SALINAN BUPATI NAGEKEO,

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI

BIDANG USAHA, JENIS USAHA DAN SUB-JENIS USAHA BIDANG USAHA JENIS USAHA SUB-JENIS USAHA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN TEKNIS DAN PERSYARATAN ADMINISTRASI USAHA KEPARIWISATAAN

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Repub

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BUPATI PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN SENI DAN BUDAYA

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

KEWAJIBAN PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG PENYELENGGARAAN TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGALEK NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG KEPARIWISATAAN

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Penyediaan Akomodasi. Pendaftaran. Prosedur.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI USAHA DI BIDANG PARIWISATA

SURAT IZIN USAHA KEPARIWISATAAN

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PARIWISATA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

DAFTAR PERIKSA TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA (TDUP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.742, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Daya Tarik Wisata. Pendaftaran.Prosedur.

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI USAHA DI BIDANG PARIWISATA

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 6 TAHUN 2009 TENTANG

DOKUMEN TEKNIS YANG DIPERSYARATKAN DALAM PERSYARATAN TEKNIS PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA TEMPAT HIBURAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TENTANG PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB

PENGGABUNGAN PETUNJUK TEKNIS DAN RALAT PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA. NOMOR : 6 Tahun 2005 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N NOMOR 06/C 2002.

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.741, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Jasa Transportasi Wisata. Pendaftaran.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN, PENJUALAN DAN PENGGUNAAN MINUMAN BERALKOHOL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN, PENGEDARAN DAN PENJUALAN, SERTA PERIZINAN MINUMAN BERALKOHOL

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 737, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Jasa Perjalaann Wisata. Pendaftaran.

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN USAHA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

- 1 - BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

DATA PRIBADI. :SAKAR SUDARWANTO,M..M.Pd TTL : TANGERANG. 12 MART 1962 KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA : BALARAJA KAB,TANGERANG HP :

Transkripsi:

SALINAN BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NAGEKEO, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan bidang kepariwisataan di daerah, maka usaha pariwisata perlu diatur keberadaannya agar dapat memberi dampak positif bagi masyarakat dan daerah; b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, setiap penyelenggaraan usaha pariwisata harus terlebih dahulu mendaftarkan usahanya kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata. 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 5. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.85/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Perjalanan Wisata; 6. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyedia Akomodasi; 7. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.87/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman; 8. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.88/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Kawasan Pariwisata; 9. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.89/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Transportasi Pariwisata; 10. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.90/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Daya Tarik Wisata; 11. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggara kegiatan Hiburan dan Rekreasi; 12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.92/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara 3

Pendaftaran Usaha Jasa Pramuwisata; 13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.93/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Penyelenggara Pertemuan, Perjalanan, Insentif, Konferensi, dan Pameran; 14. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.94/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Konsultan Pariwisata; 15. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.95/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Informasi Pariwisata; 16. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta; 17. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.97/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Spa; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NAGEKEO dan BUPATI NAGEKEO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Nagekeo. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nagekeo. 3. Bupati adalah Bupati Nagekeo. 4

4. Dinas adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nagekeo. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nagekeo. 6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 7. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 8. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 9. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 10. Daftar Usaha Pariwisata adalah daftar usaha yang bergerak di bidang pariwisata dan berisi status dari Jenis Usaha Pariwisata dimaksud. 11. Tanda Daftar Usaha Pariwisata adalah dokumen resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dilakukan oleh pengusaha telah tercantum di dalam Daftar Usaha Pariwisata. 12. Pendaftaran Usaha Pariwisata adalah daftar usaha pariwisata yang berisi hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap pengusaha pariwisata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 13. Usaha adalah setiap tindakan atau kegiatan dalam bidang perekonomian yang dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 14. Usaha kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 15. Usaha daya tarik wisata yang selanjutnya disebut dengan usaha pariwisata adalah usaha pengelolaan daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan/atau daya tarik wisata buatan/binaan manusia. 5

