HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

this file is downloaded from

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2010

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 06.1/PMK.01/2007 NOMOR : SKB.2/Menhut-II/2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA REBOISASI

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

this file is downloaded from

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan yang dimaksud

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) DIREKTORAT BINA PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN OKTOBER 2009

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2012

MATERI 1. TANTANGAN SAAT INI 2. MENJALANKAN VISI KEADILAN 3. PERATURAN-PERUNDANGAN 4. MASALAH IMPLEMENTASI 5. PILIHAN STRATEGIS DAN TAKTIS

Hutan Desa Oleh: Arief Tajalli dan Dwi P. Lestari. Serial: BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa)

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

BAB III HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PAPARAN LATAR BELAKANG HASIL TELAHAN YURIDIS DRAF PERMENHUT SKEMA KHDTK PETA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Membuka Kebuntuan Program HTR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KINERJA PDB HTR. Target dan realisasi penyaluran dana dari BLU Pusat P2H. Target penyaluran (Rp) Luas

Nomor : S.678/VI-BPHT/2008. Nomor : S.726/VII-KP/2008. Nomor : 276/P4TRANS/XII/2008. Nomor : 1861/P2MKT/XII/2008.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

2 Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran N

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Dana Bergulir. Rehabilitasi. Hutan. Lahan. Penyaluran. Pengembalian. Pencabutan.

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hi

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN. dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.88/Menhut-II/2014 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN TERTULIS DITUJUKAN KEPADA KADISBUNSU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KOP Kelompok Tani Hutan. Yth. Bupati./Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). c.q Kepala Desa Di (sebutkan nama tempat)

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

LAMPIRAN VIII : PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.80/Dik-2/2011. T e n t a n g

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

LUAS KAWASAN (ha)

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DIREKTUR LEMBAGA PENGELOLA MODAL USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 4/PER-LPMUKP/2017 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

Transkripsi:

1 HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN Sebuah terobosan baru belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui program Hutan Tanaman Rakyat. Program HTR di harapkan mampu mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar tergolong miskin. Sebuah nuansa baru pengelolaan kehutanan belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Dalam bab 1 pasal 1: 19 PP no 6 th 2007 disebutkan Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Program HTR merupakan terobosan baru dalam mengentaskan kemiskinan penduduk di sekitar hutan. Berdasarkan sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta orang. BPS menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta di antaranya tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang di antaranya tergolong dalam kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta orang di antaranya bekerja di sektor swasta kehutanan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian mengajukan program HTR dengan memberikan jatah lahan 15 hektare bagi tiap kepala keluarga. Dengan total lahan yang dicadangkan seluas 5,4 juta ha, maka ada sekitar 360.000 kepala keluarga yang mendapat jatah HTR. Dengan asumsi tiap keluarga terdapat 5 anggota, maka program HTR diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1.800.000 penduduk. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah siapakah yang menjadi sasaran pembangunan HTR, seperti apakah pola yang akan dikembangkan, bagaimana mekanisme pembangunan HTR tersebut, dan bagaimana standar biaya serta pendanaannya. PEMBAHASAN Seperti disebutkan diatas HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Merujuk pengertian ini sasaran dari pembanguan HTR adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan, masyarakat disini terdiri dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat diberikan ijin pengelolaan hutan, kemudian kawasan hutan yang dapat menjadi sasaran lokasi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak

produktif, tidak dibebani izin/hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan. Dalam pengembangannya, Hutan Tanaman Rakyat ini kedepan akan menggunakan 3 pola yakni : a. HTR Pola Mandiri, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK- HTR. b. HTR Pola Kemitraan, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK- HTR bersama dengan mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh pemerintah agar terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak. c. HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan dikembalikan secara mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHKHTR diterbitkan. Pembangunan HTR ini diharapkan ke depan mampu meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan sehingga diperlukan kerangka acuan dalam pengembangannya agar tidak terjadi kesimpang-siuran dalam implementasinya di lapangan. Adapun tahapan-tahapan dalam pembangunan HTR selanjutnya diatur pula mekanisme penetapan pencadangan lokasi HTR dan prosedur perijinan HTR seperti tersebut dibawah ini : Mekanisme Penetapan Pencadangan Lokasi HTR a. Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan Kriteria : Kawasan HP yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat dengan Industri Hasil Hutan. b. Untuk pembangunan HTR, Ditjen Planologi atas nama Menteri Kehutanan menyampaikan peta arahan indikatif lokasi HTR per provinsi kepada Bupati dengan tembusan kepada : Dirjen BUK, Sekjen, Gubernur, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai BUKH. c. Dirjen BUK melakukan sosisalisasi program Pembangunan HTR dan peta arahan indikatif lokasi HTR kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. d. Sekjen Kemenhut melaksanakan sosialisasi tentang Pembiayaan Pembangunan HTR melalui BLU cq. Pusat Pembiayaan Pembangunan Kehutanan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. e. Kepala BPKH memberikan asistensi teknis kepada Dinas Kehutanan provinsi/kabupaten/kota berdasarkan petunjuk teknis dari Dirjen Planologi.

f. Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota menyampaikan pertimbangan teknis kawasan areal tumpang tindih perizinan, rehabilitasi dan reboisasi, program pembangunan daerah kepada Bupati/Walikota dilampiri dengan peta lokasi HTR Skala 1: 50.000. g. Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan HTR kepada Menteri Kehutanan dilampiri peta usulan lokasi HTR Skala 1: 50.000 yang ditembuskan kepada Dirjen BUK dan Dirjen Planologi. h. Dirjen Planologi melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR lalu menyiapkan lokasi pencadangan areal HTR dan hasilnya disampaikan kepada Dirjen BUK. i. Dirjen BUK melakukan verifikasi administrasi dan teknis lalu menyiapkan konsep keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan lokasi pencadangan areal HTR dan dilampiri peta pencadangan areal HTR serta mengusulkannya kepada Menteri Kehutanan. j. Menteri Kehutanan menerbitkan pencadangan areal untuk pembangunan HTR dan disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan Gubernur k. Bupati/Walikota menyampaikan sosialisasi ke desa/masyarakat, bisa melalui LSM pusat, provinsi atau kabupaten/kota. Mekanisme Perijinan HTR Dalam mekanisme perijinan ini di bagai dalam dua kelompok yaitu : A. Perorangan atau Kelompok Tani a. Pemohon (perorangan atau kelompok tani) mengajukan permohonan IUPHHKHTR kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Desa, pada areal yang telah dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy KTP, Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar pemohon berdomisili di desa tersebut dan sketsa areal yang dimohon dilampiri dengan susunan anggota kelompok. c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh perorangan atau Kelompok Tani dan membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala BP2HP d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis.

e. Kepala BPKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis. f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada perorangan atau Kelompok atas nama Menteri Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur. g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri Kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan. B. Koperasi Selain untuk perorangan, pengajuan IUPHHK-HTR ini dapat dilakukan melalui koperasi yang dibentuk oleh perorangan/kelompok tani yang berminat. Adapun mekanisme permohonan perijinannya adalah sebagai berikut : a. Pemohon mengajukan permohonan IUPHHK-HTR kepada Bupati/Walikota pada areal yang telah dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy Akte Pendirian koperasi, Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar Koperasi dibentuk di desa tersebut dan Peta areal yang dimohon dilampiri dengan Skala 1:5000 atau 1:10.000 serta dilampiri dengan susunan anggota Koperasi c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh koperasi dan membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala BP2HP d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis. e. Kepala BUKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis. f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada koperasi atas nama Menteri Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur. g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan. Dalam skema pembangunan HTR, jenis tanaman yang dapat dikembangkan terdiri dari :

A. Tanaman Hutan Berkayu, Tanaman hutan berkayu ini di bagi dalaam beberapa kelompok jenis yaitu : 1. Kayu Pertukangan, antara lain : a. Kelompok Jenis Meranti (Shorea sp) b. Kelompok Jenis Keruing (Dipterocarpus sp) c. Kelompok Jenis Non Dipterocarpaceae : 1. Jati (Tectona grandis) 2. Sengon (Paraserianthes falcataria) 3. Sonokeling (Dalbergia latifolia) 4. Mahoni (Swietenia macrophylla) 5. Kayu Hitam (Diospyros celebica) 6. Akasia (Acacia mangium) 7. Rajumas (Duabanga molucana) 8. Sungkai (Peronema canescens) 2. Kayu Serat, antara lain : 1. Eucaliptus (Eucalyptus spp) 2. Akasia (Acacia mangium) 3. Tusam (Pinus merkusii) 4. Gmelina (Gmelina arborea) B. Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu Yang termasuk jenis tanaman budidaya tahunan berkayu tersebut adalah : 1. Karet (Hevea brasiliensis) 2. Durian (Durio zibethinus) 3. Nangka (Artocarpus integra) 4. Mangga (Mangifera indica) 5. Rambutan (Nephelium lapaceum) 6. Kemiri (Aleuritus moluccana) 7. Duku (Lansium domesticum) 8. Pala (Myristica fragrans) C. Komposisi Tanaman Pokok Prosentase komposisi jenis tanaman untuk pembangunan HTR ditetapkan sbb : - Tanaman Hutan Berkayu ± 70% - Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu ± 30% Pemegang izin dapat melakukan kegiatan Tumpang Sari Tanaman Budidaya musiman/palawija diantara tanaman pokok s/d 2-3 tahun.

