PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho 1, Sri Widiyantoro 2, dan Gunawan Ibrahim 2 1 Program Magister Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung 2 Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Salah satu penelitian ilmu kebumian yang perlu dilakukan untuk membantu upaya mitigasi bencana gempabumi adalah menentukan pusat gempa dengan presisi tinggi. Dalam hal ini ketelitian sangat diperlukan oleh karena adanya heterogenitas materi bumi yang dilewati gelombang gempa dari hiposenter ke stasiun pencatat. Oleh karena itu dengan bantuan model geotomografi (model struktur 3D kecepatan rambat gelombang gempa) diharapkan akan dapat diperoleh posisi sumber gempa yang lebih baik. Untuk studi ini daerah penelitian yang diambil adalah Jawa dan sekitarnya, yaitu : 7 LS - 11 LS dan 105 BT - 114 BT. Data yang digunakan adalah waktu tiba gelombang P dari seismogram yang direkam pada seismograf broadband di Indonesia. Penentuan hiposenter menggunakan metoda guided grid search dengan model kecepatan 3D untuk busur Sunda. Hasil penentuan hiposenter gempa dengan pendekatan ini memberikan tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan jika digunakan model kecepatan 1D. PENDAHULUAN Kepulauan Indonesia terletak pada tenggara Lempeng Eurasia dan dibatasi disebelah selatan dan barat dengan Lempeng Indo-Australia (Samudera Indonesia) dan disebelah timur dengan Lempeng Laut Filipina dan Lempeng Pasifik. Batas lempeng-lempeng ini merupakan sebuah zona subduksi sehingga terbentuk busur pegunungan dan struktur-struktur kompresi. Zona subduksi adalah zona aktif gempabumi sehingga lajur gempabumi di Indonesia membentang sepanjang tidak kurang dari 5.600 km mulai dari Andaman sampai ke Busur Banda Timur. Lajur kemudian menerus ke wilayah Maluku hingga Sulawesi Utara. Daerah-daerah sepanjang pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, NTB dan NTT serta Maluku merupakan wilayah rawan gempabumi dan tsunami. Data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan dalam satu bulan rata-rata terjadi tidak kurang dari 20 gempa. Dampak kondisi geografis diatas mengakibatkan Indonesia menjadi daerah sangat rawan bencana alam kebumian khususnya gempabumi. Untuk meminimalisasi dampak bencana tentunya upaya mitigasi perlu dilakukan secara dini dan optimal. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan penelitian ilmu kebumian yang makin intens, pemasangan jaringan pemantau yang representatif dan mutakhir serta diseminasi informasi. Salah satu penelitian ilmu kebumian yang perlu dilakukan adalah merelokasi episenter gempabumi dengan model 48
struktur kecepatan 3D. Hal ini perlu dilakukan dikarenakan heterogenitas batuan yang dilewati gelombang gempa dari hiposenter ke stasiun pencatat. Oleh karena itu dengan bantuan tomografi, hasil relokasi ini akan memberikan parameter gempa yang lebih representatif terhadap geologi wilayahnya. GEOLOGI UMUM Daerah penelitian terbentang sepanjang Pulau Jawa dan Samudera Indonesia. Perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak berbeda jauh dengan perkembangan tektonik Pulau Sumatera. Hal ini disebabkan keduanya masih bagian dari lempeng Mikro Sunda dan dalam sistem konvergensi yang sama antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Perbedaan utama dalam pola interaksi ini terletak pada gejala geologi yang berlainan antara Jawa dan Sumatera : 1. Batuan dasar di Pulau Jawa terdiri dari kelompok melange berumur kapur-tersier awal. 2. Di Pulau Jawa tidak ditemui tandatanda unsur kerak benua. Unsur-unsur tektonik yang membentuk Pulau Jawa : 1. Jalur subduksi kapur-paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa Tengah dan terus ke timur laut menuju Kalimantan Tenggara. 