PENINGKATAN PEMBELAJARAN MEMBACA MEMINDAI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK PADA SISWA KELAS VIII MTS MASDARUL ULUM OGAN ILIR Jurnal Nurjanah Nomor Induk Mahasiswa 20136011036 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 2016
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MEMBACA MEMINDAI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK PADA SISWA KELAS VIII MTS MASDARUL ULUM OGAN ILIR Nurjanah Nomor Induk Mahasiswa 20136011036 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca memindai melalui model pembelajaran kooperatif tipe pair check pada siswa kelas VIII MTs. Masdarul Ulum Pemulutan, Ogan Ilir. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah Model pembelajaran kooperatif tipe pair check dapat meningkatkan pembelajaran membaca memindai siswa kelas VIII MTs. Masdarul Ulum Ogan Ilir. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan tes. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya melalui empat tahapan. Data siklus dikumpulkan melalui lembar pengamatan dan lembar penilaian. Data yang didapat kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa. Setelah melampaui siklus I, pada siklus II proses belajar mengajar menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Hasil keterampilan membaca memindai pada siklus II telah mengalami peningkatan dari siklus I dan sudah mencapai nilai rata-rata yang diharapkan. Dari hasil tes membaca memindai siklus II, siswa MTs. Masdarul Ulum hampir mencapai ketuntasan belajar hingga 84,38% dan rata-rata hasil belajar siswa mencapai 74,4. Kata kunci: membaca memindai, model pembelajaran kooperatif tipe pair check A. Pendahuluan Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai dan dipahami dengan baik oleh siswa agar mampu berkomunikasi seperti dimaksud adalah keterampilan membaca. Menurut Iskandarwassid (2013:245), Keterampilan membaca merupakan suatu keterampilan yang sangat unik serta berperan penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai alat
komunikasi bagi kehidupan manusia. Dijelaskan Tampubolon (2015:48), salah satu tujuan membaca adalah menemukan informasi fokus. Informasi fokus dapat ditemukan di bagian atau berbagai bagian tertentu dari bacaan. Untuk menemukan informasi fokus dengan efisien, pada umumnya teknik yang dipergunakan adalah dengan teknik baca tatap (scanning) atau membaca memindai. Secara rinci dipaparkan Tampubolon (2015:49) bahwa pembaca dapat mempergunakan teknik baca tatap (scanning), yaitu membaca dengan cepat dan dengan memusatkan perhatian untuk menemukan bagian bacaan yang berisi informasi fokus yang telah ditentukan, dan seterusnya membaca bagian itu dengan teliti sehingga informasi fokus itu ditemukan dengan tepat dan dipahami benar. Dalam membaca memindai pembaca harus menemukan keterangan penting yang diperlukan dalam waktu relatif singkat. Guru harus memiliki pemahaman yang luas dan tinggi dari prinsip-prinsip, teori-teori, dan praktik-praktik yang berhubungan dengan membaca pada seluruh tingkatan, (Tarigan, dkk, 2011:82). Hal ini perlu dilakukan agar aktivitas siswa dapat berkembang secara baik. Namun, kenyataan di lapangan siswa kelas VIII MTs. Masdarul Ulum masih mengalami kesulitan dalam memahami ragam wacana, misalnya mencari informasi yang terdapat dalam sebuah wacana sehingga kemampuan membaca siswa masih rendah, khususnya dalam membaca memindai. Pengalaman peneliti selama ini, pada umumnya siswa kelas VIII masih mengalami kesulitan dan terkendala dalam membaca memindai. Berdasarkan hasil ulangan membaca memindai tahun 2013--2014 dan 2014--2015 nilai siswa kelas VIII MTs Masadarul Ulum Ogan Ilir masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Disebut mencapai KKM jika siswa yang mendapat nilai 65--100 lebih dari 85%. Hasil yang diperoleh dari membaca memindai tahun 2013--2014 dari 26 siswa, 10 siswa (38,5%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 40--55 yang termasuk kriteria sangat kurang, 5 siswa
