BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonominya. Definisi pembangunan ekonomi semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

Kemiskinan di Indonesa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah sesuatu yang menyejahterakan dan menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses kearah yang lebih baik sesuai tujuan yang

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan menyebabkan terjadinya regional disparity. Oleh karena itu, pedesaan haruslah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDHAULUAN. dari masyarakat penerima program maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Desa Bogak merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil, makmur, berdaya saing, maju dan sejahtera. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujutkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

f f f i I. PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Pencapaian cita-cita tersebut dilaksanakan secara sistematis dan terpadu dalam bentuk operasional penyelenggaraan pemerintahan, selaras dengan fenomena dan dinamika yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Adanya kesenjangan yang tinggi antara kebutuhan dengan kemampuan manusia dan besarnya tuntutan hidup yang dihadapi manusia saat ini terkadang tidak sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri, mengakibatkan manusia tidak berdaya yang akhirnya menjadi penyebab utama dari kemiskinan. Kemiskinan adalah fenomena yang bukan saja terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di sebagian besar negara-negara berkembang di dunia. Kemiskinan telah menjadi suatu fenomena sosial yang selalu berkembang dan telah menjadi masalah multidimensional yang melibatkan berbagai aspek kehidupan karena substansi kemiskinan adalah kondisi serba kekurangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan dan papan.

Keterlibatan pemerintah dalam menyikapi fenomena kemiskinan sangatlah strategis dengan menempuh kebijakan yang dapat melahirkan program/kegiatan pembangunan secara terpadu, antara pertumbuhan dan pemerataan, termasuk di dalamnya upaya peningkatan peran pemerintah yang lebih mampu menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan merubah pola pikir serta sikap mental mereka. Seharusnya melalui upaya terpadu diharapkan dapat mengikut sertakan masyarakat dalam kehidupannya serta membantu dan memberdayakan mereka dalam berbagai kegiatan produktif yang sesuai dengan potensi masingmasing, masyarakat jangan hanya dijadikan sebagai sebuah objek pembangunan tetapi juga harus dapat menjadi subjek dari pembangunan tersebut. Peran dan partisipasi aktif dari masyarakat dapat memaksimalkan tujuan pembangunan itu sendiri dan dapat mengarahkan pembangunan tepat sasaran serta menjadi kunci utama dari keberhasilan pembangunan bangsa ini. Diharapkan kerjasama dan koordinasi dapat tercipta antara masyarakat dengan pemerintah secara baik, dengan melihat apakah masyarakat telah memiliki kemampuan berperan aktif dalam sebuah proses pembangunan, karena kemampuan berperan aktif merupakan hal yang sangat mendukung keberhasilan sebuah proses pembangunan. Oleh karena itu masyarakat jangan hanya dijadikan sebagai sebuah objek pembangunan tetapi juga harus dapat menjadi subjek dari pembangunan tersebut. Sebuah keputusan, kebijakan dan tindakan yang tidak adil biasanya terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani, dengan salah satu indikasinya

dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yakni tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat. Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya pada dasarnya disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat tersebut cenderung tidak mengakar dan tidak representatif. Dan berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini dalam beberapa hal lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi kelompok tertentu, sehingga kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya, terutama masyarakat miskin. Kondisi lembaga masyarakat yang tidak mengakar dan tidak dipercaya tersebut, pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada dilingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan dan tergantung pada bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya sendiri, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran. Dengan demikian dari uraian di atas cukup jelas menunjukkan bahwa situasi kemiskinan akan tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap dan cara pandang (paradigma) masyarakat yang belum berdaya. Dampak krisis ekonomi tahun 1998 di Indonesia telah meningkatkan jumlah angka kemiskinan masyarakat. Hal ini ditandai dengan kenaikan harga barang

