Evaluasi Tingkat Pencemaran Air Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas di Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk

dokumen-dokumen yang mirip
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas Air Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

Akuatik- Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 10. Nomor. 1. Tahun 2016

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR ABSTRACT INTISARI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEKS PENCEMARAN (STUDI KASUS: SUNGAI GARANG, SEMARANG)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI PAAL 4 KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

STUDI PERUBAHAN KUALITAS AIR DI SUNGAI PROGO BAGIAN HILIR D.I. YOGYAKARTA TAHUN Mega Dwi Antoro

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Kata Kunci : Waktu Aerasi, Limbah Cair, Industri Kecap dan Saos

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

STATUS KUALITAS AIR SUNGAI SEKITAR KAWASAN PENAMBANGAN PASIR DI SUNGAI BATANG ALAI DESA WAWAI KALIMANTAN SELATAN

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

KAJIAN MUTU AIR DENGAN METODE INDEKS PENCEMARAN PADA SUNGAI KRENGSENG, KOTA SEMARANG

Penentuan Daya Tampung Sungai Badek Terhadap Beban Pencemar Akibat Limbah Cair Penyamakan Kulit di Kelurahan Ciptomulyo, Malang

Simulasi Penentuan Indeks Pencemaran dan Indeks Kualitas Air (NSF-WQI)

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

ANALISA STATUS MUTU AIR DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN SUNGAI WANGGU KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

EFFISIENSI COOLING POND UNTUK PENURUNAN KONSENTRASI PHENOL PADA SISTEM PENGOLAHAN AIR BUANGAN

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sumatera Utara, ( Universitas Sumatera Utara

ANALISIS KUALITAS DAN KLASIFIKASI MUTU AIR TUKAD YEH POH DENGAN METODE STORET

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

Transkripsi:

Evaluasi Tingkat Pencemaran Air Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas di Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk Dwi Fajar Wicaksono, Bambang Rahadi W, Liliya Dewi Susanawati Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 ABSTRAK Sungai Klinter sebagai salah satu ekosistem perairan yang mudah mendapat pengaruh dari sekitarnya baik secara alami maupun oleh berbagai kegiatan manusia ini, mendapat masukan limbah dari industri kertas yang mana dapat menyebabkan pencemaran dengan merubah dan menurunkan kualitas air sungai sehingga mengurangi daya gunanya. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sejauh mana kandungan yang terdapat di Sungai Klinter pada jarak 0 m sampai dengan 1500 m dari lokasi pembuangan limbah cair pabrik kertas dan pengaruhnya terhadap kualitas perairan pada jarak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kualitas air Sungai Klinter berdasarkan uji parameter pencemaran air dari titik pengambilan sampel 1 sampai titik pengambilan sampel 4 cenderung mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari nilai Indeks Pencemaran yang semakin turun (3,46-1,89) dan masuk kategori tercemar ringan untuk baku mutu air sungai Kelas IV. Kata Kunci: Kualitas air, sungai klinter, indeks pencemaran ABSTRACT Klinter River as one of the aquatic ecosystem is easily to be influenced by both of surrounding naturally human activities, received input from industrial waste paper which can cause pollution with comfort into and send down of water quality to reduce of power use. The research is conducted to assess the extent which content contained in Klinter River at a distance of 0 to 1500 m from the paper mill effluent discharge and its effect on water quality in the distance. The results show the quality of Klinter River by testing water pollution parameters from sampling point 1 to 4 that inclined to increase, it can be seen from descend pollution index (3.46 to 1.89) and go in the light polluted category for river water quality standard Class IV. Keywords: Water quality, river klinter, pollution index PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya jumlah populasi dan makin berkembangnya kehidupan manusia, maka permasalahan tentang kemampuan sungai di dalam memenuhi kebutuhan manusia akan air akan bertambah. Semakin menurunnya kualitas air adalah masalah utama yang sedang dihadapi pada masa sekarang ini, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri di Indonesia sebagai salah satu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang dapat membawa pada kemakmuran, namun disisi lain dapat berdampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama perairan sungai. Kritisnya persediaan air tidak hanya dalam hal jumlah, melainkan juga dari kualitasnya. Data yang ada secara umum menunjukkan bahwa sungai-sungai yang melintasi kota besar atau kawasan industri menunjukkan tingkat kualitas yang cenderung menurun dari tahun ke tahun dibandingkan dengan kualitas di bagian hulu sungai (Djajaningrat, 1992 dalam Mulyanto, 1995). Perubahan kualitas air sungai yang lebih dipengaruhi oleh masukan bahan organik, merupakan suatu 85