(19,2%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 56--64 yang termasuk kriteria kurang, 8 siswa (30,8%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 65--75 yang termasuk kriteria cukup, 3 siswa (11,5%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 76--85 yang termasuk kriteria baik. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 26 siswa, yang mendapat nilai 65--100 hanya berjumlah 11 orang (42,3%). Pada tahun 2014--2015 dari 25 siswa, 8 siswa (32%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 40--55 yang termasuk kriteria sangat kurang, 3 siswa (12%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 56-64 yang termasuk kriteria kurang, 7 siswa (28%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 65--75 yang termasuk kriteria cukup, 5 siswa (20%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 76--85 yang termasuk kriteria baik, hanya 2 siswa (8%) memperoleh nilai dengan pembelajaran 86--100 yang termasuk kriteria sangat baik. Di tahun ini, tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan pembelajaran 30--39 atau yang termasuk kriteria gagal. Berdasarkan data yang dirincikan di atas, dapat diketahui bahwa ternyata siswa yang mendapat nilai 65--100 hanya berjumlah 14 orang (56%). Ristiani (dalam Tarigan, dkk, 2011:167) menyatakan bahwa: Keterampilan membaca siswa SMP umumnya tidak sama. Ada yang baru memiliki keterampilan dalam membaca sebagian saja, ada pula yang telah menguasai keterampilan yang sempurna.: Untuk itu, guru harus dapat meningkatkan keterampilan membaca anak didiknya. Guru harus dapat membantu siswa untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswanya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan materi pembelajaran maupun karakteristik siswa. Agar hasil belajar maksimal, faktor yang menentukan adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif. Daryanto (2012:229)
mengemukakan model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab peserta didik akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Begitu juga pendapat yang dikemukakan Aunurahman (2009:140), Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan seorang guru dalam mengembangkan dan menggunakan model- model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif dalam proses belajar. Pemilihan model pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan anak didik. Pemilihan model pembelajaran yang tepat diarahkan agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, (Uno, 2012:9) Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan, menurut Taniredja (2014:120) adalah Model Pembelajaran Pair Check. Dalam pembelajaran membaca pun, tentunya penggunaan model pembelajaran kooperatif pair check perlu diupayakan secara optimal. Hal itu diharapkan agar siswa terbiasa bersikap kritis dan peka dalam menanggapi berbagai fenomena dan makna yang terdapat di dalam sebuah tulisan dengan ragam yang berbeda. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran membaca memindai di MTs. Masdarul Ulum Ogan Ilir seperti dipaparkan di atas, peneliti perlu melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca Memindai Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Siswa Kelas VIII MTs. Masdarul Ulum Ogan Ilir. B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model penelitian tindakan kelas (PTK) yang dikemukakan Kemmis dan McTaggart. 1. Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik. Menurut Arifin
(2009:44), Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode dan teknik tertentu. a. Observasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi dengan tujuan untuk mengamati pelaksanaan pengajaran membaca memindai melalui model pembelajaran pair check, respon siswa, hasil belajar siswa dan untuk mengetahui kreativitas siswa selama berlangsungnya kegiatan belajarmengajar di kelas. Terdiri dari observasi guru dan observasi siswa. b. Tes Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dalam upaya mengetahui hasil belajar siswa. Alat yang digunakan adalah alat perangkat soal, misalnya tes pertama yaitu tes yang dilakukan pada akhir tindakan siklus pertama dalam bentuk soal esai yang diambil sebagai data T1. Begitu juga pada siklus kedua, juga dilakukan tes, T2. 2. Teknik Analisis Data a. Observasi Observasi digunakan untuk mengetahui perilaku siswa selama kegiatan pembelajaran dan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Observasi ini dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sementara observasi guru meliputi 20 perilaku penilaian. b. Tes Teknik analisis data tes digunakan untuk menganalisis hasil tes subjektif siswa yang dilakukan pada setiap siklus. C. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian ini diperoleh dari dua tahap yaitu siklus I dan siklus II. Siklus pertama penelitian ini dilakukan pada hari Senin, 25 Januari 2016. Tindakan yang dilakukan pada siklus pertama adalah melaksanakan pembelajaran memindai dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair check. Pembahasan hasil penelitian ditujukan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Permasalahan pertama yaitu adakah perubahan perilaku sikap siswa kelas VIII 3 MTs. Masdarul Ulum Pemulutan dalam membaca memindai setelah mengikuti pembelajaran membaca memindai dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check dan adakah peningkatan pembelajaran membaca memindai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe pair check pada siswa kelas VIII 3 MTs. Masdarul Ulum Pemulutan, Ogan Ilir. 1. Peningkatan Keterampilan Membaca Memindai Permasalahan peningkatan pembelajaran membaca memindai dapat dijawab dengan deskripsi data secara kuantitatif untuk mengetahui peningkatan rata-rata keterampilan siswa membaca memindai dari tahap siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pembelajaran membaca memindai siklus I terlihat bahwa keterampilan siswa dalam membaca memindai belum memenuhi rata-rata klasikal yang ditentukan. Hasil ketuntasan belajar siswa baru mencapai 53,13%. Ini berarti secara klasikal, kelas tersebut masih belum dapat dikatakan mencapai taraf ketuntasan belajar dan rata-rata hasil belajar siklus I adalah 57,09. Pembelajaran membaca memindai pada siklus I walaupun telah dioptimalkan pembelajarannya dengan refleksi dan analisis hasil kegiatan pembelajaran di akhir pembelajaran namun hasilnya belum memuaskan. Keadaan tersebut disebabkan oleh masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan subjek informasi tertentu dengan cepat dan tepat yang ditugaskan. Hal tersebut disebabkan siswa masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak efisien dalam membaca cepat. Siswa belum dapat menuliskan kembali informasi yang diperoleh berdasarkan hasil pemikiran siswa sendiri sehingga masih banyak ditemui hasil pengembangan informasi khusus tadi yang nyaris sama. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check pada siklus II dengan tema yang berbeda-beda dan lebih sederhana lagi dan membahas kesulitan-kesulitan siswa dalam membaca memindai pada siklus I, ternyata kesulitan siswa dalam membaca memindai dapat diatasi. Hasil siklus II mengalami peningkatan dari hasil tes siklus I. Lebih rinci peningkatan keterampilan membaca memindai setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check untuk tiap aspek penilaian disajikan Dari hasil tes yang dicapai siswa dengan dilaksanakannya siklus I (T 1) dan siklus II (T 2),
Jumlah Siswa peningkatan ketuntasan belajar siswa dan rata-rata nilai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui dari 32 siswa, sebanyak 26 siswa mengalami peningkatan nilai hasil belajar pada siklus I dan II, 5 orang nilainya tidak mengalami perubahan, dan 1 orang yang mengalami penurunan yakni nilai 87 pada siklus I dan 73 pada siklus II. Tabel 1 Peningkatan Hasil Belajar Selama Tindakan Nilai T1. Hasil Penelitian Peningkatan (%) T2 > 85 2 6,25 11 34,38 28,13 76-85 2 6,25 2 6,25 0,00 65-75 13 40,63 14 43,75 3,12 < 65 15 46,88 5 15,63-31,25 65 17 53,13 27 84,37 31,25 Rata-Rata 67,09 74,4 Lebih jelasnya peningkatan frekuensi dan sebaran nilai tes siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2 berikut ini. 35 30 25 20 15 15 13 2 10 11 5 2 2 0 Siklus I Siklus II Kurang 15 5 Cukup 13 14 Baik 2 2 Sangat Baik 2 11. Grafik 1 Frekuensi Nilai Tes Siklus I dan II Dari grafik di atas diketahui terjadi peningkatan frekuensi perolehan nilai tes dari siklus I ke siklus II. Di kategori sangat baik, dari 2 orang meningkat 28,13 % menjadi 11 orang, kategori baik tetap 2 orang, kategori cukup dari 13 siswa menjadi 14 siswa meningkat 3,12%), dan untuk kategori kurang mengalami penurunan dari 15 siswa menjadi hanya 5 siswa atau menurun 31,15%). Dalam siklus I ada 15 siswa yang mendapat nilai tes kategori kurang, di siklus II berkurang menjadi hanya 5 siswa. 5 14