16. Usaha jasa perjalanan wisata yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah penyelenggaraan biro perjalanan wisata dan agen perjalanan wisata. 17. Usaha jasa transportasi wisata adalah usaha penyediaan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata bukan angkutan transportasi reguler/umum. 18. Biro perjalanan wisata adalah usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan perjalanan ibadah. 19. Agen perjalanan wisata adalah usaha jasa pemesanan sarana seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan. 20. Usaha jasa makanan dan minuman yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya. 21. Restoran/rumah makan adalah usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, di dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindah-pindah. 22. Bar/rumah minum adalah usaha penyediaan minuman beralkohol dan non-alkohol dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya di dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindah-pindah. 23. Kafe adalah penyediaan makanan ringan dan minuman ringan dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya di dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindah-pindah. 24. Jasa boga adalah usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan. 25. Pusat penjualan makanan adalah usaha penyediaan tempat untuk restoran, rumah makan dan/atau kafe dilengkapi dengan meja dan kursi. 6

26. Usaha penyediaan akomodasi yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. 27. Hotel adalah penyediaan akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di dalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya. 28. Bumi perkemahan adalah penyediaan akomodasi di alam terbuka dengan menggunakan tenda. 29. Persinggahan karavan adalah penyediaan tempat untuk kendaraan yang dilengkapi fasilitas menginap di alam terbuka dapat dilengkapi dengan kendaraannya. 30. Vila adalah penyediaan akomodasi berupa keseluruhan bangunan tunggal yang dapat dilengkapi dengan fasilitas, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. 31. Pondok wisata adalah penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya. 32. Pemondokan adalah kamar atau rumah yang disediakan untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal bagi seseorang atau beberapa orang dalam jangka waktu tertentu dengan dipungut biaya. 33. Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyelenggaraan kegiatan berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan, karaoke, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk pariwisata, tetapi tidak termasuk di dalamnya wisata tirta dan spa. 34. Gelanggang olahraga adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berolahraga dalam rangka rekreasi dan hiburan. 35. Gelanggang seni adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk melakukan kegiatan seni atau menonton karya seni dan/atau pertunjukan seni. 36. Arena permainan adalah usaha yang menyediakan tempat menjual dan fasilitas untuk bermain dengan ketangkasan. 7

37. Hiburan malam adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas bersantai dan melantai diiringi musik dan cahaya lampu dengan atau tanpa pramuria. 38. Panti pijat adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas pemijatan dengan tenaga pemijat yang terlatih. 39. Taman rekreasi adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berekreasi dengan bermacam-macam atraksi. 40. Karaoke adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu. 41. Jasa impresariat/promotor adalah usaha pengurusan penyelenggaraan hiburan, berupa mendatangkan, mengirimkan, maupun mengembalikan artis dan/atau olahragawan Indonesia dan asing, serta melakukan pertunjukan yang diisi oleh artis dan/atau olahragawan yang bersangkutan. 42. Salon Kecantikan yaitu suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memelihara kecantikan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan minum. 43. Usaha jasa penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah pemberian jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang, penyelenggaraan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta penyelenggaraan pameran dalam rangka penyebarluasan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional, dan internasional. 44. Usaha jasa informasi pariwisata yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik. 45. Usaha jasa konsultan pariwisata yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan. 46. Usaha jasa pramuwisata yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan dan/atau pengkoordinasian tenaga pemandu wisata 8

untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan biro perjalanan wisata. 47. Usaha wisata tirta yang selanjutnya disebut dengan usaha pariwisata adalah usaha penyelenggaraan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk. 48. Wisata bahari adalah penyelenggaraan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut. 49. Wisata sungai, danau dan waduk adalah penyelenggaraan wisata dan olah raga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan sungai, danau dan waduk. 50. Usaha spa yang selanjutnya disebut dengan usaha pariwisata adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia. 51. Pengusaha Pariwisata yang selanjutnya disebut dengan pengusaha adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. 52. Tanggal pendaftaran usaha pariwisata adalah tanggal pencantuman ke dalam Daftar Usaha Pariwisata. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pendaftaran Usaha Pariwisata dimaksudkan untuk pembinaan, penertiban dan pengendalian atas usaha yang dilakukan oleh setiap orang maupun Badan. Pasal 3 Pendaftaran usaha pariwisata bertujuan untuk: a. menjamin kepastian hukum dalam menjalankan usaha pariwisata bagi pengusaha; dan 9

