AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

14Pengembangan Agribisnis

MANAJEMEN AGRIBISNIS (TANAMAN PANGAN & HORTIKULTURA) PEMBANGUNAN EKONOMI ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN INDUSTRIALISASI

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Barat yang Integratif Melalui Pegembangan Agribisnis

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

TANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

Wawasan Agribisnis Sudut Pandang Agribisnis. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

19Pengembangan Agribisnis

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

INDUSTRIALISASI MADURA: PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROPOLITAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

REVITALISASI PERTANIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA DAN PELUANG PERBANKAN 1 )

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

Transkripsi:

bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean Free Trade Area), dan kemudian meluas ke kawasan APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) pada tahun 2010, sebelum era perdagangan secara internasional berlaku efektif pada tahun 2020. Dengan demikian, Pelita VII yang akan kita mulai tahun 1998 merupakan kesempatan terakhir bagi kita untuk membenahi diri agar benar-benar siap memasuki era perdagangan bebas. Sebagai negara pendukung perdagangan bebas, Indonesia telah menetapkan sikap untuk menghadapinya. Era perdagangan bebas harus kita manfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan nasional. Cara kita untuk memanfaatkan era perdagangan bebas adalah mempercepat pengembangan sektor ekonomi; yang produknya memiliki prospek di pasar internasional; yang memungkinkan Indonesia mampu bersaing dan yang paling pen ting adalah sektor ekonomi yang bersangkutan melibatkan seluruh (sebagian besar) rakyat Indonesia, sehingga manfaat pengembangan sektor ekonomi yang bersangkutan dapat dinikmati secara keseluruhan oleh 19

seluruh rakyat Indonesia. Sektor ekonomi yang memiliki syarat demikian di Indonesia adalah sektor agribisnis, termasuk didalamnya agribisnis berbasis peternakan. Suatu sistem agribisnis berbasis peternakan mencakup subsistem-subsistem berikut; Pertama, subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi peternakan (sapronak) seperti industri pembibitan, industri pakan ternak, industri obatobatan/vaksin ternak, industri alat dan mesin peternakan, dll. Kedua, subsistem budidaya petemakan (on-fami agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sapronak untuk menghasilkan komoditi petemakan primer (ternak potong, susu segar, telur konsumsi segar). Ketiga, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas petemakan primer menjadi produk yang siap guna (ready for used), siap saji (ready to cook) dan siap konsumsi (ready to eat), beserta perdagangannya. Termasuk kedalam subsistem ini industri pengolahan susu, industri pengolahan daging, industri pengolahan kulit, industri pengolahan telur dan industri jasa restoran dan makanan (food service industies) seperti restoran ayam goreng McDonald, Pizza Hut, restoran, dll. Ketiga subsistem tersebut didukung oleh subsistem lembaga penyedia jasa (supporting institution) yang dibutuhkan oleh agribisnis, seperti perbankan, kebijakan pemerintah, transportasi, penelitian dan pengembangan, dll. Dengan cakupan sektor agribisnis petemakan tersebut, maka cara mengembangkan subsektor petemakan yang berhasil adalah membangun keseluruhan subsistem agribisnis petemakan tersebut secara simultan, konsisten dan terintegrasi. Pengembangan agribisnis berbasis petemakan kedepan akan berada pada suatu lingkungan ekonomi baru yang berbeda dengan lingkungan ekonomi sebelumnya. Pada lingkungan ekonomi baru ini, tercipta tantangan dan peluang baru, sehingga diperlukan cara baru membangun agribisnis petemakan. Perubahan lingkungan ekonomi baru ini perlu ditemu-kenali agar dapat dirumuskan cara menyiasatinya. 20

