Mekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

SINERGITAS PEMEMRINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH

INSPEKTORAT KHUSUS INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI

REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

I. PENDAHULUAN. Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

PP No.19/2010 dan Reposisi Gubernur: Menemukan Kembali The Missing Middle?

PERDA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI

PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP

Pengujian Peraturan Daerah

Komentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

APA ITU DAERAH OTONOM?

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) TERHADAP QANUN ACEH NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RTRW ACEH TAHUN

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Bab I: Pendahuluan A.Latar Belakang B. Permasalahan Bab II: Pembahasan UU No. 5 Tahun

RechtsVinding Online

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH)

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013

MENILIK PERATURAN DAERAH BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

Kajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

Pajak Daerah Tahun 2012 Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 Tahun 2012

KLARIFIKASI PERDA DISKRIMINATIF GENDER

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

REKONSTRUKSI REGULASI TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR MENGUATKAN HIRARKI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dan cita-cita Negara Indonesia yang tercantum dalam. adalah untuk melaksanakan pembangunan yang dilakukan secara

EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

SUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

RINGKASAN. vii. Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP UNDANG-UNDANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN ANGGARAN 2010 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI

Panduan diskusi kelompok

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Dede Mariana ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

Pengaturan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah

Transkripsi:

Mekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD Oleh: Robert Endi Jaweng Manajer Hubungan Eksternal KPPOD P ergantian kerangka regulasi perpajakan daerah (UU No.34/2000 menjadi UU No.28/2009) tidak saja berimplikasi pada perubahan ihwal substansi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), tetapi juga perubahan krusial dalam hal mekanisme pengawasan pemerintah pusat atas dasar hukum (Perda) yang mengatur dua jenis pungutan tersebut. Sebagaimana hendak diuraikan dalam bagian-bagian berikutnya, mekanisme baru pengawasan perda tersebut dinilai bermasalah dari sisi substansi/perumusan dan dampak kebijakan dalam fase implementasi 1, selain masalah umum pada tahapan proses formulasi UU No.28/2009 itu sendiri. Rangkaian masalah ini berpotensi mempengaruhi efektivitas kinerja pengawasan dan bahkan berimbas pada hasil guna kebijakan perpajakan daerah. Review Kerangka Pengaturan Pengawasan Perda PDRD Memasuki era desentralisasi/otonomi daerah (otda) sedasawarsa lalu, kerangka legal yang mendasari pengaturan PDRD adalah UU No.34/2000. 1) Prof. Eko Prasojo, Evaluasi Kebijakan Publik, Materi Kuliah pada Program Pascasarjana Ilmu Administrasi, November 2010 dan DR. Rianto Nugroho, Bab 21: Evaluasi Kebijakan, dalam buku Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm.471-494.

