BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS

BAB II KEBIJAKAN UMUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN PARIWISATA INTERNASIONAL

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB 17 PENINGKATAN INVESTASI

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2013 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2016 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1

Peningkatan Investasi, dan Ekspor Non-Migas

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2014 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2015 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 NOMOR 35 TAHUN 2008

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Perdagangan Dalam Negeri PEMERINTAH

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

DD. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERDAGANGAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA SUB BIDANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

Analisis Perkembangan Industri

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-DAG/PER/2/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN

Denpasar, Juli 2012

Tema Pembangunan 2007

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

DD. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERDAGANGAN

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

7. URUSAN PERDAGANGAN

KONDISI EXISTING 2008 TARGET PENCAPAIAN PROGRAM INDIKASI KEGIATAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM STRATEGI PROGRAM SASARAN PROGRAM 1.1. URUSAN PERDAGANGAN

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

Transkripsi:

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON-MIGAS A. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi dalam periode 1999 2003 rata-rata berkisar 3 3,5 persen per tahun. Keadaan ini belum cukup untuk dapat mengembalikan situasi perekonomian seperti sebelum krisis. Pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar masih disumbang oleh konsumsi masyarakat tersebut tidak akan berkelanjutan apabila tidak ada peningkatan pendapatan. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong peningkatan investasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Melalui berbagai upaya tersebut, pada tahun 2004 investasi mulai tumbuh. Dalam tahun 2004 realisasi investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto meningkat 15,7 persen dan menyumbang sekitar 60 persen bagi pertumbuhan ekonomi. Meskipun realisasinya meningkat, namun minat investasi dalam tahun 2004 masih lemah, tercermin dari turunnya nilai persetujuan penanaman modal yang dikeluarkan BKPM dalam rangka PMDN dan PMA masing-masing sekitar 26,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, rendahnya kinerja investasi masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan pokok, yaitu sebagai berikut: (1) prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk sangat lama di Asia yang mencakup 12 prosedur dengan waktu sekitar 151 hari, sedangkan prosedur perijinan investasi di RRC, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam berturut-turut hanya membutuhkan sekitar 40 hari, 20 hari, 30 hari, 50 hari, 8 hari, 33 hari, dan 56 hari; (2) rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang-tindih kebijakan antara pusat dan daerah dan antar sektor serta belum diundangkannya RUU Penanaman Modal guna lebih menjamin kepastian hukum di bidang investasi; (3) belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negaranegara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi; (4) rendahnya kualitas infrastruktur yang sebagian besar dalam keadaan rusak akibat krisis; (5) iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif bagi berkembangnya investasi; dan (6) kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/usaha. Pada tahun 2004 ekspor nasional mengalami peningkatan sekitar 11,5 persen dibandingkan tahun 2003, dan nilainya mencapai US$ 69,7 miliar. Peningkatan ekspor tersebut dimotori oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 10,7 persen atau menjadi US$ 53,6 miliar pada tahun 2004 yang diperoleh dari pertumbuhan ekspor industri manufaktur sebesar 12,0 persen dan pertumbuhan ekspor pertambangan sebesar 9,2 persen. Nilai ekspor pertanian sendiri mengalami penurunan sebesar 6,5 persen. Negara tujuan ekspor masih didominasi oleh tiga negara tujuan ekspor yaitu Jepang dengan porsi 14,0 persen, diikuti Amerika Serikat 13,9 persen dan Singapura 8,8 persen.

Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan, kontribusi ekspor produk industri manufaktur pada tahun 2004 naik menjadi 67,5 persen, sedangkan kontribusi produk pertanian turun menjadi 3,5 persen. Pencapaian ekspor nasional pada tahun 2005 diperkirakan sebesar US$ 76,0 miliar (RPJM 2004 2009) dengan pertumbuhan sekitar 9,0 persen. Dalam rangka mendukung kelancaran ekspor, telah dilaksanakan berbagai upaya penghapusan peraturan daerah untuk kelancaran arus barang domestik dan penyelenggaraan deregulasi kebijakan ekspor serta impor yang mengakibatkan biaya tinggi. Pada tahun 2004, telah dilakukan pengkajian kembali atas 45 peraturan daerah (perda) yang mengatur berbagai ijin dan mengusulkan agar 88 perda dicabut dan 3 perda dapat diterima. Dalam kaitannya dengan deregulasi ekspor dan impor, pada tahun 2004 telah dikeluarkan beberapa Keputusan Menteri mengenai penyederhaaan ketentuan ekspor dan impor untuk beberapa komoditi penting seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu dan produk kayu, kopi, dan sebagainya. Upaya ini akan dilanjutkan pada tahun 2005 dalam rangka terus meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeir agar dapat sekaligus mendukung kinerja peningkatan daya saing produk-produk ekspor nasional. Meskipun telah dicapai perkembangan perdagangan ekspor dan upaya peningkatan ekspor, masih terdapat permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam bidang perdagangan internasional adalah: (1) masih banyaknya proteksionisme dalam bentuk blok perdagangan dan persaingan tidak sehat karena praktek oligopoli dan kartel dari MNC serta subsidi terselubung dari negara maju, terjadinya relokasi investasi footloose industry ke negara-negara pesaing baru; (2) masih besarnya konsentrasi pasar ekspor pada tiga negara utama, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura; (3) masih rendahnya keragaman ekspor yang ditunjukkan oleh data BPS 2003 bahwa kontribusi 20 produk ekspor terbesar di dalam total ekspor non-migas (SITC 3 digit) masih sekitar 60,8 persen; (4) meningkatnya hambatan non tarif yang awalnya ditandai dengan isu lingkungan seperti ecolabelling dan perlindungan terhadap spesies hewan tertentu, serta isu pekerja anak pada produk-produk pertanian dan perikanan; dan (5) penterjemahan kerangka perjanjian WTO ( July Package 04 ), terutama dalam kaitannya dengan pengembangan pertanian dan pengentasan kemiskinan. Sementara itu, peranan perdagangan dalam negeri menjadi penting dalam mendorong kelancaran arus barang dan jasa melalui peningkatan efisiensi sistem distribusi nasional guna mendukung kelancaran barang ekspor. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan perdagangan dalam negeri adalah: (1) masih tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh dunia usaha secara langsung menurunkan daya saing produk ekspor; (2) masih rendahnya penggunaan produk dalam negeri, baik oleh industri maupun konsumen; (3) belum optimalnya pemanfaatan mekanisme bursa berjangka komoditi sebagai sarana hedging price discovery dan investasi; (4) belum optimalnya pelaksanaan dan penerapan perlindungan konsumen; (5) maraknya ekses pelaksanaan otonomi daerah yang banyak menghambat kelancaran distribusi barang dan jasa; (6) keterbatasan dan rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik dan jaringan komunikasi merupakan faktor utama penyebab tingginya biaya ekspor; dan (7) masih II.16 2

belum terintegrasinya sistem jaringan koleksi dan distribusi nasional yang kurang mendukung peningkatan daya saing ekspor. Penciptaan iklim persaingan usaha sehat dan peningkatan perlindungan konsumen sangat penting untuk mendorong peningkatan daya saing produk ekspor yang berbasis efisiensi dan kompetitif. Namun demikian, permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat adalah: (1) masih lemahnya tingkat kesadaran para pelaku usaha dalam memahami nilai-nilai persaingan usaha yang sehat; (2) proses peradilan dalam penegakkan persaingan usaha masih belum berjalan secara optimal; dan (3) masih adanya kelemahan substansi dalam materi hukum undang-undang persaingan usaha (UU No. 5 Tahun 1999), termasuk masih kurangnya harmonisasi dengan perangkat hukum lainnya. Sementara itu, permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam perlindungan konsumen adalah percepatan upaya penataan peraturan perundangan untuk meningkatkan efektifitas implementasi penegakan perlindungan konsumen. Sejak dibentuknya lembaga Badan Standardisasi Nasional (BSN) tahun 1997 kinerjanya terus meningkat dengan pengembangan mekanisme yang integrated di dalam pengembangan SNI serta peningkatan kerjasama antar negara di dalam perjanjian pengakuan standar (Mutual Recognition Agreement/MRA) guna menunjang peningkatan akses pasar ekspor nasional. Dalam rangka mendukung daya saing, penerapan standar dan penilaian kesesuaian dalam kegiatan produksi dan perdagangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Pengembangan standardisasi nasional kita masih menghadapi beberapa masalah dan tantangan terutama masih rendahnya pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam mengimplementasikan sistem Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini disebabkan karena: (1) keterbatasan sistem yang mampu memfasilitasi stakeholders untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan standar nasional dan internasional; (2) keberterimaan SNI oleh pelaku pasar yang relatif rendah; dan (3) ketersediaan informasi dan infrastruktur sistem akses informasi standardisasi yang belum mampu memenuhi kebutuhan stakeholders. Dalam tiga tahun terakhir berbagai peristiwa yang terjadi, seperti ancaman keamanan global maupun dalam negeri serta wabah penyakit telah berdampak baik langsung maupun tidak langsung pada menurunnya kinerja industri Pariwisata Nasional. Namun demikian dengan berbagai upaya keras, secara perlahan tapi pasti industri pariwisata mulai bangkit dari keterpurukannya dan bersamaan dengan itu perannya sebagai salah satu industri yang memberikan andil cukup besar dalam mendorong peningkatan penghasilan devisa negara semakin meningkat. Perkembangan jumlah arus wisatawan asing (wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2004 meningkat sekitar 19,0 persen menjadi 5,32 juta orang dibandingkan dengan tahun 2003. Dari realisasi kunjungan wisman tersebut telah mampu menghasilkan devisa negara sebesar US $ 4,8 miliar atau naik sebesar 12,0 prosen dibandingkan dengan tahun 2003 yang sebesar US $ 4 miliar. Sementara itu, dengan pengelolaan yang memadai dan kondisi lingkungan yang kondusif, jumlah wisman yang diperkirakan akan mengunjungi Indonesia sekitar 5 juta orang dengan besarnya devisa yang dihasilkan sekitar USD 5,4 miliar. II.16 3

Permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan pariwisata antara lain adalah: (1) belum pulihnya citra keamanan nasional akibat beberapa aksi terorisme di dalam maupun di luar negeri; (2) belum optimal dan efektifnya pengelolaan pemasaran baik dalam maupun luar negeri, (3) belum optimalnya pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata, terutama di daerah KATIMIN; (4) sebagai negara bahari, wisata bahari belum dikembangkan secara optimal; (5) masih lemahnya sinergi regulasi di semua level baik pusat maupun daerah yang akan berdampak pada rendahnya investasi dan pembangunan indsutri pariwisata; (6) belum efektifnya pengelolaan informasi pariwisata; (7) belum optimalnya pengembangan pariwisata domestik; (8) masih lemahnya manajemen kemitraan dan jaringan kerja antarpelaku industri pariwisata dan antara pelaku industri pariwista dan pelaku ekonomi-sosial lainnya; (9) masih terbatasnya jumlah SDM profesional dalam industri pariwisata; dan (10) masih belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pengembangan industri pariwisata. Dalam upaya mencapai sasaran yang telah dicanangkan dan mengatasi permasalahan yang ada, maka tantangan pokok yang dihadapi dalam pembangunan industri pariwisata adalah: (1) Peningkatan citra Indonesia sebagai Negara tujuan utama wisata dunia yang aman dan nyaman sehingga mampu menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia; (2) Peningkatan daya saing produk pariwisata melalui pengelolaan destinasi yang lebih profesional, serta pemerataan pembangunan pariwisata yang selama ini masih beorientasi ke Wilayah Indonesia Bagian Barat dengan menciptakan destinasi yang kompetitif, terutama di wilayah KATIMIN; (4), Pengembangan wisata bahari; (5) Peningkatan manajemen industri pariwisata melalui penguatan kemitraan dan jaringan di dalam maupun di luar negeri; dan (6) Peningkatan fasilitas sarana dan prasarana serta jasa yang mendukung pembangunan pariwisata. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya iklim investasi yang sehat dan kondusif sehingga mampu meningkatkan investasi (PMTB) sekitar 11,1 persen dalam tahun 2006 dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen dan sekaligus mengurangi pengangguran terbuka; 2. Meningkatkan citra Indonesia sebagai salah satu negara tujuan investasi dan minat investasi di Indonesia; 3. Meningkatnya pertumbuhan ekspor non migas sebesar 6,5 persen pada tahun 2006 atau menjadi sekitar USD 61,4 miliar dengan komposisi produk yang lebih beragam dan kandungan teknologi yang semakin tinggi; 4. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga dan kepastian berusaha untuk mewujudkan perdagangan dalam negeri yang kondusif dan dinamis dalam rangka mendukung peningkatan ekspor; 5. Meningkatnya keberterimaan (acceptance) produk nasional di pasar global; dan 6. Dalam tahun 2006 jumlah wisman yang akan berkunjung ke Indonesia diharapkan meningkat menjadi 7 juta orang dengan jumlah devisa negara yang dihasilkan sekitar US $ 6,3 miliar. Sementara itu, untuk parwisata domestik, diharapkan dalam II.16 4

tahun 2006 mampu mencapai jumlah perjalanan yang ditargetkan, yaitu 209.000 jumlah perjalanan. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi peningkatan investasi dan ekpor nasional antara lain adalah sebagai berikut: 1. Arah kebijakan bagi penciptaan iklim investasi yang sehat mencakup: a. Memperpendek prosedur pemberian ijin penanaman modal baik PMA maupun PMDN menjadi sekitar 30 hari; b. Menjamin kepastian usaha, dengan menyelesaikan konflik kebijakan antara pusat dan daerah serta konflik kebijakan antar sektor; dan c. Menyusun peraturan pelaksanaan Undang-undang Penanaman Modal yang akan diundangkan pada tahun 2005; dan d. Memberikan insentif penanaman modal yang lebih menarik. 2. Arah kebijakan bagi peningkatan promosi dan kerjasama investasi mencakup: a. Melakukan promosi investasi yang terkoordinasi baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk oleh pejabat promosi investasi di luar negeri. b. Memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi dengan berbagai instansi pemerintah dan dunia usaha. c. Fasilitasi investasi dan kerjasama di wilayah tertinggal. 3. Arah kebijakan bidang perdagangan luar negeri adalah meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor serta perkuatan kinerja eksportir dan calon eksportir. Aspeknya meliputi: a. Finalisasi konsep revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor dan perkuatan kapasitas kelembagaan pelatihan eksportir kecil; b. Peningkatan perbaikan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk negara maju maupun negara sedang berkembang; c. Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur ekspor impor melalui inisiasi uji coba konsep single document, secara bertahap mulai mengurangi sistem tata niaga untuk komoditi-komoditi non-strategis dan yang tidak memerlukan pengawasan, dan perkuatan kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor-impor; d. Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional seperti kelembagaan trade financing untuk ekspor; dan e. Peningkatan keberterimaan (acceptance) produk di pasar global melalui pengembangan SNI dan kerjasama standardisasi regional dan internasional. 4. Dalam rangka mendukung peningkatan eskpor, arah kebijakan perdagangan dalam negeri mencakup: a. Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhanaan prosedur, perijinan yang menghambat kelancaran arus barang untuk tujuan ekspor; b. Perkuatan kelembagaan perdagangan terutama kemetrologian, bursa berjangka komoditi, dan kelembagaan persaingan usaha c. Peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri dan memfasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana subsistem distribusi lokal. II.16 5

