masalah tersebut umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara pasti hama dan penyakit yang menyerang, sehingga dapat menggunakan jenis pestisida yang sesuai untuk diaplikasikan. Namun sampai saat ini masih banyak petani yang sulit membedakan antara serangan hama dan penyakit, akibatnya sering terjadi kesalahan pemberian obat, juga sebagian besar petani menggunakan pestisida 55

hanya berdasarkan pada pengalamannya dan sering tidak memperhatikan aturan pakai yang telah ditentukan, sehingga pemakaian pestisida tersebut melebihi dosis dari aturannya. Hama adalah semua jenis hewan yang mengganggu budidaya tanaman cabai merah keriting. Hama juga dapat menimbulkan kerusakan sehingga penanganannya harus tepat, apabila penanganannya salah maka dapat menyebabkan rendahnya produksi tanaman cabai merah keriting. Penyakit pada tanaman cabai merah keriting dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Penyakit tidak hanya menyerang tanaman pada saat persemaian, tetapi juga pada saat tanaman sudah besar. Hama yang menyerang usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah : 1. Thrip Thrips ini berwarna kuning kecoklatan. Nimpha berwarna putih dan sangat aktif. Telur berbentuk oval diletakkan dalam jaringan daun. Pada daun muda, gejala serangan ditandai dengan adanya noda keperakan yang tidak beraturan. Luka ini terjadi karena dimakan oleh serangga. Noda keperakan lebih lanjut berubah menjadi cokelat tembaga dan menyebabkan daun mengeriting ke atas. Pada musim kemarau populasi serangga ini sangat tinggi dan penyebarannya dibantu oleh tiupan angin, karena serangga dewasa tidak dapat terbang. Pengendaliannya dilakukan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida. 2. Ulat Buah Ulat ini menyerang buah cabai sejak masih hijau. Buah yang terserang kelihatan berlubang. Jika buah cabai dibelah, ulatnya akan terlihat. Ulat hidup dalam buah, membuat buah menjadi busuk dan akhirnya rontok. 3. Lalat Buah Lalat buah termasuk serangga polifag atau mempunyai banyak inang. Serangga ini menyerang buah cabai, ditandai dengan adanya titik hitam di pangkal buah. Buah cabai membusuk dan akhirnya rontok. Serangga betina dewasa meletakkan telurnya dengan jalan menusukkan ovipositor-nya ke dalam buah. Selanjutnya, telur menetas dan menjadi ulat didalam buah. Larva buah memiliki kemampuan melentingkan badannya sehingga mampu meloncat ke mana-mana. 56

Pada siang hari, kadang-kadang larva tersebut terlihat di daun dan bunga cabai. Larva ini kemudian keluar dari buah dan membentuk puva didalam tanah. Penyakit yang menyerang tanaman cabai merah keriting adalah : 1. Penyakit Antraknosa Penyakit ini biasa menyerang biji, batang, daun dan buah. Serangan penyakit ini ditandai dengan gejala yaitu biji gagal kecambah, batang kecambah rapuh sehingga mudah rebah, pucuk mati dan infeksinya ke bagian bawah, bercak di permukaan kulit buah melesak ke dalam daging buah dan membentuk lingkaran seperti terkena sengatan terik matahari dan serangan terjadi menjelang buah masak. Keberadaan penyakit busuk buah terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembab, temperatur tinggi, cuaca berkabut dan berembun. 2. Bercak Daun Serangan ditangkai buah membuat pertumbuhan dan perkembangan buah terhambat. Daun dan bunga yang diserang rontok. Pada tahap lebih lanjut, calon buah berguguran. Gejala serangan ditandai dengan adanya bercak bulat dengan garis sirkuler. Serangan ini dipicu terutama bila kondisi kelembaban lebih dari 90 persen dan temperatur cukup panas, yakni 28 32 0 C. Penyakit ini mampu mengagalkan panen karena daun tanaman rontok. 3. Layu Fusarium Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang berada dalam pembuluh kayu tanaman cabai merah keriting. Infeksi awal terjadi di pangkal leher batang tanaman yang berdekatan dengan tanah. Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman, dari kanopi bawah menjalar ke tajuk atas. Ranting muda berubah warna menjadi cokelat dan mati, dan seluruh tanaman akan layu dalam waktu 14 sampai 90 hari. 6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden Analisis pendapatan usahatani penting untuk diketahui, untuk memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri 57

dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting seperti benih, pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak lahan, biaya angkut, biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain-lain. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan termasuk didalamnya adalah biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. 6.2.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani yang dikelola oleh petani responden di Desa Citapen pada jangka waktu tertentu. Penerimaan hasil penjualan produksi disebut juga sebagai pendapatan kotor karena belum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usahatani. Output yang dihasilkan dari usahatani cabai merah keriting di Desa ini adalah cabai merah keriting. Cabai merah keriting yang baru di panen biasanya dijual oleh petani di Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen dan kemudian oleh gapoktan Rukun Tani dipasarkan lagi ke pasar TU Induk Kemang Bogor. Nilai penerimaan yang diperoleh petani merupakan nilai dari perhitungan hasil panen dari seluruh petani responden yang dikalikan dengan harga jual cabai merah keriting rata-rata yang sudah terlebih dahulu dikonversi ke dalam luasan satu hektar. Analisis penerimaan usahatani petani responden yang dilakukan tidak dikurangi dengan iuran-iuran seperti iuran pengairan, zakat produksi, dan sebagainya, karena hal ini dilakukan bukan atas dasar kewajiban, namun tergantung keiklasan dari para petani, dan biasanya iuran ini berlaku pada petani yang menggarap lebih dari satu ha lahan. Meskipun sebagian besar petani responden bukan anggota Gapoktan Rukun Tani tetapi semua petani responden melakukan penjualan hasilnya ke Gapoktan Rukun Tani, hal ini memberikan keuntungan untuk petani karena harga yang ditawarkan oleh Gapoktan Rukun Tani lebih tinggi daripada harga di tengkulak dan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani responden menjadi lebih murah dibandingkan dengan jika petani melakukan pemasaran ke pasar, karena letak Gapoktan tersebut masih terletak di Desa Citapen sehingga lebih mudah dijangkau. Harga yang ditetapkan oleh pihak gapoktan adalah sama ke 58

seluruh petani. Penerimaan yang diperoleh oleh petani responden dari produktivitas rata-rata adalah sebesar 8.374 kg per ha (perhitungan pada Lampiran 3) dengan harga rata-rata yang diperoleh dari bulan Januari hingga Juni adalah Rp 17.5000 per kg (perhitungan pada Lampiran 2), sehingga diperoleh penerimaan sebesar adalah Rp 146.537.533. Adapun rincian penerimaan cabai merah keriting dari petani responden Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No. Uraian Satuan Nilai 1. Produktivitas Kg/Ha 8.374,57 2. Harga Rp/Kg 17.500,00 3. Penerimaan Rp 146.537.533,00 6.2.2 Analisis Biaya Usahatani Pengeluaran usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani cabai merah keriting pada suatu periode tanam tertentu. Biaya usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok. Biaya usahatani yang tergolong pada biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai pada usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah biaya benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, pestisida, nutrisi, Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), sewa lahan, turus, tali rafia, polybag, karung dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang termasuk pada biaya diperhitungkan (tidak tunai) pada usahatani cabai merah keriting ini adalah biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), sewa lahan milik sendiri yang dikonversikan pada sewa lahan umum, dan penyusutan alat. Biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada usahatani tersebut menghasilkan Total biaya seperti yang dapat disajikan pada Tabel 16. 59

Tabel 16. Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No Komponen Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) (%) A. Biaya Tunai 1. Benih (Gr) 91 12.000 1.092.000 1,83 2. Pupuk kandang (Kg) 11665 500 5.832.448 9,77 3. Pupuk NPK (Kg) 308 2.540 781.473 1,31 4. Pupuk SP-36 (Kg) 233 1.600 373.333 0,63 5. Pupuk KCL (Kg) 240 1.700 408.452 0,68 6. Pestisida (Liter) Rubigan 6,8 175.000 1.194.888,9 2,00 Decis 5,5 175.000 965.638,9 1,62 Winder 6,7 156.000 1.051.572,5 1,76 Agrimex 9,2 240.000 2.219.272,4 3,72 Curacron 5,8 110.000 636.339,5 1,07 Pelengket 6,0 30.000 180.422,4 0,30 7. Nutrisi (Liter) Atonik 10,5 120.000 1.259.656,2 2,11 Supergo 10,2 40.000 407.595,2 0,68 Bayfolan 7,6 55.000 419.047,6 0,70 Gandasil B 8,3 30.000 250.219,5 0,42 Gandasil D 5,0 32.000 160.848,8 0,27 8. Tenaga Kerja Luar 1260 24.000 30.247.170 50,69 Keluarga (HOK) 9. Sewa Lahan 2.158.333 3,62 10. Turus (Batang) 17395 200 3.479.000 5,83 11. Tali Rafia (Gulung) 11 25.000 277.004 0,46 12. Polybag (Kg) 58 25.000 1.449.583 2,43 13. Karung (buah) 239 2.000 478.490 0,80 14. Pajak Lahan 78.750 0,13 Jumlah Total Biaya 55.401.539 Tunai B. Biaya Diperhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam 154 24000 3.689.228 6,18 Keluarga (HOK) 2. Sewa Lahan 503.611 0,84 Diperhitungkan 3. Penyusutan Peralatan 79.302 0,13 Jumlah Total Biaya 4.272.142 Diperhitungkan C. Jumlah Total Biaya 59.673.680 100,00 60

Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 15, diperoleh biaya tunai sebesar Rp 55.401.539 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.272.142. Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 59.673.680. Berdasarkan uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga pada biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah pajak lahan dan penyusutan, yakni sebesar 0,13 persen dari total biaya. Benih yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani, dan varietas yang ditanam oleh petani responden adalah Varietas Seminis (TM 999) dan Ciko 99. Harga beli yang diperoleh petani responden dari Gapoktan Rukun Tani adalah sama untuk setiap varietas, yakni Rp 120.000 perbungkus dengan berat 10 gram. Biaya yang dikeluarkan untuk benih adalah Rp 1.092.000 atau sebesar 1,83 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Usahatani cabai merah keriting menggunakan pupuk kandang dan penggunaan pupuk kimia. Pupuk kandang digunakan untuk menambah unsur hara tanah, mengurangi kerusakan tanah, dan khususnya untuk memperbaiki struktur organik tanah yang sudah hilang akibat penggunaan bahan kimia pada usahatani beberapa tahun sebelumnya. Jenis pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden adalah jenis pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi dan kotoran ayam. Jika dinominalkan berdasarkan harga yang umumnya berlaku di Desa Citapen, maka harga pupuk kandang perkilogram adalah Rp 500,00. Jumlah pupuk kandang rata-rata yang digunakan oleh petani responden adalah 11.665 kilogram per hektar (perhitungan pada Lampiran 3), sehingga biaya total yang dikeluarkan untuk pupuk kandang adalah Rp 5.832.448 atau sebesar 9,77 persen dari biaya total. Terdapat tiga macam pupuk kimia yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, yakni pupuk NPK, SP-36 dan KCL. Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk NPK lebih Besar dibanding biaya yang digunakan untuk pupuk SP-36 dan KCL. Pupuk NPK yang digunakan petani responden berada 61

pada rata-rata sebesar 308 kg per hektar, dan penggunaan pupuk SP-36 adalah 233 kg per ha dan 240 kg untuk pupuk KCL (perhitungan pada Lampiran 3). Jika dilihat berdasarkan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, maka pupuk NPK mengkontribusi sebesar 1,31 persen, pupuk SP-36 sebesar 0,63 persen dan KCL sebesar 0,68 persen. Pestisida digunakan untuk membasmi hama dan penyakit secara dan penyakit secara kimia. Pestisida yang digunakan adalah dalam bentuk cair. Berdasarkan wawancara di lapangan, pestisida yang sering digunakan oleh petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah Rubigan, Decis, Winder, Agrimex, Chorachron dan Pelengket. Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan petani responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 40 liter per ha (perhitungan pada Lampiran 3), dengan total biaya yang dikeluarkan petani untuk seluruh pembelian pestisida adalah Rp 6.248.135 per ha atau sekitar 9,48 persen dari total biaya seluruhnya. Penggunaan nutrisi sangat dianjurkan dalam penanaman cabai merah keriting. Nutrisi ini berguna untuk merangsang sel-sel tanaman sehingga bekerja lebih giat dalam menyerap unsur hara. Adapun jenis nutrisi yang sering digunakan petani cabai merah keriting adalah Athonic, Supergo, Bayfolan, Gandasil B dan Gandasil C. Jumlah rata-rata nutrisi yang digunakan petani responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 42 liter per ha (perhitungan pada Lampiran 3), dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk seluruh pembelian nutrisi adalah Rp 2.497.367 per ha atau sekitar 4,20 persen dari total biaya seluruhnya. Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjamin keberlangsungan usahatani. Tenaga kerja diperlukan dalam setiap tahap dalam usahatani, yakni dari tahap persemaian, tahap persiapan lahan hingga tahap panen. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Dalam setiap kelompok tenaga kerja tersebut hanya terdapat tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja yang cenderung digunakan dalam usahatani cabai merah keriting ini adalah tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan telah dikonversikan kedalam satuan yang sama, yaitu HOK. Adapun HOK yang 62