b. menyediakan sumber informasi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Daftar Usaha Pariwisata. BAB III RUANG LINGKUP USAHA PARIWISATA Pasal 4 Ruang Lingkup Usaha Pariwisata adalah : a. Usaha Daya Tarik Wisata; 1) pengelolaan pemandian air panas alami; 2) pengelolaan peninggalan sejarah dan purbakala berupa candi, keraton, prasasti, pertilasan, dan bangunan kuno; 3) pengelolaan museum; 4) pengelolaan pemukiman dan/atau lingkungan adat; dan 5) pengelolaan objek ziarah; b. Usaha Kawasan Pariwisata; c. Usaha Jasa Transportasi Wisata; 1) angkutan jalan wisata; 2) angkutan sungai dan danau wisata; 3) angkutan laut domestik wisata; dan 4) angkutan laut internasional wisata. d. Usaha Jasa Perjalanan Wisata; 1) biro perjalanan wisata; dan 2) agen perjalanan wisata e. Usaha Jasa makanan dan minuman; 1) restoran; 2) rumah makan; 3) bar/rumah minum; 4) kafe; 5) pusat penjualan makanan; dan 6) jasa boga. f. Usaha Penyediaan Akomodasi; 1) hotel; 2) bumi perkemahan; 3) persinggahan karavan; 4) vila; 10

5) pondok wisata; dan 6) Pemondokan g. Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum; 1) gelanggang olahraga; 2) gelanggang seni; 3) arena permainan; 4) hiburan malam; 5) panti pijat; 6) taman rekreasi; 7) karaoke; 8) jasa impresariat/ promotor; dan 9) salon kecantikan. h. Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; i. Usaha Jasa Informasi Pariwisata; j. Usaha Jasa Konsultan Pariwisata; k. Usaha Jasa Pramu Wisata; l. Usaha Wisata Tirta; 1) wisata bahari; dan 2) wisata sungai, danau dan waduk. m. Usaha SPA. BAB IV BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 5 (1) Usaha Pariwisata dapat berbentuk badan atau usaha perorangan. (2) Usaha Pariwisata dengan modal bersama antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, bentuk usahanya disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB V PENGUSAHAAN Pasal 6 Pengusahaan Kepariwisataan meliputi penyediaan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata sesuai dengan Ruang Lingkup usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. 11

BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA Pasal 7 (1) Pengusaha berhak : a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan; b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan; c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan. (2) Pengusaha berkewajiban : a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat; b. memberi informasi yang akurat dan bertanggungjawab; c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif; d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan; e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi; f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan; g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal; h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan; i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat; j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya; k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih dan asri; l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya; m. menjaga citra Daerah melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan 12

n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII TAHAPAN PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA Bagian Kesatu Tahapan Pasal 8 Tahapan pendaftaran usaha pariwisata mencakup: a. permohonan pendaftaran usaha pariwisata; b. pemeriksaan berkas permohonan pendaftaran usaha pariwisata; c. pencantuman ke dalam Daftar Usaha Pariwisata; d. penerbitan Tanda Daftar Usaha Pariwisata; dan e. pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata. Pasal 9 (1) Dalam menjalankan usaha kepariwisataan pengusaha wajib memiliki TDUP. (2) TDUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bukti bahwa pengusaha telah dapat menjalankan usaha pariwisata. (3) TDUP berlaku selama usaha pariwisata dijalankan dan tidak terjadi perubahan terhadap hal-hal yang tercantum dalam daftar usaha pariwisata. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pendaftaran usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII PEMUTAKHIRAN DAFTAR USAHA PARIWISATA Pasal 10 (1) Pengusaha wajib mengajukan secara tertulis kepada Pejabat yang ditunjuk, permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata apabila terdapat suatu perubahan terhadap hal yang tercantum di dalam Tanda Daftar Usaha Pariwisata paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah perubahan terjadi. (2) Pengajuan permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata disertai dengan dokumen penunjang yang terkait. 13