fenomena yang umum terjadi, jika bahan organik yang masuk ke perairan ini jumlahnya sedikit dan teraerasi dengan baik, kemungkinan sungai dapat kembali ke kondisi alami. Menurut Hellawell (1986) dalam Mulyanto (1995), bahan organik secara alami terdapat dalam perairan dan dibutuhkan sebagai sumber energi bagi organisme perairan, tetapi apabila kandungannya terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan kualitas air. Gejala ini meliputi penurunan oksigen terlarut secara drastis dan peningkatan amonia perairan. Sungai Klinter sebagai salah satu ekosistem perairan yang mudah mendapat pengaruh dari sekitarnya baik secara alami maupun oleh berbagai kegiatan manusia ini, mendapat masukan limbah dari industri kertas yang mana dapat menyebabkan pencemaran dengan merubah dan menurunkan kualitas air sungai sehingga mengurangi daya gunanya. Sungai Klinter dilihat dari kriteria kualitas airnya termasuk sungai Kelas IV, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sejauh mana kandungan yang terdapat di Sungai Klinter Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk pada jarak 0 m sampai dengan 1500 m dari lokasi pembuangan limbah cair pabrik kertas dan pengaruhnya terhadap kualitas perairan pada jarak tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode observasi. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Penetapan stasiun pengamatan ditentukan berdasar-kan pada sumber masukan limbah dan jarak dari lokasi pembuangan limbah serta memperhatikan mudahnya medan yang ditempuh agar pelaksanaan pengambilan sampel dapat berjalan dengan baik. Lokasi pengamatan dibagi menjadi empat stasiun, dengan jarak antar stasiun + 500 meter. Pengambilan sampel air ditentukan berdasarkan debit rata-rata limbah harian sebanyak 1 kali pengambilan dan 3 kali pengulangan. Parameter lingkungan yang diteliti antara lain: kecepatan arus, debit air, suhu, TSS, ph, BOD, COD dan DO. Analisa data menggunakan Metoda Indeks Pencemaran untuk menentukan status mutu air Sungai Klinter, selanjutnya dibandingkan dengan kriteria peruntukan air Kelas IV menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001. Status mutu air Sungai Klinter pada empat stasiun dihitung berdasarkan rumus Indeks Pencemaran berikut ini: Pij = Dimana: Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (J) Ci = konsentrasi parameter kualitas air di lapangan Pij = indeks pencemaran bagi peruntukan (J) (Ci/Lij)M = nilai, Ci/Lij maksimum (Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata 86