Jumlah Siswa P e r s e n t a s e 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 46,87 40,53 6,25 6,25 Siklus I Siklus II Kurang 46,87 15,625 Cukup 40,53 43,75 Baik 6,25 6,25 Sangat Baik 6,25 34,375. 15,625 43,75 6,25 34,375 35 30 25 20 15 10 5 0 15 17. Siklus I Siklus II Tidak Tuntas 15 5 Tuntas 17 27 Grafik 3 Peningkatan Ketuntasan Belajar 5 27 Grafik 2 Persentase Nilai Siklus I dan II Dari grafik di atas terlihat perolehan nilai siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Di kategori sangat baik, hanya 6,25% pada siklus I meningkat menjadi 34,375% pada siklus II. Kategori baik, stagnan di 6,25%, kategori cukup meningkat dari 4,53% menjadi 43,75% di siklus II. Sementara di kategori kurang, justru mengalami penurunan, dari 46,87% di siklus I menjadi hanya 15,625% di siklus II. Peningkatan ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan II, lebih rinci dapat dilihat pada grafik berikut ini. Pada siklus I, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. Dari 32 siswa baru 17 orang atau 53,14% yang tuntas. Sedangkan pada siklus II terjadi kenaikan secara signifikan karena hampir mencapai ketuntasan belajar mencapai 84,375% atau sebanyak 27 siswa yang tuntas. Melihat tahap peningkatan dari siklus pertama sampai siklus kedua telah terjadi peningkatan sebesar 31,25%. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dilanjutkan sehingga tidak diperlukan lagi siklus berikutnya. 1) Perubahan Perilaku Siswa Untuk menjawab pertanyaan yang kedua dari permasalahan bagaimanakah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran membaca memindai dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check dapat
dikatakan bahwa ada perubahan perilaku belajar siswa. Dari hasil observasi pada siklus I kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check belum terlihat dan sikap siswa dalam menerima materi yang diberikan guru juga belum terfokus. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang mengobrol sendiri dengan teman sebangkunya atau teman lain, adanya siswa yang suka melamun saat guru sedang menjelaskan materi, masih ada siswa yang kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, dan lainlain. Pada siklus II sudah ada perubahan perilaku siswa. Kesiapan untuk mengikuti pembelajaran sudah mulai terlihat pada saat guru menjelaskan manfaat yang dapat siswa peroleh pada pembelajaran membaca memindai. Selain itu, siswa juga masih banyak yang belum berani bertanya atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Hal ini berbeda dengan siklus II yang sudah baik dalam memperhatikan penjelasan dari guru, pada siklus II siswa memperhatikan penjelasan dari guru serta menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami. Siswa terlihat sangat bersemangat untuk mendengarkan dan mengikuti penjelasan guru. Tidak terlihat lagi siswa yang berbicara sendiri dengan teman sebangkunya saat guru menjelaskan materi di depan kelas. Pada siklus II keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sudah terlihat. Mereka tidak lagi malu dan ragu bertanya tentang halhal yang berkaitan dengan materi membaca memindai. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran tidak terkesan tegang dan kaku karena antara guru dan siswa terjalin komunikasi yang baik dalam hal menyampaikan materi pembelajaran sehingga siswa dapat menerima materi dengan baik. Pada siklus II keseriusan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga sudah baik. Pada siklus II siswa kelihatan serius dalam kegiatan pembelajaran karena mereka menganggap pembelajaran membaca memindai adalah materi yang penting bagi siswa. Siswa kelihatan serius dalam kegiatan pembelajaran karena mereka menganggap pembelajaran membaca memindai adalah materi yang penting bagi siswa. Siswa
merasa senang dan bersemangat saat disuruh mengerjakan tugas yang guru berikan yaitu tugas membaca memindai. Perilaku ketiga yang diamati adalah keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada siklus I keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Hal ini disebabkan karena mereka kelihatan malu dan raguragu atas pertanyaan yang ingin mereka sampaikan kepada guru, takut jika pertanyaan yang akan dikemukakan salah, atau malah mereka bingung apa yang harus ditanyakan. Berbeda dengan siklus II, pada siklus II keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat baik. Hal ini diperlihatkan dengan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu siswa sudah tidak malu lagi jika bertanya kepada guru, siswa sudah kelihatan percaya diri waktu mengemukakan pendapat mereka. Perilaku keempat yang diamati adalah respons atau sikap siswa selama mengikuti pembelajaran. Pada siklus I dan siklus II, respons atau sikap siswa selama mengikuti pembelajaran sudah baik. Semua siswa memberikan respons yang baik selama mengikuti pembelajaran membaca memindai. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik dan tepat waktu. Pada saat kegiatan membaca memindai siswa kelihatan sangat serius, tenang, dan tertib. Perilaku terakhir yang diamati adalah komentar yang diberikan siswa selama pembelajaran membaca memindai berlangsung. Pada siklus I dan siklus II siswa memberikan komentar yang baik yang dapat bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pembelajaran membaca memindai sedangkan pada siklus II sebagian besar siswa juga memberikan komentar yang baik yang dapat menambah masukan terhadap pembelajaran membaca memindai. Pada siklus I siswa mengungkapkan bahwa untuk pembelajaran membaca memindai sebaiknya ditambah alokasi waktunya, memberikan contoh wacana, memberikan kebebasan untuk pemindaian, dan lain-lain. Berbeda dengan siklus II, komentar-komentar yang mereka ungkapkan antara lain, 1) menambah alokasi waktu untuk pembelajaran membaca memindai, 2) dalam pembelajaran membaca memindai harus lebih banyak menekankan kepada praktik agar
siswa lebih paham, 3) sering memberikan latihan kepada siswa untuk membaca memindai, dan 4) memberikan banyak contoh wacana yang lebih bervariasi. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I dan siklus II, siswa semakin senang terhadap kegiatan pembelajaran membaca memindai. Selain itu, siswa juga sangat tertarik dengan model pembelajaran yang digunakan guru karena dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan mereka pada saat membaca memindai. Hal ini ditunjukkan antusias dan semangat siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Kesulitan siswa dalam membaca memindai juga berkurang. Nilai rata-rata tes membaca memindai siswa yang semakin meningkat dari siklus I ke siklus II. Dapat disimpulkan bahwa belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair check mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca memindai. Selain itu, terdapat juga perubahan perilaku siswa ke arah yang jauh lebih baik saat mereka mengikuti pembelajaran membaca memindai. D.Simpulan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca memindai dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check ternyata sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca memindai pada siswa kelas VIII 3 MTs. Masdarul Ulum Ogan Ilir. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa pembelajaran membaca memindai dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check dapat meningkatkan pembelajaran membaca memindai siswa dapat terbukti atau diterima. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I dan siklus II, siswa semakin aktif dan senang terhadap kegiatan pembelajaran membaca memindai. Selain itu, siswa juga sangat tertarik dengan model pembelajaran yang digunakan guru karena dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan mereka pada saat membaca memindai. Hal ini ditunjukkan antusias dan semangat siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Kesulitan siswa dalam membaca memindai juga berkurang. Selain itu, terdapat juga perubahan perilaku
siswa ke arah yang jauh lebih baik saat mereka mengikuti pembelajaran membaca memindai. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair check pada siklus II dengan tema yang berbeda-beda dan lebih sederhana lagi dan membahas kesulitan-kesulitan siswa dalam membaca memindai pada siklus I, ternyata kesulitan siswa dalam membaca memindai dapat diatasi. Hasil siklus II mengalami peningkatan dari hasil siklus I. Hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I baru mencapai 53,14% dan rata-rata hasil belajar siklus I adalah 57,09. Kemudian, hasil tes membaca memindai siklus II, siswa MTs. Masdarul Ulum hampir mencapai ketuntasan belajar hingga 84,375%. Telah terjadi peningkatan sebesar 31,25%. Dan rata-rata hasil belajar siswa mencapai 74,4. 2. Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut. a. Bagi siswa 1) Siswa dapat mengambil pengalaman dari pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe pair check untuk dikembangkan ke dalam pelbagai bentuk teks yang akan dipindai karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari keterampilan tersebut. 