d. Pengembangan perdagangan berjangka komoditi, pengembangan pasar lelang lokal komoditi agro dan implementasi pembiayaan alternatif melalui sistim resi gudang (WRS= warehouse receipt system) untuk mendukung revitalisasi pertanian dan perdagangan. e. Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur, dan perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa. f. Fasilitasi kegiatan perdagangan untuk mendorong perekonomian di daerah perbatasan, terpencil, pulau terluar, dan daerah paska konflik. 5. Arah kebijakan di sektor pariwisata meliputi: a. Peningkatan strategi dan efektifitas promosi baik di dalam maupun di luar negeri; b. Mengembangkan dan meningkatkan jenis dan daya saing produk-produk wisata, yang mempunyai potensi sangat besar, terutama pengembangan wisata bahari dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan; c. Meningkatkan efektifitas kemitraan dan koordinasi antar pelaku pariwisata dan antara pelaku pariwisata dan pelaku ekonomi dan sosial lainnya terutama yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas jasa, sarana dan prasarana yang mendukung pembangunan pariwisata; d. Mensinergikan dan menyederhanakan regulasi, terutama yang berkaitan dengan pembangunan pariwisata. II.16 6

D. MATRIKS PROGRAM PEMBANGUNAN TAHUN 2006 No. 1. Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi 86.000 1. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang investasi; 2. Penyederhanaan prosedur pelayanan penanaman modal; 3. Pemberian insentif penanaman modal yang lebih menarik; 4. Konsolidasi perencanaan penanaman modal di pusat dan daerah; 5. Pemantauan dan evaluasi, serta pengawasan pelaksanaan investasi, baik asing maupun domestik; 6. Pengembangan sistem informasi penanaman modal di pusat dan daerah; 7. Perkuatan kelembagaan penanaman modal di pusat dan daerah; serta 8. Melakukan kajian kebijakan penanaman modal baik dalam dan luar negeri. 1. Penyempurnaan peraturan perundang undangan/peraturan pelaksana UU Penanaman Modal yang direncanakan akan diundangkan pada tahun 2005; 2. Penyederhanaan prosedur pelayanan pemberian izin penanaman modal menjadi 30 hari; 3. Memberikan insentif penanaman modal yang lebih menarik pada bidang usaha yang merupakan prioritas tinggi dalam skala nasional, investasi yang membangun infrastruktur yang juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum; yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar; yang berorientasi ekspor; yang melakukan inovasi teknologi; yang dilakukan pada daerah-daerah yang belum berkembang; yang dilakukan oleh PMA dalam bentuk patungan; yang membuka kesempatan untuk kegiatan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia; atau yang melakukan kemitraan tertentu dengan UKMK. 4. Konsolidasi perencanaan penanaman modal di pusat maupun di daerah; 5. Pemantauan, evaluasi dan Terwujudnya iklim investasi yang sehat melalui reformasi kelembagaan ekonomi di berbagai tingkatan pemerintahan sehingga mampu meningkatkan investasi (PMTB) sekitar 11,1 persen dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen dan mengurangi angka pengangguran. Badan Koordinasi Penanaman Modal II.16 7

pengawasan pelaksanaan investasi baik asing maupun domestik; 6. Pengembangan sistem informasi penanaman modal di pusat dan daerah; 7. Perkuatan kelembagaan penanaman modal di pusat dan daerah; serta 8 Melakukan kajian kebijakan penanaman modal baik dalam maupun luar negeri 2. Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi 1. Penyiapan potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah yang terkait dengan investasi; 2. Fasilitasi terwujudnya kerjasama strategis antara usaha besar dengan UKMK; 3. Promosi investasi yang terkoordinasi baik di dalam dan di luar negeri; 4. Revitalisasi kinerja kelembagaaan promosi ekspor di luar negeri; dan 5. Mendorong dan memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi dengan instansi pemerintah dan dunia usaha baik di dalam maupun di luar negeri. Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi 1. Penyiapan potensi sumber daya, sarana dan prasarana daerah yang terkait dengan investasi; 2. Fasilitasi terwujudnya kerjasama strategis antara usaha besar dengan UKMK; 3. Promosi investasi yang terkoordinasi; 4. Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi investasi di luar negeri; dan 5. Fasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi dengan berbagai instansi pemerintah dan dunia usaha. 6. Fasilitasi investasi dan kerjasama di wilayah tertinggal. Meningkatnya citra Indonesia sebagai salah satu negara tujuan investasi yang menarik dan minat investasi di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal, Meneg Pembangunan Daerah Tertinggal 54.000 II.16 8

