LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2002 SERI C PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 23 TAHUN 2002

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN DAN RETRIBUSI USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I SUMATERA SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 1991 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DALAM WILAYAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 9 TAHUN 2015 RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG. IZIN USAHA PERIKANAN dan TANDA PENCATATAN KEGIATAN PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 17 TAFIUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 11 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 12/MEN/2007 TENTANG PERIZINAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 7 TAHUN 2005 RETRIBUSI PELAYANAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH LAMONGAN NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO

PERATURAN TENTANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, bahwa. Menimbang. merupakan. Maluku; Usaha. Perikanan : 1. Mengingat. Tahun. Lembaran Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

DRAFT PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 14

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN KABUPATEN BULELENG

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

BUPATI TELUK WONDAMA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 9 Tahun 2000 T E N T A N G PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN LAIK TANGKAP KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUSAHAAN PERIKANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi penempatan Tenaga Kerja.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

LEMBARAN DAERAH KAUPATEN TOLITOLI TAHN 2012 NOMOR 4 BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2006 NOMOR 5

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2010 Nomor 4 9. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2010 Nomor 4 9 NOMOR 4 TAHUN 2010

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 16 TAHUN 2005 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATVRAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DALAM KABUPATEN BANYUASIN DENGAN RAHMAT TVHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2002 SERI C PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 23 TAHUN 2002 b. bahwa untuk mencapai maksud tersebut diatas, dipandang perlu diambil langkah-langkah pembinaan operasionalnya sehingga setiap Usaha Perikanan di Daerah ini berjalan secara baik dan terarah; c. bahwa untuk itu perlu diatur tentang tata cara Pemberian Perizinan Usaha Perikanan sehingga dapat digunakan sebagai alat pengendalian dan pengawasan, pembinaan nelayan/petani ikan, pengawasan usaha perikanan dan merupakan sumber Pendapatan Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo tentang Perizinan Usaha Perikanan; TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa sumberdaya Ikan sebagai bagian kekayaan daerah perlu dimanfaatakan secara optimal untuk kemakmuran rakyat, dengan mengusahakannya secara berdaya guna dan berhasil guna serta memperhatikan kelestariannya; Mengingat : 1. Undang - undang Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 2. Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685 ) sebagaimana telah dirubah dengan Undang undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 446, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048) ;

2 3. Undang - undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 3 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 4. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Undang - undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 6. Undang - undang Nomor 38 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 256 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4060); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat antara lain di Lapangan Perikanan Laut kepada Daerah Tingkat I (Lembaran Negara tahun 1957 Nomor 139 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1990); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1990 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 43 tahun 1993 (Lembaran Negara tahun 1993 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3536), sebagaimana pula telah diubah dengan PP Nomor 141 tahun 2000 (Lembaran Negara R Nomor 256 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4060); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaa Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000 Nomor 257 tambahan lembaran Negara Repulik Indonesia nomor 4059); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI PRONTALO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang di maksud dengan : a. Daerah adalah Daerah Otonom Provinsi Gorontalo; b. Kepala Daerah adalah Gubernur Gorontalo; c. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Gorontalo; d. Dinas adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo ; e. Usaha Perikanan adalah semua Usaha Perorangan atau Badan Hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan dan biota air lainnya termasuk kegiatan pengolahan, penyimpanan, pendinginan, mengawetkan, pengumpulan, penampungan dan pengangkutan untuk tujuan komersial; f. Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi : Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (PK) / Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara / Daerah (BUMN/BUMD), Koperasi yang melakukan kegiatan usaha perikanan dan dilakukan oleh Warga Negara Republik Indonesia atau Badan Hukum Indonesia; g. Usaha penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan, dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkan untuk tujuan komersial; h. Usaha pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan untuk tujuan komersial; i. kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan atau biota air lainnya, termasuk untuk pengangkutan ikan/biota air lainnya dan melakukan survey eksplorasi perikanan; j. rumpon adalah Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut; k. nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan; l. petani ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan; m. Izin Usaha Perikanan (IUP) adalah izin tertulis yang harus di miliki perorangan/badan hukum untuk melakukan kegiatan usaha perikanan khususnya untuk kegiatan penangkapan, dan pembudidayaan, dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut;