Perubahan Lingkungan Ekonomi Petemakan Dengan diratifikasinya WTO (World Trade Organization) pada tanggal 1 Januari 1995 lalu, maka secara formal perekonomian dunia akan beralih dari regim protektif kepada era perdagangan bebas. Berbagai kebijaksanaan tarif dan nontarif pada perdagangan hasil ternak internasional, yang dimasa lalu ditempuh setiap negara untuk melindungi agribisnis berbasis petemakan domestiknya, akan dihapus. Sehingga perdagangan hasil ternak di masa yang akan datang, akan berlangsung tanpa hambatan, transparan dan mengandalkan pasar bebas. Bersamaan dengan upaya-upaya liberalisasi perdagangan dunia, proses industrialisasi dunia pun sedang bergulir. Sebagian besar negara-negara dunia dewasa ini sedang mengalihkan industrialisasinya kepada industri-industri yang tidak berbasis pada agribisnis (non-agrobased industry) karena mereka memang tidak kompetitif lagi pada jenis industri tersebut. Fenomena ini sangat jelas kelihatan pada negara-negara Asia Timur dan sebagian negara- negara Asia Tenggara, khususnya pada negaranegara yang terlibat dalam skenario iring-iringan angsa terbang (the wild flying geese formation). Peralihan industrialisasi dari agrobased industry kepada non-agrobased industry, tentu saja diikuti oleh mengalirnya sumberdaya dari sektor agribisnis kepada sektor industri non agribisnis, sedemikian rupa, sehingga produksi komoditas agribisnis mengalami penurunan. Kedua perubahan yang bersifat internasional tersebut membawa perubahan pada lingkungan ekonomi agribisnis peternakan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, penghapusan proteksi pada negara-negara importir hasil ternak, seperti pada negara-negara Asia Timur dan Tenggara, akan menurunkan produksi hasil ternak domestik. Penurunan ini makin besar sebagai akibat dari mengalirnya sumberdaya dari sektor agribisnis ke luar sektor agribisnis, sehingga secara keseluruhan kawasan tersebut menjadi pengimpor hasil ternak. Sementara itu, penghapusan subsidi produsen dan ekspor pada negara-negara eksportir hasil ternak 21

selama ini (Amerika Serikat, Kanada, sebagian Amerika Selatan), akan menurunkan kemampuan untuk mengekspor hasil ternak. Kedua, meningkatnya pendapatan negara-negara dunia baik disebabkan oleh liberalisasi perdagangan [trade creation) maupun akibat keberhasilan industrialisasi, akan meningkatkan permintaan pada produk-produk yang bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan (income elastic demand) seperti produkproduk agribisnis berbasis peternakan. Peningkatan permintaan (konsumsi) hasil ternak yang sangat besar akan terjadi pada negara-negara yang saat ini masih tergolong pada negara berpendapatan rendah dan tinggi, dimana konsumsi hasil ternak masih tergolong rendah. Secara keseluruhan hal-hal di atas akan mempengaruhi pasar produk ternak internasional. Meningkatnya permintaan produk ternak secara internasional di satu sisi dan menurunnya produksi hasil ternak di beberapa negara dunia, akan mendorong kenaikan harga produk-produk ternak di pasar internasional. Diperkirakan kenaikan harga yang paling besar akan terjadi pada produk susu dan daging sapi. Kenaikan harga produk ternak di pasar internasional ini akan membuka peluang bagi negara-negara yang masih merniliki ruang gerak pengembangan agribisnis berbasis peternakan seperti Indonesia, untuk (meningkatkan) ekspor produk ternak. Indonesia di masa yang akan datang akan berpeluang besar sebagai salah satu eksportir daging ayam ras, telur, dan domba. Bahkan daging sapi dan susu yang dimasa lalu Indonesia belum memiliki keunggulan kompeteitif (khususnya dari segi harga), dengan meningkatnya harga daging sapi dan susu di pasar internasional, dan bila disertai upaya pengembangan yang lebih serius, akan dimungkinkan menjadi saiah satu eksportir daging sapi dan susu dimasa yang akan datang. Sementara terbukanya pasar agribisnis berbasis peternakan di pasar internasional di dalam negeri Indonesia juga terdapat potensi pasar produkternak yang cukup besar. Saat ini Indonesia yang berpendapatan per kapita sebesar US $ 1130 (tahun 1996) merupakan negara pengkonsumsi produk ternak terendah di dunia. Menurut perkiraan, pada tahun 2005, pendapatan per 22

kapita Indonesia akan meningkat menjadi sekitar US $ 2500. Dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut sekitar 220 juta jiwa, maka diperkirakan Indonesia setiap hari akan membutuhkan 8,6 juta kilogram telur dan 7 juta kilogram susu. Hal ini merupakan potensi pasar yang sangat besar, yang bila tidak dimanfaatkan, akan dimanfaatkan oleh negara Iain. Selain terbukanya pasai produk-produk agribisnis berbasis peternakan, liberalisasi perdagangan dunia juga membawa persaingan yang makin ketat Hilangnya proteksi perdagangan antar negara, akan menghapus perbedaan pasar domestik dengan pasar luar negeri. Yang ada hanyalah satu pasar yakni pasar internasional yang berada pada setiap negara dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja tanpa membedakan latar belakang kewarganegaraannya, Dengan demikian, persaingan yang sangat ketat pasti terjadi. Bila agribisnis berbasis peternakan kita mampu bersaing, maka akan mampu memanfaatkan potensi pasar yang ada. Bila tidak, agribisnis berbasis peternakan kita bukan hanya tidak mampu merebut peluang pasar, tapi juga akan terdesak di pasar dalam negeri sendiri. Oleh karena itu, kita harus membenahi agribisnis berbasis peternakan sebaik mungkin agar benar-benar siap menghadapi iklim persaingan yang makin ketat. Pengembangan Agribisnis Peternakan Berbasis Wilayah Aktor terdepan dari agribisnis berbasis peternakan adalah pelaku agribisnis yang berada dalam wilayah administratif kabupaten dan kotamadya. Peternak rakyat, pedagang, pengusaha kecil-menengah-besar, dll. yang berada dalam wilayah kabupaten dan kotamadya merupakan pelaku agribisnis berbasis peternakan yang secara langsung berhadapan dengan era perdagangan bebas. Oleh sebab itu, Pemda Kabupaten dan Kotamadya memiliki tanggungjawab yang besar dalam mempersiapkan agribisnis berbasis peternakan menghadapi era perdagangan bebas. Keseriusan Pemda Kabupaten dan Kodya dalam mempromosikan agribisnis berbasis peternakan agar memiliki daya saing, akan sangat menentukan sejauh mana 23

peluang pasar yang ada dapat dimanfaatkan oleh agribisnis berbasis peternakan, Kenyataan bahwa kegiatan peternakan telah berkembang menjadi suatu agribisnis yang melampaui batas-batas wilayah administrasi, memerlukan koordinasi dan kesamaan visi antara Pemda Kotamadya dengan Pemda Kabupaten. Secara tradisional, subsistem agribisnis hilir peternakan berkembang di wilayah perkotaan (umumnya merupakan wilayah kotamadya), sementara subsistem agribisnis hulu berkembang di wilayah pedesaan (wilayah kabupaten). Untuk mengembangkan suatu agribisnisberbasis peternakan yang berdaya saing, diperlukan pengelolaan yang integratif. Subsistem agribisnis hulu dan budidaya yang umumnya berada di wilayah pedesaan (kabupaten) hanya mungkin berkembang pesat bila ditarik oleh sub-sistem agribisnis hilir yang berada di wilayah perkotaan. Demikian juga sebaliknya, subsistem agribisnis hilir peternakan di wilayah perkotaan akan mampu berkembang dan berdaya saing bila didukung oleh subsistem budidaya dan agribisnis hulu. Dengan perkataan lain, agribisnis berbasis peternakan yang berkembang melampaui batas-batas wilayah administrasi pemerintahan, menuntut koordinasi dan kesamaan visi dari organisasi pemerintahan yang terlibat di dalamnya. Berapa banyak organisasi pemerintahan daerah (kabupaten, kodya) yang dituntut daiam suatu pengelolaan agribisnis berbasis peternakan yang integratif, tergantung pada kawasan ekonomi agribisnis berbasis peternakan itu sendiri. Untuk mempromosikan agribisnis persusuan di Jawa Barat misalnya, tidak cukup hanya melibatkan Pemda Tingkat II Bandung, Garut, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor sebagai sentra agribisnis hulu dan budidaya persusuan, tetapi juga harus melibatkan wilayah DKI Jakarta,, sebagai sentra agribisnis hilir persusuan. Dengan demikian, arah pengembangan yang dilakukan pada sentra agribisnis hulu dan budidaya persusuan, konsisten dengan arah pengembangan agribisnis hilirnya. Selain menuntut pengelolaan yang integrate bentuk 24