3. Program Pengembangan Standardisasi Nasional Program Pengembangan Standardisasi Nasional 28.285 1. Pengembangan infrastruktur kelembagaan standardisasi; 2. Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI); 3. Penguatan kelembagaan standardisasi; 4. Peningkatan persepsi masyarakat; 5. Pengembangan sistem informasi standardisasi; 6. Perkuatan posisi Indonesia dalam forum standardisasi regional dan internasional; dan 7. Peningkatan partisipasi pemangku kepentingan dalam proses standardisasi. Kegiatan pokok: 1. Menyusun peraturan dan kebijakan standardisasi nasional; 2. Penguatan infrastruktur perumusan SNI dan penyetaraan SNI dengan standar internasional; 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan standar dan penilaian kesesuaian; 4. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap standar dan penilaian kesesuaian; 5. Pengembangan Sistem Informasi SNI; 6. Meningkatkan partisipasi masyarakat standardisasi; dan 7. Mengembangkan kerjasama antar lembaga standardisasi dalam forum standardisasi regional. Meningkatnya penyusunan dan penerapan SNI, meningkatnya kapasitas kelembagaan infrastruktur standardisasi, dan meningkatnya kerjasama standardisasi baik bilateral maupun multilateral, terutama ke negara tujuan ekspor utama Badan Standardisasi Nasional 4. Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor Kegiatan-kegiatan Pokok 1. Pengembangan strategi pemantapan ekspor sehingga mampu meningkatkan kinerja ekspor nasional, termasuk pemanfaatan preferensi dengan mitra dagang; 2. Harmonisasi kebijakan ekspor antar-instansi terkait dan dunia usaha; Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor Kegiatan-kegiatan Pokok 1. Peningkatan kualitas pelayanan kelembagaan Pusat Promosi ekspor (ITPC) sesuai kebutuhan eksportir secara berkelanjutan dan perluasan pembukaan kantor baru di negara/kawasan mitra dagang sesuai potensi pasar ekspornya, serta perkuatan kapasitas kelembagaan promosi daerah; Meningkatnya efisiensi pelayanan ekspor-impor, perluasan pasar, diversifikasi mata dagangan ekspor non-migas dan mendorong peningkatan nilai ekspor Dep. Perdagangan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Standardisasi Nasional 319.300 II.16 9

3. Peningkatan kualitas pelayanan kelembagaan Pusat Promosi ekspor (ITPC) sesuai kebutuhan eksportir secara berkelanjutan dan perluasan pembukaan kantor baru di negara/kawasan mitra dagang sesuai potensi pasar ekspornya, serta perkuatan kapasitas kelembagaan promosi daerah; 4. Peningkatan kualitas pelayanan kepada para eksportir dan calon eksportir melalui pendekatan support at company level; 5. Fasilitasi peningkatan mutu produk komoditi pertanian, perikanan dan industri yang berpotensi ekspor; 6. Melanjutkan deregulasi dan debirokratisasi melalui penyederhanaan prosedur ekspor dan impor dengan ke arah penyelenggaraan konsep single document; 7. Perkuatan kapasitas laboratorium penguji produk ekspor-impor; 8. Peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah; dan 9. Pengembangan dan 2. Peningkatan kualitas pelayanan kepada para eksportir dan calon eksportir melalui pendekatan support at company level; 3. Inisiasi uji coba konsep single document dalam rangka melanjutkan deregulasi dan debirokratisasi prosedur ekspor dan impor; 4. Perkuatan kapasitas laboratorium penguji produk ekspor-impor; 5. Peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah; 6. Pengembangan mekanisme alternatif bantuan teknis dan finansial langsung ke perusahaan (support at company level) bagi eksportir dan calon eksportir kecil menengah potensial untuk menjamin efektivitas pembinaan; dan 7. Koordinasi peningkatan dan pengembangan daya saing ekspor. II.16 10

implementasi fasilitasi ekspor dan impor seperti kelembagaan trade financing untuk ekspor. 5. Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional 1. Peningkatan kualitas partisipasi aktif dalam berbagai fora internasional (mencakup kerjasama multilateral, regional, bilateral, dan perdagangan lintas batas) sebagai upaya mengamankan kepentingan ekonomi nasional dan sekaligus meningkatkan hubungan dagang dengan negara mitra dagang potensial; 2. Fasilitasi penyelesaian sengketa perdagangan (termasuk advokasi dan bantuan teknis) seperti: dumping, subsidi dan safeguard; 3. Peningkatan efektivitas koordinasi penanganan berbagai isu-isu perdagangan internasional baik multilateral, regional dan bilateral maupun pendekatan komoditi; 4. Monitoring dan evaluasi Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional Kegiatan-kegiatan Pokok 1. Peningkatan kualitas partisipasi aktif dalam berbagai fora internasional (mencakup kerjasama multilateral, regional, bilateral, dan perdagangan lintas batas) sebagai upaya mengamankan kepentingan ekonomi nasional dan sekaligus meningkatkan hubungan dagang dengan negara mitra dagang potensial; 2. Fasilitasi penyelesaian sengketa perdagangan (termasuk advokasi dan bantuan teknis) seperti: dumping, subsidi dan safeguard; 3. Peningkatan efektivitas koordinasi penanganan berbagai isu-isu perdagangan internasional baik multilateral, regional dan bilateral maupun pendekatan komoditi; 4. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kesepakatan kerjasama multilateral, regional, dan bilateral; 5. Sosialisasi hasil-hasil kesepakatan perundingan multilateral (WTO) dan kerjasama regional (ASEAN, APEC, ASEM) serta kerjasama intra dan antar regional; serta Meningkatnya kerjasama perdagangan multilateral regional, dan bilateral, serta optimalisasi pemanfaatan skemaskema perdagangan sehingga meningkatkan posisi rebut tawar dan akses pasar ekspor Dep. Perdagangan 177.974 II.16 11