digunakan dalam penelitian ini adalah HOK yang berlaku di Desa Citapen, dimana satu HOK sama dengan 5 jam kerja dalam satu hari. Rata-rata upah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh ke-30 petani responden adalah sebesar Rp 24.000 per HOK. Tenaga kerja luar keluarga cenderung lebih banyak digunakan dibanding tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan sekitar 50,69 persen sedangkan tenaga kerja dalam keluarga hanya 6,18 persen dari total biaya. Perbedaan penggunaan jenis tenaga kerja tersebut dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Uraian Jumlah (HOK) Nilai (Rp) % Tenaga kerja luar keluarga 1260 30.247.170 89,129 Tenaga kerja dalam keluarga 154 3.689.228 10,871 Total Tenaga Kerja 1414 33.936.398 100 Lahan yang digunakan oleh petani responden Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting adalah lahan yang disewa, dan milik sendiri. Lahan yang disewa mengeluarkan biaya sewa pada komponen biaya tunai. Sedangkan lahan milik sendiri dijadikan terpisah pada komponen biaya lain, yakni biaya diperhitungkan sebagai sewa lahan yang dikonversi dari lahan milik sendiri. Biaya yang dikeluarkan dalam menyewa lahan adalah Rp 2.158.333 (perhitungan pada Lampiran 4) dengan persentase sebesar 3,62 persen dari total biaya dan biaya sewa lahan milik sendiri sebesar 0,84 persen dengan biaya adalah Rp 503.611 permusim tanam. Turus yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting berfungsi sebagai penopang agar tanaman tetap tegak pada saat rawan angin kencang. Turus terbuat dari bambu yang dibelah kecil-kecil. Panjang ajir yang digunakan oleh petani responden di Desa Citapen adalah 2,20 cm. Turus ditancapkan tegak lurus dengan kedalaman 25-30 cm kemudian dimiringkan ke setiap batang tanaman. Banyak penggunaan turus sama dengan banyak populasi yang ada dilahan petani responden. Rata-rata penggunaan turus petani responden perhektar adalah sebanyak 17.395 batang (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga 63

untuk setiap petani Rp 200 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp 3.479.767 atau 5,83 persen dari total biaya. Tali Rafia digunakan pada saat pembuatan bedengan sebagai patokan agar bedengan rapi dan tidak miring, selain itu digunakan juga pada saat pengikatan batang tanaman ke ajir. Rata-rata penggunaan tali Rafia petani responden perhektar adalah sebanyak 11,08 gulung (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga untuk setiap petani Rp 25.000 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp 277.004 atau 0,46 persen dari total biaya. Sedangkan penggunaan polybag berukuran 12 8 cm dilakukan pada saat persemaian cabai merah keriting, dimana petani responden membeli polybag dengan ukuran per kilogram. Satu kilogram polybag biasanya berjumlah 300 polybag. Adapun rata-rata penggunaan polybag petani responden perhektar adalah sebanyak 58 kg (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga untuk setiap petani Rp 25.000 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp 1.449.583 atau 2,43 persen dari total biaya. Hasil panen cabai merah keritiing yang diperoleh oleh petani responden biasanya dikemas dengan karung plastik untuk mempermudah pemasaran. Satu buah karung plastik mampu menampung 35 kg cabai merah keriting dengan harga perkarung sebesar Rp 2000 untuk setiap petani responden. Maka rata-rata penggunaan karung petani responden perhektar adalah sebanyak 239 unit (perhitungan pada Lampiran 5) dengan sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden untuk karung per hektar adalah sebesar Rp 478.490 atau 0,80 persen dari total biaya. Alat-alat yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani cabai merah keriting cenderung berasal dari alat yang di bawa oleh petani buruh untuk petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga, misalnya seperti cangkul, sorongan, garokan, koret, sprayer dan sebagainya. Sehingga alat pertanian yang dimiliki sendiri untuk usahatani seperti cangkul, garu, koret, ember dan sprayer hanya dimiliki dalam jumlah sedikit. Meskipun demikian perhitungan penyusutan alat yang dimiliki petani responden tetap perlu dilakukan. Penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani usahatani cabai 64

merah keriting di Desa Citapen pada musim tanam Oktober 2010 - Januari 2011 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No Nama Alat Jumlah Harga (Rp) Total Biaya (Rp) Umur ekonomis (Tahun) Penyusutan (Tahun) 1 Cangkul 2 49.833 99.667 4 24.508 2 Koret 2 28.833 57.667 4 14.417 3 Sprayer 1 255.000 255.000 5 46.667 4 Ember 8 6.250 50.000 3 16.667 5 Garpu 3 45.667 137.000 4 33.689 Jumlah Penyusutan Pertahun (Rp) 135.947 Jumlah Penyusutan Permusim Tanam (Rp) 79.302 6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Cabai merah keriting Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani cabai merah keriting yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani tersebut. Analisis pendapatan dapat dibedakan berdasarkan biaya yang dikeluarkan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ini diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total. Berdasarkan hasil analisis usahatani, penerimaan yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah sebesar Rp 146.537.533; biaya tunai sebesar Rp 55.401.539; dan total biaya sebesar Rp 59.673.680; maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 91.135.995; dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 86.863.853. 65

