PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
1 of 7 02/09/09 11:26

1 of 5 02/09/09 11:36

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN RAKYAT DAN PADA TANAH MILIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 of 5 02/09/09 11:45

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

1 of 5 02/09/09 11:07

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 of 5 02/09/09 11:40

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

1 of 6 02/09/09 10:52

1 of 6 02/09/09 11:42

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

1 of 6 02/09/09 11:29

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN TERNAK DAN PERIZINAN USAHA DIBIDANG PETERNAKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 09 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Nomor : 18 Tahun 2002 Seri : B Nomor : 10

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 5 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Nomor : 20 Tahun 2001 Seri : B Nomor : 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 of 7 02/09/09 11:19

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 08 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN LAIK TANGKAP KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KTP DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN : 1999 SERI : B.3.

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 18 Tahun 1998 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBORAN AIR BAWAH TANAH DAN IZIN PEMAKAIAN AIR BAWAH TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENGINAPAN/PESANGGRAHAN/ VILLA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 7 TAHUN 1999 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 33 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 06 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI PEMANFAATAN LAHAN PADA HUTAN NEGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI KARTU IDENTITAS TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Nomor : 24 Tahun 2001 Seri : B Nomor : 16

1 of 6 02/09/09 11:21

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 19 tahun 1998 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

L E M B A R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

Transkripsi:

Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, a. bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha khususnya dibidang peternakan diperlukan adanya langkah-langkah untuk menciptakan ikilm usaha yang kondusif; b. bahwa salah satu langkah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif serta untuk pengawasan dan pembinaan adalah adanya kemudahan dalam pengurusan perizinan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 25); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824 ) ; 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699 ) ; 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak,

Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, Dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3902) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3968); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Menetapkan : MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pelalawan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Pelalawan. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Pelalawan. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Pelalawan yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Pelalawan. 5. Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan. 6. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Pelalawan.

7. Jenis (species) adalah segolongan hewan yang mempunyai sifat dan ciri yang sama. 8. Rumpun adalah golongan hewan dari suatu jenis yang sama mempunyai bentuk dan sifat keturunan keturunan yang sama. 9. Perusahaan Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dalam waktu tertentu untuk tujuan komersil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ ternak potong), telur, susu serta menggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya, yang untuk tiap jenis ternak melebihi jumlah yang ditetapkan untuk setiap jenis ternak ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. 10. Peternakan Rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan atau cabang usaha yang jumlah maksimum kegiatannya untuk setiap jenis-jenis ternak ditetapkan dalam Peraturan Daerah. 11. Budidaya adalah kegiatan memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen. 12. Pembibitan adalah kegiatan untuk menghasilkan bibit ternak bukan untuk keperluan sendiri. 13. Bibit ternak adalah ternak, mani, telur tetas, dan embrio yang dihasilkan melalui seleksi dan mempunyai mutu yang lebih baik rata-rata mutu ternak. 14. Lokasi adalah tempat kegiatan peternakan beserta sarana pendukungnya diareal tertentu yang tercantum dalam Izin Usaha Peternakan atau Tanda Daftar Peternakan Rakyat. 15. Izin Usaha Peternakan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin tertulis yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada perorangan atau badan hukum untuk melaksanakan perusahaan peternakan. 16. Tanda Daftar Peternakan Rakyat yang selanjutnya disingkat TDPR adalah tanda daftar tertulis yang diberikan oleh Instansi yang berwenang untuk peternakan rakyat untuk melaksanakan kegiatan peternakan. 17. Perluasan adalah penambahan jenis dan atau jumlah ternak diatas yang telah diizinkan. 18. Pedoman Teknis Peternakan adalah Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan yang dikeluarkan Dinas Peternakan dan atu Instansi lain yang terkait. 19. Badan adalah suatu bentuk badan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan dan Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, Organisasi yang sejenis Lembaga dan Dana Pensiun, bentuk Usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya. 20. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan Retribusi tertentu. 21. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas-batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan fasilitas. 22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, selanjutnya disingkat SKRD adalah surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang. 23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya Retribusi, jumlah

kekurangan pembayaran pokok Retribusi,besarnya administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. 24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat Ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah yang telah ditentukan. 25. Surat Setoran Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 26. Surat Tagihan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 27. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari dan mengumpulkan dan mengelola data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. 28. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II JENIS DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN Pasal 2 1. Jenis kegiatan Peternakan meliputi : a. Pembibitan Ternak; b. Budidaya Peternakan. 2. Pembibitan Ternak dan atau Budidaya Peternakan meliputi jenis jenis ternak : a. Sapi Potong; b. Sapi perah; c. Kerbau; d. Kuda; e. Kambing dan atau domba; f. Ayam ras pedaging; g. Ayam ras petelur; h. Ayam buras; i. Rusa; j. Kelinci; k. Itik dan angsa, entok; l. Kalkun; m. Burung puyuh; n. Burung dara.