pelaksanaan kesepakatan kerjasama multilateral, regional, dan bilateral; 5. Sosialisasi hasil-hasil kesepakatan perundingan multilateral (WTO) dan kerjasama regional (ASEAN, APEC, ASEM) serta kerjasama intra dan antar regional; dan 6. Perkuatan SDM Atase Perdagangan termasuk penyediaan tenaga magang 6. Perkuatan SDM Atase Perdagangan termasuk penyediaan tenaga magang. 6. Program Persaingan Usaha 1. Revisi terhadap berapa materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berpotensi terjadinya disharmonisasi terhadap kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan persaingan usaha; 2. Peningkatan penerapan kebijakan dan peraturan dalam persaingan usaha; 3. Pengembangan instrumen aplikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; 4. Pengembangan jaringan kerja antar lembaga; 5. Peningkatan kualitas penanganan perkara dan rekomendasi kebijakan; dan 6. Perkuatan kelembagaan Program Persaingan Usaha 1. Penanganan terhadap pelanggaraan UU No. 5 1999; 2. Peningkatan penerapan kebijakan dan peraturan dalam persaingan usaha; 3. Pengembangan instrumen aplikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; 4. Pengembangan jaringan kerja antar lembaga; 5. Peningkatan kualitas penanganan perkara dan rekomendasi kebijakan; serta 6. Perkuatan kelembagaan persaingan usaha antara lain yang mencakup pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung. Meningkatnya daya saing nasional berbasis efisiensi, berlangsungnya mekanisme pasar yang berkeadilan, dan berkurangnya berbagai hambatan usaha. Dep. Perdagangan 23.000 II.16 12

persaingan usaha antara lain yang mencakup pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung 7. Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan Meningkatnya daya saing nasional berbasis efisiensi, dan meningkatnya perlindungan terhadap konsumen Dep. Perdagangan 41.816,9 1. Pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan konsumen termasuk kapasitas lembaga penyelesaian sengketa konsumen; 2. Perkuatan sistem dan pelaksanaan pengawasan barang beredar terutama terhadap pengawasan barangbarang strategis, obat dan makanan; 3. Peningkatan pelayanan informasi dan advokasi terhadap kebijakan perlindungan konsumen guna meningkatkan kesadaran konsumen terhadap pentingnya standar barang dan jasa, terutama di bidang obat dan makanan; 4. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perdagangan dalam negeri yang terkait dengan ekspor- 1. Pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan konsumen termasuk kapasitas lembaga penyelesaian sengketa konsumen; 2. Perkuatan sistem dan pelaksanaan pengawasan barang beredar terutama terhadap pengawasan barang-barang strategis, obat dan makanan; 3. Peningkatan pelayanan informasi dan advokasi terhadap kebijakan perlindungan konsumen guna meningkatkan kesadaran konsumen terhadap pentingnya standar barang dan jasa, terutama di bidang obat dan makanan; 4. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perdagangan dalam negeri yang terkait dengan wajib daftar perusahaan dalam rangka mendukung formalisasi usaha, tremasuk KUKM; eksporimpor, tertib usaha, tertib ukur, perlindungan konsumen dan II.16 13

impor, tertib usaha, tertib ukur, perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan jasa; 5. Sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan standar dan laboratorium metrologi legal serta pelaksanaan pengawasan ukuran, takaran, timbangan, dan perlengkapannya (UTTP); dan Perkuatan kapasitas kelembagaan yang menangani sengketa dagang internasional dan perlindungan industri dalam negeri termasuk dukungan operasionalisasi kegiatannya (anti-dumping dan safeguard); pengawasan barang beredar dan jasa; 5. Sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan standar dan laboratorium metrologi legal serta pelaksanaan pengawasan ukuran, takaran, timbangan, dan perlengkapannya (UTTP); serta 6. Perkuatan kapasitas kelembagaan yang menangani sengketa dagang internasional dan perlindungan industri dalam negeri termasuk dukungan operasionalisasi kegiatannya (anti-dumping dan safeguard). 8. Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri 1. Perumusan, alternatif solusi, dan implementasi penyelesaian permasalahan termasuk harmonisasi dari berbagai perangkat peraturan perundang-undangan tentang distribusi dan sarana penunjang perdagangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; 2. Deregulasi dan debirokratisasi dalam rangka Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri 1. Perumusan, alternatif solusi, dan implementasi penyelesaian permasalahan termasuk harmonisasi dari berbagai perangkat peraturan perundang-undangan tentang distribusi dan sarana penunjang perdagangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; 2. Deregulasi dan debirokratisasi dalam rangka mengurangi hambatan perdagangan; 3. Promosi penggunaan produksi Terciptanya sistem koleksi dan jaringan distribusi nasional, optimalisasi sarana distribusi, meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memperluas pasar, guna mendorong peningkatan aktivitas perdagangan dalam negeri yang semakin efisien, efektif, serta pemberdayaan produksi dalam negeri Dep. Perdagangan 72.959,4 II.16 14