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika Suhu Suhu air Sungai Klinter selama penelitian pada titik 1 sebesar 28 C, titik 2 sebesar 28.6 C, titik 3 sebesar 29 C dan titik 4 sebesar 30.4 C. Perubahan suhu air yang semakin meningkat dari titik 1 sampai ke titik 4 berlangsung lambat, hal ini terjadi karena air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas atau menjadi dingin seketika (Effendi, 2000). Nilai suhu yang cukup tinggi tersebut diantaranya disebabkan oleh kecepatan aliran air sungai yang rendah dan pengambilan sampel air yang dilakukan pada musim kemarau. Suhu Sungai Klinter di semua titik pengambilan sampel masih berada pada kisaran suhu yang masih dapat ditolerir untuk kondisi kualitas air. Kondisi ini sesuai dengan kondisi optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan yaitu antara 20-30 C (Effendi, 2003), sedangkan menurut Metcalf and Eddy (1979), temperatur optimum untuk aktivitas bakteri pada proses dekomposisi adalah antara 25-35 C, akan tetapi menurut pendapat Wiguna (1999) suhu perairan rata-rata diatas suhu 20 C kurang baik untuk perikanan. Oleh karena itu pada kisaran suhu tersebut, air Sungai Klinter sudah tidak cocok lagi digunakan untuk keperluan perikanan tetapi masih bisa digunakan untuk keperluan pertanian. Grafik temperatur pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Total Suspended Solid (TSS) Kandungan zat padat tersuspensi cenderung mengalami penurunan secara perlahan dari titik 1 sebesar 35.67 mg/l, titik 2 sebesar 30.3 mg/l, titik 3 sebesar 27.67 mg/l dan titik 4 sebesar 24.33 mg/l. Sumber utama masukan total padatan tersuspensi disebabkan adanya bahan organik maupun anorganik yang berasal dari aktivitas manusia (limbah industri kertas) serta akibat lain seperti erosi tanah di sepanjang sempadan sungai. Semakin ke hilir (titik 4) kandungan TSS semakin menurun sehubungan dengan berkurangya beban pencemaran akibat dari pembuangan limbah industri kertas tersebut. Gambar 2. Grafik Hasil Pengukuran TSS 87

Nilai TSS hasil pengukuran di semua titik pengambilan sampel berkisar antara 24.33-35.67 mg/l. Nilai ini termasuk kriteria yang hanya sedikit berpengaruh terhadap kepentingan perikanan (25-80 mg/l). Suatu perairan akan memberi pengaruh tidak baik bagi perikanan jika nilai TSS lebih besar dari 400 mg/l (Alabaster & Lloyd, 1982). Grafik TSS pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2. Parameter Kimia Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman air sungai di semua titik pengambilan sampel selama penelitian berkisar antara 6.84-6.96, sedangkan air limbah dari kegiatan industri yang masuk ke dalam badan air sungai memiliki ph sekitar 6.85 yang berarti masih dalam rentang baku mutu ph air limbah yang diijinkan yaitu antara 6-9, hal ini menunjukkan bahwa masuknya air limbah industri ke dalam aliran Sungai Klinter tidak banyak berpengaruh terhadap perubahan ph air sungai. Menurut Sastrawijaya (1991), air dengan ph 6.7-8.6 mendukung populasi ikan karena pertumbuhan dan perkembangbiakannya tidak terganggu, sedangkan menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7-8.5. Nilai ph pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Grafik Hasil Pengukuran ph Biologycal Oxygen Demand (BOD) Konsentrasi parameter BOD dari titik 1 ke titik 4 cenderung menurun. Konsentrasi BOD pada semua titik pengambilan sampel sudah melebihi baku mutu peruntukan sungai Kelas IV yaitu sebesar 12 mg/l. Nilai BOD cenderung mengalami penurunan dari titik 1 sebesar 65.14 mg/l, titik 2 sebesar 40.7 mg/l, titik 3 sebesar 35.47 mg/l dan titik 4 sebesar 24.25 mg/l. Titik 1 mempunyai nilai BOD paling tinggi (65.14 mg/l) dibandingkan dengan titik lainnya (Gambar 4), hal ini selain disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik dari pembuangan limbah domestik, sisa-sisa tanaman dan jasad renik yang berasal dari hulu aliran sungai, juga sangat dipengaruhi oleh buangan limbah industri kertas serta kecilnya debit air pada musim kemarau. Nilai BOD ini akan menurun pada titik berikutnya akibat adanya pengenceran dan aliran air yang terjadi pada sungai tersebut. 88

Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran BOD Nilai BOD tersebut menunjukkan bahwa air Sungai Klinter sudah mengalami pencemaran, hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2000) yang menyatakan bahwa kisaran BOD yang melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran. Menurut Jeffries dan Mills (1996) yang menyatakan bahwa perairan alami memiliki nilai BOD berkisar antara 0.5-7.0 mg/l. Chemical Oxigen Demand (COD) Konsentrasi parameter COD dari titik 1 ke titik 4 cenderung menurun. Nilai COD pada semua stasiun pengamatan masih memenuhi baku mutu peruntukan sungai Kelas IV yaitu sebesar 100 mg/l, akan tetapi sebenarnya kisaran nilai tersebut tergolong tinggi karena telah melebihi baku mutu peruntukan sungai Kelas III yaitu sebesar 50 mg/l. Nilai COD mengalami penurunan dari titik 1 sebesar 96.33 mg/l, titik 2 sebesar 84 mg/l, titik 3 sebesar 76 mg/l dan titik 4 sebesar 69 mg/l. Titik 1 mempunyai nilai COD paling tinggi (96.33 mg/l) dibandingkan dengan titik lainnya, hal ini selain dipengaruhi oleh jumlah bahan organik di perairan yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable), juga sangat dipengaruhi oleh bahan organik yang sukar didegradasi secara biologi (non biodegradable) yang berasal dari buangan limbah industri kertas serta kecilnya debit air pada musim kemarau. Nilai COD ini akan menurun pada titik berikutnya akibat adanya pengenceran dan aliran air yang terjadi pada sungai tersebut. Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran COD Keadaan ini mengindikasikan bahwa air Sungai Klinter tersebut telah mengalami pencemaran yang disebabkan oleh adanya industri kertas. Menurut UNESCO/WHO/UNEP dalam Effendi (2000) bahwa nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan pertanian dan perikanan (Effendi, 2003). Nilai COD pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5. 89

Dissolved Oxigen (DO) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) di semua titik pengambilan sampel air Sungai Klinter sangat rendah. Kandungan DO dari titik 1 ke titik 4 cenderung meningkat, meskipun secara perlahan. Kandungan DO pada semua titik pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu peruntukan sungai Kelas IV (Gambar 6) yaitu sebesar 0 mg/l, akan tetapi sebenarnya kisaran nilai tersebut tergolong sangat rendah karena telah jauh melebihi baku mutu peruntukan sungai Kelas III yaitu sebesar 3 mg/l. Nilai DO mengalami peningkatan dari titik 1 sebesar 0.5 mg/l, titik 2 sebesar 0.6 mg/l, titik 3 sebesar 0.68 mg/l dan titik 4 sebesar 0.72 mg/l. Bahkan pada titik 1 kandungan oksigen terlarut sangat rendah yaitu 0.5 mg/l, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari pembuangan limbah industri kertas pada titik tersebut karena DO dalam air dikonsumsi oleh mikroorganisme yang aktif memecah bahanbahan buangan tersebut. Kandungan DO kemudian akan meningkat pada titik berikutnya sehubungan dengan semakin berkurangnya beban organik yang membutuhkan oksigen akibat dari pembuangan limbah industri kertas serta dengan adanya pengenceran dan aliran air yang terjadi pada sungai tersebut. Peningkatan kandungan DO berjalan dengan lambat dikarenakan kecepatan arus juga sangat rendah sehingga menyebabkan proses turbulensi dan difusi dalam air berjalan lambat. Kualitas air untuk parameter oksigen terlarut (DO) selama penelitian dapat dikatakan masih buruk, meskipun mengalami peningkatan tetapi masih jauh dari baik. Ikan dan organisme akuatik lainnya membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah cukup untuk proses respirasi, yaitu tidak kurang dari 5 mg/l. Jika kurang dari itu akan menyebabkan pengaruh gangguan pertumbuhan bahkan kematian bagi ikan (Swingle dalam Boyd, 1981). Status Mutu Air Sungai Klinter Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Penghitungan status mutu air ini hanya menggunakan parameter DO, BOD, COD, ph dan TSS dengan baku mutu status mutu air Sungai Klinter menggunakan kriteria peruntukan air Kelas IV. Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran DO Hasil analisa Status Mutu Air menunjukkan kondisi kualitas air Sungai Klinter selama penelitian (musim kemarau) untuk baku mutu peruntukan air Kelas IV dapat dikategorikan sebagai tercemar ringan dengan nilai Indeks Pencemaran antara 1-5 (Gambar 7). Nilai IP mengalami penurunan dari titik 1 sebesar 3.46, titik 2 sebesar 2.71, titik 3 sebesar 2.4 dan titik 4 sebesar 1.89. Titik 1 mempunyai nilai IP paling tinggi (3.46) dibandingkan dengan titik lainnya, hal ini selain disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik dari pembuangan limbah domestik, sisa-sisa tanaman dan jasad renik yang berasal dari hulu aliran sungai, juga sangat dipengaruhi oleh buangan limbah industri kertas serta kecilnya debit air pada musim kemarau. Nilai IP ini semakin ke hilir akan mengalami penurunan sehubungan dengan berkurangya beban 90

pencemaran akibat dari pembuangan limbah industri kertas tersebut, juga ditambah dengan adanya pengenceran dan aliran air yang terjadi pada sungai tersebut. Gambar 7. Grafik Status Mutu Air Sungai Klinter Meskipun nilai IP menurun tetapi masih termasuk dalam kategori tercemar ringan. Turunnya nilai indeks pencemaran terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kualitas air Sungai Klinter, ditandai dengan semakin ke hilir semakin turun pula nilai BOD, COD dan TSS serta meningkatnya kandungan DO, tetapi masih tingginya nilai BOD di semua titik pengambilan sampel dibanding baku mutu peruntukan Kelas IV menyebabkan kondisi kualitas air Sungai Klinter selama penelitian belum memenuhi kualitas air kondisi baik yaitu air sungai dengan nilai indeks pencemaran dibawah nilai 1 (0 < IP < 1). Kriteria air sungai Kelas IV adalah air yang peruntukannya hanya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman sehingga persyaratan baku mutunya paling longgar. KESIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai analisa kualitas perairan sungai Klinter Nganjuk, dapat diambil kesimpulan bahwa parameter yang melebihi baku mutu adalah BOD untuk semua titik pengambilan sampel yaitu titik 1 sebesar 65.14 mg/l, titik 2 sebesar 40.7 mg/l, titik 3 sebesar 35.47 mg/l dan titik 4 sebesar 24.25 mg/l, sedangkan baku mutu yang diijinkan adalah 12 mg/l. Parameter COD dan DO juga memiliki nilai yang kurang baik, tetapi masih memenuhi baku mutu jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai Kelas IV. Kualitas air Sungai Klinter berdasarkan penilaian status mutu air dengan metoda Indeks Pencemaran menunjukkan terjadi peningkatan kualitas dari titik pengambilan sampel 1 sampai titik pengambilan sampel 4, dilihat dari nilai IP yang semakin turun yaitu sebesar 3.46 pada titik pengambilan sampel 1, titik 2 sebesar 2.71, titik 3 sebesar 2.4 dan terus menurun hingga sebesar 1.89 pada titik pengambilan sampel 4 sehingga semua titik pengambilan sampel masuk dalam kategori tercemar ringan untuk baku mutu air sungai Kelas IV. DAFTAR PUSTAKA Alabaster, J.S. and Llyord, R. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. Butterworth Scientific. London Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta Boyd, C.E. 1981. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University, Auburn. Effendi, Hefni. 2000. Telaahan Kualitas. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta 91

Jeffries, M and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. John Wiley and Sons. Chichester. United Kingdom Metcalf and Eddy. 1979. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth Edition. Mc.Graw-Hill. New York Mulyanto. 1995. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Biologi Perubahan Kualitas Air Di Sungai Amprong, Malang. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang Poerwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Air. PT. Rineka Cipta. Jakarta Wiguna, I.W.A.A. 1999. Dampak Pembuangan Limbah Peternakan Babi terhadap Kualitas Saluran Irigasi Yeh Empah di Tabanan Bali. Tesis. Progam Studi Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor 92