Keberhasilan usahatani petani responden cabai merah keriting di Desa citapen juga dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang dikeluarkan (R/C) pada usahatani tersebut. Analisis usahatani ini menunjukkan berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani cabai merah keriting. Nilai R/C yang diperoleh dibedakan berdasarkan biaya tunai dan biaya total, sehingga dalam analisis R/C usahatani cabai merah keriting terdapat R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan R/C atas biaya total dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian ini dapat dikatakan layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas kedua pengelompokan biaya tersebut lebih besar dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani cabai merah keriting adalah 2,65; yang artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2,65. Sedangkan nilai R/C atas biaya total yang diperoleh adalah 2,46; dengan pengertian setiap pengeluaran biaya sebesar satu rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 3,42. Nilai R/C tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai lebih tinggi dari R/C atas biaya total. Hal ini dikarenakan oleh biaya tunai lebih kecil dibanding biaya total, biaya tunai hanya terdiri dari biaya tunai sedangkan biaya total terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hasil analisis pendapatan dan R/C pada usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 19. Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 19, diperoleh biaya tunai sebesar Rp 55.401.539 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.272.142. Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 59.673.680. Berdasarkan uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah keriting adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga pada biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah penyusutan alat dan sewa, yakni sebesar 0,13 persen. 66

Tabel 19. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Komponen Jumlah Harga Nilai (Rp) (%) A. Total Penerimaan 8.374 17.500 146.537.533 B. Biaya Tunai 1. Benih (Gr) 91 12.000 1.092.000 1,83 2. Pupuk kandang (Kg) 11665 500 5.832.448 9,77 3. Pupuk NPK (Kg) 308 2.540 781.473 1,31 4. Pupuk SP-36 (Kg) 233 1.600 373.333 0,63 5. Pupuk KCL (Kg) 240 1.700 408.452 0,68 6. Pestisida (Liter) Rubigan 6,8 175.000 1.194.888,9 2,00 Decis 5,5 175.000 965.638,9 1,62 Winder 6,7 156.000 1.051.572,5 1,76 Agrimex 9,2 240.000 2.219.272,4 3,72 Curacron 5,8 110.000 636.339,5 1,07 Pelengket 6,0 30.000 180.422,4 0,30 7. Nutrisi (Liter) Atonik 10,5 120.000 1.259.656,2 2,11 Supergo 10,2 40.000 407.595,2 0,68 Bayfolan 7,6 55.000 419.047,6 0,70 Gandasil B 8,3 30.000 250.219,5 0,42 Gandasil D 5,0 32.000 160.848,8 0,27 8. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 1260 24.000 30.247.170 50,69 9. Sewa Lahan 2.158.333 3,62 10. Turus (Batang) 17395 200 3.479.000 5,83 11. Tali Rafia (Gulung) 11 25.000 277.004 0,46 12. Polybag (Kg) 58 25.000 1.449.583 2,43 13. Karung (buah) 239 2.000 478.490 0,80 14. Pajak Lahan 78.750 0,13 Jumlah Total Biaya Tunai 55.401.539 C. Biaya Diperhitungkan 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 154 24.000 3.689.228 6,18 2. Sewa Lahan Diperhitungkan 503.611 0,84 3. Penyusutan Peralatan 79.302 0,13 Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 4.272.142 D. Jumlah Total Biaya 59.673.680 100,00 E. Pendapatan Atas Biaya Tunai 91.135.995 F. Pendapatan Atas Biaya Total 86.863.853 G. R/C Atas Biaya Tunai 2,65 H. R/C Atas Biaya Total 2,46 67

6.3. Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi didasarkan pada data yang terkumpul dari 30 responden. Data yang dikumpulkan meliputi data produksi sebagai variabel yang dijelaskan atau dependen (Y), sedangkan data mengenai jumlah benih, jumlah pupuk pupuk kandang, jumlah pupuk NPK, jumlah pupuk SP-36, jumlah pupuk KCL, jumlah pestisida, jumlah nutrisi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden per luasan lahan yang diusahakan dijadikan sebagai variabel yang menjelaskan atau independen (Xi) pada penelitian ini. Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani petani responden dikonversi ke dalam luasan lahan yang sama, sehingga perbandingan faktor usahatani yang lebih mempengaruhi pada setiap faktor produksi, layak untuk dibandingkan karena pada satuan yang sama. Data rata-rata penggunaan faktor-faktor produksi per hektar yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen No. Uraian Satuan Jumlah 1. Benih Gram 2. Pupuk Kandang Kilogram 11665 3. Pupuk NPK Kilogram 4. Pupuk SP-36 Kilogram 5. Pupuk KCL Kilogram 6. Pestisida Liter 7. Nutrisi Liter 8. Tenaga kerja HOK 1260 91 308 233 240 40 42 6.3.1 Analisis Model Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting Berdasarkan hasil olahan minitab dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa hubungan antara faktor produksi berkorelasi dengan hasil produksi pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai F hitungnya, apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabelnya maka dapat dikatakan 68