3. Jenis kegiatan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan untuk 1 (satu) jenis ternak atau lebih dan tidak dibatasi oleh rumpun sesuai dengan teknis Peternakan. Pasal 3 1. Kegiatan Peternakan dapat diselenggarakan dalam bentuk Perusahaan Peternakan dan atau Peternakan Rakyat. 2. Pembibitan Ternak hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Peternakan dengan tidak dibatasi jenis dan jumlah ternak. 3. Budidaya Peternakan dapat dilakukan oleh Perusahaan Peternakan atau Peternakan Rakyat dengan Jenis dan Jumlah ternak sebagaimana tercantum dalam ayat (4). 4. Klasifikasi jenis dan jumlah ternak Kegiatan Budidaya Peternakan pada Perusahaan Peternakan dan Peternakan Rakyat : No Jenis Ternak Perusahaan Peternakan ( jumlah ternak diatas ) Peternakan Rakyat (Jumlah ternak dibawah) 1 2 3 4 1 Sapi potong 100 ekor campuran 100 ekor campuran 2 Sapi perah 20 ekor campuran 20 ekor campuran 3 Kerbau 75 ekor campuran 75 ekor campuran 4 Kuda 50 ekor campuran 50 ekor campuran 5 Kambing dan Domba 300 ekor campuran 300 ekor campuran 6 Ayam ras pedaging 15.000 ekor prod/siklus 15.000 ekor prod/siklus 7 Ayam ras petelur 10.000 ekor induk 10.000 ekor induk 8 Ayam buras 10.000 ekor induk 10.000 ekor induk 9 Rusa 300 ekor campuran 300 ekor campuran 10 Kelinci 1.500 ekor campuran 1.500 ekor campuran 11 Itik,angsa dan entok 15.000 ekor campuran 15.000 ekor campuran 12 Kalkun 10.000 ekor campuran 10.000 ekor campuran 13 Burung puyuh 25.000 ekor campuran 25.000 ekor campuran 14 Burung dara 25.000 ekor campuran 25.000 ekor campuran 5. Klasifikasi peternakan rakyat yang wajib dan tidak wajib dimiliki TDPR : No Jenis Ternak Peternakan rakyat yang wajib TDPR ( jumlah ternak) Peternakan rakyat yang tidak wajib TDPR(jumlah ternak dibawah) 1 2 3 4 1 Sapi potong (10-99) ekor campuran 10 ekor campuran 2 Sapi perah (7-19) ekor campuran 7 ekor campuran 3 Kerbau (10-74) ekor campuran 10 ekor campuran 4 Kuda (5-49) ekor campuran 5 ekor campuran 5 Kambing dan Domba (25-299) ekor campuran 25 ekor campuran 6 Ayam ras pedaging (500-14.999) ekor prod/siklus 500 ekor prod/siklus 7 Ayam ras petelur (500-9.999) ekor induk 500 ekor induk

8 Ayam buras (500-9.999) ekor campuran 500 ekor induk 9 Rusa (10-299) ekor campuran 50 ekor campuran 10 Kelinci (100-1.499) ekor campuran 100 ekor campuran 11 Itik,angsa dan entok (100-14.999) ekor campuran 110 ekor campuran 12 Kalkun (500-9.999) ekor campuran 50 ekor campuran 13 Burung puyuh (500-24.999) ekor campuran 500 ekor campuran 14 Burung dara (500-24.999) ekor campuran 100 ekor campuran BAB III JENIS KEWENANGAN Pasal 4 Jenis kewenangan meliputi : a. Pemberian Izin Usaha Peternakan; b. Pemberian Tanda Daftar Peternakan Rakyat. BAB IV NAMA,OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 5 Dengan nama Retribusi Izin Usaha Peternakan dan Pendaftaran Usaha Peternakan di pungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Izin Usaha Peternakan dan Tanda Daftar Peternakan Rakyat. Pasal 6 Obyek Retribusi adalah pemberian Izin Usaha Peternakan kepada Perusahaan Peternakan dan Tanda Daftar Peternakan Rakyat kepada Peternakan Rakyat. Pasal 7 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin usaha peternakan dan tanda daftar peternakan rakyat. BAB V PERIZINAN PERUSAHAAN DAN TANDA DAFTAR PETERNAKAN RAKYAT Pasal 8 1. Perusahaan Peternakan dapat dilakukan oleh perorangan Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2. Perusahaan Peternakan dapat dilakukan oleh Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. 3. Khusus untuk budi daya ayam ras pedaging dan petelur yang terkait pada ayat (2) wajib melakukan kemitraan dengan peternakan rakyat ayam ras petelur dan pedaging.