kebutuhan pokok, angka pengangguran yang tinggi sampai menurun dan merosotnya usaha produktif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 adalah 35 juta atau 15,4% dari total populasi. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka tahun 2008 adalah 9,4 juta atau 8,5%. Di Tingkat Propinsi Sumatera Utara jumlah penduduk miskin keadaan Maret 2008 sebesar 1.613.800 orang (12,55 persen). dan keadaan ini dari tahun ke tahun juga terus bertambah, disebabkan tidak seimbangnya jumlah antara penyediaan lapangan kerja baru dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan kegiatan ekonomi masyarakat, yang sekaligus menggambarkan tingkat ekonomi masyarakat atau besarnya pendapatan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dapat dikatakan bertumbuh bilamana ekonomi masyarakatnya juga bertumbuh atau meningkat. Tahun 2006 total PDRB Kecamatan Balige sebesar 514,52 milyar rupiah, meningkat sebesar 44,94 milyar rupiah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (tahun 2005) sebesar 469,58 milyar rupiah. Peningkatan PDRB di Kecamatan Balige tidak terlepas dari perkembangan seluruh sektor ekonomi di Kecamatan Balige tersebut. Kontribusi terbesar diperoleh dari sektor Industri Pengolahan sebesar 134,38 milyard rupiah yang diikuti sektor pertanian sebesar 88,69 milyar rupiah, dan posisi ketiga terbesar yaitu sektor-sektor jasa sebesar 80,563 milyar rupiah.

Seiring dengan perkembangan PDRB Kecamatan Balige Atas Dasar Harga Berlaku yang menunjukkan peningkatan, demikian pula halnya laju pertumbuhan ekonomi mengalami hal positif dari tahun 2003-2006. Laju pertumbuhan ekonomi Kecamatan Balige tahun 2006 sebesar 5,26 persen. Pendapatan per kapita di Kecamatan Balige sampai tahun 2006 sebesar 12.010.908 rupiah atau lebih rendah dari pendapatan perkapita Kabupaten Toba Samosir tahun 2006 yaitu sebesar 12.311.684 rupiah. Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang meningkat belum menjamin penyelesaian masalah kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial lainnya secara keseluruhan. Hal ini disebabkan ketimpangan pendapatan yang sangat berbeda. Dalam perhitungan rata-rata pendapatan hal ini tidak terlalu diperhitungkan, namun kenyataannya perbedaan pendapatan diantara masyarakat sangat mencolok. Kondisi tersebut diatas terjadi setiap tahun, sudah tentu ketimpangan semakin besar yang pada akhirnya penyelesaian pemerataan kesejahteraan yang standar sulit untuk dicapai. Walaupun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Toba Samosir setiap tahun menaik, namun jumlah rumah tangga miskin tahun 2007 di Kecamatan Balige sebagai Ibukota Kabupaten Toba Samosir menurut Bappeda dan BPS Kabupaten Toba Samosir sangat besar yaitu 3430 KK dari 7949 KK atau 43,15% dari total rumah tangga seluruhnya. Hal ini menunjukkan masih sangat dibutuhkannya suatu kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, di dalam kegiatan pembangunan dalam upaya pengentasan kemiskinan untuk lebih mendorong munculnya perhatian

pada peranan partisipasi dan pentingnya memahami dinamika masyarakat dalam proses-proses perubahan yang berlangsung dewasa ini. Berbagai program kemiskinan yang telah dilaksanakan terdahulu masih bersifat sektoral dan charity yang dalam kenyataannya sering menghadapi kenyataan yang kurang menguntungkan yakni salah sasaran, tercipta benih-benih fragmentasi sosial dan melemahkan kapital sosial yang ada dalam masyarakat seperti gotong royong, musyawarah dan keswadayaan. Lemahnya kapital sosial ini pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalan secara bersama-sama, yang sebenarnya dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Lebih ironisnya lagi, masalah kemiskinan telah dijadikan suatu komoditi bagi pemerintah maupun aparat pemerintahan untuk menjalankan program/kegiatan yang dilaksanakan, Hal ini menyebabkan program pengentasan kemiskinan sampai saat ini tidak jarang mengalami kegagalan. Kegagalan ini dibuktikan dengan masih tingginya angka tingkat kemiskinan. Banyak program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan pada eraera pemerintahan sebelumnya seperti Program Inpres, Jaring Pengaman Sosial (JPS), dan lain sebagainya. Pada tahun 1993, Pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis berupa Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan/Kelurahan tertinggal yang dikenal dengan Program Inpres