Dibandingkan dengan aturan lama yang digantikannya, UU No.18/1997, semangat perubahan dalam produk awal reformasi ini adalah memberikan ruang bagi daerah guna mengatur dan mengadministrasi pemungutan PDRD. Hal itu, misalnya, terlihat pada: (1) Perda PDRD yang dibuat daerah tak perlu lagi mendapat pengesahan Pusat, dan (2) Pemda dibolehkan memungut PDRD di luar daftar yang tercantum dalam UU No.34/2000 2. Dalam hal pengawasan Perda, perubahan yang terkandung dalam UU No.34/2000 ini terbilang substansial. Jika sebelumnya, di masa sentralisasi Orba dalam kerangka UU No.18/1997 maupun UU No.5/1974, jenis pengawasan perda dilakukan sekaligus dalam dua model 3 : pengawasan preventif pada fase rancangan Perda dan pengawasan represif ketika suatu Perda sudah disahkan, UU No.34/2000 melakukan pergeseran pengawasan menjadi hanya satu model, yakni pengawasan represif setelah Perda disahkan. Hal ini sejalan dengan model pengawasan yang dipakai dalam UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti UU No.5/1974 4. Perubahan model pengawasan menjadi pengawasan tunggal secara represif ini dinilai lebih demokratis lantaran daerah lebih mandiri dalam membuat regulasi tanpa selalu dihantui ketakutan pembatalannya oleh pusat di fase rancangan, meski pada sisi lain sedikit-banyak menimbulkan kekisruhan berupa lahirnya banyak Perda bermasalah yang antara lain disebabkan hilangnya sistem deteksi dini (pengawasan preventif) dari pusat untuk bisa langsung menghadang kelahiran berbagai produk hukum yang cacat tersebut jauh-jauh hari sebelum terlanjur ditetapkan sebagai produk hukum definitif. Saat ini, ketentuan pokok yang mengatur pengawasan Perda secara umum adalah UU No.32/2004. Kedudukan Perda dan Peraturan Kepda (Perbup/Perwal) diatur dalam Pasal 136-149. Khusus menyangkut pengawasan atas Perda tersebut, UU ini mengenal dua model: pengawasan represif (Psl. 145) dan pengawasan preventif atas Raperda Pajak, Retribusi, APBD, Tata Ruang (Psl. 185-189). Terkait materi muatan PDRD, jika dalam UU No.34/2000 dikenal satu model, yakni pengawasan represif (Psl. 25A), dalam UU 2) Pada hal pada masa Orba (UU No.18/1997), semua Perda PDRD harus mendapat pengesahan pemerintah pusat, sementara dari sisi jenis pajak yang dipungut, UU tersebut menetapkan bahwa jenis dan jumlah pajak yang dipungut bersifat limitatif (closed-list system), yakni terbatas pada tiga jenis pajak untuk Propinsi dan 6 jenis pajak untuk Kabupaten/Kota. 3) Uraian tentang model-model pengawasan Perda yang pernah dipakai sejak masa Orde Baru hingga kini diuraikan secara jelas dalam R. Siti Zuhro dan Eko Prasojo (Ed.), Kisruh Peraturan Daerah: Mengurai Masalah dan Solusinya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak dan The Habibie Center, 2010). 4) Menarik untuk dicatat, model tunggal ini tetap dipertahankan oleh UU No.34/2000 hingga masa pergantiannya pada akhir 2009 lalu meski UU baru yang mengatur ketentuan pokok pemerintahan daerah (UU N0.32/2004 sebagai pengganti UU No.22/1999) justru mengembalikan model ganda pengawasan Perda sebagaimana yang pernah dipakai sebelumnya pada masa sentralistik Orde Baru. Dalam UU No.32/2004 ini, pemberlakuan dua jenis sistem pengawasan dipilahkan berdasarkan jenis-jenis Perda, di mana sistem pengawasan preventif diberlakukan secara khusus untuk empat jenis Perda menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang dan APBD/ APBD-P, sementara sistem pengawasan represif diberlakuan secara umum untuk jenis-jenis Perda lainnya. 2