secara bersama-sama faktor-faktor produksi yang digunakan berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting. Uji-F yang diperoleh adalah sebesar 16,85; hal ini menunjukkan bahwa model dugaan nyata pada selang kepercayaan 95 persen, karena nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabelnya, dimana nilai F-tabel pada selang kepercayaan 95 persen adalah 2,42. Selain itu jika dilihat dari nilai p-value yang diperoleh pada uji ini adalah 0,000; dimana nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai α satu persen maka dapat dikatakan P-value nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi berkaitan atau berkorelasi terhadap produksi cabai merah keriting atau dengan kata lain variabel benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi petani cabai merah keriting di Desa Citapen. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi ini sangat mempengaruhi produksi cabai merah keriting, yang mana penggunaan dari faktorfaktor produksi ini baik benih, pupuk, pestisida, nutrisi hingga tenaga kerja tidak dapat dilepaskan dari budidaya cabai merah keriting petani responden, karena masing-masing faktor produksi memiliki peranan dalam perkembangan, pertumbuhan, dan produktivfitas tanaman cabai merah keriting. Uji signifikansi model produksi pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sumber Ragam Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Jumlah Kuadrat Tengah F-Hitung Peluang Regresi 8 3,18165 0,39771 16,85 0,000 Galat 21 0,49561 0,02360 Total 29 3,67726 69

Selain dilihat dari nilai F-hitungnya, model dapat dikatakan akurat atau tidaknya dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R-sq). Koefisien determinasi (R-sq) ini dapat menggambarkan apakah model yang dihasilkan baik atau tidak dalam meramalkan kondisi ke depan, apabila nilai R-sq lebih besar dari 50 persen, maka dapat dikatakan bahwa model ini layak digunakan karena dapat meramalkan kondisi kedepan secara akurat. Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh nilai R-sq sebesar 86,5 persen untuk petani responden cabai merah keriting di Desa Citapen. Angka tersebut berarti bahwa variabel bebas (benih, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja) dapat menjelaskan sebesar 86,5 persen variabel tidak bebas (hasil produksi), dan sisanya sebesar 13,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model (komponen error). Nilai koefisien korelasi (R-sq adj) menunjukkan akan adanya perubahan apabila terdapat penambahan faktor produksi yang dimasukan ke dalam model. Penambahan faktor produksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada nilai R-sq nya dan nilai derajat bebasnya, dimana nilai R-sq akan semakin besar. Untuk melihat pengaruh dari masing-masing-masing faktor produksi atau variabel independen terhadap variabel dependen (produksi) yang dihasilkan, dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasil Parameter penduga fungsi produksi tersebut disajikan pada Tabel 22. 70

Tabel 22. Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi pada Petani Responden pada Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen Penduga Koefisien Regresi Simpangan Baku t-hitung Peluang VIF Konstanta 5,25 1,233 4,26 0,000 Benih (X 1 ) 0,10451 ** 0,04252 2,46 0,023 1,26 Pupuk Kandang (X 2 ) 0,16330 ** 0,05899 2,77 0,012 2,04 Pupuk NPK (X 3 ) 0,17400 * 0,09674 1,80 0,086 1,83 Pupuk SP-36 (X 4 ) 0,07470 0,08760 0,85 0,403 1,20 Pupuk KCL (X 5 ) 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,56 Pestisida (X 6 ) -0,2499 *** 0,08464-2,95 0,008 1,71 Nutrisi (X 7 ) -0,0619 * 0,03545-1,75 0,095 1,32 Tenaga Kerja(X 8 ) 0,13120 *** 0,4525 2,90 0,009 1,52 R-sq 86,5% R-sq (adjusted) 81,4% t-tabel 1 % 2,518 t-tabel 5 % 1,721 t-tabel 10 % 1,323 Keterangan: * Nyata pada tingkat kepercayaan 90 % ** Nyata pada tingkat kepercayaan 95 % *** Nyata pada tingkat kepercayaan 99 % Berdasarkan data pada Tabel 22 dapat dilihat nilai koefisien regresi masing-masing faktor, nilai t hitung dan nilai p-valuenya. Pada tabel terlihat bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha tani cabai merah keriting berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, 95 persen dan 90 persen. Nyata pada selang kepercayaan 99 persen berarti bahwa faktor produksi tersebut sangat berpengaruh atau responsif terhadap produksi cabai merah keriting, atau faktor produksi tersebut berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting sebesar 99 persen. Nyata pada selang kepercayaan 95 persen berarti bahwa, faktor produksi yang digunakan berpengaruh atau responsif terhadap produksi cabai merah keriting sebesar 95 persen. Faktor-faktor produksi yang 71

berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen terhadap produksi cabai merah keriting adalah pestisida dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi cabai merah keriting adalah benih dan pupuk kandang, dan untuk faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen adalah pupuk NPK dan nutrisi. Sedangkan faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata atau tidak mempengaruhi terhadap produksi cabai merah keriting adalah pupuk SP-36 dan pupuk KCL. Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF yang kurang dari 10, dilihat dari hasil output Minitab pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen tidak terdapat masalah multikoliniaritas, karena tidak ada nilai VIFnya yang lebih dari 10. Untuk analisis asumsi homoskedastisitas, dilakukan dengan pendekatan grafik, dimana grafik pencar untuk petani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa gambar diagram pencar dari petani responden Desa Citapen tidak membentuk pola atau acak, sehingga tidak mengalami gangguan heterokedastisitas. Fungsi produksi usahatani cabai merah keriting petani responden di Desa Citapen diduga sebagai berikut: Ln Y = 5,38 + 0,105 Ln X 1 + 0,163 Ln X 2 + 0,174 Ln X 3 + 0,0747 Ln X 4 + 0,088 Ln X 5-0,250 Ln X 6-0,0619 Ln X 7 + 0,131 Ln X 8 6.3.2 Analisis Elastisitas Produksi Cabai merah keriting Pada fungsi Cobb Douglas, besaran koefisien regresi adalah merupakan nilai dari elastisitas produksinya dari variabel tersebut. Pengaruh dari masingmasing variabel independen (faktor produksi) terhadap variabel dependen (hasil produksi), adalah sebagai berikut: Benih (X 1 ). Nilai koefisien regresi benih adalah 0,10451; dimana nilai ini nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Benih memiliki nilai koefisien yang positif serta berpengaruh nyata pada produksi cabai merah keriting, artinya apabila penggunaan benih sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan sebanyak satu persen, maka produksi cabai merah keriting akan meningkat sebesar 0,10451 persen cateris paribus, dan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah sebesar 72

lima persen, dimana pada tingkat kesalahan lima persen maka penggunaan benih ini dapat dikatakan cukup responsif terhadap produksi cabai merah keriting yang dihasilkan. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa benih memang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, benih sangat menentukan apakah hasil produksi cabai merah keriting akan baik atau tidak serta menentukan tingkat produktivitasnya. Hampir 90 persen petani cabai merah keriting di Desa Citapen menggunakan benih bersertifikat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana benih yang digunakan adalah benih hibrida varietas Seminis yang dikeluarkan oleh PT. Panah Merah. Benih ini adalah benih cabai yang sangat adaptif, baik ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran sedang, produktivitasnya tinggi, ukuran buah relatif seragam, berbiji banyak, rasa pedas dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Pupuk Kandang (X 2 ) Pupuk kandang memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Pada selang kepercayaan 95 persen ini, berarti faktor produksi pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, karena tingkat kesalahannya adalah hanya lima persen. Nilai koefisien regresi untuk pupuk ini adalah 0,16330, nilai positif ini menggambarkan bahwa setiap adanya penambahan penggunaan dari pupuk kandang, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah sebesar nilai tersebut cateris paribus. Hal ini berkorelasi positif dengan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang sangat diperlukan, karena dapat menambah unsur hara dalam tanah serta memperbaiki struktur fisik tanah. Pupuk kandang ini biasanya digunakan pada saat persemaian benih dan pemupukan dasar. Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran sapi dan kotoran ayam, dimana sebelum ditebarkan diatas bedengan pupuk harus sudah matang. Pupuk yang sudah matang ditandai dengan bentuknya yang remah, kering dan tidak berbau. Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk buatan. Namun, pupuk kandang mempunyai keunggulan, yakni mampu mengembalikan kualitas tanah yang jelek karena 73

terlalu banyak disuplai pupuk anorganik. Sehingga penggunaan pupuk kandang sangat dianjurkan untuk mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk NPK (X 3 ) Berdasarkan nilai p-value yang ditunjukkan pada Tabel 22, pupuk NPK tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen dan selang kepercayaan 95 persen, tetapi jika pada selang kepercayaan 90 persen pupuk NPK beperngaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting karena nilai p-value lebih kecil dari α 10 persen begitu juga dengan nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai t-tabel α lima persen. Hal ini menandakan bahwa input produksi NPK masih berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting petani responden Desa Citapen. Nilai koefisien regresi pupuk NPK bernilai positif yakni 0,174; yang artinya apabila penggunaan NPK sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan sebanyak satu persen, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah sebesar 0,174 ceteris paribus, dengan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah sebesar 10 persen, dimana pada tingkat kesalahan 10 persen maka produksi cabai merah keriting yang dihasilkan masih dapat dikatakan responsif terhadap penggunaan pupuk ini. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur makro sekunder Ca, Mg, S, dan unsur mikro Zn, Br, Mo. Ketersediaan unsur tersebut akan memacu tanaman tumbuh cepat dan berproduksi secara optimal. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk NPK yang dilakukan oleh petani responden Desa Citapen memang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai keriting. Selain karena dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan menjadikan tanaman lebih sehat dan kuat, juga lebih praktis, hemat biaya, hemat waktu dan dosis lebih terukur lebih efisien, karena sekali pemberian pupuk sudah sekaligus mencakup unsur hara makro, mikro dan organik yang dibutuhkan tanaman. Pupuk SP-36 (X 4 ) Pupuk SP-36 merupakan salah satu pupuk yang dikategorikan sebagai pupuk P. Pupuk P merupakan sumber unsur Phosphor yang diperlukan untuk memacu pertumbuhan akar, pertumbuhan generatif (pembungaan) dan pemasakan buah. Pertumbuhan generatif tanaman ditunjukkan dengan pertumbuhan bunga 74