4. Untuk melakukan kegiatan peternakan, perusahaan peternakan wajib memilki IUP. 5. Untuk melakukan kegiatan peternakan, peternakan rakyat yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) wajib memiliki TDPR. Pasal 9 1. IUP berlaku masing-masing : a. Untuk ternak besar selama 25 tahun, dan selanjutnya dapat diperpanjang lagi selama 15 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; b. Untuk ternak kecil selama 15 tahun, dan selanjutnya dapat diperpanjang lagi selama 10 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; c. Untuk pembibitan unggas selama 15 tahun, dan selanjutnya dapat diperpanjang lagi selama 10 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; d. Untuk budidaya ayam ras pedaging atau petelur selama 10 tahun, dan selanjutnya dapat diperpanjang lagi selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; e. Untuk budidaya unggas selain sebagaimana dimaksud pada huruf d, selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan. 2. TDPR berlaku masing-masing: a. Untuk ternak besar selama 10 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; b. Untuk ternak kecil selama 10 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; c. Untuk budidaya ayam ras petelur selama 5 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; d. Untuk budidaya ayam ras pedaging selama 1 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 1 tahun sepanjang memenuhi persyaratan; e. Untuk budidaya unggas selain tersebut pada huruf c dan d selama 5 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 1 tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Pasal 10 1. IUP diberikan oleh Kepala Daerah. 2. Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan pemberian IUP kepada Instansi yang berwenang. 3. TDPR diberikan oleh Instansi yang berwenang. BAB VI PERSYARATAN PERIZINAN Pasal 11

1. Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) pemohon wajib melengkapi persyaratan. 2. Untuk memperoleh TDPR, peternakan rakyat yang wajib TDPR wajib melengkapi persyaratan. 3. Persyaratan, ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian IUP dan TDPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB VII BERAKHIRNYA IUP DAN TDPR Pasal 12 1. IUP berakhir, karena: a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir; b. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada yang berwenang sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir; c. Dicabut yang berwenang memberikan IUP karena pemegang izin yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran; d. Perusahaan yang bersangkutan menghentikan usahanya. 2. TDPR berakhir, karena: a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir; b. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada yang berwenang sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir; c. Dicabut yang berwenang memberikan IUP karena pemegang izin yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran; d. Peternak pemegang TDPR yang bersangkutan menghentikan usahanya. BAB VIII PENCABUTAN IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 13 IUP akan dicabut apabila Perusahaan Peternakan : a. Tidak melakukan kegiatan Peternakan secara nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dikeluarkannya IUP atau menghentikan kegiatannya selama 1 (satu) tahun berturut-turut; b. Melakukan pemindahan lokasi kegiatan Peternakan tanpa persetujuan tertulis dari Pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3); c. Melakukan Perluasan Usaha Peternakan tanpa memilki izin; d. Tidak menyampaikan laporan kegiatan Peternakan 3 (tiga) kali berturut-turut sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau menyampaikan kegiatan Peternakan yang tidak benar; e. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Pejabat Berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3); f. Tidak melaksanakan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Daerah ini;

g. Tidak melaksanakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular serta keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku; h. Tata cara dan ketentuan lain yang berhubungan dengan pencabutan IUP dan TDPR ditetapkan lebih lanjut melalui Keputusan Kepala Daerah. BAB IX PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT Pasal 14 Peternakan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak wajib memiliki IUP. BAB X GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 15 Retribusi Izin Usaha Peternakan dan Tanda Daftar Peternakan Rakyat termasuk golongan retribusi perizinan tertentu. BAB XI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 16 Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Usaha Peternakan dan Tanda Daftar Peternakan Rakyat diukur berdasarkan klasifikasi dan jenis. BAB XII PRINSIP PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 17 Prinsip tarif Retribusi izin Usaha Peternakan dan Tanda Daftar Peternakan Rakyat berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin usaha peternakan dan Tanda Daftar Perusahaan Serta untuk pengendalian dan pengawasan. BAB XIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RESTRIBUSI Pasal 18 Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut : A. PERUSAHAAN PETERNAKAN