No.28/2009) diberlakukan dua model pengawasan, yakni pengawasan preventif (Psl 157) dan pengawasan represif (Psl 158) 5 (keterangan bagan alir bisa dilihat pada Bagan 1). Bagan 1: Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU No.28/2009 Isu terkait yang juga krusial dalam model pengawasan ini adalah ihwal institusi atau pejabat di level pusat yang berwewenang melakukan pembatalan Perda PDRD. Kalau sebelumnya pembatalan dilakukan pemerintah (diwakili Mendagri), dalam UU baru secara eksplisit ditetapkan bahwa pembatalan dilakukan Presiden berdasar Peraturan Presiden. Isi Kebijakan dan Antisipasi Dampak Evaluasi kebijakan dalam kasus ini setidaknya menyangkut model pengawasan dan letak kewenangan pembatalan Perda. Ihwal model pengawasan, pemberlakuan model ganda preventif dan represif menyisakan beberapa catatan. Pertama, melihat praktik yang pernah ada, pemberlakukan masingmasing model tersebut tidak tegas. Mestinya, jika suatu raperda sudah melewati mesin pengawasan 5) UU baru ini tampak jauh lebih ketat mengatur mekanisme penetapan Perda dan penerapan sanksi. Untuk aspek penetapan Perda, misalnya, ditegaskan ketentuan bahwa: (1) Raperda PDRD dievaluasi Pusat yang digunakan daerah untuk menyempurnakan Raperda sebelum ditetapkan menjadi Perda, dan (2) Perda yang telah ditetapkan wajib disampaikan kepada Menkeu dan Mendagri. Di sini, seperti yang pernah dipakai pada masa Orde Baru namun dihilangkan pada awal reformasi, sistem pengawasan mengadopsi pola kombinasi sistem preventif atas Raperda dan represif atas Perda. Sedang untuk aspek sanksi, penerapannya nanti berupa sanksi administratif (penundaan DAU atau DBH PPh) atas pelanggaran prosedur Perda dan sanksi substantif (pemotongan DAU atau DBH PPh) terhadap Pemda yang nekat memungut PDRD atas dasar Perda yang sudah dibatalkan pusat. 3

Bagan 2: Perubahan Kewenangan Pembatalan Perda PDRD preventif dan dinyatakan lolos maka tidak semestinya di belakang hari kembali dilakukan pengawasan represif ketika sudah berlaku sebagai perda defenitif (hukum positif). Praktik semacam ini bisa kembali berulang kelak jika melihat substansi klausul dalam UU No.28/2009 yang tidak mengatur demarkasi semacam ini. Implikasinya, ketidakpastian bagi Pemda dan beban kerja ganda bagi pusat yang melakukan kedua tingkat pengawasan tersebut. Kedua, keberadaan model pengawasan preventif sering dinilai pusat sebagai cara untuk mendeteksi dini potensi kebermasalahan isi kebijakan. Namun, pada sisi lain, hal tersebut tentu berpengaruh pada kemandirian daerah (Pemda/ DPRD) yang akhirnya sulit untuk bertindak otonom dan menggunakan diskresi kewenangan yang ada. Ketiga, peran Gubernur sebagai Wakil Pusat di Daerah yang telah mengalami reposisi dan penguatan kewenangan berdasarkan PP No.19/2010 justru mendapat ruang terbatas dalam alur mekanisme pengawasan perda dalam UU ini. Jika melihat Bagan 1 di atas, sesungguhnya peran Gubernur tak lebih sebagai perantara (kantor pos) lalu lintas pengiriman dokumen. Sementara dalam hal kewenangan pembatalan, argumen yang sering disampaikan pusat untuk menjelaskan perubahan tersebut adalah: kebijakan yang dibuat oleh pejabat yang dipilih (Perda dibuat kepala daerah dan DPRD) tidak bisa dibatalkan pejabat yang diangkat (Menteri) tetapi mesti oleh pejabat yang dipilih juga (Presiden). Pertanyaan yang paling sederhana kemudian adalah: bagaimana nasib semua Perda yang selama ini dibatalkan berdasarkan Keputusan Mendagri, apakah bisa dipulihkan dan berlaku kembali dan Keputusan tersebut lalu batal demi hukum? Lalu, bukankah Menteri adalah pembantu Presiden dan merupakan unsur Pemerintah sehingga kewenangan Presiden bisa dilimpahkan ke tangan Menteri dan bahkan Gubernur sebagai Wakil Pusat di Daerah? Selain itu, dari sisi manajemen kerja, mekanisme ini cukup berat dan membebani Presiden sendiri, yang pada sisi lain berpotensi tidak tertanganinya Perda bermasalah sehingga pada akhirnya merugikan masyarakat. Belum lagi kalau kita memperhatikan birokrasi review peraturan perundangan selevel PP ke bawah di Sekretariat Kabinet yang lama dan 4