Desa Tertinggal (IDT) dan program ini berjalan beberapa tahun. Kemudian pada tahun 1999, Pemerintah merasa perlu untuk menyempurnakan program tersebut. Penyempurnaan tersebut melalui program yang diharapkan dapat meningkatkan bantuan pengembangan kepada masyarakat berupa bantuan langsung masyarakat melalui pengelolaan di tingkat kecamatan yang disebut dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai suatu kebijakan yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat miskin sebagai kelanjutan Inpres Desa Tertinggal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Secara khusus Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dirancang untuk meningkatkan keterpaduan pengembangan usaha produktif melalui pemberian modal usaha maupun pembangunan sarana/prasarana (Petunjuk Teknis PPK, 1998), dan program ini dimulai pada tahun 1998/1999 yang terdiri dari 3 fase yakni fase pertama (PPK I) tahun 1998/1999 sampai 2002, fase kedua (PPK II) tahun 2003 hingga tahun 2006, sedang fase ketiga (PPK III) dimulai tahun 2006. Penyempurnaan program terus dilakukan oleh Pemerintah dan pada 1 September 2006 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dirubah menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan terakhir pada tanggal 30 April 2007 disempurnakan menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang mengadopsi mekanisme dan skema PPK. PNPM Mandiri

terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan untuk masyarakat daerah Kabupaten, PNPM Mandiri Perkotaan untuk masyarakat daerah Kota, PNPM Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus, PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan, dan PNPM Mandiri Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah. Oleh karena itu PNPM Mandiri diharapkan dapat menjadi suatu sistem pembangunan yang dapat diakses secara adil dan merata oleh semua komponen bangsa ini karena program ini mengusung sistem pembangunan follow up planning. Program PNPM-MP yang dirancang sebagai bagian dari proses percepatan penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat, dengan memberikan modal usaha untuk pengembangan usaha ekonomi produktif dan pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan ekonomi pedesaan. Program ini juga dirancang sebagai proses pembelajaran (learning) bagi masyarakat dan aparat melalui proses kegiatan pengambilan keputusan yang demokratis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan. Pengelolaan program ini diberikan secara langsung kepada masyarakat. Dengan model pengelolaan seperti itu diharapkan kelompok masyarakat sasaran, dapat melaksanakannya secara optimal. Disamping program seharusnya dapat dilaksanakan secara total dengan menggerakkan segala bentuk upaya dan cara yang mendukung kesuksesan program, diantaranya yang penting adalah kejelasan tugas dan fungsi dalam pelaksanaan program.

Bentuk-bentuk kegiatan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige adalah pembangunan fisik sarana dan prasarana, Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang penyaluran dana yang diberikan kepada kelompok masyarakat di desa. Masih tetap tingginya jumlah penduduk miskin di Kecamatan Balige tetapi diiringi dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat Kecamatan Balige setiap tahunnya, menunjukkan masih tingginya perbedaan kesenjangan kondisi sosial ekonomi masyarakat meski program ini telah berjalan beberapa tahun yaitu telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan dana yang besar. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MP) adalah salah satu program untuk penanggulangan kemiskinan dengan dana yang sangat besar. Maka dengan sebuah asumsi jika hasil evaluasi program ini bisa berjalan dengan baik dan evaluasi bisa dilakukan secara komprehensif dan jujur dengan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah penelitian sebagai suatu karya ilmiah sebuah tesis, maka program ini diharapkan akan dapat menjadi program unggulan Pemerintah Kabupaten dan Pusat karena akan sangat membantu pemerintah menanggulangi kemiskinan. Maka berdasar pada latar belakang tersebut diatas penulis mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir 2. Bagaimana kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sesudah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. 3. Bagaimana kondisi Sosio-Ekonomi antara masyarakat yang menerima bantuan dan masyarakat yang tidak menerima bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) masyarakat Kecamatan Balige di Kabupaten Toba Samosir. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. 2. Menganalisis kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. 3. Menganalisis kondisi Sosio-Ekonomi antara masyarakat yang menerima bantuan dan masyarakat yang tidak menerima bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

1.4. Manfaat Penelitian. 1. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan pada Pemerintah Kabupaten Toba Samosir menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). 2. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan baik pihak eksekutif maupun legislatif untuk menciptakan regulasi yang tepat dalam mendinamisasi, mengkomunikasi, menstimulasi dan memfasilitasi masyarakat. 3. Kajian ini diharapkan memberi manfaat sebagai bahan evaluasi serta monitoring pelaksanaan pengembangan sosial-ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). 4. Bagi ilmu pengetahuan kajian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut, terutama yang menyangkut Konsep Implementasi Kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).