Pengaturan letak komposisi jenis tanaman pokok disesuaikan dengan jarak tanam, kesesuaian persyaratan tempat tumbuh dan kondisi fisiografi lapangan. Referensi lengkap mengenai jenis-jenis pohon Buku Informasi Kesesuaian Jenis Pohon untuk Hutan Tanaman. Pembiayaan HTR Permasalahan pelik dalam pembangunan HTR yakni persoalan dana. Maklum saja pembangunan hutan tanaman tidak bisa diagunkan (non collateral), produksi kehutanan bersifat jangka panjang ( non bankable) dan risiko usaha yang tinggi sehingga investor kurang tertarik dalam melakukan pembiayaan pembangunan hutan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian membentuk lembaga keuangan alternatif dalam rangka mendukung pembangunan HTR. Pada 5 Februari 2007, Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan menyepakati terbentuknya Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H) yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Tugas dari BP2H adalah memfasilitasi pemberian pinjaman dana bergulir bagi pembangunan hutan; serta mencari dan mengelola dana hibah dari negara dan lembaga donor yang terkait dengan pembangunan hutan. Adapun pihak yang dapat memanfaatkan dana ini adalah Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Swasta /Badan Usah Milik Daerah dan perusahaan patungan BUMN dengan BUMS atau Koperasi yang bergerak di bidang kehutanan, Koperasi dan Kelompok Tani Hutan dengan persyaratan secara umum merupakan pemegang ijin pemanfaatan hutan tanaman, tidak dalam daftar hitam dalam perbankan, memiliki tenaga teknis kehutanan, memiliki NPWP dan tidak mempunyai tunggakan pajak, serta memenuhi syarat untuk memperoleh pinjaman sesuai ketentuan yang diatur menteri kehutanan. Bunga pinjaman untuk Badan Usaha Berbadan Hukum dikenakan pada suku bunga yang berlaku di bank umum sedangkan untuk koperasi dan kelompok tani dikenakan bunga sesuai tingkat bunga yang perlaku di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengembalian pinjaman ini dilakukan setelah panen/daur tanaman dengan cara sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman/akad kredit. Bilamana terjadi penyimpangan maka akan diberlakukan sanksi seperti berikut : a) Dalam hal debitur BUMN/S/D jika tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman dikenakan sanksi denda sebesar 2% (dua persen) pertahun ditambah bunga dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada bank umum per tahun. b) Dalam hal debitur Koperasi atau Kelompok Tani Hutan, ketua kelompok dan anggota kelompok tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman, dikenakan sanksi tanggung renteng untuk memenuhi kewajibannya. Mekanisme pinjaman dana ini khusus HTR dapat dilihat dalam skema berikut :

Pemohon HTR PANEN BP2H (Lai-Adm) Lengkap/ tolak Cek Lapangan Akad Kredit (1-8 thn) Pencairan bertahap Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat Ya BP2H (Evaluasi) Gagal/Tolak Sumber : Presentasi BLU-BPPH, 2007 PENUTUP Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat sebagai kebijakan Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ( pro-poor), menciptakan lapangan kerja baru ( pro-job) dan ekonomi (pro-growth) sebagaimana menjadi agenda revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sekaligus juga merupakan implementasi dari Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan dalam Revitalisasi Sektor Kehutanan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Sektor kehutanan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional, perbaikan lingkungan, mensejahterakan masyarakat dan memperluas lapangan kerja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaannya benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat adalah sebagai berikut : a) Proses birokrasi hendaknya lebih disederhanakan sehingga waktu pengurusan IUPHHK-HTR dan Penetapan Pencadangan Lokasi HTR bisa lebih dipercepat.

b) Penetapan Lokasi pembangunan dan pengembangan hutan tanaman rakyat secara cermat dengan memperhatikan sebaran lokasi industri pengolahan kayu, pasar kayu olahan, serta ketersediaan sarana-prasarana untuk menjangkau industri dan pasar. c) Peran aktif pemerintah daerah dalam sosialisasi pembangunan HTR. d) Pengembangan HTR ini sebaiknya terintegrasi dengan pengembangan KPHP. e) Pelibatan lembaga penelitian kehutanan dalam hal ini Badan Litbang Kehutanan untuk proses alih teknologi peningkatkan kemampuan masyarakat dalam pembangunan (termasuk teknik pembukaan lahan yang ramah lingkungan) dan pengelolaan hutan tanaman (termasuk pengendalian hama-penyakit), serta pemasaran hasil dari hutan tanaman. f) Pendampingan yang intensif untuk mengembangkan kelembagaan masyarakat. g) Kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai sumber pendanaan. h) Fasilitasi oleh pemerintah untuk membangun kemitraan antara masyarakat dengan industri dan pasar kayu agar nantinya pola kemitraan pada pembangunan HTR tidak menjadi sistem ijon baru dan justru merugikan masyarakat.