mengurangi hambatan perdagangan; 3. Promosi penggunaan produksi dalam negeri; 4. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana subsistem distribusi pada daerah tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil) dalam rangka peningkatan efisiensi perdagangan; 5. Peningkatan efektivitas dan ketersediaan jaringan informasi distribusi baik di tingkat pusat maupun di daerah; 6. Peningkatan pengawasan dan pembinaan usaha, kelembagaan dan kemitraan di bidang perdagangan; 7. Pemberdayaan dagang kecil dan menengah melalui peningkatan SDM, akses pasar dan kemitraan usaha; 8. Perkuatan kapasitas kelembagaan perdagangan bursa komoditi (PBK) termasuk menyiapkan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan kebijakan dan operasional PBK; dan 9. Pemantapan dan pengembangan Pasar Lelang Lokal dan Regional serta sarana alternatif pembiayaan dalam negeri; 4. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana sub-sistem distribusi pada daerah tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil) dalam rangka peningkatan efisiensi perdagangan Peningkatan efektivitas dan ketersediaan jaringan informasi distribusi baik di tingkat pusat maupun di daerah; 5. Peningkatan pengawasan dan pembinaan usaha, kelembagaan dan kemitraan di bidang perdagangan Pemberdayaan dagang kecil dan menengah melalui peningkatan SDM, akses pasar dan kemitraan usaha; 6. Perkuatan kapasitas kelembagaan perdagangan bursa komoditi (PBK) termasuk menyiapkan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan kebijakan dan operasional PBK; serta 7. Pemantapan dan pengembangan Pasar Lelang Lokal dan Regional serta sarana alternatif pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang (SRG). II.16 15

melalui Sistem Resi Gudang (SRG). 9. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata 1. Optimalisasi kegiatan pameran baik yang bertaraf nasional maupun internasional baik di dalam maupun di luar negeri baik pada negara-negara mitra pariwisata potensial maupun negara-negara yang memilki kedekatan secara historis dan kultural dengan Indonesia, seperti Asia Timur, India dan Timur Tengah; 2. Fasilitasi pemasaran paketpaket wisata dan jaringan distribusinya; 3. Fasilitasi kerjasama pemasaran antar negara, antar pusat dengan daerah, dan antar pelaku industri pariwisata dalam bentuk aliansi strategis, seperti kerjasama antar travel agent dan antar tour operator, antara pelaku pariwisata dengan perusahaan transportasi udara, laut dan darat; 4. Peningkatan sadar wisata di kalangan masyarakat, baik Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata 1. Optimalisasi kegiatan pameran baik yang bertaraf nasional maupun internasional baik di dalam maupun di luar negeri baik pada negaranegara mitra pariwisata potensial maupun negara-negara yang memilki kedekatan secara kultural dengan Indonesia, seperti Asia Timur, Asia Selatan dan Timur Tengah; 2. Memfasilitasi pemasaran paketpaket wisata dan jaringan distribusinya, dengan mengedepankan destinasi baru di luar pulau Jawa dan Bali, termasuk wilayah perbatasan yang mempunyai potensi untuk pengembangan pariwisata; 3. Memfasilitasi kerjasama pemasaran antar negara, antar pusat dengan daerah, dan antar pelaku industri pariwisata dalam bentuk aliansi strategis, seperti kerjasama antar travel agent dan antar tour operator, antara pelaku pariwisata dengan perusahaan transportasi udara, laut dan darat; 4. Peningkatan sadar wisata di kalangan masyarakat, abik sebagai Mendorong terjadinya peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan peningkatan penerimaan devisa negara serta peningkatan perjalanan wisatawan nusantara. Dep. Kebudayaan dan Pariwisata 107.258,5 II.16 16