2) Dalam pembelajaran membaca memindai siswa sebaiknya tidak sekadar menerima informasi dari penjelasan guru, tetapi juga memikirkan informasiinformasi yang telah diterima dari sumber pelajaran lain. b. Bagi guru 1) Para Guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menggunakan model yang sesuai agar siswa menjadi lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran membaca memindai sehingga tujuan pengajaran bahasa dapat tercapai. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe pair check merupakan alternatif yang dapat
mewujudkan pembelajaran tersebut. 2) Guru sebagai fasilitator bisa mengadakan perubahan pada cara mengajar yang sebelumnya lebih banyak secara teori, dengan pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada keaktifan dan kreativitas peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. c. Bagi sekolah 1) Pembelajaran kooperatif tipe pair check yang telah dilaksanakan dengan menggunakan tahapantahapannya dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bahasa dan sastra Indonesia. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan menciptakan output siswa yang bisa lebih berkualitas. 2) Pembinaan dan pelatihan intensif terhadap guru perlu dilakukan, ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kemampuan mengajar dalam rangka inovasi pembelajaran di kelas. d. Bagi peneliti lain 1) Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tindakan kelas hendaknya menggunakan sumber yang lebih banyak lagi, sehingga temuan-temuan pelaksanaan dalam penerapan model kooperatif pair check dalam membaca memindai bisa lebih lengkap. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bandingan sekaligus landasan penelitian yang berhubungan pengembangan pembelajaran memindai. DAFTAR PUSTAKA dengan membaca Arifin, E Zaenal dan Amran Tasai. 2010. Karya Ilmiah, Guru Kreatif dan Inovatif. Jakarta: Pustaka Mandiri. Aqib, Zainal. 2014. Model-Model Media dan Strategi Pembelajaran Konstektual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Aqib, Zainal. 2014. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya. Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media. Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2006. Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Djojosuroto, Kinayati. 2014. Bahasa dan Sastra, Penelitian, Analisis, dan Pedoman Apresiasi. Bandung: Nuansa Cendekia. Fatmawaty, Eva. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Metode CIRC untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Memindai. Laporan Hasil Penelitian. UPI Kampus Sumedang. Hamdani. 2010. Peningkatan Kemampuan Membaca Scanning (Memindai) dengan Model Chart Ekspose Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Air Tiris Kabupaten Kampar Tahun Pelajaran 2008/2009. Laporan Hasil Penelitian. Pekanbaru: Universitas Islam Riau. Iskandar. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada Press. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran Membaca. Bandung: Remaja Rosdakarta. Joyce, Bruce, dkk. 2009. Model- Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maryati dan Sutopo. 2012. Bahasa dan Sastra Indonesia 2 untuk SMP/MTs. KelasVIII. Sumatera Selatan. Departemen Pendidikan Nasional. Ngalimun dan Noor Alfulaila. 2011. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE. Slavin, Robert E. 2005. Copperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Penerjemah: Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dn R&D. Bandung: Alfabeta. Syakur, Abdan. 2009. Penerapan Model Pair Check dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Kabupaten Bantaeng. Laporan Hasil Penelitian. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Tampubolon. 2015. Kemampuan Membaca,Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa. Taniredja, Tukiran dkk. 2014. Modelmodel Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Membaca dalam Kehidupan. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 2013. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan. Bandung: Angkasa. Uno, Hamzah B. 2012. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.Jakarta: Bumi Aksara. Yoni, Acep. 2012. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia.