BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang ada untuk pembentukan kepribadian yang utuh, memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Noviawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. keterampilan, dan nilai-nilai serta norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

Optimalisasi Hasil Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Melalui Model Learning Cycle 5E pada Siswa Kelas IV SD Negeri Mardiharjo

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup dan wajib belajar selama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang mengalami perkembangan adalah kurikulum pendidikan nasional. Penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004 dan KBK yang kembali mengalami revisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi tetapi sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas. (Permendiknas 22/2006 tentang Standar Isi) Oleh karena itu, tujuan pembelajaran matematika juga mengalami perubahan. Pada awalnya pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu, namun dewasa ini tujuan pembelajaran matematika sekolah telah difokuskan pada empat tujuan utama, yaitu: 1)melatih cara berpikir dan bernalar, 2) mengembangkan kemampuan berpikir divergen, 3) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan (idea), dan 4) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan membuat dugaan. (Agung, 2009). Elea Tinggih mengemukakan bahwa Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Suherman dkk., 2001:18). Hal tersebut menjelaskan bahwa dibandingkan dengan ilmu lain, matematika lebih menekankan pada penalaran. Jadi, hal terpenting dalam pelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa suatu penalaran. Jika siswa memililki penalaran yang baik, maka siswa akan mampu mengerti setiap materi dalam pelajaran matematika, tidak hanya sekedar menghafal materi tersebut.

Penalaran dijelaskan Sastrosudirjo (1988) sebagai Proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan. Materi matematika dan penalaran matematis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami siswa melalui penalaran sedangkan penalaran itu sendiri diperoleh siswa dengan belajar matematika. Ada beberapa aspek yang menjadi indikator kemampuan penalaran matematis seorang siswa dalam pelajaran matematika, yaitu: menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram; mengajukan dugaan; melakukan manipulasi matematika; menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; menarik kesimpulan dari pernyataan; memeriksa keshahihan suatu argumentasi; serta menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Copeland (1979) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyususnannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif. Penalaran deduktif dan induktif memiliki kelemahan, oleh karena itu penalaran induktif harus dibuktikan kembali dengan penalaran deduktif. Berdasarkan hal tersebut, maka penalaran induktif dan deduktif bukanlah suatu bagian yang terpisah dalam matematika. Bukan merupakan hal yang aneh jika sebagian besar siswa kurang menyukai pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan siswa menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membingungkan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa materi dalam pelajaran matematika bersifat abstrak, maka penalaran matematis sangat diperlukan untuk membangun konsep siswa mengenal suatu materi dalam pelajaran matematika. Jika kemampuan penalaran siswa kurang, maka siswa akan kesulitan belajar matematika.

Kemampuan penalaran matematis seseorang, khususnya penalaran induktif siswa dalam satu kelas, tentu akan berbeda walaupun mereka memperoleh pelajaran matematika dengan proses pembelajaran yang sama. Akan tetapi banyak hal yang dapat mempengaruhi kemampuan penalaran induktif matematis siswa. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk berinteraksi dengan seluruh peserta belajar yang ada dalam kelas. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan penalarannya. Kemampuan penalaran sangatlah diperlukan dalam mata pelajaran matematika karena siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang tinggi serta mampu mengomunikasikan idea atau gagasan matematikanya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari serta mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari yang nantinya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sedangkan pada kenyataannya kemampuan penalaran matematis yang dimiliki oleh sebagian besar siswa masih sangat rendah sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa dalam pembelajaran matematika. Pernyataan ini didasarkan pada hasil studi Sumarmo (dalam Yulianti, 2010:2) menunjukkan bahwa, baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor kemampuan pemahaman dan penalaran matematis sangat rendah. Rendahnya kemampuan penalaran ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Wahyudin (1999:191), salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu karena siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Sejalan dengan hal tersebut, Matz (dalam Priatna, 2003:3) juga menyatakan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal-soal matematika dikarenakan kurangnya kemampuan penalaran terhadap kaidah dasar matematika.

Fakta di lapangan menunjukkan masih rendahnya kemampuan penalaran matematik siswa SMP, seperti menurut Mullis, dkk. (dalam Rohayati: 2010), berdasarkan hasil studi Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999 yang dilakukan di 38 negara termasuk Indonesia, antara lain dijelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan kemampuan penalaran matematika siswa. Sejalan dengan hal di atas berdasarkan hasil penilaian internasional yang dilakukan TIMSS pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada tahun 1999, kenaikan tersebut secara statistik tidak signifikan, skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah ASEAN. Prestasi tersebut bahkan lebih buruk pada Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam literasi membaca, matematika dan ilmu pengetahuan. Program yang diukur setiap 3 tahun, pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 2 terendah dari 40 negara sampel. Indonesia mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003 dan 2007, adapun PISA pada tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 dengan hasil yang tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaannya. Pada PISA 2009 Indonesia hanya menduduki ranking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Prestasi pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi karena rata-rata skor siswa SMP kelas 8 kita menurun jadi 405, menurun dibanding tahun 2003 yaitu 411. Ranking Indonesia pada TIMSS 2007 menjadi ranking 36 dari 49 negara. Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh TIMSS dan PISA terhadap siswa SMP menunjukkan bahwa untuk sebuah soal yang mengukur kemampuan penalaran matematik dengan kategori soal sulit yaitu secara internasional hanya 18% yang menjawab benar, sementara untuk siswa SMP di Indonesia soal ini lebih sulit karena hanya 8% yang menjawab benar. (Wardhani dan Rumiyati, 2011) Pendapat dan fakta di atas didukung juga oleh hasil penelitian Lovell yang mengungkapkan bahwa jika siswa belum memiliki kemampuan bernalar yang diperlukan, maka pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran akan terlupakan

atau kalaupun masih tertinggal, hanya merupakan pengetahuan hapalan (Priatna, 2003: 35). Menyadari pentingnya penalaran matematis, maka diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa khususnya kemampuan penalaran induktif siswa yang akan dibahas dalam penulisan ini. Jika kita lihat pembelajaran yang berlangsung disebagian besar sekolah selama ini memberikan dampak yang sebaliknya dari yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran yang masih berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya duduk mendengarkan penjelasan guru, mencatat pelajaran tersebut, kemudian mengerjakan soal-soal rutin. Hal itu juga yang mendorong peneliti untuk menawarkan solusi permasalahan peningkatan minat dan hasil belajar matematika pada siswa SMP kelas VIII melalui model Learning Cycle. Model Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa (Dasna, 2005). Model Learning Cycle merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme, dalam hal ini pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Beberapa keuntungan diterapkannya pembelajaran dengan model Learning Cycle yaitu: 1) pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student-centered); 2) proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata; 3) menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal; 4) memungkinkan siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi pengetahuan lewat pemecahan masalah dan informasi yang didapat; dan 5) membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif; 6) terjadinya serah terima informasi atau konsep. Model Learning Cycle pada dasarnya sesuai dengan teori konstruktivis Vygotsky dan teori belajar bermakna Ausubel. Vygotsky menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan menyarankan menggunakan kelompok-kelompok

belajar dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Sedangkan Ausubel menekankan pada belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Seiring berkembangnya ilmu pendidikan, model Learning Cycle pun mengalami pengembangan-pengembangan, yaitu perubahan dari Learning Cycle yang terdiri dari tiga tahapan, kemudian Learning Cycle yang terdiri dari lima tahapan yang dikenal dengan Learning Cycle 5E dan yang paling terakhir yaitu Learning Cycle yang terdiri dari tujuh tahapan dan dikenal dengan Learning Cycle 7E. Adapun model Learning Cycle yang dimaksud dalam penulisan ini adalah Learning Cycle 7E. Dalam model Learning Cycle 7E dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu berusaha untuk memunculkan pengalaman belajar yang telah lalu sebagai fondasi (eliciting), membangkitkan minat siswa pada pelajaran matematika (engagement), memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan telaah literatur (exploration), memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi (explanation), mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapatkan dengan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah (elaboration) dan terdapat suatu tes untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari (evaluation), terakhir hal penting yang harus digarisbawahi oleh guru pemberian soal atau tes bukanlah akhir dari proses pembelajaran, tetapi terjadinya proses transfer informasi atau konsep (extend). Berdasarkan kajian di atas, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Model Learning Cycle terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa SMP.

B. RUMUSAN MASALAH Merujuk pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan utama yang dihadapi dalam penelitian ini adalah untuk melihat adakah pengaruh model Learning Cycle terhadap kemampuan penalaran induktif siswa. Dari permasalahan pokok ini, pertanyaan penelitian yang dicari jawabannya adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang diberikan pembelajaran dengan model Learning Cycle lebih tinggi daripada siswa yang diberikan pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang diberikan pembelajaran dengan model Learning Cycle jika dibandingkan dengan siswa yang diberikan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan model Learning Cycle. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Mengetahui pengaruh model Learning Cycle dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa SMP. 2. Bagi Siswa Menunjang peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

3. Bagi Guru Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh model Learning Cycle terhadap peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa, sehingga guru dapat menggunakan model pembelajaran ini sebagai alternatif pembelajaran di kelas. 4. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkaji permasalahan terkait secara lebih mendalam berkenaan dengan pengembangan model Learning Cycle.