2. Jalur magma kapur di utara Jawa. 3. Jalur magma tersier sepanjang selatan Jawa. 4. Jalur subduksi tersier yang menempati punggungan bawah laut di selatan Jawa. 5. Palung laut disebelah selatan Jawa. GAMBAR 1: Lokasi penelitian. METODOLOGI Guided Grid Search Metoda yang digunakan dalam relokasi episenter ini adalah guided grid search. Metoda ini dikembangkan dari metoda solusi inversi non-linear menggunakan pendekatan global (grid search). Pada metoda grid search ruang model didefinisikan terlebih dahulu dengan menentukan secara a priori interval (batas minimum dan maksimum) harga setiap parameter model yang mungkin. Kemudian dilakukan diskretisasi pada interval tersebut sehingga diperoleh grid yang dapat saja tidak homogen namun meliputi seluruh ruang model yang telah didefinisikan. Informasi mengenai harga fungsi obyektif untuk semua grid pada ruang model dapat digunakan untuk menetukan solusi, yaitu model dengan harga fungsi obyektif minimum. Pada metode guided grid search ruang model dibagi menjadi delapan blok dan setiap titik tengah blok dijadikan model awal untuk dilakukan perhitungan forward modelling (gambar 2). Solusi awal dilakukan dengan memperhatikan harga fungsi obyektif minimum delapan titik model tersebut. Titik tengah blok (model) yang memiliki fungsi obyektif minimum tersebut yang kita pilih. Selanjutnya blok yang terpilih dibagi lagi menjadi delapan blok dengan ukuran yang lebih kecil. Hal itu terus diulang hingga mendapatkan fungsi obyektif paling minumum. Dalam penentuan parameter gempa bumi fungsi obyektif tersebut adalah selisih waktu tiba PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 49
observasi dengan waktu tiba perhitungan (tobs-tcal) Pada metoda ini hal yang sangat diperhatikan adalah bentuk volume balok yang akan kita bagi. Semakin simetris bentuk balok akan diperoleh keakuratan dan kecepatan waktu yang sangat baik Bila dibandingkan dengan metoda grid search, metoda guided grid search memiliki keakuratan hasil dan kecepatan waktu dalam penentuan sumber gempa lebih cepat Dengan n adalah jumlah titik pada lintasan, X K adalah vektor posisi pada titik ke-k, V k adalah kecepatan pada titik ke-k. Jika travel time diminimumkan secara bersamaan pada setiap segmen dari lintasan ray, maka akan menghasilkan solusi dari persamaan non-linear. Selanjutnya diasumsikan dua titik akhir X k-1 dan X k+1 merupakan titik-titik lintasan sebelum pertubarsi, titik baru X k yang merupakan pengganti dari titik sebelumnya ditentukan dengan cara meminimumkan travel time sepanjang segmen ray dar X k-1 ke X k+1. Dua variabel yang dihitung untuk menentukan titik baru Xk adalah menentukan vektor gradien kecepatan normal (n) dan panjangnya (R) dari titik tengah (X mid ). X mid GAMBAR 2: Pembagian blok untuk pemodelan kedepan. n gradv X k+1 Ray Tracing dengan Pseudo Bending X k-1 X k Ray tracing dengan pseudo bending menggunakan prinsip Fermat di mana gelombang gempa menjalar dari suatu titik sumber ke titik penerima dengan waktu tercepat dengan cara meminimumkan travel time secara intensif (Koketsu dan Sekine, 1998). Travel time T sepanjang lintasannya diekspresikan sebagai integral garis antara 2 titik ujung. GAMBAR 3: Ilustrasi skema perturbasi 3 titik dalam metode pseudo bending (Um dan Thurber, 1987). Penentuan Waktu Gempa (OT) Dalam menentukan waktu gempa atau origin time (OT), dengan menggunakan data tp dan ts-tp dari sejumlah n stasiun seperti pada gambar 4. (Nugraha, 2005) 50 T =1/V ds (1) Dengan ds adalah panjang lintasan dan V kecepatan seismik. Perhitungan travel time dilakukan menggunakan somasi numerik sepanjang segmen lintasan gelombang, dan persamaan travel time dapat dituliskan dalam persamaan : T= X k X k-1 {1/V k + 1/V k-1 }/2 (2) Gambar 4: Kurva tp vs ts-tp metode Wadati (Lay dan Wallace, 1995). tp to ts-tp
DATA DAN PENGOLAHAN Data Koordinat tersebut kemudian dibagi menjadi delapan blok untuk diperoleh fungsi obyektif minimumnya. Data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data sumber gempa sintetik dan data sumber gempa sesungguhnya yang dicatat oleh BMG. Untuk gempa sintetik dilakukan dengan membuat suatu sumber gempa baik didalam maupun diluar jaringan stasiun pencatat untuk kepentingan verifikasi program yang digunakan. Sedangkan sumber gempa sesungguhnya digunakan beberapa kejadian gempabumi baik yang sangat merusak maupun kejadian gempa yang masih menjadi perdebatan lokasinya. Struktur kecepatan yang digunakan adalah stuktur kecepatan 3D hasil penelitian tomografi busur sunda dan struktur kecepatan 1D AK-135. Pengolahan Data Alur pengolahan data dalam paper ini adalah 1. Menentukan tobs episenter hipotetik dari stasiun pengamatan 2. Mencari hiposenter gempa hipotetik dengan metoda guided grid search di mana travel time dihitung dari ray tracing 3D pseudo bending (Um dan Thurber). 3. Melakukan verivikasi hasil dengan episenter hipotetik. 4. Melakukan relokasi beberapa kejadian gempabumi yang dicatat oleh BMG. Koordinat geografi yang digunakan sudah mempertimbangkan bentuk spheris bumi (spherical coordinate system). Metode guided grid search yang digunakan penulis adalah dengan membuat blok forward model : Xmax = 114; Xmin = 100; Ymax = -2; Ymin = -14; Zmax = 0; Zmin = -1500. HASIL DAN ANALISIS Sumber Gempa Sintetik Data episenter hipotetik yang digunakan sebanyak lima buah tersebar di daerah penelitian. Hasil pengolahan data episenter hipotetik dapat dilihat pada tabel I. Dari tabel tersebut pada umumnya hasil penentuan episenter hipotetik memberikan hasil yang cukup memuaskan dilihat dari E RMS yang ditimbulkannya. Pergeseran kedalaman yang cukup besar terjadi pada episenter hipotetik no 1. Hal ini diduga diakibatkan episenter hipotetik berada diluar sebagian besar jaringan stasiun pengamatan. Hanya satu stasiun yang mengikat sumber gempa diluar jaringan pengamatan milik Indonesia yaitu stasiun milik Australia di kepulauan Christmas. Sebaran stasiun pengamatan dapat dilihat pada daftar lampiran A. Perkembangan kurva error terhadap waktu bersifat konvergen, hal ini ditunjukkan kurva iterasi semua kejadian gempa baik episenter hipotetik maupun hasil penentuan sumber untuk gempabumi hasil pengamatan BMG (daftar lampiran). Hasil penentuan sumber gempa sangat baik ditunjukkan episenter hipotetik no2. E RMS yang dihasilkannya sebesar 0.061. Hasil yang baik ini dikarenakan episenter sintetik tepat berada di dalam jaringan stasiun pengamatan dan stasiun pencatatnya pun sangat banyak. Secara keseluruhan episenter hipotetik ini tidak mengalami pergeseran PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 51
koordinat posisi horisontal baik bujur maupun lintangnya yang cukup signifikan. Meskipun episenter hipotetik ini berada di luar jaringan pengamatan stasiun seperti di selatan Jawa. Sehingga program relokasi ini dapat digunakan untuk merelokasi episenter gempa bumi sesungguhnya. Hiposenter BMG Hasil relokasi episenter BMG yang dilakukan penulis dapat dilihat pada tabel.2. Pada tabel tersebut dapat dilihat hasil penentuan sumber gempa memberikan posisi hiposenter yang lebih baik. Kedalaman sumber gempa 0 km (33 km) dapat direlokasi menjadi kedalaman gempa yang dapat lebih dipercaya. Pada kasus gempa Yogyakarta 26 Mei 2006, di mana masih menjadi silang pendapat atau perbedaan antara BMG dan USGS tentang posisi hiposenter saat gempa utama (main shock), penulis berhasil menentukan posisi hiposenter yang lebih baik (lampiran B). Posisi sumber gempa hasil relokasi lebih bergeser kearah pantai (mendekati hasil USGS) sedangkan kedalaman bergeser menjadi 5 km. Dalam paper ini penulis juga melakukan relokasi kejadian gempa dengan struktur kecepatan 1D (AK- 135). Tujuannya adalah untuk dapat membuktikan relokasi gempa dengan struktur kecepatan 3D dapat menghasilkan hasil yang lebih baik atau tidak. Hasil relokasi dengan struktur kecepatan 3D ternyata memiliki hasil yang lebih baik daripada struktur kecepatan 1D. Hal ini dapat dilihat dari nilai ERMS yang lebih kecil (lebih baik) pada struktur kecepatan 3D daripada struktur kecepatan 1D. Hasil relokasi diatas semakin mempertajam tercapainya tujuan semula penulisan yaitu mendapatkan parameter gempa (hiposenter) yang lebih baik. Hal ini dikarenakan model struktur kecepatan 3D yang digunakan dapat mewakili kondisi geologi setempat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan relokasi cukup cepat kurang lebih 1-2 menit. Sehingga metoda ini cukup efisien untuk diterapkan pada penentuan parameter gempa sesunggunya. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian diantaranya : 1. Penentuan hiposenter gempa dengan metoda guded grid search dan model struktur kecepatan 3D menghasilkan posisi hiposenter yang lebih baik. 2. Metoda guided grid search sensitif terhadap pemilihan model blok awal. Model blok harus lebih simetris (kubus). 3. Relokasi hiposenter gempa sangat perlu dilakukan untuk memperoleh hiposenter yang lebih baik, sehingga BMG memiliki historis data gempa yang baik. 4. Metoda guided grid search dapat dikembangkan dalam skala lebih regional dengan membuat model stuktur kecepatan 3D pada wilayah tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih penulis sampaikan kepada BMG yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Riset Prediktabilitas Gempa Bumi 2007. 52
DAFTAR PUSTAKA 1. Chao-ying, B. and Greenhalgh, S., 2006. 3D Local Earthquake Hypocenter Determination with an Irregular Shortest-Path Method, BSSA, 99,6, 2257-2268. 2. Stamps, D.S. and Smalley, R. Jr., 2006. Strings and Things for Locating Erathquake, Seismological Research Letters, 77,6, 677-683. 3. Grandis, H., 2000. Buku Ajar Inversi Geofisika, Institut Teknologi Bandung. 4. Hamilton, W., 1979, Tectonics of The Indonesian Region, USGS Prof. Paper, 1078. 5. Koketsu, K. and Sekine, S., 1998. Pseudo-Bending Method for Three- Dimensional Seismic Ray Tracing in a Spherical Earth with Discontinuities, Geophysics Journal International, 132, 339-346. 6. Lay, T. and Wallace, T.C., 1995. Modern Global Seismology, Academic Press. 7. Nugraha, A.D., 2005. Studi Tomografi 3-D Non Linar untuk Gunung Guntur dengan Menggunakan Waktu Tiba Gelombang P dan S. Tesis Magister, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Teknologi Bandung. 8. Um, J. and Thurber, C., 1987. A Fast Algorithm for Two Points Seismic Ray Tracing, BSSA, 77,3, 972-986. 9. Widiyantoro, S., and van der Hilst, R.D., 1996, Stucture and Evolution of Lithospheric Slab Beneath the Sunda arc, Indonesia, Science, 271, 1566-1570. PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 53
LAMPIRAN Lampiran A. Sumber Gempa Sintetik No 1. 2. 3. 4. 5. Episenter Hipotetik Hasil Penentuan Episenter (penulis) Lintang (LS) Bujur (BT) Kedalaman (km) nsta Lintang (LS) Bujur (BT) Kedalaman (km) RMS -9.71 108.13-123 13-9.739 108.1553-99 0.379-6.25 104.4-41 27-6.2466 104.397-40.9180 0.0661-4.45 111.0-635 7-4.4565 111.0337-624.8779 0.478-3.31 100.49-49 20-3.2051 100.5723-30.8838 0.6326-9.440 107.21-56 25-9.4287 107.2217-50.7202 0.4457 TABEL 1: Perbandingan episenter hipotetik dengan hasil penentuan episenter (penulis). GAMBAR 5A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter hipotetik serta episenter hasil relokasi (Tabel 1. no.1). 54
GAMBAR 5B: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik serta hiposenter hasil relokasi (Tabel 1. no.1). 15 KURVA ITERASI 10 rms 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 jumlah iterasi GAMBAR 5C: Kurva iterasi (Tabel 1. no.1). PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 55
GAMBAR 6A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter hipotetik serta episenter hasil relokasi (Tabel 1. no.2). GAMBAR 6B: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik serta hiposenter hasil relokasi (Tabel 1. no.2). 18 KURVA ITERASI 16 14 12 10 rms 8 6 4 2 0 0 2 4 6 8 10 12 jumlah iterasi GAMBAR 6C: Kurva iterasi (Tabel 1. no.2). 56
Lampiran B. Hiposenter BMG Tanggal Waktu Episenter BMG Episenter relokasi Episenter relokasi nsta (Struktur kecepatan 3D) (Struktur kecepatan 1D) jam menit detik bujur lintang ked bujur lintang ked ERMS bujur lintang ked ERMS 60526 22 53 57 110.31-8.26 10 110.40-8.13 2.15 1.55 110.29-8.55-101.56 3.06 13 60717 8 19 23 107.21-9.44 0 107.18-9.44 15.84 0.76 107.20-9.44-16.82 0.77 9 70415 4 3 35 111-4.45 635 110.90-4.50 629.69 2.05 110.86-4.54-628.13 2.05 7 70511 18 1 25 106.91-6.92 0 106.89-6.90 0.39 2.44 106.88-6.92-0.98 2.45 9 70515 0 39 56 109.23-7.02 198 109.26-7.01 199.61 0.65 109.27-6.99-199.61 0.66 10 70518 2 2 0 104.4-6.25 0 104.14-6.38 50.24 3.45 104.14-6.42-32.23 3.59 19 TABEL 2: Perbandingan episenter BMG dengan episenter hasil relokasi serta USGS. PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 57
GAMBAR 7A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter BMG serta episenter hasil relokasi (gempa Yogyakarta dan Sukabumi). GAMBAR 7B: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter BMG serta episenter hasil relokasi (close up); gempa Yogyakarta dan Sukabumi. 58
GAMBAR 7C: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik serta hiposenter relokasi. GAMBAR 7D: Kurva iterasi gempa Jogja 26 Mei 2006 PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim 59
GAMBAR 7E: Kurva iterasi gempa Sukabumi 17 Juli 2006 60