berbelit, bahkan -- menurut informasi yang diperoleh -- bisa memakan hari kerja selama 3-5 bulan, sementara masa uji suatu Perda baru hanya 60 hari untuk kemudian berlaku otomatis. Hemat saya, ini adalah contoh kebijakan yang boleh jadi ideal secara politik tetapi sulit dijalankan dan berpotensi gagal. Akhirnya, catatan evaluatif yang juga tak kalah problematiknya adalah terkait masa berlaku mekanisme pengawasan yang baru ini. Dalam Pasal 185 UU No.28/2009 ditetapkan bahwa UU ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2010. Terkait pengawasan Perda, apakah mekanisme ini baru mulai berlaku terhadap Perda yang dibuat dalam kerangka UU No.28 Tahun 2009 ataukah berlaku surut atas berbagai Perda yang sudah lahir dalam kerangka UU No.34 Tahun 2000?. Bagaimana dengan nasib sekitar 3000 6 Perda yang sudah direkomendasi Menkeu untuk dibatalkan Mendagri? Apakah Perda tersebut tetap dalam mekanisme lama (dibatalkan Mendagri) atau sudah otomatis masuk ke jalur baru pembatalan oleh Presiden? Hingga hari ini, antar instansi di pusat sendiri (Kemendagri vs Kemenkeu) memiliki persepsi diametral mengenai hal ini 7. Pilihan Tindak Lanjut Meski terdapat banyak masalah yang terurai di atas, pokok soal mendesak adalah terkait kewenangan pembatalan Perda. Jika pilihannya: (1) kewenangan itu dilimpahkan ke Mendagri, dengan dasar hukum pembatalan adalah KepMendagri, maka langkah lanjutan adalah bisa merevisi UU No.28/2009 yang tentu merupakan rute panjang/ berat atau pun Presiden mengeluarkan satu regulasi khusus yang mengatur pendelegasian wewenang atau dimasukan dalam PP penjabaran PDRD secara umum yang presedennya dilakukan oleh PP No.65/2001 dan PP 66/2001. Atau pilihan: (2) mengikuti garis UU No.28/2009 di mana kewenangan itu tetap ada di tangan Persiden. Disini, pemerintah menilai tak ada yang salah dengan konstruksi kebijakan, yang dibenahi adalah manajemen dan kapasitas pelaksanaan melalui upaya penguatan birokrasi (Setkab) dan tenaga ahli profesional untuk memberikan masukan bagi Presiden yang bertugas membatalkan Perda. Apa pun pilihannya, dengan aneka resiko dan implikasi rumitnya, pusat mesti lekas mengambil langkah nyata mengingat masih banyak Perda bermasalah yang terbengkelai dan menghadapi gelombang massal Perda yang dibuat Pemda sejak Januari 2011 ini. -- o0o -- 6) Kita tahu, sejak 2001 hingga akhir 2010, sebanyak 13.622 perda pajak atau retribusi telah dikirim ke pusat. Pihak Kementerian Keuangan telah mengkaji 13.252 perda, dengan 4.885 direkomendasikan batal ke Menteri Dalam Negeri. Sepanjang sepuluh tahun tersebut, Mendagri baru bisa membatalkan 1.843 Perda, yang berarti masih ada 3.042 Perda yang belum dintindaklanjuti dengan pembatalan, permintaan revisi ke daerah atau menetapkan tetap berlaku dalam bentuk surat jawaban ke Menkeu. 7) Kemendagri melihatnya sebagai klausul yang otomatis sehingga Mendagri sudah tidak berwenang membatalkan Perda lagi, sementara menurut Kemenkeu, mekanisme pembatalan oleh Peresiden mulai berlaku untuk Perda yang dibuat dalam kerangka UU No.28 Tahun 2009 dan pembatalan atas Perda carry over tadi tetap menjadi 5 kewajiban dan kewenangan Mendagri.