4 n. Surat Penangkapan Ikan (SPI) adalah surat yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari IUP; o. Surat Izin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII) adalah Surat Izin yang harus di miliki setiap kapal berbendera Indonesia dan Satuan Armada Penangkapan Ikan untuk melakukan kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan yang digunakan oleh Perusahaan Perikanan; p. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPII) adalah surat izin yang harus di miliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan kegiatan/pengangkutan ikan yang digunakan oleh Perusahaan Perikanan; q. perluasan usaha penangkapan ikan adalah penambahan jumlah kapal perikanan dan atau penambahan jenis kegiatan usaha yang berkaitan yang belum tercantum dalam IUP; r. perluasan pembudidayaan ikan/biota air lainnya adalah penambahan areal atau lahan dan atau penambahan jenis kegiatan usaha di luar yang tercantum dalam IUP; s. amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggara usaha dan / atau kegiatan; UPL adalah upaya pengelolaan terpadu dalam pemanfaatan, pemantauan, penelitian, pengawasan, pengendalian, pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup, agar fungsi lingkungan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya dapat dipenuhi; UKL adalah upaya pemantauan pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan pada waktu waktu tertentu; t. Pengusaha Perikanan adalah setiap kegiatan pemanfaatan kekayaan yang terdapat dalam sumber perikanan didalam wilayah Indonesia berdasarkan Izin Usaha yang diberikan oleh Pemerintah; u. Hasil Perikanan ialah ikan dan atau hasil hayati perairan lainnya sebagai hasil dari Pengusahaan Perikanan; v. Pungutan Perikanan adalah pungutan atas hasil penangkapan ikan yang dibayar kepeda pemerintah oleh nelayan, perusahaan nasional murni, PMA dan PMDN; w. Pungutan Perikanan terdiri dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP); x. Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) ialah pungutan Negara yang dikenakan kepada pemegang Izin Pengusahaan Perikanan (IUP), Surat Rekomendasi Alokasi Kapal dan Daerah Penangkapan; y. Pungutan Hasil Perikanan (PHP) ialah Pungutan Negara yang dikenakan kepada pemegang Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan atau Surat Izin Kapal Penangkap dan Pengangut Ikan Indonesia (SIK/PPI) sesuai dengan hasil produksi perikanan yang diperoleh;

5 z. Perairan Umum adalah genangan air yang terjadi secara alami atau buatan yang tidak dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum; BAB II JENIS USAHA PERIKANAN Pasal 2 (1) Usaha perikanan terdiri dari : a. usaha penangkapan ikan; b. usaha pembudidayaan ikan dan biota air lainnya; c. usaha pengolahan ikan/rumput laut; d. usaha pengumpulan dan pengangkutan ikan; e. usaha penampungan Ikan; (2) Usaha penangkapan iikan sebagaimana dimaksud ayat (1 ) huruf a meliputi jenis-jenis kegiatan : a. penangkapan ikan dengan menggunakan kapal bermotor, perahu motor tempel dan perahu tanpa motor serta alat apung lainnya; b. penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang menetap; (3) Usaha pembudidayaan iikan dan biota air lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi jenis-jenis kegiatan : a. budidaya di tambak; b. budidaya di laut; c. budidaya di air tawar ( perairan umum dan kolam); (4) Usaha pengolahan ikan/rumput laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi jenis-jenis kegiatan a. pengasinan/pengeringan ikan atau rumput laut; b. perebusan ikan; c. pengalengan ikan; d. pembekuan ikan; e. pengasapan ikan; (5) Usaha pengumpulan/pengangkutan ikan sebagaimana di maksud ayat (1) huruf d meliputi jenis-jenis kegiatan : a. pengumpulan ikan/rumput laut; b. pengangkutan ikan ke luar Daerah Provinsi ; (6) Usaha penampungan ikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e meliputi : a. penampungan ikan/ rumput laut; b. penampungan biota air lainnya; (7) Pemasangan dan pemanfaatan alat bantu penangkapan ikan (Rumpun); BAB III PERIZINAN USAHA PERIKANAN Pasal 3

6 (1) Setiap usaha perikanan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2), (3), (4), (5), (6) dan (7) Peraturan Daerah ini wajib memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP) dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk yang berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang kembali. (2) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Izin sebagaimana di maksud ayat (1) Pasal ini adalah usaha perikanan yang perizinannya menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten / Kota dan usaha perikanan sebagai berikut : a. usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan nelayan dengan menggunakan sebuah kapal tidak bermotor, bermotor luar atau bermotor dalam berukuran tidak lebih dari 5 (lima) Gross Ton (GT) atau ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 m tidak diwajibkan memiliki IUP, kecuali yang menggunakan alat penangkap Ikan yang berkantong yang dimodifikasi ; b. kegiatan pembudidayaan air tawar yang dilakukan oleh petani di kolam air tenang dengan areal lahan tidak lebih dari 2 (dua) Ha, kolam air deras tidak lebih dari 5 (lima) unit (1 unit = 100 m), karamba jaring apung tidak lebih dari 4 unit (1 unit = 4 x (7x7x2,5m), karamba tidak lebih dari 50 buah (1 buah = 4 x 2 m); c. kegiatan pembudidayaan ikan di air payau yang dilakukan oleh petani ikan dengan areal lahan tidak lebih dari 4 (empat) Ha atau dengan padat penebaran 50.000 (lima puluh ribu) benur/ha; d. kegiatan pembudidayaan ikan di laut yang dilakukan oeh petani ikan meliputi jenis : 1. ikan fin fish (kerapu, kakap putih dan beronang) dengan menggunakan tidak lebih dari 2 unit karamba ( 1 unit = 4 kantong ukuran 3x3x3 / kantong); 2. rumput laut dengan menggunakan : a) lepas dasar tidak lebih dari 20 unit (1 unit = 100 m); b) rakit apung tidak lebih dari 20 unit (1 unit = 20 rakit); c) long line tidak lebih dari 40 unit (1 unit = 20 long line); 3. teripang dengan menggunkan tidak lebih dari 5 unit teknologi kurungan pagar (penculture) dengan luas 400 m unit; 4. kerang hijau, dengan menggunakan : a) rakit apung 15 unit (ukuran : 4x4 per unit); b) rakit tancap 15 unit (ukuran : 4x4 per unit); c) long line 5 unit (ukuran : 100 m); e. kegiatan pembenihan ikan yang dilakukan oeh petani ikan meliputi : 1. pembenihan ikan dilaut dengan kapasitas produksi maksimal 2 juta ikan laut per tahun; 2. pembenihan ikan di air tawar dengan kapasitas produksi maksimal 1,2 juta benih ikan air tawar (mas, lele, tawes, nila) dan atau maksimal 500.000 ekor benih ikan air

7 tawar (ikan hias, tukuk labi-labi, percil kodok, patin dan gurame); 3. pembenihan udang dengan kapasitas produksi maksimal 50 juta nauplii atau 2,5 juta benur per tahun; 4. dalam hal Izin Usaha Perikanan yang menggunakan kapal perikanan / alat tangkap statis wajib memiliki Surat Penangkapan Ikanan (SPI); (3) Setiap kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran 10 30 GT/ berkekuatan 30 90 DK yang digunakan oleh Perusahaan Perikanan yang berdomisili tetap/sementara di wilayah Provinsi Gorontalo untuk menangkap dan atau mengangkut ikan wajib memiliki Surat Izin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII) dari Gubernur, yang berlaku selama 3 (tiga) tahun untuk pelagis besar dan 2 (dua) tahun untuk pelagis kecil; (4) Setiap kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran 10 30 GT/ berkekuatan 30 90 DK yang digunakan oleh Perusahaan Perikanan yang berdomisili tetap/sementara di wilayah Provinsi Gorontalo untuk mengangkut ikan wajib memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPII) dari Gubernur yang berlaku selama 3 (tiga) tahun; (5) Setiap kapal perikanan Berbendera Indonesia 10 30 GT/ berkekuatan 30 90 DK untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan wajib memiliki Surat Penangkapan Ikan (SPI) dari Gubernur yang berlaku selama 1 (satu) tahun; (6) Setiap pemasangan dan penempatan alat bantu penangkapan (rumpon) laut wajib memiliki Izin dari kepala Dinas Perikanan dan Kelautan; (7) Gubernur memberikan Izin Usaha Perikanan sebagai mana ayat (1) huruf b Pasal 2 Peraturan Daerah ini, yakni tidak menggunakan modal/tenaga kerja asing dengan ketentuan sebagai berikut : a usaha pembudidayaan ikan di air tawar ( kolam dan perairan umum ) yang nilai investasinya lebih dari Rp. 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah ); b. usaha pembudidayaan ikan/udang/biota air lainnya di tambak yang nilai investasinya lebih dari Rp 1.000.000.000 ( Satu Miliyar Rupiah ); c. usaha pembudidayaan ikan/biota air lainnya di laut yang nilai investasinya lebih dari Rp. 2.500.000.000 ( dua miliyar lima ratus juta rupiah );

8 d. usaha pembenihan ikan air tawar yang nilai investasinya lebih dari Rp. 250.000.000 ( dua ratus lima puluh juta rupiah ); e. usaha Pembenihan ikan laut / udang yang nilai investasinya lebih dari Rp. 2.500.000.000 (dua miliyar lima ratus juta rupiah); Pasal 4 (1) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang memberikan perizinan usaha perikanan meliputi : a. penangkapan ikan; b. pembudidayaan ikan; (2) Kewenangan Bupati/Walikota memberikan perizinan usaha perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a Pasal ini meliputi IUP, SPI, SIKPPII, SIKPII kepada Perusahaan Perikanan atau Perorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah laut Kabupaten/Kota yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar atau kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran tidak lebih dari 10 GT (Gross Ton) atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 30 DK (Daya Kuda) serta tidak menggunakan tenaga asing; (3) Kewenangan Bupati/Walikota memberikan izin usaha perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b Pasal ini dengan tidak menggunakan modal asing dengan ketentuan sebagai berikut : a. usaha pembudidayaan ikan air tawar yang nilai investasinya tidak melebihi Rp. 100.000.000, (seratus juta rupiah); b. usaha pembudidayaan ikan/udang di tambak yang nilai investasinya tidak melebihi Rp. 1.000.000.000, (satu miliyar rupiah); c. usaha pembenihan ikan air tawar yang nilai investasinya tidak melebihi Rp.250.000.000, (dua ratus lima puluh juta rupiah); d. usaha pembenihan ikan laut/udang yang nilai investasinya tidak melebihi Rp2.500.000.000., (dua miliyar lima ratus juta rupiah); e. usaha pembudidayaan ikan laut atau biota air lainnya yang nilai investasinya tidak lebih dari Rp.2.500.000.000, (dua milyar lima ratus juta rupiah);

9 Pasal 5 Pemberian izin sebagaimana dimaksud Pasal 3 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk; Pasal 6 Dalam hal perorangan/badan Hukum yang melakukan kegiatan budidaya/pengolahan ikan sebagaimana ayat (1) Pasal 2 huruf b dan c Peraturan Daerah ini dalam pemanfaatan lahan harus ada rekomendasi dari Kepala Daerah dan atau Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk; Pasal 7 Setiap penerbitan dan perpanjangan IUP, SPI, SIKPPII dan SIKPII yang dan atau perpanjangan perizinan SPI, SIKPPII dan SIKPII tersebut dikenakan biaya perizinan yang akan diatur melaui keputusan Kepala Daerah. BAB IV SYARAT MEMPEROLEH IUP, SPI, SIKPPII, SIKPII Pasal 8 (1) Syarat untuk mendapatkan IUP yakni mengajukan surat permohonan yang dilengkapi dengan : a. rencana usaha; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. akte pendirian perusahaan atau kartu tanda penduduk untuk usaha perorangan d. pernyataan kesanggupan membayar pungutan perikanan sesuai reraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Penyajian Upaya Pengelolaan Linkungan Hidup (UPLH) /Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) / Analisis Mengenai Dampak Linkungan (AMDAL), bagi usaha pembudidayaan ikan; f. rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat bagi usaha Pembudidayaan Ikan ; g. pemeriksaan lapangan oleh petugas; (2) Syarat untuk mendapatkan SPI yakni mengajukan surat permohonan yang dilengkapi dengan : a. salinan IUP yang dilegalisir; b. rencana usaha/laporan produksi; c. salinan tanda pendaftaran kapal (Gross Akte); d. salinan surat ukur kapal; e. salinan sertifikat kelaikan dan pengawakan; f. salinan dokumen teknis alat penangkap ikan yang digunakan; g. hasil pemeriksaan fisik kapal oleh petugas;

10 h. bukti pembayaran pungutan perikanan sesuai ketentuan yang berlaku; (3) Syarat untuk mendapatkan SIKPPII yakni mengajukan surat permohonan yang dilengkapi dengan : a. salinan IUP yang dilegalisir; b. talinan tanda pendaftaran kapal (gross akte); c. salinan surat ukur kapal; d. salinan sertifikat kelaikan dan pengawakan; e. salinan dokumen teknis ilat penangkap ikan yang digunakan; f. hasil pemeriksaan fisik kapal oleh petugas; g. bukti pembayaran pungutan perikanan sesuai ketentuan yang berlaku; (4) Syarat untuk mendapatkan SIKPII yakni mengajukan surat permohonan yang dilengkapi dengan : a. salinan IUP yang dilegalisir; b. salinan tanda pendaftaran kapal (Gross Akte); c. salinan surat ukur kapal; d. salinan sertifikat kelaikan dan pengawakan; e. salinan dokumen teknis alat penangkap ikan yang digunakan; f. hasil pemeriksaan fisik kapal oleh petugas; g. nama pelabuhan perikanan tempat memuat dan pelabuhan tujuan; Pasal 9 Ketentuan mengenai Tata Cara Pemberian IUP,SPI, SIKPPII, SIKPII dalam Pasal 8 Peraturan Daerah ini di atur oleh Kepala Daerah dan atau Bupati/Walikota. BAB V PENCABUTAN IUP, SPI, SIKPPII DAN SIKPII Pasal 10 (1) IUP dapat di cabut oleh Pemberi Izin dalam hal Perusahaan Perikanan : a. melakukan perluasan usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin, atau; b. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturutturut atau dengan sengaja menyampaikan Laporan yang tidak benar, atau; c. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP, atau; d. memindahtangankan IUP nya tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin, atau; e. selama 1 (satu) tahun sejak IUP dikeluarkan tidak melaksanakan usahanya. (2) SPI dapat di cabut oleh pemberi izin apabila :

11 a. perusahaan perikanan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP atau SPI, atau; b. perusahaan perikanan menggunakan kapal perikanan di luar kegiatan penangkapan ikan, atau; c. perusahaan perikanan tidak lagi menggunakan kapal perikanan yang dilengkapi dengan SPI tersebut, atau; d. IUP yang dimiliki oleh perusahaan perikanan tersebut di cabut oleh pemberi izin, atau; e. perusahaan perikanan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan Ppngadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; (3) SIKPPII dapat di cabut oleh pemberi izin apabila : a. perusahaan perikanan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SPI atau SIKPPII, atau; b. perusahaan perikanan menggunakan kapal perikanan di luar kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan, atau; c. perusahaan perikanan selama 1 (satu) tahun sejak SIKPPII di keluarkan tidak melaksanakan kegiatan usahanya, atau; d. IUP di cabut oleh pemberi izin, atau; e. perusahaan perikanan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan kukum tetap; (4) SIKPII dapat dicabut oleh pemberi izin apabila : a perusahaan perikanan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SPI dan SIKPII, atau; b perusahaan perikanan menggunakan kapal perikanan diluar kegiatan pengangkutan ikan, atau; c perusahaan perikanan selama 1 (satu) tahun sejak SIKPII dikeluarkan tidak melaksanakan kegiatan usahanya; d IUP dan SPI dicabut oleh pemberi izin, atau e perusahaan perikanan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Pasal 11 Ketentuan mengenai tata cara Pencabutan IUP, SPI, SIKPPII dan SIKPII ditetapkan oleh Gubernur dan atau Bupati/ Walikota BAB VI PUNGUTAN PERIKANAN Pasal 12 (1) Perusahaan perikanan/perorangan yang melakukan usaha perikanan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah ini, dikenakan Pungutan Perikanan; (2) Pungutan Perikanan terdiri dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP);

12 (3) Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) didasarkan atas jenis, ukuran, dan jumlah kapal serta jenis alat penangkap ikan yang dipergunakan; (4) Pungutan Hasil Perikanan (PHP) didasarkan atas produktivitas kapal serta Harga Patokan Ikan (HPI); (5) Kapal-kapal perikanan yang tidak memiliki Izin usaha/spi yang mendaratkan ikan pada pangkalan/pelabuhan perikanan/ pelabuhan Umum atau yang mendaratkan ikan langsung pada perusahaan penampung wajib mendapatkan rekomendasi Gubernur, dan dikenakan pungutaan perikanan sesuai pasal 13 ayat (1) huruf a Peraturan Daerah ini; Pasal 13 b. sebesar 1% (satu persen) dikalikan produksi ikan yang dihasilkan dari usaha sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah ini dikalikan Harga Patokan Ikan (HPI); (3) Hasil pungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini disetorkan ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah dan dialokasikan : a. sebesar 55 % (lima puluh lima persen) untuk Pemerintah Provinsi; b. Sebesar 30 % (tiga puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; c. Sebesar 10 % (sepuluh persen) untuk dana pembinaan pelestarian sumberdaya ikan; d. Sebesar 5 % (lima persen) untuk upah pungut, yang peraturannya ditetapkan oleh Gubernur; (1) Besarnya Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gros Torage (GT) per alat tangkap dikalikan ukuran kapal Gros Torage (GT). (2) Pungutan Hasil Perikanan (PHP) sebagaimana dimaksud Pasal 12 Peraturan Daerah ini adalah : a. sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dikalikan produksi seluruh ikan yang dihasilkan dari usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) huruf a,c dan d Peraturan Daerah ini dikalikan Harga Patokan Ikan (HPI); Pasal 14 (1) Pungutan perikanan dikenakan terhadap kapal penangkap ikan dengan bobot sama atau lebih besar dari 10 (sepuluh) Gross Tonage sampai dengan 30 GT atau. (2) Menggunakan mesin berkekuatan sama atau lebih dari 30 (tiga puluh) daya kuda s/d 90 (sembilan puluh) daya kuda, dan tidak menggunakan tenaga asing.

13 (3) Beroperasi di luar 4 ( empat ) sampai dengan 12 ( dua belas ) mil laut diukur dari pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 Pasal 15 Tata cara pemungutan dan penyetoran serta pengalokasian pungutan perikanan sebagaimana dimaksud pasal 13 Peraturan Daerah ini akan ditetapkan oleh Kepala Daerah; BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh aparat Dinas Kelautan dan Perikanan atas nama Kepala Daerah dan dibantu oleh aparat Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat; Pasal 17 Perusahaan perikanan yang telah memiliki IUP, SPI, SIKPPII dan SIKPII wajib menyampaikan laporan berkala setiap 6 (enam) bulan mengenai usahanya kepada Pemberi Izin; (1) Barang siapa melanggar ketentuan yang tercantum dalam pasal 3 ayat (1), (3), (4), (5), (6) dan pasal 4 ayat (2), (3) Peraturan Daerah ini diancam hukuman kurungan selama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah); (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut lebih lengkap dan jelas;

14 b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi ; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas pentuidikan tindak pidana dibiang perpajak daerah dan retirubsi ; g. menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksdu pada huruf c ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah da retribusi i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan; (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya pendidikan dan menyampaikan hasul penyidikan kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 IUP, SPI, SIKPPII dan SIKPII pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya; BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah;

15 Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Gorontalo. Disahkan di Gorontalo pada tanggal 4 Januari 2002 GUBERNUR GORONTALO, FADEL MUHAMMAD Diundangkan di Gorontalo pada tanggal 4 Januari 2002 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI GORONTALO, MANSUR JUSUF DETUAGE LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO TAHUN 2002 NOMOR 04 SERI C

16 PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN I. UMUM Bahwa Perizinan Usaha Perikanan dan Sumberdaya Perikanan merupakan dua masalah yang sifatnya berbeda, akan tetapi mempunyai ikatan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Usaha Perikanan merupakan kegiatan Pengumpulan Hasil Perikanan, termasuk Pembudidayaan, baik secara tradisional maupun dengan teknologi moderen yang dalam pelaksanaannya kadang-kadang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan maupun terhadap kelestarian sumberdaya perikanan itu sendiri. II. Dengan terselenggaranya Pembinaan dan Pengawasan dimaksud, maka dapat pula dilakukan penggalian Sumber-sumber Pendapatan Daerah dalam rangka mewujudkan Otonomi Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah melalui Pengenaan Pungutan Perikanan terhadap Perusahaan Perikanan/Perorangan yang melakukan kegiatan Usaha Perikanan di Provinsi Gorontalo. Agar maksud tersebut diatas dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan, maka ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Izin Usaha dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan serta Pungutan Perikanan tersebut perlu diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 s/d 22 : cukup jelas Sebagai upaya untuk mencegah timbulnya dampak negatif tersebut dan sekaligus untuk menjaga agar sumberdaya perikanan yang ada tetap lestari sehingga secara terus menerus dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap setiap Usaha Perikanan yang beroperasi diwilayah Provinsi Gorontalo melalui Perizinan.