yang kemudian menjadi buah. Nilai koefisien regresi pupuk SP-36 adalah 0,0747; hal ini menunjukkan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting, artinya walaupun penggunaan dari pupuk P telah ditambahkan atau dikurangkan dalam penggunaannya, maka tidak akan bepengaruh terhadap produksi cabai merah keriting. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk SP-36 masih kurang, terutama penggunaannya pada awal penanaman yang membutuhkan kandungan unsur phospor yang cukup tinggi. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36 yang dilakukan oleh ke 30 petani responden adalah sebanyak 233 kg per hektar, sementara rekomendasi pupuk SP-36 yang dianjurkan dalam pemupukan cabai merah adalah 300-400 kg perhektar. 7 Sehingga dari hasil olahan Minitab menginterpretasikan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting petani responden Desa Citapen. Pupuk KCL (X 5 ) Pupuk KCL adalah sumber unsur kalium. Kalium berfungsi untuk mengaktifkan aktivitas 60 enzim dalam tanaman, sintesis karbohidrat dan protein serta meningkatkan kadar air dalam tanaman sehingga meningkatkan ketahanan dan kemampuan tanaman terhadap stress kekeringan, dingin dan salinitas. Nilai koefisien regresi pupuk KCL adalah 0,0878 dan bernilai positif, namun jika dilihat dari nilai t-hitung yang lebih kecil dari nilai t-tabel dan nilai p-value yang lebih besar dari nilai α maka variabel pupuk KCL tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting. Karena secara statistik variabel pupuk KCL tidak berpengaruh nyata, maka jika petani responden melakukan penambahan dan pengurangan terhadap pemberian pupuk KCL maka hal ini tidak akan berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting itu sendiri. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa para petani responden Desa Citapen tidak menggunakan pupuk KCL sesuai dengan dosis. Para petani menganggap bahwa walaupun penggunaan pupuk tidak sesuai dosis, tetapi pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tidak berbeda jauh jika dibandingkan 7 Sejathi. 2010. Pemupukan dan Pengairan pada Tanaman Cabai Merah. http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2122274-pemupukan-dan-pengairanpada-tanaman/ [28 Juli 2011] 75

dengan penggunaan pupuk yang sesuai dosis, hal ini dipicu juga karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh para petani. Dosis yang dianjurkan untuk pemakaian pupuk KCL pada budidaya tanaman cabai keriting perhektarnya adalah 400 kilogram (Nixon MT, 2010), tetapi penggunaan rata-rata yang dilakukan oleh sebagian besar petani responden Desa Citapen adalah kurang dari 400 kilogram perhektar yaitu sebanyak 240 Kg. Pestisida (X 6 ) Faktor produksi pestisida berpengaruh negatif pada produksi cabai merah keriting pada petani responden Desa Citapen. Berdasarkan nilai uji statistiknya pestisida sangat berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting, hal ini dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai t-tabel dengan taraf nyata satu persen dan nilai P-value yang lebih kecil dari α sebesar satu persen. Nilai koefisien regresi dari pestisida yakni sebesar 0,249 sehingga jumlah produksi cabai merah keriting akan menurun sebesar 0,249 persen apabila penggunaan pestisida ditingkatkan sebesar satu persen. Pestisida terdiri dari insektisida dan fungisida dalam bentuk cair dengan satuan liter. Insektisida berfungsi untuk membasmi hama dan fungisida berfungsi dalam pengendalian jamur. Berdasarkan aplikasi penggunaannya yang tertera pada label kemasan, insektisida baik digunakan dengan intensitas selang waktu 7 hari sekali sedangkan fungisida baik digunakan dengan intensitas waktu 8 hari sekali. Tapi pada kenyataan, petani cabai merah keriting Desa Citapen sering mengambil langkah praktis, dimana mereka langsung menyemprot dengan pestisida tanpa memperhatikan nilai ambang ekonomi hama, dosis anjuran dan jenis pestisida serta selang waktu aplikasi penggunaannya. Selain itu, dalam menggunakan pestisida petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sama dengan penggunaan pupuk, sehingga penggunaannya tidak dapat dikontrol. Pada umumnya petani Desa Citapen melakukan penyemprotan baik insektisida maupun fungisida dalam selang waktu tiga sampai lima hari, dan hal ini menyebabkan tanaman cabai merah keriting melebihi ambang dosis yang dianjurkan. Hal inilah yang menyebabkan kenapa koefisien pestisida bernilai negatif, disebabkan karena penggunaan pestisida yang berlebihan. Penggunaan pestisida yang berlebihan tersebut akan berdampak pada penurunan produksi dan tentunya juga akan 76