(3) Pengajuan dokumen penunjang sebagaimana dimaksud ayat (2) yang berupa foto copy disampaikan dengan memperlihatkan dokumen aslinya. (4) Pengusaha wajib menjamin bahwa data dan dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah absah, benar dan sesuai dengan fakta. (5) Pejabat yang ditunjuk memeriksakan kelengkapan kebenaran dan keabsahan berkas permohonan pemutakhiran daftar usaha kepariwisataan. (6) Apabila berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditemukan bahwa berkas permohonan pemutakhiran pendaftaran usaha pariwisata belum memenuhi kelengkapan, kebenaran dan keabsahan, Bupati melalui SKPD yang ditunjuk memberitahukan secara tertulis kekurangan yang ditemukan kepada pengusaha paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata diterima Pejabat yang ditunjuk. (7) Apabila telah lewat 3 (hari) kerja Bupati tidak memberitahukan kekurangan pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata dianggap lengkap, benar dan absah; (8) Bupati mencantumkan pemutakhiran ke dalam Daftar Usaha Pariwisata paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata dinyatakan lengkap, benar dan absah ; (9) Berdasarkan Daftar Usaha Pariwisata yang telah dimutakhirkan, Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Daftar Usaha Pariwisata untuk diserahkan kepada pengusaha paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah pencantuman pemutakhiran ke dalam Daftar Usaha Pariwisata ; (10) Dengan diterbitkannya Daftar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Daftar Usaha Pariwisata terdahulu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku ; (11) Pengusaha mengembalikan Daftar Usaha Pariwisata terdahulu kepada Pejabat yang ditunjuk. BAB IX PEMBEKUAN SEMENTARA DAN PEMBATALAN Bagian Kesatu 14

Pembekuan Sementara Pasal 11 (1) Bupati dapat membekukan sementara Tanda Daftar Usaha Pariwisata apabila pengusaha: a. terkena sanksi pembatasan kegiatan usaha dan/atau pembekuan sementara kegiatan usaha sesuai ketentuan perundang-undangan atau ; b. tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus-menerus untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih. (2) Tanda Daftar Usaha Pariwisata tidak berlaku untuk sementara apabila pendaftaran usaha pariwisata dibekukan sementara. (3) Pengusaha wajib menyerahkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada Bupati, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah penetapan pembekuan sementara. Pasal 12 (1) Pengusaha dapat mengajukan permohonan pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata setelah: a. terbebas dari pembatasan usaha dan/atau pembekuan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a atau ; b. memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan kembali kegiatan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b. (2) Pengajuan permohonan pengaktifan kembali pendaftaran usaha pariwisata disertai: a. dokumen yang membuktikan bahwa pengusaha telah terbebas dari sanksi pembatasan kegiatan usaha dan/atau pembekuan sementara kegiatan usaha; atau b. surat pernyataan tertulis dari pengusaha yang menyatakan kesanggupannya untuk menyelenggarakan kembali kegiatan usaha pariwisata. (3) Pengusaha wajib menjamin bahwa dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah absah, benar, dan sesuai dengan fakta. 15

(4) Bupati melalui Kepala Dinas melaksanakan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsahan permohonan pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata dan bukti yang menunjang. (5) Apabila berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditemukan bahwa berkas permohonan pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata belum memenuhi kelengkapan, kebenaran dan keabsahan, Kepala Dinas memberitahukan secara tertulis kekurangan yang ditemukan kepada pengusaha. (6) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pemberitahuan kekurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diselesaikan oleh Kepala Dinas paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata diterima. (7) Apabila Kepala Dinas tidak memberitahukan secara tertulis kekurangan yang ditemukan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan pengaktifan kembali pendaftaran usaha pariwisata diterima, permohonan pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata dianggap lengkap, benar dan absah. (8) Kepala Dinas mencantumkan pengaktifan Tanda Daftar Usaha Pariwisata ke dalam Daftar Usaha Pariwisata paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah permohonan pengaktifan kembali pendaftaran usaha dinyatakan atau dianggap lengkap, benar dan absah. (9) Berdasarkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang telah diaktifkan kembali, Kepala Dinas menyerahkan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada pengusaha paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah pencantuman pengaktifan kembali Tanda Daftar Usaha Pariwisata ke dalam Daftar Usaha Pariwisata. Bagian Kedua Pembatalan Pasal 13 (1) Bupati dapat membatalkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata apabila pengusaha: a. terkena sanksi penghentian tetap kegiatan usaha sesuai ketentuan perundang-undangan; 16

b. tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus-menerus untuk jangka waktu 1 (satu) tahun atau lebih; dan/atau c. menutup usahanya. (2) Tanda Daftar Usaha Pariwisata tidak berlaku lagi apabila dibatalkan. (3) Pengusaha wajib mengembalikan Tanda Daftar Usaha kepada Bupati, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah mengalami pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB X PEMBINAAN Pasal 14 (1) Dinas melakukan pembinaan secara berkala terhadap pengusaha. (2) Dalam hal-hal tertentu, Dinas memanggil pengusaha untuk diberikan arahan. (3) Dalam rangka memotivasi pengusaha agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, Dinas melakukan penilaian terhadap pengusaha. BAB XI PENGAWASAN Pasal 15 (1) Bupati melalui Kepala Dinas melakukan pengawasan dalam rangka pendaftaran usaha pariwisata. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan sewaktu-waktu ke lapangan untuk memastikan kesesuaian kegiatan usaha dengan Daftar Usaha Pariwisata. (3) Bupati melaporkan hasil pendaftaran usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur setiap 6 (enam) bulan sekali. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 16 (1) Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), dan ayat (4), Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (3) diberikan teguran lisan. 17

(2) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diberikan teguran lisan, pengusaha tidak mengindahkan teguran lisan dimaksud, pengusaha diberikan teguran tertulis pertama. (3) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diberikan teguran tertulis pertama, pengusaha tidak mengindahkan teguran tertulis dimaksud, pengusaha diberikan teguran tertulis kedua. (4) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah diberikan teguran tertulis kedua, pengusaha masih tetap tidak mengindahkan teguran tertulis dimaksud, pendaftaran usaha pariwisata dibekukan sementara. BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 17 (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; 18

i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana ditur dalam Pasal 9 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang telah dimiliki pengusaha sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini bertentangan dengan peraturan daerah ini. 19 tetap berlaku sepanjang tidak (2) Pengusaha yang telah memiliki Izin Tetap Usaha Pariwisata wajib mengajukan permohonan pendaftaran usaha pariwisata dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo. Ditetapkan di Mbay pada tanggal 4 Juni 2014 BUPATI NAGEKEO, ttd ELIAS DJO

Diundangkan di Mbay pada tanggal 4 Juni 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NAGEKEO, ttd JULIUS LAWOTAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2014 NOMOR 6 NO.REG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR: 002/2014 Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, ttd MUDHA MARSEL, SH. Pembina NIP. 196102101999031002 PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA I. UMUM Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah dituntut untuk mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk maksud itu, daerah harus memberikan ruang yang layak kepada pengusaha di bidang kepariwisataan untuk melaksanakan usaha kepariwisataan yang pada gilirannya akan turut memberikan dampak positif bagi daerah. Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang diatur dalam Peraturan Daerah ini bersifat teknis dan administratif 20

yang memenuhi prinsip dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan meliputi, antara lain prosedur pelayanan yang sederhana, persyaratan teknis dan administratif yang mudah, waktu penyelesaian yang cepat, lokasi pelayanan yang mudah dijangkau, standar pelayanan yang jelas, dan informasi pelayanan yang terbuka. Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah (akuntabel). Amanat Pasal 15 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan diperjelas dengan 13 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia yang tidak lagi menekankan tentang perizinan melainkan menitikberatkan pada Pendaftaran Usaha Pariwisata, sehingga ditinjau kembali dan membentuk Peraturan Daerah tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f 21

Penyediaan akomodasi berupa hotel digolongkan ke dalam 2 (dua) kelas yaitu Hotel Bintang dan Hotel Melati. Golongan kelas Hotel Bintang dibagi atas 5 ( lima) penjenjangan kelas hotel yaitu bintang 1 ( satu) sampai dengan bintang 5 (lima). Sedangkan Golongan kelas Hotel Melati hanya terdiri atas satu kelas sebagai hotel melati. Huruf g (1) Jenis usaha gelanggang olahraga meliputi sub-jenis usaha: a. lapangan golf; b. rumah bilyar; c. gelanggang renang; d. lapangan tenis; dan e. gelanggang bowling. (2) Jenis usaha gelanggang seni meliputi sub-jenis usaha: a. sanggar seni; b. galeri seni; c. gedung pertunjukan seni. (3) Jenis usaha taman rekreasi meliputi sub-jenis usaha: a.taman rekreasi; b.taman bertema (4) Jenis usaha hiburan malam meliputi sub-jenis usaha: a. club malam; b.diskotek; c. pub. h. i. j. k. l. 22

m. Cukup jelas Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 23

Pasal 20 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 6 23