keterlibatan Pemda Tingkat II dalam agribisnis berbasis peternakan perlu disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Dengan berlangsungnya liberalisasi ekonomi, bentuk-bentuk subsidi seperti subsidi layanan inseminasi buatan dan kesehatan ternak secara bertahap perlu dihapus atau diminimumkan, dengan menumbuhkembangkan kemampuan swadaya dalam agribisnis berbasis peternakan. Demikian juga restribusi atau bentuk pungutan lainnya, perlu dihilangkan. Barangkali dimasa yang akan datang Pemda Tingkat II perlu mencari bentuk baru yang produktif dari keterlibatan Pemda dalam agribisnis berbasis peternakan. Melalui pengembangan usaha otonom daerah (BUMD), Pemda Tingkat II dapat membentuk suatu usaha patungan bersama-sama dengan koperasi atau dengan pengusaha swasta (PMDN, PMA). Dalam pengembangan industri pemotongan ternak (RPT, RPA) atau industri semen beku (Balai Inseminasi Buatan), atau bahkan pada pembibitan misalnya, Pemda dapat bekerjasama dengan koperasi atau pengusaha swasta dalam bentuk usaha patungan. Dengan bentuk seperti ini, pemerintah (Pemda) dapat memperoleh pendapatan, tanpa harus menghilangkan fungsi pengawasan pemerintah. Bahkan dengan cara yang demikian, fungsi pengawasan pemerintah menjadi lebih efektif dan produktif karena secara langsung berhadapan dengan realitas. Kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan swasta yang bergerak pada agribisnis berbasis petemakan telah mampu berkembang pesat dan modern, dengan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, peran Pemda dalam pembinaan perusahaan swasta ini cukup hanya dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi upaya pembenahan diri agar siap menghadapi era perdagangan bebas. Bantuan pemerintah (Pemda) ke depan lebih ditujukan pada peternak rakyat, dan usaha kecil yang masih tertinggal dan belum mampu berkembang dengan kemampuan sendiri, Untuk mempercepat modernisasi ekonomi peternak rakyat dan usaha kecil, Pemda perlu mendampingi dan menguatkan 25

mereka dengan mendorong pengembangan koperasi agribisnis petemakan- Kegiatan koperasi ini bukan pada subsistem budidaya yang sudah merupakan kegiatan anggotanya, melainkan kegiatan ekonomi pada agribisnis hulu dan hilir petemakan, baik melalui usaha tunggal koperasi, aliansi strategis, maupun usaha patungan dengan BUMD dan swasta. Selain itu, komoditas yang ditangani oleh koperasi juga tidak perlu seluruh komoditas, tapi satu komoditas (sebagai bisnis inti) yang meliputi usaha mulai dart agribisnis hulu sampai agribisnis hilir (integrasi vertikal). Keberhasilan koperasi agribisnis persusuan yakni Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) merupakan suatu bukti, bahwa koperasi agribisnis petemakan yang memiliki bisnis inti tunggal, dan mencakup usaha secara integrasi vertikal, dapat berkembang menjadi agribisnis modern. Kita berharap dtmasa yang akan datang akan banyak berkembang koperasi seperti ini pada komoditas petemakan lainnya. Hanya melalui koperasi agribisnislah peternak rakyat dapat diberdayakan dan siap menghadapi era perdagangan bebas. Catatan Penutup Dimasa lalu, perhatian kita termasuk PemdaTingkat II masih diutamakan pada komoditas beras, Sebagian besar sumberdaya Pemda dialokasikan pada komoditas beras, dalam upaya mencapai swasembada beras. Pengalaman kita sejak tercapainya swasembada beras tahun 1984 menunjukkan bahwa mempertahankan swasembada beras sebagai cara mencapai swasembada pangan, ternyata sangat sulit dan membutuhkan korbanan yang besar. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang, kita perlu mengembangkan konsep swasembada pangan untuk mengurangi tekanan terhadap beras. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah mengembangkan agribisnis komoditas yang mampu meningkatkan keterjangkauan penduduk (peningkatan pendapatan) sekaligus mampu mendiversifikasikan komoditas dan produk bahan pangan. Hal 26

ini dapat dicapai antara lain dengan mengembangkan agribisnis berbasis peternakan. Melalui pengembangan sektor agribisnis berbasis peternakan, dapat ditingkatkan pendapatanpenduduk di satu pihak dan men diver sifikasikan komoditas dan produk pangan (susu, daging/telur, dan produk olahannya) di pihak lain. Pengembangan diversifikasi komoditas dan produk bahan pangan melalui pengembangan agribisnis berbasis peternakan/ sangat tepat seiring dengan meningkatnya tuntutan kualitas gizi untuk mengembangkan kegiatan ekonomi penghasil bahan pangan yang bersifat tidak tergantung pada ketersediaan lahan seperti agribisnis berbasis peternakan. Oleh karena itu, Pemda Tingkat II perlu memberi perhatian yang lebih besar bagi pengembangan agribisnis berbasis peternakan. 27

28