sebagai tuan rumah maupun sebagai calon wisatawan; 5. Memotivasi dan memberikan kemudahan bagi perjalanan wisata domestik; dan 6. Pengembangan sistim informasi yang efisien dan efektif. tuan rumah maupun sebagai calon wisatawan; 5. Memotivasi dan memberikan insentif bagi perjalanan domestik; dan 6. Mengembangkan sistim informasi yang efisien dan efektif. 10. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata 1. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan investasi dalam industri pariwisata melalui penyederhanaan perizinan dan insentif perpajakan bagi investor. 2. Mendorong pengembangan daya tarik wisata unggulan di setiap propinsi ( one province one primary tourism destination ) secara bersama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat; 3. Pengembangan paket-paket wisata yang kompetitif di masing-masing destinasi pariwisata; 4. Peningkatan kualitas pelayanan dan kesiapan daerah tujuan wisata dan asetaset warisan budaya sebagai obyek daya tarik wisata yang kompetitif. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata 1. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan investasi dalam industri pariwisata melalui konsep simplifikasi perizinan dan insentif perpajakan bagi investor; 2. Mendorong pertumbuhan daya tarik wisata unggulan di setiap propinsi ( one province one primary tourism destination ) bersama-sama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat; 3. Pengembangan paket-paket wisata yang kompetetif di masing-masing destinasi pariwisata; 4. Pengembangan paket-paket wisata yang kompetetif di masing-masing destinasi pariwisata; 5. Revitalisasi dan pembangunan kawasan pariwisata baru, termasuk pula prasarana dan sarana dasarnya (seperti jaringan jalan, listrik, telekomunikasi, air bersih dan sarana kesehatan); Terlaksananya revitalisasi peraturan dan daya tarik wisata di destinasi pariwisata unggulan, berkembangnya destinasi pariwisata baru yang berbasis ekowisata dan wisata bahari terutama di Kawasan Timur Indonesia melalui peningkatan kapasitas dan pelayanan usaha pariwisata, serta peningkatan jaringan kerjasama antar pelaku pariwisata dan antara pelaku pariwisata dan pelaku ekonomi-potensial lainnya dalam pengembangan destinasi pariwisata baru. Dep. Kebudayaan dan Pariwisata 31.520,3 II.16 17

5. Revitalisasi dan pembangunan kawasan pariwisata baru, termasuk pula prasarana dan sarana dasarnya (seperti jaringan jalan, listrik, telekomunikasi, air bersih dan sarana kesehatan); 6. Pemberian insentif dan kemudahan bagi pelaku usaha pariwisata dalam membangun produk pariwisata (daya tarik dan sarana pariwisata); 7. Pemberian perhatian khusus kepada pengembangan kawasan ekowisata dan wisata bahari, terutama di lokasi-lokasi yang mempunyai potensi obyek wisata alam bahari yang sangat besar; dan 8. Pengembangan pariwisata yang berdaya saing melalui: (a) terbangunnya komitmen nasional agar sektor-sektor di bidang keamanan, hukum, perbankan; perhubungan, dan sektor terkait lainnya dapat memfasilitasi berkembangnya kepariwisataan terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki destinasi pariwisata unggulan; (b) Harmonisasi dan simplifikasi perangkat peraturan baik di tingkat pusat, daerah dan antara pusat 6. Pemberian insentif dan kemudahan bagi pelaku usaha pariwisata dalam membangun produk pariwisata (daya tarik dan sarana pariwisata); 7. Pemberian perhatian khusus kepada pengembangan kawasan ekowisata dan wisata bahari, terutama di lokasi-lokasi yang mempunyai potensi obyek wisata alam bahari yang sangat besar; dan 8. Pengembangan pariwisata yang berdaya saing melalui: (a) terbangunnya komitmen nasional agar sektor-sektor di bidang keamanan, hukum, perbankan; perhubungan, dan sektor terkait lainnya dapat memfasilitasi berkembangnya kepariwisataan terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki destinasi pariwisata unggulan; (b) Harmonisasi dan simplifikasi perangkat peraturan baik di tingkat pusat, daerah dan antara pusat dan daerah; (c) Memformulasi, menerapkan, dan mengawasi standar industri pariwisata yang dibutuhkan. II.16 18

dan daerah; (c) memformulasi, menerapkan, dan mengawasi standar industri pariwisata yang dibutuhkan. 11. Program Pengembangan Kemitraan 1. Pembangunan dan perkuatan jaringan database dan informasi kebudayaan dan kepariwisataan, baik di dalam negeri (antara pusat-propinsi, dan kabupaten/kota) dan luar negeri termasuk pengembangan SDM-nya; 2. Pengembangan Litbang dan pengembangan SDM dalam bentuk joint research, dualtraining serta aliansi strategis terutama dengan lembaga sejenis di luar negeri; dan 3. Fasilitasi pembentukan forum komunikasi antar pelaku industri budaya dan pariwisata dan pelaku sosioekonomi lainnya. Program Pengembangan Kemitraan 1. Pembangunan dan perkuatan jaringan database dan informasi kebudayaan dan kepariwisataan, baik di dalam negeri (antara pusatpropinsi, dan kabupaten/kota) dan luar negeri termasuk pengembangan SDM-nya; 2. Pengembangan Litbang dan pengembangan SDM dalam bentuk joint research, dual-training serta aliansi strategis terutama dengan lembaga sejenis di luar negeri; dan 3. Fasilitasi pembentukan forum komunikasi antar pelaku industri budaya dan pariwisata dan pelaku sosio-ekonomi lainnya Terlaksananya jaringan sistem informasi kebudayaan dan pariwisata antar pusat dan daerah, terlaksananya litbang dan terciptanya SDM yang profesional yang mampu mendukung untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan kepariwisataan nasional dan daerah, serta terselenggaranya forum komunikasi antar pelaku industri budaya dan pariwisata Dep. Kebudayaan dan Pariwisata 88.990,4 II.16 19