1 Sapi potong diatas 100 ekor campuran Rp. 500.000 2 Sapi perah diatas 20 ekor campuran Rp. 300.000 3 Kerbau diatas 75 ekor campuran Rp. 400.000 4 Kuda diatas 50 ekor campuran Rp. 350.000 5 Kambing dan Domba diatas 300 ekor campuran Rp. 375.000 6 Ayam ras pedaging diatas 15.000 ekor prod/siklus Rp. 475.000 7 Ayam ras petelur diatas 10.000 ekor induk Rp. 425.000 8 Ayam buras diatas 10.000 ekor induk Rp. 390.000 9 Rusa diatas 300 ekor campuran Rp. 250.000 10 Kelinci diatas 1.500 ekor campuran Rp. 290.000 11 Itik,angsa dan entok diatas 15.000 ekor campuran Rp. 275.000 12 Kalkun diatas 10.000 ekor campuran Rp. 225.000 13 Burung puyuh diatas 25.000 ekor campuran Rp. 200.000 14 Burung dara diatas 25.000 ekor campuran Rp. 175.000 B. PETERNAKAN RAKYAT No Jenis Ternak Peternakan rakyat yang wajib TDPR ( jumlah ternak) Peternakan rakyat yang tidak wajib TDPR(jumlah ternak dibawah) 1 2 3 4 1 Sapi potong (10-99) ekor campuran 10 ekor campuran 2 Sapi perah (7-19) ekor campuran 7 ekor campuran 3 Kerbau (10-74) ekor campuran 10 ekor campuran 4 Kuda (5-49) ekor campuran 5 ekor campuran 5 Kambing dan Domba (25-299) ekor campuran 25 ekor campuran 6 Ayam ras pedaging (500-14.999) ekor prod/siklus 500 ekor prod/siklus 7 Ayam ras petelur (500-9.999) ekor induk 500 ekor induk 8 Ayam buras (500-9.999) ekor campuran 500 ekor induk 9 Rusa (10-299) ekor campuran 50 ekor campuran 10 Kelinci (100-1.499) ekor campuran 100 ekor campuran 11 Itik,angsa dan entok (100-14.999) ekor campuran 110 ekor campuran 12 Kalkun (500-9.999) ekor campuran 50 ekor campuran 13 Burung puyuh (500-24.999) ekor campuran 500 ekor campuran 14 Burung dara (500-24.999) ekor campuran 100 ekor campuran BAB XIV WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 19 Wilayah pemungutan Retribusi adalah Kabupaten Pelalawan BAB XV TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 20 1. Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

2. Retribusi dipungut dengan mengunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. 3. Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disetor ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB XVI MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG Pasal 21 Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menetapkan besarnya Retribusi terhutang. Pasal 22 Retribusi terhutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XVII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tetap pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi Administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XVIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 24 1. Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. 2. Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. 3. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XIX TATA CARA PENAGIHAN Pasal 25 1. Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Restribusi harus melunasi Retribusi yang terutang. 3. Surat teguran sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. Pasal 26 Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XX PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 27 1. Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi. 2. Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan masyarakat. 3. Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah. B A B XXI KADALUARSA Pasal 28 1. Penagihan Retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 ( tiga ) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi. 2. Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan atau ; b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XXII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUARASA Pasal 29 1. Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus. 2. Kepala Daerah menetapkan Keputusan penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah Kadaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

BAB XXIII INSTANSI PEMUNGUT Pasal 30 1. Instansi pemungut Retribusi Izin Usaha Peternakan dan Tanda Daftar Perusahaan ditetapkan oleh Kepala Daerah. 2. Uang perangsang atas pungutan retribusi ini ditetapkan sebesar 5 % dari jumlah pungutan. BAB XXIV PENGAWASAN Pasal 31 Kepala Daerah menunjuk pejabat tertentu untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini. BAB XXV P E N Y I D I K A N Pasal 32 1. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. 2. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut Hukum yang bertanggung jawab. 3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XXVI KETENTUAN PIDANA Pasal 33 1. Barang siapa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan Pidana kurungan paling lama 6 ( enam ) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ), dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk membayar Retribusi yang terhutang. 2. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. 3. Atau sesuai dengan ketentuan Perundang undangan yang berlaku. BAB XXVII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 34 Perusahaan Peternakan yang melakukan pengalihan IUP wajib melaporkan secara tertulis kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sebelum melakukan pengalihan. Pasal 35 Perusahaan Peternakan yang melakukan kegiatan penyediaan daging untuk eksport, Izin Usaha Peternakan yang diberikan oleh Kepala Daerah dapat sekaligus diberikan Izin Usaha Pemotongan Hewan / Unggas Kelas A katagori I, dengan ketentuan bahwa Perusahaan Peternakan dengan tegas menyatakan dalam permohonan IUP. BAB XXVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 IUP dan TDPR yang telah dimiliki Perusahaan Peternakan dan Peternakan Rakyat sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, wajib mendaftar ulang untuk diklarifikasi keabsahannya dan kelengkapan dokumen perizinan yang dimilikinya.

BAB XXIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Hal hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah. Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pelalawan. Disahkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal BUPATI PELALAWAN, Dto. T. AZMUN JAAFAR Diundangkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PELALAWAN, MARWAN IBRAHIM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TAHUN 2004 NOMOR 10